Você está na página 1de 22

BAB I PENDAHULUAN

Hemoglobin terbentuk dari heme dan globin yang terdiri dari 4 rantai polipeptida (tetramer) yaitu 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Orang dewasa normal membentuk HB A (Adult = A1). Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari Hb A2 yang kadarnya tidak lebih dari 2% dan Hb F (Fetus) kurang dari 4%.1Seluruh tipe thalasemia diwariskan secara resesif, artinya bahwa suatu perubahan genetik harus diwariskan dari kedua orang tua. Beratnya penyakit dipengaruhi oleh mutasi thalasemia yang diwariskan, genetik dan faktor lingkungan (infeksi dan bahan kimia).1,2 Thalasemia adalah suatu penyakit dengan berbagai bentuk yang ditandai oleh kegagalan produksi satu atau lebih rantai peptida globin. Pada thalasemia memiliki struktur Hb yang normal, hanya produksi Hb yang berkurang dengan perubahan sintesis rantai beta atau alfa. 1,3,4,5,6,7 Sintesis abnormal menimbulkan eritropoesis, hemolisis dan anemia. Secara garis besar sindrom thalasemia dibagi 2 golongan besar yaitu jenis alfa dan beta yang keduanya berpengaruh terhadap sintesis HbA. Insiden selama kehamilan adalah 1 dalam 300-500 kehamilan. Pada thalasemia beta, rantai globin beta rusak sedangkan rantai globin alfa normal. Pada thalasemia alfa kebalikkannya.1,2,3,5,8 Pada tahun 1925, diagnosis penyakit ini pertama kali diumumkan oleh Thomas Coloey yang terdapat di antara keluarga keturunan Italia yang bermukim di Amerika Serikat.1,6 Dekripsi klinis dibuat untuk membagi sindrom ini dalam beberapa tingkatan menurut beratnya penyakit atau gejala klinis dan prognosis yaitu thalasemia mayor, minor, intermedia, minima dan sebagainya.1 Tipe thalasemia:7 1. Thalasemia alfa Homozigot (Barts) Heterozigot (HbH) : delesi 4 gen, 80% Hb Barts, hydrops, lahir mati : delesi 3 gen, 25% Hb Barts dalam tali pusat

(2) : delesi 2 gen, 5% Hb Barts dalam tali pusat, anemia ringan (1) : delesi 1 gen, 1-2% Hb Barts dalam tali pusat, tidak anemia 2. Thalasemia beta Homozigot (0) (+) (0) Heterozigot (0) (+) () : Tidak ada HbA, HbF meningkat anemia Coley : Sedikit HbA, HbF meningkat anemia sedang : Tidak ada HbA, HbF 100% anemia sedang : HbA2 dan HbF normal atau menurunanemia ringan : HbA2 dan HbF meningkat anemia ringan : HbF normal atau menurunanemia ringan

Jenis homozigot biasanya tidak bertahan melewati masa kanak-kanak.

BAB II GENETIK, PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS


Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karena kecelakaan genetik) yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut.1,6 Individu normal mempunyai 2 gen alfa. Delesi 1 gen (silent carrier, thalasemia alfa 2) tidak memberikan gejala klinis. Pada thalasemia alfa minor (thalasemia alfa 1) terjadi delesi 2 gen, menimbulkan anemia mikrositik hipokrom ringan atau tidak memberikan gejala klinis yang jelas. Bentuk thalasemia alfa paling berat yang kompatibel dengan kehidupan ekstra uterin yaitu penyakit HbH yang terjadi karena hilangnya 3 gen, memberikan gambaran anemia hemolitik sedangberat. Afinitas Hb H terhadap oksigen sangat terganggu dan destruksi eritrosit lebih cepat. Kematian janin biasanya terjadi pada masa kanak-kanak. Pada tipe homozigot (homosigot thal alfa 1) terjadi delesi ke 4 gen alfa dan tidak terjadi produksi rantai sehingga janin tidak dapat mensintesis HbF normal atau Hb dewasa. Keadaan ini dapat menimbulkan kegagalan cardiac output, hydrops fetalis dan lahir mati.1,3,14,15 Anemia hipoplastik kongenital pada thalasemia alfa berhubungan dengan gangguan sintesis Hb. Defek kongenital ini menyebabkan penurunan sintesis rantai alfa. Masalah klinis timbul karena berlebihnya rantai beta dan teta yang menumpuk sebagai akibat sintesi rantai alfa yang berkurang. Kelebihan rantai beta dan teta yang tidak berpasangan ini akan mengagregasi terhadap munculnya stress oksidatif seperti infeksi, menumpuk ke level toksik pada prekursor sel eritroid dan memiliki efek destruktif pada perkembangan normoblas eritrositik. Sel-sel mungkin mati dalam sum-sum tulang menyebabkan eritropoisis tidak efektif. Sebagai tambahan, mempengaruhi membran sel menjadi kaku dan pemusnahan sel dipercepat dalam retikuloendotelial sistem. Dengan demikian anemia disebabkan kombinasi variabel dari eritropoesis inefektif dan destruksi prematur sel darah merah. Dengan adanya

hipoksia kronik, terjadi ekspansi rongga sum-sum, osteopenia dan pembesaran organ retikuloendotelial.9 Pada thalasemia beta, produksi rantai beta berkurang dan kelebihan rantai alfa. Pada prinsipnya terjadinya eritropoisis inefektif dan destruksi sel darah merah sama dengan thalasemia alfa.1,5,9 Kurangnya produksi rantai globin beta disebabkan oleh mutasi dengan substitusi nukleotida singel dan adisi atau delesi oligonukleotida.1 Thalasemia beta homozigot tergantung pada transfusi yang biasanya menimbulkan kematian selama masa kanak-kanak. 7 Jika 2 orang yang membawa sifat tipe genetik thalasemia sama-sama trait (alfa atau beta) memiliki anak, ada kemungkinan 25% tiap anak yang lahir akan mewarisi thalasemia.10 Pada seluruh kasus, diagnosis laboratorium penting untuk konfirmasi diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang dipakai untuk skrining thalasemia dan atau trait yaitu:2 1. Pemeriksaan darah lengkap 2. Hb Elektroforesa dengan kuantitatif Hb A2 dan Hb F 3. Eritrosit-protoporfirn bebas (atau feritin) Pemeriksaan darah lengkap akan menentukan kadar rendah Hb, sel darah merah kecil dan sel darah merah abnormal lainnya yang khas dengan diagnosis thalasemia. Sejak thalasemia trait kadang-kadang sulit dibedakan dari defisiensi besi, pemeriksaan kadar besi menjadi penting. Hb elektroforesa dapat membantu identifikasi dan menilai kadar Hb. Nilai Hb elektroforesis biasanya dalam kisaran normal pada seluruh tipe thalasemia. Hb A2 dan kadang-kadang Hb F meningkat pada thalasemia beta atau trait. Kadang-kadang pemeriksaan DNA diperlukan sebagai tambahan pemeriksaan.2 Pemeriksaan khusus yaitu elektroforesa Hb dapat diandalkan untuk menentukan apakah seseorang menderita thalasemia beta.6 Satu tahun setelah lahir, bayi dengan produksi globin beta yang terganggu biasanya mulai memperlihatkan gejala thalasemia dan membutuhkan transfusi darah. Penderita thalasemia berat sering meninggal pada akhir masa remaja atau awal dua puluh karena gagal jantung

kongestif, sering dihubungkan dengan hemosiderosis miokardial, kegagalan hepar, atau DM.3

BAB III THALASEMIA BETA


III.1. Epidemiologi Penyakit ini tersebar luas dari daerah Mediterania seperti Italia, Yunani, Afrika bagian utara, kawasan Timur-Tengah, China, India Selatan, Srilangka sampai kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Frekuensi thalasemia beta di Asia Tenggara adalah antara 3-9%.1,2,6 III.2. Gambaran Klinis Secara klinis thalasemia beta dibagi dalam beberapa tingkatan: mayor, intermedia dan minor atau trait (pembawa sifat).1,2,9 III.2.1. Thalasemia Mayor Disebabkan oleh perubahan gen dari beta globin. Biasanya bersifat homozigot. Tidak ditemukannya atau sedikit produksi produksi rantai beta. 2,3 Gejala klinis berupa muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna, pembesaran hati dan limpa, perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan. Deformitas tulang juga menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan zigomatik serta maksila.1,9 Anemia biasanya berat dan biasanya mulai muncul gejalanya pada usia 2 tahun. Dapat juga terjadi dalam beberapa bulan setelah lahir. Dapat menimbulkan kematian selama masa kanak-kanak, keculai mendapat transfusi teratur. Meskipun transfusi mencegah komplikasi-komplikasi, tubuh tidak dapat meniadakan kelebihan besi yang berada dalam darah transfusi. Sisi lain, kelebihan zat besi ini disimpan dalam jaringan dan organ, menimbulkan kerusakan dan kegagalan organ.1,2,9 III.2.2. Thalasemia Intermedia dan Minor

Thalasemia minor merupakan heterozigot, sering didiagnosis setelah pasien gagal respon terhadap terapi besi atau melahirkan bayi dengan penyakit homozigot.3 Manifestasi klinis thalasemia intermedia umumnya bervariasi sedang-berat dan ditemui hepatosplenomegali.9 Pada thalasemia minor umumnya tidak ditemui gejala klinis yang khas. Kelainan ini mungkin tidak terdiagnosa sampai munculnya gejala anemi. 1,15, 11 Gejala yang timbul jarang. Kadang-kadang ditemui adanya splenomegali.9 III.3. Komplikasi Pada thalasemia mayor komplikasi lebih sering ditemui dari pada thalasemia intermedia. Komplikasi neuromuskular tidak jarang terjadi. Biasanya pasien terlambat berjalan. Akibat iskemia serebral dapat timbul episode kelainan neurologik fokal ringan. Gangguan pendengaran mungkin pula terjadi seperti pada kebanyakan anemia hemolitik atau diseritropoetik lain, ada peningkatan kecenderungan untuk terbentuknya batu pigmen dalam kandung empedu.1 Dapat terjadi hemosiderosis akibat transfusi berulang-ulang dan atau salah pemberian obat-obat yang mengandung besi. Pencegahan untuk ini adalah dengan chelating agents misalnya desferal.1 Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, DM, penyakit jantung. Pigmentasi kulit meningkat bila ada hemosiderosis, karena peningkatan endapan melanin dikatalisasi oleh endapan besi yang meningkat. Dengan chelating agents hiperpigmentasi ini dapat dikoreksi kembali.1 Deformitas pada skelet, tulang dan sendi mungkin pula terjadi. Pembesaran limpa dapat mengakibatkan hipersplenisme dan dapat menyebabkan trombositopeni dan perdarahan.1 III.4. Pemeriksaan Laboratorium Umumnya thalasemia beta mengalami anemia mikrositik hipokrom, dengan peningkatan jumlah retikulosit, kadar Hb A2, kadar besi serum dan saturasi besi lebih dari 20%.3,9

III.4.1. Thalasemia Mayor Pada darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis dan adanya sel target; jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit muda (normoblas). Hb rendah, resistensi osmotik patologis. Nilai eritrosit rata-rata (MC): volume eritrosit rata-rata (VER/ MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER/ MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER/ MCMC) menurun. Jumlah leukosit normat atau meningkat.1 Sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Kadar besi dalam serum normal atau meningkat. Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis. Asam urat dalam darah meningkat. Kadar feritin dalam darah meningkat bila ada hemosiderosis.1 Elektroforesis Hb memastikan diagnosis. Tes Kleihauer (penetuan Hb F secara delusi asam) memberi hasil positif.1 III.4.2. Thalasemia Intermedia dan Minor Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya sebagian. Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal. Resistensi osmotik meningkat. Sedikit meningkatnya kadar bilirubin dalam serum dan adanya kenaikan SGOT karena hemolisis perlu dibedakan dari hepatitis kronik viral.1 Penetuan rasio sintesis rantai alfa/ beta pada saat ini masih belum banyak digunakan untuk pemeriksaan rutin dan hanya dilakukan untuk penelitian atau apabila pemeriksaan tersebut di atas tidak dapat membantu misalnya pada thalasemia minor. Pemeriksaan lebih maju adalah analisis DNA, DNA probing, gene blotting dan pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction).1

Pada thalasemia intermedia, kadar Hb mencapai 6-7 g/ dl. Rendahnya Hb disebabkan oleh interaksi antara thalasemia alfa dan beta atau varian + atau thalasemia mayor (homozigot).9 Pada thalasemia minor, Hb A2 dan Hb F meningkat. Jumlah sel darah merah tidak meningkat selama kehamilan. Konsentrasi Hb dan hematokrit menurun, terdapat gambaran mikrositik hipokrom, anisositosis dan poikilositosis, tapi derajat anemia ringan. Ditemui Hb 8-10 g/ dl pada akhir trimester kedua dengan peningkatan 9-11 g/ dl menjelang aterm (Keadaan tidak hamil 10-12 g/dl).5,9,10 III.5. Penatalaksanaan Thalasemia mayor didiagnosis saat pasien tergantung pada transfusi. Thalasemia intermedia dengan anemi sedang-berat tidak terlalu bergantung pada transfusi. Bentuk yang minor biasanya gejala klinis ringan.2,9 Tidak ada terapi khusus untuk thalasemia beta minor selama kehamilan. Kebanyakan sering munculan ibu dan janin memuaskan. Transfusi jarang diindikasikan kecuali ada perdarahan. Besi dan asam folat profilaksis sekali sehari diberikan dosis 60 mg dan 1 mg.5,9 Pemberian suplemen vitamin yang banyak mengandung zat besi terhadap ibu hamil dengan thalasemia harus dihindari. Asam folat penting untuk pertumbuhan dan pembelahan sel. Suplemen folat dianjurkan 1 bulan sebelum konsepsi dan sampai minggu ke-8 gestasi. Ini diperkirakan akan membantu mencegah anemia megaloblastik (sel besar, sel darah merah yang immatur) pada wanita dengan thalasemia.12 Vitamin C diberikan selama pemberian chelating agents (biasanya 100-250 mg tiap pemberian chelation agents) untuk mempertinggi pemindahan besi.12 Pengobatan dilakukan sedini mungkin dan ini efektif. Pemberian transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar Hb sekitar 11 g/ dL. Kadar Hb setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorpsi Fe dari traktus digestivus. Jumlah sel darah merah yang diberikan sebaiknya 10 - 20 mL/ kg berat badan. Frekuensi sebaiknya sekitar 23 minggu. Sebelum dan sesudah pemberian transfusi ditentukan kadar Hb dan

hematokrit.1,9 Pasien dengan thalasemia beta mayor membutuhkan transfusi seumur hidup.4 Tubuh tidak dapat membersihkan kelebihan besi dalam darah transfusi.2 Pemberian chelating agents secara teratur membantu mengurangi hemosiderosis.1,4,9 Desferal diberikan secara intravena atau subkutan. Di samping Desferal kini ada chelating agent oral yaitu antara lain Desferiprone. Manfaatnya lebih rendah dari desferal dan menimbulkan sirosis hati.1 Peningkatan kebutuhan transfusi selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan chelating agents. Keamanan obat tersebut selama kehamilan belum dapat ditentukan. Belum jelas apakah pengobatan tersebut merupakan resiko dalam perkembangan janin. Beberapa pendapat menyatakan bahwa kehamilan itu sendiri sebagai chelating agents melalui uptake besi bebas oleh perkembangan janin.12 Selama kehamilan, komponen cairan darah normalnya meningkat. Ini dapat meningkatkan derajat anemi, menyebabkan kebutuhan transfusi meningkat. Anemia yang meningkat akan menyebabkan kerja jantung meningkat untuk mendapatkan oksigen. Volume darah yang meningkat juga menyebabkan stress terhadap jantung.12 Splenektomi perlu dipertimbangkan terutama ada tanda-tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi yang meningkat atau karena sangat besarnya limpa. Waspada terhadap kemungkinan infeksi pasca splenektomi.1 Gambaran darah tepi tidak banyak berubah setelah splenektomi, malahan sering tampak lebih banyak sel normoblas. Masa hidup eritrosit lebih baik daripada sebelum splenektomi.1 Pengobatan lain dengan transplantasi sum-sum tulang. Keberhasilan pengobatan dengan transplantasi sumsum tulang pada saat ini baru mencapai 30%.1,2 Jika tidak diobati, thalasemia beta mayor dapat menjadi letargi berat, pucat, dan pertumbuhan dan perkembangan terhambat. Tubuh mengkompensasi dengan memproduksi darah lebih banyak, yang dibentuk dalam sumsum tulang. Anemi berat membebani organ tubuh lain seperti jantung, limpa, dan hati yang harus bekerja lebih keras. Ini dapat menyebabkan kegagalan jantung, pembesaran dan masalah lain terhadap hati dan limpa.2

III.6. Pencegahan III.6.1. Pencegahan primer: Penyuluhan sebelum perkawinan untuk mencegah perkawinan di antara pasien thalasemia agar tidak mendapat keturunan yang homosigot atau varian-varian thalasemia dengan mortalitas tinggi. Perkawinan antara 2 heterozigot (carrier) menghasilkan keturunan: 25% thalasemia (homozigot), 50% carrier (heterozigot) dan 25% normal.1,9 III.6.2. Pencegahan sekunder : Pencegahan kelahiran bayi homozigot dari pasangan suami istri dengan thalasemia heterosigot. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50% dari anak yang lahir adalah pembawa sifat seperti ibunya sedangkan 50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homosigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan dilakukannya tindakan abortus provokatus. Pemeriksaan PCR pada korion villi mulai minggu ke 8 dapat pula digunakan untuk prediksi diagnosis intra-uterin.1 III.7. Prognosis Thalasemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agents untuk mengurangi hemosiderosis. Di negara maju usia dapat mencapai dekade ke-5. Apabila di kemudian hari transplantasi sumsum tulang dapat diterapkan prognosis akan menjadi baik, karena diperoleh penyembuhan.1,5 Wanita dengan thalasemia mayor yang bertahan hidup sampai pubertas biasanya amenoroe, kegagalan fertilitas yang berat dan harapan hidup pendek walau telah terapi transfusi.8,10 Thalasemia minor umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa, kecuali bila diobati dengan transfusi darah berlebihan sehingga terjadi hemosiderosis.1

10

BAB IV THALASEMIA ALFA


IV.1. Epidemiologi Fokus thalasemia alfa adalah di daerah perbatasan Thailand Utara dengan Laos dengan frekuensi 30-40%, Cina Selatan, kemudian tersebar dalam frekuensi lebih rendah di Asia Tenggara termasuk Indonesia.1,6 Ada 2 tipe utama alfa thalasemia yaitu Hb H dan thalasemia mayor. Pada Hb H dapat mengalami anemia hemolitik yang disebabkan oleh cepat rusaknya sel darah merah. Keadaan ini dapat dicetuskan oleh infeksi dan atau paparan bahan kimia. Thalasemia alfa merupakan penyakit yang sangat serius yang menimbulkan anemia berat yang dapat timbul bahkan mulai sebelum lahir. Kebanyakan mempengaruhi bayi tidak dapat bertahan hidup atau berumur pendek setelah lahir.2 Ada 2 kelompok utama thalasemia alfa, yaitu thalasemia alfa+ dan thalasemia alfa0. Thalasemia alfa+ atau thalasemia alfa 2 (delesi 1 gen, genotip : - a/aa pada 1 kromosom) hanya mengalami kelainan minimal pada eritrosit, serta sedikit ketidakseimbangan sintesis rantai globin dibandingkan dengan thalsemia alfa0 atau thalasemia alfa 1 (delesi 2 gen, genotipe : --/ aa pada 1 kromosom). Pada penyakit hemoglobin H (dengan genotip : --/-a) ada delesi 3 gen globin alfa. 1,2 Homosigot thalasemia alfa adalah hidrops fetalis (genotip --/--) mengalami delesi 4 gen. Di samping thalasemia alfa karena delesi gen seperti tersebut di atas, ada pula thalasemia alfa tanpa delesi (non deletion).1,5 Delesi ke-4 gen globin alfa dinyatakan sebagai thalasemia alfa homozigot. Karena rantai alfa menyusun Hb fetus, fetus akan dipengaruhi. Tanpa rantai globin alfa, Hb Bart dan Hb H terbentuk sebagai tetramer abnormal.5 Fetus akan mati dalam uterus atau segera setelah lahir. Lam dan kolega menemukan bahwa sonografi pada usia kehamilan 12-13 minggu sensitif 100% dan spesifik untuk menentukan keadaan yang mempengaruhi fetus dengan mengukur rasio kardiotorasik. Carr dan kolega

11

mentransfusi fetus dengan thalasemia alfa pada usia kehamilan 25, 26 dan 32 minggu.5 Delesi 3 gen globin alfa dikenal sebagai Hb H dan kompatibel dengan kehidupan ekstrauterin. Sel darah merah abnormal saat lahir mengandung Hb Bart, Hb H dan Hb A. Neonatus nampak dalam keadaan baik saat lahir, tapi setelah masa pertumbuhan awal timbul anemia hemolitik. 20-40% Hb Bart yang ada saat lahir digantikan oleh Hb H setelah lahir. Penyakit ditandai oleh anemia hemolitik dan pada beberapa pasien beratnya penyakit sama dengan thalasemia beta mayor. Anemia pada wanita tersebut biasanya diperburuk oleh kehamilannya.3,5 Delesi 2 gen secara klinis menimbulkan thalasemia alfa minor yang ditandai dengan anemia mikrositik hipokrom ringan-sedang. Ini mungkin ada kaitan dengan thalasemia alfa 0 trait atau alfa+ trait. Differensiasi hanya dengan analisis DNA. Sel darah merah mikrositk hipokrom dan konsentrasi Hb normal sampai sedikit rendah. Wanita dengan thalasemia alfa minor mentolerir kehamilannya dengan baik. 3,5 Pada keadaan normal, manusia memiliki 2 pasang gen alfa globin pada kromosom 16.1,2,5 Genotip di tulis : (aa/aa). Gen-gen tersebut membentuk komponen globin alfa dari Hb dewasa normal (Hb A). Globin alfa juga komponen Hb fetus dan Hb dewasa mayor lain (Hb A2). Mutasi gen globin alfa biasanya terjadi delesi gen, menimbulkan tidak terbentuknya globin alfa.2 Defek utama pada thalasemia alfa0 adalah tidak adanya sintesis rantai alfa sehingga tidak ada produksi Hb F. Kelebihan rantai gama membentuk Hb Bart disertai adanya sedikit Hb H dalam eritrosit.1 Tidak adanya 1 gen globin alfa menimbulkan kondisi yang dikenal sebagai thalasemia alfa trait silent. Kondisi ini menyebabkan tidak ada masalah kesehatan. Thalasemia alfa terjadi ketika 2 gen globin alfa hilang. Ini dapat terjadi dalam 2 cara. Gen mungkin terhapus dari kromosom yang sama, mungkin juga terhapus dari kromosom yang berbeda.2 Pada Hb H dengan tidak adanya 3 gen globin alfa menyebabkan suatu ketidakseimbangan protein globin alfa dan beta dalam sel darah merah. Saat individu terpapar obat atau bahan kimia meyebabkan membran lebih mudah pecah, sel pecah dalam jumlah besar, suatu komplikasi yang disebut anemia hemolitik. Demam dan

12

infeksi juga dipertimbangkan menjadi pencetus anemi hemolitik pada Hb H. Ini dapat menimbulkan kelelahan, pucat, perubahan warna kuning pada kulit dan mata ikterik. Biasanya anemi ringan, tidak memerlukan pengobatan. Anemi berat membutuhkan transfusi, dan biasanya disertai gejala lain seperti feses atau urin gelap dan nyeri pada abdomen atau punggung. Ini tidak umum terjadi pada Hb H. Pengaruh terhadap individu dengn tipe ini juga mungkin mengalami pembesaran dan masalah lain terhadap limpa.2 IV.2. Gambaran Klinis dan Komplikasi Bentuk lain thalasemia alfa pada periode baru lahir yaitu Hb Bart dimana adanya 1 atau lebih dari 4 gen yang menghasilkan rantai globin alfa mengalami difungsional. Ada 4 sindrom klinis akibat kegagalan sintesis rantai globin alfa.5,13 Jika 1 gen alfa rusak, 3 gen alfa lain akan mengkompensasi. Individu tersebut secara klinis dan hematologis normal (silent carrier).13 Disfungsi 2 gen alfa menimbulkan anemia ringan dengan mikrositosis. Bersifat jinak dan tidak memerlukan pengobatan (thalasemia alfa trait). Jika 3 gen thalasemia alfa disfungsional menimbulkan anemia hemolitik sedang.13 Jika tidak ada satupun gen alfa berfungsi, anemia hemolitik yang sangat berat mulai terjadi dalam rahim (hidrops fetalis). Skrining orangtua secara prospektf dan diagnosis intra uterin adalah tepat jika potensi sindroma hidrops fetal dicurigai.13 Alfa thalasemia merupakan akibat perubahan gen dari komponen alfa globin.2 Beratnya penyakit tergantung pada gen abnormal yang tersangkut. Pada kelainan gen thalasemia alfa 1, tidak ada produksi rantai alfa dan homosigotnya mengakibatkan sindrom hidrops dengan kematian fetus intra-uterin atau pada waktu lahir disertai adanya Hb Bart (semua jenis Hb perlu rantai alfa).1,9 Penyakit Hb H biasanya diserta anemia ringan yang umumnya diketahui agak lambat. Pada kebanyakan kasus, Hb H lebih ringan dari beta thalasemia. Tidak membutuhkan transfusi secara umum.2 Splenomegali tidak selalu ada dan bila ada biasanya ringan. Hb H tidak dapat mengikat oksigen dengan baik yang berarti kurang mensuplai oksigen kepada jaringan. Hemolisis akut dapat terjadi setelah penggunaan obat-obat yang bersifat oksidan, disertai hemoglobinuria.1

13

IV.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis Banding Darah pasien dengan Hb H dapat diidentifikasi dengan pewarnaan brilian kresil biru 1%, presipitasi terjadi di dalam eritrosit yang dapat diobservasi di bawah mikroskop.1,9 Pada penyakit Hb H, kadar Hb H bervariasi, beberapa persen hingga 40%. Resistensi osmotik menurun dan paruh eritrosit memendek 12-24 hari, sedangkan eritropoesis dalam sumsum tulang tetap efektif.1 Gambaran darah tepi pada penyakit Hb H adalah anemia hipokrom, mikrositer menyerupai thalasemia beta minor, tetapi kelainan morfologi eritrosit lebih nyata dan kadang-kadang anemianya lebih berat terutama bila ada infeksi, jumlah retikulosit meninggi. Nilai eritrosit rata-rata dapat digunakan untuk menyaring carrier, misalnya dengan menggunakan alat penghitung sel automatis.1 Pada thalasemia alfa, Hb F tidak meninggi, Hb A2 lebih rendah dari kadar pada orang normal dan pada kelahiran didapat Hb Bart pada darah tali pusat.1 Umumnya Hb H dapat terjadi pada pasien yang berusia tua dengan kelainan mieloproliferatif tertentu yang biasanya berakhir dengan leukemia akut. Gambaran darah tepi adalah dimorfik hipokrom dan normokrom. Pada umumnya defek sintesis rantai alfa lebih berat dari pada tipe kongenital yang mempengaruhi gambaran benda inklusi. Walaupun hampir tidak terjadi sintesis rantai globin alfa, tidak didapatkan delesi gen alfa.1 IV.4. Prognosis dan Pengobatan Meskipun thalasemia alfa trait tidak muncul resiko pada orang dewasa, tapi ada implikasi genetik serius ketika 2 orang pasangan dengan penyakit yang sama.8 Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart. Pada umumnya kasus penyakit Hb H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah (kecuali terjadi anemia berat atau infeksi yang menyebabkan peningkatan pengendapan Hb H dan hemolisis) atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Thalasemia alfa 1 dan alfa 2 dengan fenotip normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak

14

memerlukan pengobatan khusus. Kombinasi thalasemia alfa dengan beta umumnya lebih ringan dari pada gangguan produksi satu rantai saja (beta atau alfa) karena tidak ada kelebihan rantai globin sehingga pronogsis baik.1,6,9 Delesi 1 atau 2 gen thalasemia alfa bersifat asimptomatik dan tidak memerlukan pengobatan. Penderita Hb H mungkin memerlukan transfusi saat anemi dieksaserbasi oleh infeksi. Obat oksidan dapat menyebabkan hemolisis. Hipersplenisme merupakan hasil dari akumulasi sel darah berlebihan, memperburuk anemi dan dihilangkan dengan splenektomi.14 Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternatif, tetapi hingga kini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau manfaat yang sama di antara pelbagai penyelidik secara global.1 Jika terjadi anemi berat, diatasi dengan transfusi. Pada penderita Hb H ini jarang.2 Belum ada persetujuan mengenai apakah penyakit Hb H cukup berat untuk membenarkan terminasi kehamilan. Bagaimanapun, jika fetus menunjukkan delesi 4 gen, terminasi seharusnya dilakukan karena kebanyakan anak lahir mati atau hidup hanya singkat dan karena persalinan mungkin dikomplikasikan oleh ukuran janin yang berlebihan dalam kaitan dengan edema sekunder terhadap kegagalan jantung fetus.14 Karena thalasemia alfa mayor paling sering fatal dalam prenatal atau periode bayi baru lahir, pengobatan telah difokuskan sebelumnya pada identifikasi yang mempengaruhi kehamilan untuk persiapan manajemen tepat untuk menekan komplikasi maternal. Peningkatan pengawasan prenatal dan pengobatan awal komplikasi maternal merupakan pendekatan yang tepat bagi ibu yang meneruskan kehamilannya dengan pengetahuan bahwa bayi tersebut kebanyakan mungkin tidak bertahan. Telah dilakukan transfusi sebelum lahir, persalinan dini dan bahkan trasplantasi sum-sum tulang sebelum lahir, meskipun prosedur paling akhir belum berhasil. Bayi yang bertahan sampai lahir, ada peningkatan resiko masalah perkembangan dan pengaruh fisik, terutama jantung dan malformasi genital.2 IV.5. Pencegahan

15

Pencegahan perkawinan diantara kasus-kasus heterozigot. Pada prinsipnya pencegahannya sama dengan pencegahan pada thalasemia beta.1

BAB V THALASEMIA DALAM KEHAMILAN


V.1. Efek Anemia Maternal Terhadap Janin Adanya kemungkinan bahwa anemia maternal menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat dari unit fetal maternal, yang mana pada beberapa pasien menyebabkan hipertrofi plasenta sebagai kompensasi. Dalam kehamilan, ukuran plasenta juga berhubungan terbalik dengan kadar Hb.15 Anemia berat menimbulkan hipoksia janin. Insiden tinggi kematian intra uterin dan berat lahir rendah, bentuk lebih ringan dari efek anemia maternal punya dampak kurang jelas terhadap kesejahteraan janin. Kebanyakan janin tidak menunjukkan polisitemia sebagai kompensasi. Sebagai contoh pada suatu studi berat bayi lahir berhubungan dengan kegagalan oksigenasi maternal sebagai konsekuensi anemia maternal, lebih tinggi dari frekuensi berat lahir rendah yang diperkirakan tapi kompensasi polisitemia tidak jelas. Saat janin mampu secara penuh merespon hipoksia dengan peningkatan eritropoitin, tidak terjadinya polisitemia pada janin dari ibu anemia menyatakan bahwa luaran kurang baik bukanlah dalam kaitan dengan hipoksia sendiri.15 Beberapa studi telah melaporkan bahwa anemia maternal kronik dapat menjadi defisiensi sirkulasi oksigen terhadap fetus. Hipoksia dapat dihubungkan dengan meningkatnya kemungkinan pertumbuhan janin yang lambat, keguguran dan persalinan prematur.12 Secara umum kadar Hb ibu hamil > 11g/ dl dan PCV > 33%. Jika Hb ibu sampai 6 g/ dl, kandungan oksigen yang berkurang dihantarkan ke janin. Saat mencapai 4-6 g/ dl, mungkin akan terjadi gagal jantung kongestif, dengan pengurangan lebih jauh oksigenasi janin. Janin menunjukkan fetal distress yang jelas, dan mungkin terjadi lahir mati. Persalinan preterm umumnya dengan Hb 4-8 g/ dl, terutama jika ibu PO2 ibu di bawah 70 mmHg atau janin menunjukkan tanda fetal distress. Darah pengganti dianjurkan, tergantung penyebab anemia.7

16

Pada thalasemia beta mayor, janin dilindungi dari beratnya penyakit dengan memproduksi ranta alfa. Proteksi ini akan hilang segera setelah lahir dengan pengaruh janin menjadi anemi usia 3-6 bulan. Janin akan mengalami splenomegali dan membutuhkan transfusi tiap 3-4 minggu.8 V.2. Efek Thalasemia Terhadap Kehamilan V.2.1. Thalasemia Beta Kehamilan pada pasien dengan thalasemia beta homozigot (mayor) bersifat luar biasa. Sefalopelvik disproporsi biasanya umum terjadi. Ini berhubungan dengan badan yang pendek akibat masalah pertumbuhan yang dihubungkan dengan penyakitnya. Meskipun ada kemungkinan retardasi pertumbuhan intra uterin pada pasien dengan hipoksia fetal kronik akibat anemia maternal. Ini tidak terlihat pada ibu dengan kadar Hb lebih dari 10 g/ dl. Transfusi diteruskan selama kehamilan, tidak diberikan chelation agent. Meskipun begitu kadar feritin serum meningkat tidak lebih dari 10% pasien. Janin secara aktif menyerap besi dan plasenta dapat menimbunnya.9 Gagal jantung kongestif dapat dicetuskan oleh transfusi pada konteks meningkatnya kerja jantung selama kehamilan, oleh karena itu fungsi miokardial harus dinilai sebelum hamil.9 Isoimunisasi ibu yang transfusi darah multipel umumnya pada thalasemia beta homozigot. Secara pasif mentransfer antibodi yang mungkin akan mempengaruhi janin, menyebabkan anemia hemolitik yang berkembang ke arah hydrops fetalis. Sampel darah janin untuk melihat efek isoimunisasi dapat digunakan untuk pemeriksaan genetik thalasemia beta. Pasien dengan thalasemia beta homozigot menerima transplantasi sum-sum tulang sebagai usaha pengobatan dan kehamilan telah dilaporkan pada pasien yang menjalani transplantasi untuk thalasemia beta mayor.9 Anemia kronik pada penderita thalasemia intermedia berpeluang berperan terhadap luaran janin yang jelek. Sedangkan pada thalasemia minor hanya sedikit berefek terhadap kehamilan.9

17

V.2.2. Thalasemia Alfa Hb Barts melepaskan oksigen yang sedikit ke perifer, menimbulkan hydrops dan kematian janin.9 Pada Hb H terjadi anemia hemolitik sedang-berat. Kelebihan rantai beta yang mengendap sebagai badan inklusi dilepaskan oleh sistem retikuloendotelial, menurunkan jangka hidup sel darah merah yang dipengaruhi. Luaran kehamilan dilaporkan normal. Anemi dapat menjadi cukup berat, membutuhkan transfusi darah dan pengobatan asam folat. Defisiensi besi jarang.9 Thalasemia alfa trait menimbulkan kekurangan molekul Hb normal dan anemia mikrositik hipokrom. Hb elektroforesa biasanya normal. Kehamilan biasanya tidak dipengaruhi secara spesifik.9 V.3. Diagnosis Prenatal Diagnosis prenatal pada thalasemia beta dengan pemeriksaan DNA dan gen yang spesifik. DNA janin didapatkan dari amniosentesis, chorionic villus sampling dan contoh darah janin. 9 Juga dapat dengan mengukur kadar Hb A dalam darah janin yang didapatkan melalui fetoskopi atau secara sonografi langsung dari aspirasi plasenta atau darah janin.3 Diagnosis prenatal pada thlasemia alfa, metode yang dipakai adalah pemeriksaan gen dan DNA. Deteksi sekarang dapat dengan tekhnik PCR. Dengan PCR dapat dilakukan skrining populasi. Untuk pasien yang menginginkan lebih jauh, metode sonografi untuk deteksi dini hydrops dapat dilakukan.8,9 Diagnosis prenatal melalui analisa darah janin yang diambil dari darah tali pusat janin (Kordosentesis) yang meliputi inkubasi eritrosit janin dengan leusin dan pemisahan dan pengukuran rantai globin yang disintesis baru.16 CVS (Chorionic Villus Sampling) dapat dilakukan pada usia kehamilan 9-13 minggu melalui sampel plasenta dan pemeriksaan sel. Ini sulit dilakukan dan tidak selalu sukses. Galvani dan Kanavakis beserta kolega telah menggambarkan biopsi blastomer preimplantasi untuk memilih embrio yang sehat untuk fertilisasi in vitro. 5

18

Amniosintesis dilakukan usia kehamilan 15-22 minggu, tapi kadang-kadang dapat dilakukan lebih awal. Cairan ini mengandung sel janin.2 V.4. Skrining Maternal Mikrositosis dalam pemeriksaan darah rutin pada kunjungan pertama di klinik antenatal merupakan prosedur skrining sederhana saat wanita tersebut datang atau adanya riwayat thalasemia dalam keluarga. Pada beberapa keadaan ini untuk memperkirakan kemungkinan thalasemia atau thalasemia trait, diagnosis defenitif harus ditegakkan dengan elektroforesa Hb dan darah suami harus diperiksa dengan cara yang sama.11 Jika kedua orang tua merupakan carrier dan pemeriksaan prenatal menunjukkan bahwa janin mengalami thalasemia beta mayor, orang tua memiliki kesempatan untuk memutuskan apakah kehamilan seharusnya diterminasi.4 Saran skrining maternal antenatal untuk thalasemia alfa dan beta ditunjukkan dibawah ini.8
Complete Blood Count dengan indeks eritrosit MCV 80 fl Bukan Thalasemia MCV < 80 fl Elektroforesa Hb, Pemeriksaaan Fe

HbA2 3,5% Fe Normal

HbA2 3,5% Fe Rendah

HbA2 > 3,5% Fe Normal

Mungkin Thalasemia

Defisiensi Fe

Thalasemia

Evaluasi suami

Evaluasi suami

MCV 80 fl Bukan thalasemia

MCV < 80 fl Thalasemia

HbA2 > 3,5% Thalasemia

HbA2 3,5% Bukan Thalasemia

Darah tali pusat untuk Hb Bart

Konseling Diagnosis Prenatal

Elektoforesa Hb saat bayi > 1 tahun

19

BAB VI KESIMPULAN
1. 2. 3. Thalasemia merupakan masalah kesehatan serius yang harus ditangani. Berat-ringannya pengaruh thalasemia terhadap kehamilan tergantung pada tipe thalasemia. Perlunya konseling sebelum menikah untuk mencegah perkawinan diantara pasangan penderita thalasemia agar tidak mendapat keturunan yang homosigot atau varian-varian thalasemia dengan mortalitas tinggi.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. Kosasih, EN. Sindrom Talasemia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Slamet Suyono dkk. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001: 523-533 Thalasemia.Diakses dari http://www.HealthAtoZ.com Biswas, Manoj K. Cardiac, Hematologic, Pulmonary, Renal & Urinary Tract Disorder In Pregnancy. In Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. Eighth Edition. Edited by Alan H and Martin L. Appleton & Lange. United State of America. 1994: 428-467 4. 5. Ridolf, F et al. Prevention of Homozygous Beta Thalassaemia by Carrier Screening in Pregnancy. Haema 2002; 5(3): 242-245 Cunningham, F Gary et al. Hematological Disorder. In Williams Obstetrics. Twenty second Edition. Edited by Dwight Rouse et al. McGraw Hill Companies. 2005: 1143-1168 6. 7. What You Need To Know About Thalassemia. Childrens Blood Foundation Morrish John C and Joseph A Pryor. Hematologic Disorder. In Assesment and Care of the Fetus. Physiological, Clinical, and Medicolegal Principles. Edited by Robert D Eden et al. Appleton & Lange. 1990: 737-748 8. Kilpatrick Sarah J, Russell K Laros Jr. Maternal Hematologic Disorder. In Maternal Fetal Medicine. Principles and Practice. Fifth Edition. Edited by Robert K Creasy and Robert Resnik. Elsevier Inc. 2004: 975-1004 9. Robert. Anemia. In Cherry and Merkatzs Complication of Pregnancy. Fifth edition. Edited by Wayne R Cohen. Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia. 2000 10. What is Thalassemia Trait. In About Thalasemia. Diakses dari http://www.coleysanemia.org

21

11.

Whitfield CR. Blood Disorder. In Dewhursts Text Book of Obstetric and Gynecology for Postgraduates. Edited by Charles R. Whitfield. Fifth edition. Blackwell Science Ltd. 1995: 228-250

12. 13. 14. 15.

Thalassemia. Diakses dari http://www.thalassemia.com Hemoglobin Barts & Alpha Thalassemia. Diakses dari http://www/doh.wa.gov/nbs Thalassemia. University of Rochester Medical Center. Diakses dari http://www.urmc.rochester.edu/genetics Stockman James A. Fetal Hematology. In Assesment and Care of the Fetus. Physiological, Clinical, and Medicolegal Principles. Edited by Robert D Eden. Appleton & Lange. 1990: 113-134

16.

Nicolaides KH, JG Thorpe Beeslon, P Noble. Cordocentesis. In Assesment and Care of the Fetus. Physiological, Clinical, and Medicolegal Principles. Edited by Robert D Eden. Appleton & Lange. 1990: 291-306

22

Você também pode gostar