Você está na página 1de 21

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN

Kemunculan Kokon Dan Klitelum Pada lumbricus sp (cacing tanah)

Disusun oleh Marina andriani Galis diaz Hafifa yuliasari Zakaria pratama : (063244214) : (063244217) : (063244228) : (063244232)

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan individu pada suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat kompleks, misalnya kondisi fisik lingkungan dan ketersediaan makanan. Cacing tanah adalah hewan hermaprodit, yang ditandai organ kelamin jantan dan betina terdapat dalam satu tubuh. Proses perkawinan cacing tanah dengan menggunakan fertilisasi silang. Pertemuan ovum dan spermatozoa terjadi di luar tubuh, yaitu disekitar bagian spermateka dan klitelum. Klitelum pada saat perkawinan silang akan mengeluarkan sekret yang mamapu menempelkan tubuh kedua cacing. lubang kelamin akan muncul terlebih dahulu dibanding klitelum. Beberapa saat setelah kemunculan lubang kelamin akan di lanjutkan dengan kemunculan klitelum. Setelah keduanya berkembang sempurna, maka cacing tanah sudah di anggap matang atau dewasa dan siap bereproduksi. Selain membantu proses perkawinan klitelim juga berfungsi untuk menyelubungi sel telur dan spermatozoa yang telah menjadi zigot, sehingga terbentuklah kokon.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengamati kemunculan lubang kelamin dan klitelium cacing tanah? 2. Bagaimana mengamati letak lubang kealmin dan klitelium saat pertama kali muncul ? 3. Bagaimana mengamati luas klitelum pertama kali muncul ? 4. Bagaimana perkembangan klitelum dari milai muncul sampai tebentuknya kokon cacing ? 5. Bagaimana penetasan kokon cacing ? 6. Bagaimana membuat skema sederhana tentang siklus reproduksi cacing tanah ?

Tujuan
1. Untuk mengamati waktu kemunculan lubang kelamin dan klitelium cacing tanah 2. Untuk mengamati letak lubang kealmin dan klitelium saat pertama kali muncul 3. Untuk mengamati luas klitelum pertama kali muncul 4. Untuk mengamati perkembangan klitelum dari milai muncul sampai tebentuknya kokon cacing. 5. Untuk mengamati penetasan kokon cacing 6. Untuk dapat membuat skema sederhana tentang siklus reproduksi cacing tanah

BAB II DASAR TEORI


Pada umumnya cacing tanah hidup bebas di alam, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat komensal pada hewan-hewan aquatis, dan ada juga yang bersifat parasit pada vertebrata. Tubuh cacing bersegmen dan dan memiliki sistem nervosum. Sistem cardiovasculare tertutup, dan sudah ada rongga tubuh (coelom). Tubuhnya bilateral simetris, panjang, tubuh tertutup oleh kutikula yang licin yang terletak diatas epithelium yang berifat glanduler. Dinding tubuh dan saluran pencernaan dengan lapisan-lapisan otot sirkuler dan longitudinal. Saluran pencernaan lengkap, tubuler, memanjang sesuai dengan sumbu tubuh. Sistem cardiovasculare adalah sistem tertutup, pembuluh-pembuluh darah membujur dengan cabang-cabang kecil (kapiler) pada tiap segmen, plasma darah mengandung haemoglobin. Respirasi cacing melalui kulit. Organ ekskresi terdiri atas sepasang nephridia pada tiap segmen. Berkembang biak secara seksual dan aseksual. Sistem saraf terdiri atas sepasang ganglia cerebrales pada ujung dorsal otak, yang berhubungan dengan berkas saraf medio-ventral yang memanjang sepanjang tubuh, dengan ganglia pada tiap segmen. Secara khusus ciri-ciri cacing tanah sebagai berikut : 1). Anatomi : Tubuh panjang silindris, bersegmen-segmen. Warna tubuh : permukaan atas berwarna merah sampai biru kehijauhijauan, permukaan bawah pada umumnya lebih pucat kadang-kadang putih. Mulut terdapat diujung anterior. Anus terletak pada ujung segmen yang terakhir. Pada segmen ke 32 37 terdapat penebalan kulit (clitelium). Terdapat beberapa lubang pada permukaan tubuhnya : mulut, anus, muara keluar spermaticus/ vas deferens, muara keluar oviduk, muara keluar reptaculum seminalis, muara keluar coelom dan muara keluar dari saluran ekskresi.

Terdapat rongga tubuh/coelom jika tubuh cacing tanah dipotong membujur melalui dinding tubuh bagian dorsal. Coelom diisi oleh cairan yang tidak berwarna dan mengalir dari satu segmen ke segmen yang lain. Saluran pencernaan lurus dan menembus septa.

2. Fisiologi Sistem gerak Dinding tubuh cacing tanah mempunyai dua lapis otot yaitu stratum circulare adalah lapisan otot sebelah luar dan stratum longitudinal lapisan otot sebelah dalam. Jika otot ini berkontraksi akan menimbulkan gerakan menggelombang sehingga dapat bergerak. Dinding intesin juga mempunyai lapisan otot yaitu stratum longitudinal, jika berkontraksi akan menimbulkan gerak peristaltik yang dapat mendorong makanan dalam saluran pencernaan dan mendorong keluar sisa-sisa pencernaan. Sistem respirasi Cacing tanah bernafas dengan kulitnya, karena kulinya bersifat lembab, tipis, banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Sistem pencernaan makanan Saluran pencernaan makanan cacing tanah sudah lengkap dan sudah terpisah dari sitem cariovasculare. Saluran pencernaan ini terdiri atas mulut, pharinx, esophagus, ventriculus, intestin, dan anus. Makanan cacing tanah terdiri atas sisa-sisa hewan dan tanaman. Sistem sirkulasi Sistem sirkulasi cacing tanah adalah sistem peredaran tertutup yang meliputi darah, pembuluh-pembuluh darah, peredaran darah, dan limpha. Sistem ekskresi Sistem ekskresi cacing tanah berupa nephridia (nephridios=ginjal). Pada tiap segmen tubuh terdapat sepasang nephridia, kecuali 3 segmen yang pertama dan segmen yang terakhir tidak ada. Tiap nephridium terdiri atas suatu bangunan berbentuk corong dan bersilia yang disebut nephrostoma dan saluran atau pipa yang berkelok-kelok. Sistem saraf

Sistem saraf cacing tanah terletak disebelah dorsal pharynx didalam segmen yang ke-3 dan terdiri dari ganglion cerebrale, berkas saraf ventralis dengan cabang-cabangnya. Organ sensoris Cacing tanah tidak mempunyai mata, tetapi pada kulit tubuhnya terdapat sel-sel saraf tertentu yang peka terhadap sinar. Sistem reproduksi Cacing tanah bersifat hermaphrodit tetapi tidak terjadi autofertilisasi. Sepasang ovarium menghasilkan ovum dan terletak didalam segmen ke13. spermatozoa yang telah meninggalkan testis akan masuk ke dalam vesicula seminalis dan selanjutnya tersimpan didalamnya. Cara kopulasi Dua ekor cacing tanah saling berdekatan, kemudian saling merapatkan diri pada bagian ventral segmen-segmen ke-9 sampai ke-11. Dalam keadaan ini cacing membentuk pipa lendir dan tiap-tiap cacing itu mengeluarkan spermatozoa dari vesicula seminalisnya. Spermatozoa dari cacing pertama melalui pipa lendir tadi masuk ke dalam receptaculum seminalis cacing kedua dan begitu juga sebaliknya. Kemudian masing-masing cacing tadi saling memisahkan diri dengan tetap membawa pipa lendirnya. Didalam pipa lendir ini, cacing mengeluarkan suatu substansi yang kemudian membentuk cocon. Cocon ini kemudian tergelincir diatas segmen ke-14 dan menerima ovum. Selanjutnya diatas segmen 9-11 menerima spermatozoa. Akhirnya cocon tergelincir diatas kepala cacing dan mengeras. Didalam cocon ini, spermatozoa membuahi ovum. Ovum yang telah dibuahi ini, lama kelamaan akan mengalami perkembangan lebih lanjut, sehingga nanti jika sudah menetas akan keluarlah cacing-cacing muda. Regenerasi Bila seekor cacing tanah dipotong menjadi dua bagian, maka pada potongan bagian anterior akan segera terbentuk ekor baru, sedangkan pada potongan bagian posterior akan terbentuk kepala baru, tetapi prosesnya lebih lambat 3. Habitat

Cacing tanah hidup didalam liang dalam tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak rendah. Cacing ini keluar ke permukaan hanya pada saat-saat tertentu saja. Pada siang hari, cacing tidak pernah keluar ke permukaan tanah, kecuali jika pada saat itu hujan yang cukup menggenangi liang itu. Cacing akan keluar terutama pada pagi hari setelah hujan. Dalam keadaan normal, cacing akan pergi ke permukaan tanah pada malam hari. Dalam keadaan yang sangat dingin atau kering mereka masuk dalam liang, seringkali sampai kedalaman 8 kaki (240 cm), dan dalam keadaan itu beberapa cacing seringkali terdapat melingkar bersama-sama dengan diatasnya terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan lendirnya (Kastawi, 2005). Tersedianya makanan yang cukup sangat menentukan pertumbuhan populasi cacing tanah. Cacing tanah sebagai hewan yang ikut berperan dalam proses dekomposisi memakan sisa tanaman, sedangkan bagian yang tidak terserap dikeluarkan berupa material yang lumat. Cacing tanah tidak menyukai semua jenis serasah daun. Hewan tanah ini memilih serasah yang banyak di tanah. Tingkat pemilihan itu tidak sama. Bila ada beberapa macam serasah daun maka cacing tanah memilih makanan yang baik baginya. Umumnya makanan yang mengandung tanin tidak disenanginya. Tingkat pemilihan makanan ini jelas dapat diperhatikan bila serasah daun diletakkan berdekatan, maka akan tampak daun yang dipilihnya terlebih dahulu. (Muhammad,2003).

BAB III METODE PENELITIAN


Jenis Penelitian
Percobaan ini termasuk jenis eksperimental

Variabel Penelitian
Variabel Manipulasi Variabel Kontrol Variabel Respon : komposisi media : suhu, kelembaban, jumlah cacing : kemunculan lubang kelamin, klitelum, kokon

Alat dan Bahan


Pot anggrek hitam dengan diameter 10 15 cm (lubang air di tutup dengan lem / lilin) Plastik kg dan karet sebagai penutup pot Media cacing 1. tanah aerosol 2. kotoran sapi 3. seresah daun 4. ampas kelapa Bibit cacing @ 5 x 3 Cacing dewasa @ 5 x 3 Sendok plastic, kayu bambu tipis Semprotan air Kapur semut Kertas millimeter blok, dan kertas label. 15 gram 15 gram 15 gram 15 gram 15 ekor 15 ekor 1 buah 1 buah 1 buah Secukupnya 6 buah 6 buah

Prosedur Kerja
1. Persiapkan pakan cacing 1-2 minggu sebelumnya. (kotoran sapi harus di fermentasi terlebih dahulu, dengan cara menyiramkan air dan membiarkannya hingga suhu 280 C. 2. Buat tambahan media yang berupa ampas kelapa ataupun seresah daun yang telah di potong kecil kecil. Timbang berat kering sesuai kebutuhan. 3. Tanah aerosol di tumbuk, dan di ayak, kemudian ditimbang sesuai kebutuhan. 4. Persiapkan alat dan wadah yang lain serta bahan lain yang telah di campur, semprot dengan air. (media harus memenuhi syarat hidup cacing, yaitu kelembaban 40%, suhu 28 30 0C dan pH 6,8) 5. Masukkan masing masing 5 ekor cacing kedalam wadah peliharaan sehingga terdapat pengulangan 6 kali dengan 30 ekor cacing dalam 6 wadah.tutup pot tersebut dengan plastic yang telah dilubangi, ikat rapat plastik pada pot dengan karet gelang. 6. Pelihara cacing dengan menyemprot air setiap hari agar kelembaban tetap terjaga, letakkan pot terhindar dari cahaya matahari atau lampu serta hama pengganggu. 7. Periksa keadaan cacing tiap hari hingga muncul klitelum. Tulis waktu kemunculannya, hitung luas klitelum. 8. catat kapan ditemukan kokon pertama kali muncul dan penetasan kokon terjadi. Hitung jumlah kokon dan anak cacing yang di hasilkan.

BAB IV DATA DAN ANALISA


DATA Tabel Kemunculan Klitelum Pada Cacing Tanah Hari, Tang Jenis Pot Komposisi Panjang Pot - Tanah - Serasah Daun 1:1 B+ - tanah - kotoran Sapi 1:1 C+ - tanah - ampas Kelapa 1:1 Kami s 06 Maret 2008 A+ Awal(cm) 5 4 3 3,5 5 2 4 6 8 7 5,9 13 6,4 14 5 3 3,5 5 Panjang Akhir(cm) 6 5 3 3,5 5 Pertambahan panjang(cm) Kemuncula n klitelum Mati 2 Keterangan

gal Senin, A + 03 maret 2008

B+

2 4 5,9 13 6,4 14 6 5 3 3,5 5

2 4 5 9 7 6 13 6,5 14 5,5 6 6 3,5 4,5 5 5 9 7 8 5 8 3 5 9 6 4,5 3,5 5 6,5 6 8 5,5 7 5

0,1 0,1 1 0,5 1 1,5

15 18 17 19 15-19 17 - 19

Hilang 1 Mati 2

C+

Mati 2

Senin 10 Maret 2008

A+

B+

5 9 6,5 4,5 3,5 5 6 6 8 5 7 -

Hilang 3

C+

Hillang 4

Kami s 13 Maret 2008

A+

0,5 0,5 -

B+

Hilang 2

C+

8 5 -

4 8 6 5 4,5 6 3,6 5 6,5 6,1 4,5 8 7,5 5 6 6,5 6 5,2 4,5 5 5,5 4 5,1 6,5 6,3 5 8,3 7,5 5 6 6,6 6,5 5,5 4,5 5

1 0,1 0,1 0,3 0,2 0,4 0,1 0,2 0,3 0,2 0,1 0,5 0,3 -

15 20 15 21 17 19 -

Hilang 3

Senin 17 Maret 2008

A+

3,5 5 6,5 6 4,5 8 7 5 6 5 4,5 3,6 5 6,5 6,1 8 7,3 5 6 6,5 6 5,2 4,5 5

B+

Mati 2

C+

Mati 1 Hilang 1

Kami s 20 Maret 2008

A+

Mati 1

B+

C+

Hilang 1

Senin 24 Maret 2008

A+

4 5,1 6,5 6,3 5 8,3 7,5 5 6 5,5 6,5 4 5 -

4 4 5,5 6,5 6,4 5 8,3 7,5 5,5 6 5,5 6,5 4 5 -

0,4 0,1 0,5 -

16 17 15 22 17 20 Hilang 1 Mati 1 Mati 1

B+

C+

Tabel
Hari, Tang gal Senin 03 Maret 2008 B* Jenis Pot A* Komposisi Panjang Pot - tanah - ampas Kelapa 1:1 - tanah - serasah Daun 1:1 C+ - tanah - kotoran sapi 1:1

kemunculan kokon
Panjang Pertambahan Panjang(cm) Kemuncula n Kokon Keterangan Awal (cm) Akhir(cm) 20 11,5 9,9 9 7 9 8,5 10 10,3 7 10 15 16 12,5 -

Kami s 06 Maret 2008

A*

13 20 11,5 9,9 9 9 8,5 10 10,3 7 10 11,5 10 10,5 9 8,5 7 13 18 -

20 11,5 10 9 7,5 9 8,5 10 10,5 7 14 16 16 12,5 13 13 14 12 18 17 11 11,5 10 10 10 13 12 14 16 12 23 16 14 16,5 15

0,1 0,2 3 2,5 0,5 1 1 1,5 3 5 -

Mati 2

B*

C*

Senin 10 Maret 2008

A*

Hilang 3

B*

C+

Hilang 4

Kami s 13 Maret 2008

A*

Hilang 4

B*

11,5 11 10 10 10 13 12 23 15 14 12 10,5 11,2 10 13 11 12 15 24 17 18 11 12,5 10 -

12 11,2 10,5 10,3 10 13 12 11 13,5 11,5 24 15 14 17 18 12,5 10,5 11,5 10 11 13,5 11 12,5 14 13 15,5 24 17,5 18 16 11,5 12,8 10 11 12

0,5 0,2 0,5 0,3 0,1 0,5 0,3 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,3 -

Mati 2 Hilang 1 Mati 2 Hilang 1 Hilang 2 Mati 1

C*

Senin 17 Maret 2008

A*

B*

C*

Kami s 20 Maret 2008

A*

B*

C*

11 14 13,5 -

11 14,5 13,5 14 10 16,5 18 17,5 24,3 10,5 11 12,5 13 11,5 11,5 14,5 13,5 14 -

0,5 0,5 0,3 0,5 0,5 0,2 0,5 -

Mati 1 Hilang 1

Senin 24 Maret 2008

A*

16 18 17,5 24 -

B*

10 11 12 12,8 11,5

C*

11 14,5 13,5 14 -

Analisa
Pada tanggal 3 Maret 2008 pada pot A+ (yang isinya tanah 15gr, seresah daun 15gr) di letakkan cacing muda, panjang cacing masing-masing 5; 4; 3; 3,5; 5 cm. Pada pot B+ (tanah 15gr, kotoran sapi 15gr)juga di letakkan cacing muda, panjang cacing masing-masing 2; 4; 6; 8; 7 cm. Pada pot C+( tanah 15gr, ampas kelapa 15gr), juga diletakkan cacing muda, panjang cacing masing-masing 5,9; 13; 6,4; 14; 5cm.

Pada tanggal 6 Maret 2008 pot A+, cacing dengan panjang awal 3; 3,5; 5; tidak mengalami pertambahan panjang dan ditambah 2 cacing baru (kerena mati) dengan panjang masing-masing 6 dan 5 cm sehingga pada pot A+ terdapat cacing dengan pannjang masing-masing 6; 5; 3; 3,5; dan 5 cm. Pada pot B+ cacing dengan panjang awal masing-masing 2 dan 4 cm tidak mengalami pertambahan panjanng dan ditamabah 3 cacing baru (dikarenakan 2 cacing hilang dan 1 mati), sehingga pada pot B+ terdapat cacing dengan panjang cacing masing-masing 2; 4; 5; 9; 7. Pada pot C+ cacing dengan panjang awal 5,9; 13; 6,4; 14 mengalami pertambahan panjang dari 6,4 menjadi 6,5 dan 5,9 menjadi 6 sehingga pada pot C+ terdapat cacing dengan panjang masing-masing 6; 13; 6,5; 14; 5,5. Pada tanggal 10 Maret 2008 pada pot A+ terjadi pertambahan panjang yaitu 1; 0,5; 1 cm dan terjadi kemunculan klitellum pada segmen ke 15-18. Pada pot B+ tidak terjadi pertambahan panjang dan hilang 3 dan terjadi kemunculan klitellum pada segmen ke 17-18. Pada pot C+ terjadi pertambahan panjang sepanjang 1,5 dan cacing hilang 4. Pada tanggal 13 Maret 2008 pada pot A+ terjadi pertambahan panjang 0,5cm dan terjadi kemunculan klitellum pada segmen ke 15-19. Pada pot B+ mengalami pertambahan panjang 0,5 cm dan terjadi kemunculan klitelum pada segmen ke 17-19, cacing hilang 2. Pada pot C+ terjadi pertambahan panjang 1 cm, tidak terjadi kemunculan klitelum dan cacing hilang 3. Pada tanggal 17 Maret 2008 pada pot A+ mengalami pertambahan panjang 0,1 cm dan 0,1 cm, kemunculan klitelum pada segmen ke 15-20. Pada pot B+ mengalami pertambahan panjang 0,3 cm, tidak terjadi kemunculan klitelum dan cacing mati 2. Padaberisi pot C+ mengalami pertambahan panjang 0,2 cm, cacing mati 1 dan hilang 1. Pada tanggal 20 Maret 2008 pengamatan ini pada cacing belum muncul klitellum (kurang dari 50%). Pada tanggal 24 Maret 2008 pengamatan pada cacing belum muncul klitellum (kurang dari 50%). Pada tanggal 3 Maret 2008 pada pot A* berisi tanah 15 gr, ampas kelapa 15 gr, dan kotoran sapi 15 gr dengan panjang awal cacing yang masing-masing 20; 11,5; 9,9; 9; 7 yang dimana pada tubuh cacing terdapat klitellum dan belum menghasilkan kokon. Pada pot B* berisi tanah 15 gr, serasah daun15 gr dan kotoran sapi 15 gr dengan panjang awal cacing 9; 8,5; 10; 10,3; 7 yang dimana pada tubuh cacing

terdapat klitellum dan belum menghasilkan kokon. Pada pada tubuh cacing terdapat klitellum dan belum menghasilkan kokon. Pot C* berisi tanah 15 gr dan kotoran sapi 30 gr dengan panjang awal cacing 10; 15; 16; 12,5; 13 pada tubuh cacing terdapat klitellum dan belum menghasilkan kokon. Pada tanggal 6 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang 0,1 cm pada satu cacing dan terdapat satu cacing yang mati. Pada pot B* hanya terjadi pertambahan panjang o,2 cm. Pada pot C* tidak tterjadi pertambahan panjang dikarenakan 3 cacing mati dan 2 cacing hilang sehingga harus diganti cacing baru. Pada tanggal 10 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang 3 dan 2,5 cm, cacing hilang tiga. Pada pot B* terjadi pertambahan panjang masing-masing 0,5; 1; 1; 1,5;3 cm. Pada pot C* tidak terjadi pertambahan panjang sama sekali dan cacing hilang empat. Pada tanggal 13 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang 5 cm dan cacing hilang empat. Pada pot B* terjadi pertambahan panjang 0,5; 0,2; 0,5; 0,3 dan pada pot C* tidak terjadi pertambahan panjang, cacing hilang dua dan mati satu. Pada tanggal 17 Maret 2008 pada pot A* hanya terjadi pertambahan panjang 0,1 cm. Pada pot B* terjadi pertambahan panjang 0,5 dan 0,3 cm, cacing hilang satu, dan cacing hilang satu. Pada pot C* terjadi pertambahan panjang 0,5; 0,5 cm dan cacing mati dua. Pada tanggal 20 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang 0,5 dan 0,5 cm. Pada pot B* terjadi pertambahan panjang 0,5 dan 0,3 cm, dan cacing mati 2. Pada pot C* terjadi pertambahan panjang 0,5 cm, cacing hilang satu dan mati satu. Pada tanggal 24 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang yaitu 0,5 dan 0,3 sedangkan cacaing hilang satu. Pada pot B* banyak terjadi pertambahan panjang yaitu 0,5; 0,5; dan 0,2. Pada pot C* hanya terjadi satu pertambahan panjang satu yaitu 0,5 dan cacing mati satu. Dari pengamatan yang dilakukan pada cacing yang sudah berkklitelum tapi belum menghasilkan kokon didapatkan bahwa selama 21 hari cacing tidak menghasilkan kokon.

Pembahasan
Dari data dan analisa yang kami lakukan diketahui bahwa dari pengamatan pertama sampai terakhir terlihat kemunculan klitelum, namun belum di temukan

adanya kokon. kemunculan keduanya di pengaruhi oleh suhu, kelembaban, pH, ke matangan seksual dan bertumbuhnya organisme lain (bakteri). Kami tidak bisa mengukur kelembaban yang pas untuk tempat hidup cacing, apabila kondisi terlalu lembab maka jamur dan bakteri lembab yang tumbuh. Sebaliknya apabila kelembaban kurang, cacing tidak bisa bertahan hidup lama. Dari 3 pot bertanda ( + ) cacing yang tumbuh subur dan membentuk klitelum terdapat pada pot yang berisi media tanah yang di tambah serasah daun. Hal ini di karenakan serasah daun mengandung bahan organik yang dapat menyuburkan tanah, sehingga cacing dapat bertahan hidup dan bereproduksi dengan optimal. Pada 3 pot bertanda ( * ) cacing tidak tumbuh subur dan tidak menghasilkan kokon. Hal ini di karenakan kelembaban pada media terlalu tinggi. Kelembaban media yang terlalu tinggi tidak hanya menghambat pembentukan kokon, tetapi juga menumbuhkan bakteri yang menyebabkan cacing menjadi mati. Kegagalan yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh media yang kami berikan. Misalnya seperti ampas kelapa yang kurang kering menyebabkan tumbuhnya belatung, tanah yang kurang kering, di karenakan tersiram air hujan, dan kebersihan media yang kurang.

BAB V SIMPULAN
Dari perobaan di atas di lakukan dapat di simpulkan bahwa : Cacing dapat tumbuh subur dan membentuk klitelum terdapat pada media tanah yang di tambahkan serasah daun.

Cacing membutuhkan media / lingkungan yang pas untuk menghasilkan kokon.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ir. Kemas Ali Hanafiah, M.S. ; Dr. Ir. A. Napoleon, M.S ; Dr. Ir. Nuni Ghofar, M. Si. 2005. Biologi Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mukayat Djarubito Brotowidjoyo. 1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Você também pode gostar