Você está na página 1de 28

BAB I STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN SEDIMEN

1.1. Pengertian Batuan Sedimen Batuan sedimen atau Sedimentary Rock adalah batuan yang terbentuk dari proses litifikasi dari hancuran batuan lain atau dari hasil reaksi kimia/organism. Litifikasi sendiri merupakan proses perubahan material yang lepas/unconsolidated material menjadi material material yang padat dan kompak/consolidated material. Menurut Tucker (1991), 75 % batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis.

1.2. Tekstur Batuan Sedimen a. Tekstur Klastik : Batuan sedimen yang terbentuk akibat adanya proses pengerjaan kembali terhadap batuan yang sudah ada. Untuk mendeskripsikan tekstur klastik, kenampakan yang perlu diperhatikan adalah ukuran butir, bentuk butir, sortasi, dan kemas. Ukuran Butir : Untuk membedakan berbagai macam sedimen klastik diperlukan pengertian mengenai perbedaan ukuran butiran, dalam geologi biasa digunakan Skala Besar Butir Wenworth seperti dibawah ini

Tabel.1. Skala Besar Butir Wentworth Ukuran Butir ( mm ) > 256 64 256 4 64 24 12 1/2 1 1/4 1/8 1/16 1/8 1/256 1/16 < 1/256 Nama Butir Bongkah Berangkal Kerakal Kerikil Pasir sangat kasar Pasir kasar Pasir sedang Pasir halus Pasir sangat halus Lanau Lempung

Bentuk Butir : Berdasarkan kebundaran / keruncingan, bentuk butir sedimen dibedakan atas 6 tingkatan dari pembulatan terendah sampai tertinggi, yaitu Sangat meruncing / menyudut (Very Angular), Meruncing / menyudut (Angular), Meruncing / menyudut tanggung (Sub-Angular), Membundar / membulat tanggung (Sub-Rounded), Membundar / membulat (Rounded), dan Sangat membundar / membulat (WellRounded).

Gambar.1. Bentuk Butir

Sortasi : Keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, yang berarti semakin seragam ukuran dan besar btirnya, maka sortasinya semakin baik, begitu pula sebaliknya. Sortasi dapat dibagi menjadi : Sortasi baik : Bila ukuran butir pada batuan sedimen tersebut seragam, hal ini biasa terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup. Sortasi sedang : Bila ukuran butir pada batuan sedimen terdapat yang seragam maupun yang tidak seragam. Sortasi buruk : Bila ukuran butir pada batuan sedimen sangat beragam, dari halus hingga kasar dan biasa terjadi pada batuan sedimen dengan kemas terbuka.

Kemas / Fabrik : Pada batuan sedimen, kemas dapat dibagi 2, yaitu: Kemas tertutup : Bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling bersentuhan atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain (grain/clast supported). Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam (besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported. Tetapi bila ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal clast supported. Kemas terbuka : bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di antaranya terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix supported).

Gambar.2. Kemas Pada Batuan Sedimen

Gambar diatas menunjukkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi bentuk pengepakan (packing), hubungan antar butir/fragmen (contacts), orientasi butir atau arah-arah memanjang (penjajaran) butir, dan hubungan antara butir fragmen dan matriks. Suatu bidang yang terbentuk jika terdapat suatu periode singkat dimana proses deposisi (pengendapan) menjadi sedikit sekali. Dikatakan singat karena jika terlalu lama, apalagi sampai terbentuk bidang erosi, ini sudah menjadi ketidakselarasan atau unconformity. Bidang perlapisan ini juga bisa terbentuk kalau ada perubahan lingkungan pengendapan.

b. Tekstur Non Klastik : Tekstur yang terbentuk oleh hasil reaksi kimia, baik anorganik maupun biologik. Pada umumnya batuan sedimen non klastik terdiri atas satu jenis mineral atau monomineralik. Pembagian jenis jenis tekstur pada batuan sedimen non klastik biasanya dengan memperhatikan kenampakan kristal penyusunnya. Ukuran butir kristal pada batuan sedimen non klastik dibedakan atas: Berbutir kasar Berbutir sedang Berbutir halus : Dengan ukuran > 5 mm : Dengan ukuran 1 5 mm : Dengan ukuran < 1 mm

1.3. Struktur batuan sedimen Struktur pada batuan sedimen dapat dibagi menjadi : Pelapisan Laminasi Suatu perlapisan yang sangat tipis dari beberapa mili sampai 1 cm. Ini biasa terbentuk karena adanya suplai sedimen yang sangat sedikit, contohnya endapan silica didasar laut.

Convolute Lamination Convolute lamination adalah laminasi yang tampak terlipat. Struktur ini muncul bukan karena perlipatan akibat gaya endogen, melainkan akibat adanya arus yang mengalir disekitarnya atau akibat proses dewatering / liquefaksi (sedimen kehilangan kandungan air secara tiba tiba akibat gangguan). Kehilangan air yang tiba tiba ini membuat sedimen kehilangan kekuatannya. Gangguan tadi berupa stress (tekanan) yang disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya yang sering terjadi adalah gempabumi.

Silang Siur / Croos Bedding Struktur ini terbentuk jika agen transportasi sedimen berupa arus / current (bias arus sungai, arus laut, angin dll.). Struktur ini sangat disukai oleh para ahli geologi karena berguna untuk menentukan paleocurrent atau arus purba.

Mud Cracks Permukaan lumpur yang mongering sampai retak retak karena disinari matahari. Jika tidak terjadi pembalikan lapisan, biasanya tampak samping mud cracks berbentuk trapezium dengansisi atas lebih pendek dari sisi bawahnya. Karena itu lapisan bawah dan atasnya dapat diketahui.

Ripple Marks Ripple marks ini sama dengan croos bedding, disebabkan oleh arus. Bedanya, ripple marks hanya bentukan yang ada di permukaan lapisan sedimen. Struktur ini juga menandakan arus purba.

Channel Struktur yang terbentuk sepanjang jalur transportasi sedimen dan air yang mengalir dalam waktu yang lama, dengan kata lain channel ini adalah sungai purba. Struktur ini berskala meter sampai kilometer dan dapat menunjukkan bagian atas dan bawah, karena bagian dasar sungai mempunyai bentuk yang khas.

Flute Cast Struktur sedimen yang terjadi akibat material material yang dibawa arus menggerus bagian dasar sungai. Arus sungai mempunyai arah menuju ke bagian yang memanjang. Dengan kata lain, struktur ini juga

penentu paleocurrent. Karena struktur ini hanya ada dibagian dasar suatu tubuh arus dan bagian yang menggembung selalu dibawah, maka flute cast mampu dalamenentukan bagian atas dan bawah perlapisan sedimen.

Flame Structure / Check Struktur ini dinamai flame strcture karena kenampakannya menyerupai lidah api yang menjilat jilat keatas. Flame structure terbentuk saat suatu lapisan mudstone berada dibawah lapisan batupasir. Batupasir ini

membebani mudstone yang lemah, sehingga sedikit massa mudstone dibawah muncrat ke atas dan membentuk lidah.

Gradasi Struktur ini dicirikan oleh perubahan tekstur batuan secara perlahan lahan dari atas kebawah. Gradasi normal mempunyai kenampakan makin ke bawah ukuran butir makin besar. Biasanya, proses sedimentasi normal akan menempatkan butir - butir paling kasar di bagian terbawah lapisan yang kemudian lapisan halus ke atas. Atas dasar inilah gradasi dapat digunakan sebagai penciri top and bottom lapisan batuan. Tetapi, pada beberapa kasus tertentu bisa juga terbentuk Gradasi Terbalik atau Reverse Grading, karena itu perlu berhati-hati jika memakai dasar gradasi sebagai acuan top bottom.

Lenticular Bedding Struktur yang perlapisanya berbentuk melensa yaitu semakin ke tepian, lapisan semakin tipis. Lenticular bedding menandakan lingkungan yang didominasi gelombang pasang surut (tidal).

Ball and Pillow Structure Struktur ini biasanya terjadi jika ada selapis sedimen pasir berada diantara sedimen lumpur. Sedimen sedimen pasir tampak terpecah pecah sehingga menyerupai bantal. Diperkirakan penyebabnya akibat peristiwa gempa atau tingginya tingkat sedimentasi sehingga mengganggu stabilitas perlapisan.

BAB II PETROLOGI BATUAN METAMORF


2.1. Pengertian Batuan Metamorf Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers & Blatt, 1982). Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamental batuan yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu massa magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak. Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam. Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat, dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi prosesproses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada. ( Graha, D.S, 1987 .) Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik dan struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair.

Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C- 8000 C, tanpa melalui fase cair (batuan tetap berada pada fase padat).

Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 500 C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg-carpholite, Glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 11000 C, tergantung jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994). Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan penyetimbangan mekanis (Huang, 1962). 2.2. Proses Metamorfisme Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi ( 3 20 km ) yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) tertentu. Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau tanggapan terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis. Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk, bisa batuan beku, batuan sedimen, ataupun batuan metamorf itu sendiri yang mengalami metamorfosa.

Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar, hanya kekompakkan pada batuan saja yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat. Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut bukan lagi proses metamorfisme tetapi proses aktivitas magma. Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan. A. Tahap-Tahap Proses Metamorfisme 1. Rekristalisasi Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini terjadi penyusunan kembali kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya sudah ada. 2. Reorientasi Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini pengorientasian kembali dari susunan kristal-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.

3. Pembentukan mineral-mineral baru Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya telah ada.

2.3.Tipe Metamorfosa Bucher & Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 2.3.1. Metamorfosa regional/ dinamothermal Metamorfosa regional/dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga, yaitu metamorfosa orogenik, burial dan dasar samudera(Ocean-floor). a. Metamorfosa Orogenik Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun. b. Metamorfosa Burial Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan fluida. c. Metamorfosa dasar Samudera(Ocean-Floor) Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa.

Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut. 2.3.2. Metamorfosa Lokal Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi : a. Metamorfosa Kontak Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta kadang oleh deformasi akibat gerakan magma. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antar mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian/penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus. b. Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal Metamorfosa ini adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik, contohnya pada xenolith atau pada zona dike. c. Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinematik/Dinamik Metamorfosa kataklastik terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan granulasi batuan.

Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit.

d. Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme Metamorfosa hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure. e. Metamorfosa Impact Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite. f. Metamorfosa Retrogade/Diaropteris Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah.

2.4.Mineralogi Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3,yaitu : 1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa, felspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi. 2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit. 3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit, kordierit, epidot dan klorit. Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan

replacement (Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut.

Concentrionary growth adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh mineral baru. Secara umum model pertumbuhan kristal ini dapat dilihat pada gambar IV.1. Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan euhedral. Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf (Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress mineral. Stress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena tekanan atau dengan kata lain merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan. Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat. seperti sekis. Contoh stress mineral antara lain kloritoid, stauroilit dan kianit. Sedangkan antistress mineral adalah mineral yang kisaran stabilitasnya akan menurun pada kondisi tekanan yang sama. Mineral ini tidak tahan terhadap tekanan tinggi sehingga tidak pernah ditemukan pada batuan yang terdeformasi kuat. Contoh mineralnya antara lain andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin, potasium felspar dan anortit.

2.5.Fasies Metamorfik Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey, 1994). Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara kumpulan mineral dan kompisisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dengan kata lain sebuah fasies metamorfik merupakan kelompok batuan yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperatur tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antara komposisi kimia dan mineralogi dalam batuan. 2.6.Struktur Batuan Metamorf Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut(Jackson, 1970). Pembahasan mengenai struktur juga meliputi susunan bagian massa batuan termasuk hubungan geometrik antar bagian serta bentuk dan kenampakan internal bagianbagian tersebut. (Bucher & Frey, 1994). Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi. 2.6.1. Struktur Foliasi Struktur foliasi merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa batuan (Bucher & Frey, 1994). Foliasi ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissosity), orientasi butiran(schistosity), permukaan belahan planar(cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jackson, 1970).

1. Slaty Cleavage Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak). 2. Phylitic Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit) 3. Schistosic Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis). 4. Gneissic/Gnissose Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

2.6.2. Struktur Non Foliasi. Struktur ini terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain : 1. Hornfelsic/granulose Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk)

2. Kataklastik Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit). 3. Milonitic Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi (milonit). 4. Phylonitic Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit) mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite

2.7.Tekstur Batuan Metamorf Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970). Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini. 2.7.1. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

1. Relict/Palimset/Sisa Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih

menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut. Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini. Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan beku asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan metabeku atau metasedimen. 2. Kristaloblastik Tekstur kristloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran blastik.

2.7.2. Tekstur berdasarkan ukuran butir Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata 2. Afanit, Bila butiran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata 2.7.3. Tekstur berdasarkan bentuk individu Kristal Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri 2. Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya. 3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain disekitarnya.

Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku. Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 1. Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral 2. Xenoblastik/Hypidioblastik, berbentuk anhedral. 2.7.4. Tekstur berdasarkan bentuk mineral Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 1. Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular 2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic 3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal

equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured(tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral. 4. Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,

equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured(lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral. Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya yang umumnya akan tampak pada pengamatan petrografi, Yaitu:
1.

Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut sering disebut sebagai porphyroblasts

2.

Poikiloblastik/Sieve

Texture

yaitu

tekstur

porfiroblastik

dengan

porphyroblasts tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.

3.

Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar material yang berasal dari kirstal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).

4.

Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan keteraturan orientasi.

5. 6.

Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir. Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut bertekstur homeoblastik, sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut bertekstur heteroblastik.

2.8. Penamaan Dan Klasifikasi Batuan Metamorf Tatanama batuan metamorf secara umum tidak sesismatik penamaan batuan beku atau sedimen. Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite gneiss). Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contohnya kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies

metamorfiknya (misalnya granulit). Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang banyak dikenal antara lain :

Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol(umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.

Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya pyrope.

Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.

Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.

Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.

Skarn, Yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calcsilikat seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak dengan batuan beku.

Kuarsit, Yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa. Soapstone, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk. Rodingit, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinitasi. (Diktat praktikum petrologi, 2007

DAFTAR PUSTAKA
http://angelamerricikunti.blogspot.com/2012/01/kristal.html http://www.toiki.or.id/2010/07/struktur-batuan-sedimen.html http://khairdblackbeard.blogspot.com/2012/03/batuan-sedimen.html http://febryirfansyah.wordpress.com/2009/08/14/petrologi-batuan-metamorf/

Você também pode gostar