Você está na página 1de 15

PENDAHULUAN

Sebelum ditemukan cara pembuatan komposit, bahan alam menjadi satu-satunya bahan utama yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan fungsionalitas suatu benda. Seperti ketika seseorang menggunakan besi sebagai kerangka suatu bangunan karena dianggap kuat. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, ilmuwan menyadari terdapat satu kekurangan dari penggunaan bahan-bahan alam. Seperti besi tadi, meski kuat tapi sifatnya yang cukup berat tentu sangat menyulitkan. Apalagi ketika kita berurusan dengan pembuatan rangka pesawat terbang. Hingga pada satu saat mulai dikenalah alkimia, yaitu proses pencampuran beberapa bahan alam menjadi satu bahan baru. Komposit, secara komponen penyusunnya, merupakan perpaduan dua atau lebih unsur kimia. Begitu pula dengan alloy, yang juga merupakan perpaduan dua atau lebih unsur. Namun yang perlu diperhatikan pada alloy, bahwa ia merupakan pencampuran dua atau lebih unsur kimia namun memiliki variasi jumlah atom penyusun yang berbeda. Sedangkan komposit merupakan pencampuran dua atau lebih unsur kimia yang memiliki struktur kristal berbeda. Misalnya saja kita memiliki sebuah campuran dari Ti, Al, dan N. Dari komponen dasar tersebut, kita dapat membuat alloy dengan komposisi TiAlxNy. Dimana nilai x dan y merupakan faktor variabel yang dapat kita ubah-ubah. Namun pada komposit, komposisinya didapatkan dengan mencampurkan TiAlN dengan Si3N4. Kenapa kita memerlukan komposit? Dalam praktiknya, kita tanpa sadar

sebenarnya sudah menggunakan komposit dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang sudah komposit dijelaskan sebelumnya karena bahwa sifat

digunakan

fungsionalitasnya.

Semakin

teknologi

semakin canggih, kita membutuhkan bahan dengan kemampuan yang semakin baik namun
Gambar 1 Contoh komposit pada keramik

dengan

beban

yang

semakin

berkurang. Kualitas suatu benda dapat

menjadi lebih baik dengan penggunaan komposit. Selain itu kita juga dapat memperoleh sifat fisis yang berbeda yang mungkin tidak bisa kita dapatkan dari bahan alam. Keterbatasan bahan alam juga menjadi salah satu alasan penggunaan komposit. Beberapa keuntungan yang bisa kita dapatkan dari penggunaan komposit adalah sifatnya yang mampu menahan benturan, kikisan, ataupun karat. Dalam beberapa aplikasi seperti rangka pesawat terbang, kerapatan suatu bahan komposit menjadi pertimbangan utama. Dengan begitu, rangka pesawat yang kuat bisa didapatkan tanpa harus menambah berat pesawat. Komposit juga diketahui memiliki daya tahan yang sangat baik. Sehingga dalam penggunaannya dapat mengurangi biaya secara signifikan. Meski komposit tersusun atas dua atau lebih fase atau struktur kristal, komposit tetap memiliki elemen utama dan elemen pendukung. Elemen utama penyusun komposit dikenal dengan nama filler. Biasanya berupa fiber sebagai kerangka. Elemen pendukung dikenal dengan nama matrix. Matrix ini cendrung berfungsi sebagai perekat dan penyokong bahan komposit. Dalam beberapa contoh komposit, filler seringkali ditemui lebih sedikit daripada matrixnya itu sendiri. Secara struktur bahan, komposit memiliki dua struktur utama: lamina dan sandwich. Lamina merupakan susunan komposit dengan membuat ragam arah filler dalam sudut tertentu. Umumnya digunakan pola 0o dan 90o sebagai pola penyusunan lamina. Lamina sering kita temui pada papan triplek. Sedangkan sandwich panel merupakan

susunan komposit yang berbeda. Analogi sederhana yang dapat digunakan untuk menjelaskan sandwich panel adalah wafer sandwich coklat. Dimana pada sandwich panel tiap lapisannya merupakan komposit yang berbeda jenis.
Gambar 2 struktur lamia komposit pada kayu lapis (triplek)

COIR COMPOSITE
Kelapa merupakan tanaman yang dikenal kaya manfaat sejak dulu. Tidak ada satupun bagian dari kelapa yang tidak dapat digunakan. Salah satu bagian kelapa yang belakangan diketahui dapat dimanfaatkan dalam pembuatan komposit adalah serabut kelapanya. Umumnya serabut kelapa digunakan hanya sebatas sabut cuci atau sebagai sumbu pembakar untuk obor atau kompor tradisional. Di beberapa tempat, sabut ini juga digunakan untuk bahan pembuat tali karena sifatnya yang kuat. Serabut kelapa ini kemudian mulai dilirik untuk dibuat menjadi komposit demi mendapatkan sifat yang lebih baik. Beberapa alasan kenapa coir composite mulai dikembangkan: Ketersediaan kelapa sebagai sumber yang melimpah Pengganti kayu yang ramah lingkungan Bebas biaya perawatan dan mampu menghemat biaya cukup banyak Memiliki specific strength dan stiffness yang tinggi Tahan terhadap korosi, air, kimia, dan keadaan atmosfer Tahan terhadap serangga dan rayap Daya tahan yang cukup tinggi dan waktu pakai yang lebih lama Desain yang dihasilkan tidak merusak estetika Kuat Tahan api dan panas Bersahabat bagi tukang kayu karena mampu menahan paku dan sekrup dengan cukup baik. Terdapat beragam komponen penyusun untuk pembuatan coir composite. Namun yang akan lebih dibahas pada paper ini adalah penyusunan coir composite dari coir dan polypropylene. Dalam pembuatan coir composite, tidak dilakukan dengan asal mencampur satu bahan filler dengan bahan matrix begitu saja. Mulai dari proses pembersihan serabut, proses kimia hingga pengolahan bentuknya harus dilalui untuk mendapatkan hasil komposit yang baik. Meski begitu, tahapan yang dijelaskan pada paper ini bukan merupakan proses pasti yang harus ada. Kenyataannya, proses pembuatan coir composite sangat beragam.

Cleaning Process Umumnya pembersihan dilakukan pada akhir proses. Namun pada pembuatan coir composite proses pembersihan justru dilakukan pada tahapan awal. Kenapa kita membutuhkan proses pembersihan ini? Serabut kelapa merupakan polimer alami. Seperti halnya makhluk hidup lainnya, tanaman seperti kelapa, memiliki lapisan lemak yang berada pada tubuhnya. Tanpa terkecuali serabut kelapa pun memiliki lapisan lemak. Lapisan lemak ini bersifat licin dan dapat mengurangi kekuatan ikatan antara serabut kelapa sebagai filler dengan matrix kompositnya. Oleh karena itu proses pembersihan dilakukan lebih dulu untuk membuang lapisan lemak terluar dari serabut kelapa. Beberapa metode diajukan oleh A.K. Mohanty, mulai dari yang sederhana hingga yang sedikit kompleks. Yang paling sederhana adalah merendamnya dengan air panas. Air yang digunakan disini semata hanya distilled water saja tanpa campuran apapun. Hasil yang didapat dari proses perendaman ini akan meningkatkan flextural strength dari serabut kelapa. Cara kedua yang diajukan adalah Soxhelt Extraction. Proses ini melibatkan campuran acetone, distilled water, dan ethanol benzene. Sedangkan cara ketiga adalah dewaxing. Proses dewaxing melibatkan campuran acetone dan larutan detergen hangat.
Fibre Chem Threatment

Proses ini merupakan proses perawatan serabut secara kimia. Pada proses awal, kita hanya mampu untuk membuang lapisan lemak terluar. Hasil serabut dari cleaning process tidak sepenuhnya murni serabut saja. Pada proses Fibre Chem ini, kita mencoba untuk membuang lapisan lignin dan hemicellulose sehingga didapatkan serabut dengan kemampuan menyusun kembali fibril. Selain itu diharapkan juga dapat membuang lapisan silika dan serbuk-serbuk dari serabut. Dengan membuang silika dan serbuk, ikatan antara matrix dan filler menjadi lebih baik. Hasil fiber yang diharapkan dari proses Fibre Chem ini adalah serabut dengan kerapatan yang lebih rendah. Hal ini tentu dimungkinkan karena beberapa lapisan lemak di sekeliling serabut sudah kita buang. Hasil uji menunjukkan proses ini mampu meningkatkan kemampuan menahan tensile deformation. Beberapa metode Fibre Chem yang sering dipakai adalah menggunakan NaOH karena dianggap sebagai metode yang paling sederhana dan efektif. Nilai optimalnya

didapatkan dengan menggunakan konsentrasi 0.5-20% untuk waktu proses yang dilakukan selama 15-96 jam. Metode Fibre Chem lain sudah dilakukan oleh beberapa orang. Rohatgi menyatakan bahwa proses Fibre Chem yang dilakukan selama 72 jam pada 5% NaOH akan menghasilkan nilai (Ultimate Tensile Strength) UTS yang paling baik. Sedangkan Fibre Chem yang dilakukan selama 96 jam pada 5% NaOH akan menghasilkan nilai tensile modulus yang paling baik. Sedangkan Mohanty menyatakan bahwa proses Fibre Chem selama 1 jam pada 2% NaOH akan menghasilkan nilai UTS optimum ketika serabut kelapa diproses menjadi komposit. Sedangkan jika dilakukan selama 1 jam pada 5% NaOH akan menghasilkan nilai flextural properties yang paling baik.
Chemical Modification

Setelah kedua proses sebelumnya, kita akan memperoleh serabut kelapa yang hampir murni. Artinya, kita berusaha untuk mengurangi semaksimal mungkin lapisan lemak yang dapat mengganggu ikatan yang terbentuk antara filler dengan matrix. Satu hal yang perlu diingat bahwa ikatan serabut kelapa sebagai filler dengan polimer sebagai matrix sebenarnya tidak terlalu kuat. Oleh karena itu diperlukan chemical modification untuk menjembatani ikatan atara filler dan matrix dari coir composite kita. Meski begitu, tidak banyak sumber yang menyebutkan mengenai proses chemical modification ini. Salah satu metode chemical modification yang sering dipakai adalah impregnation. Fiber (filler) dimasukkan ke dalam larutan polimer yang sesuai dengan polimer yang terdapat dalam matrix yang digunakan. Berdasarkan A. Valadex-Gonzaleza, penggunaan larutan Xylene-HDPE menjadi salah satu alternatif bahan yang dapat digunakan. Kekurangannya hanya pada sifat racun dari larutan tersebut. Metode lainnya dari chemical modification adalah Asetilation. Fiber direaksikan dengan acetic anhydride. Reaksi dilakukan pada temperatur 100oC-120oC dalam sebuah chamber selama 3 jam. Reaksi dapat dilakukan dengan atau tanpa katalis asam asetat.

Manufacturing Process VACUUM INJECTION TECHNOLOGY

Bagan 1 Gambaran sederhana proses vacuum injection

Pada proses vacuum injection, lembaran matrix dan filler diletakkan dalam sebuah cetakan besar sesuai dengan benda yang ingin dibentuk. Setelah matrix dan filler diletakkan dalam cetakan, seluruh bagiannya ditutup dengan vacuum seal dan dipastikan tidak ada udara yang berada di dalam cetakkan. Kemudian, pada salah satu celah yang telah disediakan, dialirkan resin kedalam cetakkan hingga seluruh matrix dan filler tertutupi oleh resin. Setelah resin mengering, matrix dan filler kemudian diangkat dari cetakan. Dengan metode vacuum injection semacam ini, kita bisa mendapatkan bahan komposit dengan mudah untuk bentuk yang kita inginkan. Selain itu metode ini berguna saat kita ingin membuat komponen dengan bahan komposit dengan ukuran yang cukup besar.

Gambar 3 Contoh pembuatan komposit dengan menggunakan metode vacuum injection

LATEX DAN MONOMER IMPREGNATION

Pada proses ini, lembaran coir dicelupkan terlebih dahulu di dalam larutan monomer. Sebelum mengeras, lembaran yang telah dicelupkan ini kemudian dipasang pada mesin cetak berupa alat press dengan cetakan alumunium di bagian bawahnya. Lembaran coir ini kemudian dibiarkan mengeras dalam bentuk yang sesuai dengan cetakan yang digunakan. Proses ini baik digunakan untuk membuat hasil cetak dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Dalam produksi massal, proses ini sering digunakan.

Gambar 4 Mesin press yang digunakan pada monomer impregnation

Gambar 5 Proses monomer impregnation sebelum dan sesudah di pres

LFT PROCESSING

Pada LFT processing, serabut kelapa yang belum diolah menjadi lembaran, dicampur dengan polypropylene fiber untuk kemudian dimasukkan kedalam chamber. Di chamber ini, kedua bahan tersebut kemudian dipress dalam temperatur tinggi untuk menghasilkan bentuk cetak yang diinginkan. LFT processing semacam ini banyak digunakan untuk membuat benda dengan bentuk seperti kerucut/cone. Kelemahan dari LFT processing ini adalah kurang kuatnya ikatan antara serabut kelapa dengan polypropylene fibre.

Gambar 6 LFT Processing

Manufacturing Properties

Dari tiga jenis processing yang telah dijelaskan diatas, berikut ditampilkan pada tabel 1 perbandingan ketiga process pembuatan. Sedangkan nilai perbandingan coir composite dengan bahan lainnya dapat dilihat pada tabel 2. Sebagai perbandingan, dilakukan proses pembuatan dengan menyertakan sebagian dan keseluruhan proses pembuatan coir
Tabel 1 Tabel perbandingan ketiga process manufacturing

composite. Hasil komposit yang didapatkan bisa dilihat pada tabel 3. Sedangkan pada tabel 4 diberikan perbandingan kekuatan dari beberapa komposit sejenis yang umum digunakan.

Tabel 2 Tabel perbandingan bahan serabut kelapa dengan bahan lain

Tabel 3 Tabel hasil komposit untuk beberapa macam proses yang diikut sertakan

Tabel 4 Tabel hasil perbandingan lembaran coir composite dengan lembaran komposit lainnya

PROSPEK
Prospek dari coir composite ini cukup banyak yang bisa digali. Hampir seluruhnya dikembangkan di India. Beberapa diantaranya yang dapat kita ambil sebagai contoh:
Cocolawn

Cocolawn merupakan media tanam yang memanfaatkan penggunaan coir composite sebagai dasarnya. Biasanya ditanam rumput alas di bagian atasnya. Cocolawn dapat dijadikan sebagai taman lipat untuk memudahkan vegetasi di pekarangan rumah.

Greenhouse

Bahan coir composite dapat dijadikan sebagai dinding greenhouse. Coir composite yang digunakan disini bukan lempeng tebal yang dibuat pada proses pembuatan yang telah dijelaskan. Coir composite ini hanya berupa lembaran tipis.

Geotextile, revegetation & Slope Stabilization

Coir composite ini dapat digunakan untuk melakukan vegetasi lahan miring dan berbatu. Sehingga selain memperkuat tanah, juga dapat meningkatkan daya serap tanah tersebut dan mengurangi longsor. Selain itu, dapat pula digunakan tanpa vegetasi untuk memperkuat lahan miring agar tidak mudah longsor.

Road Reinforcement

Jika digunakan sebagai alas jalan, coir composite ini dapat digunakan untuk memperkuat jalan yang akan diaspal atau cor.

Rumah Tahan Gempa

Penggunaan coir composite sebagai dinding dapat membantu membuat sebuah bangunan tahan gempa. Hal ini sangat berguna untuk daerah Indonesia yang statusnya rawan gempa.

Interior dan Eksterior

Coir composite juga dapat digunakan sebagai bahan interior dan eksterior sebuah bangunan atau badan komponen otomotif karena sifat ringan dan kuatnya.

PROSPEK INDONESIA SECARA GLOBAL

Dari segi luas area perkebunan kelapa dunia, Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka menyumbang 77% areanya. Sedangkan dari segi produksi kelapa dunia, Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka menyumbang 78% produksi dunia. Angka tersebut tentu bukan angka yang kecil, mengingat daerah Asia Tenggara merupakan wilayah kepulauan tropis terbesar dunia, khususnya Indonesia. Dari bagan 2 kita bisa melihat bahwa Indonesia menempati peringkat pertama dengan sumbangsin 27% dari produksi kelapa dunia. Jika kita bisa memanfaatkan limbah hasil produksi kelapa tersebut, tentu bisnis coir composite ini bisa menjadi tambahan devisa bagi negara.

Bagan 2 Prosentase produksi kelapa dunia tiap negara

Gambar 7 Peta persebaran wilayah perkebunan kelapa dunia

PENUTUP
Dari hasil pembahasan paper saya, dapat disimpulkan bahwa serabut kelapa merupakan salah satu komponen penting yang dapat diolah menjadi komposit. Komposit yang dihasilkan dikenal dengan sebutan coir composite. Coir composite ini juga bisa menjadi devisa negara dengan produksi kelapa kita yang menyumbang 27% produksi kelapa dunia. Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan peluang semaksimal mungkin. Karena biar bagaimanapun setiap limbah buangan dapat menjadi sumber devisa tergantung bagaimana kita memikirkan penerapannya yang baik. Selain itu, isu global warming maupun eco-friendly bukan menjadi isu hambatan untuk pengembangan coir composite karena dari awalnya coir composite adalah produk yang ramah lingkungan.

Você também pode gostar