Você está na página 1de 18

LI 1. Memahami dan Mempelajari reaksi hipersensitivitas LO 1.

Menjelaskan definisi dan etiologi reaksi hipersensitivitas Definisi Hipersensitivitas adalah respon imun yang berlebihan yang dapat merusak jaringan tubuh sendiri. Hipersensitivitas terbagi menjadi empat kelas (tipe I IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Hipersensitivitas merupakan reaksi yang terjadi akibat terpajan antigen yang berulang yang menyebabkan memicu reaksi patologi. Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/imuunology/2140486hipersensitivitas/#ixzz1rJveVafZ Etiologi Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik danimunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankanoleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE)dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu denganantigen lalu mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut.Bila mana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bila manaalergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang terjadiialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilahreaksi hipersensitivitas atau alergi. http://www.scribd.com/doc/22281380/Hipersensitivitas-Makalah LO 2. Menjelaskan jenis-jenis reaksi hipersensitivitas Tipe I Tipe Anafilaksis Mekanisme Imun Alergen mengikat silang antibodi IgE pelepasan amino vasoaktif dan mediator lain dari basofil dan sel mast rekrutmensel radang lain II Antiboditerhadap AntigenJaringanTert entu IgG atau IgM berikatan dengan antigen pada Anemia hemolitik autoimun,eritrobl astosis fetalis, penyakit Gangguan Prototipe Anafilaksis, beberapa bentuk asma bronkia

permukaan sel fagositosis seltarget atau lisis sel target oleh komplemenatau sitotosisitas yang diperantarai olehsel yang bergantung antibody III PenyakitKompleks Imun Kompleks antigenantibodi mengaktifkan komplemen menarik perha tian nenutrofil pelepasan enzimlisosom, radikal bebas oksigen, dan lainlain Limfosit T tersensitisasi pelepasansitoki n dan sitotoksisitas yangdiperantarai oleh sel T

Goodpasture, pemfigus vulgaris

Reahsi Arthua, serumsickness, lupuseritematosus sistemik, bentuk tertentu glomerulonefritis aku

IV

HipersensitivitasSel ular (Lambat)

Tuberkulosis,dermatitis kontak, penolakan transplan

http://www.scribd.com/doc/22281380/Hipersensitivitas-Makalah LI 2. Memahami dan Mempelajari reaksi hipersensitivitas tipe I LO 1. Memahami mekanisme proses hipersensitivitas tipe I Pajanan awal terhadap antigen tertentu (alergan) merangsang induksi sel T CD4+ tipeTH2. Sel CD4+ ini berperan penting dalam patogenesis hipersensitivitas tipe I karena sitokin yang disekresikannya (khususnya IL-4 dan IL-5) menyebabkan diproduksimya IgE oleh sel B, yang bertindak sebagai faktor pertumbuhan untuk sel mast, serta merekrut dan mengaktivasieosinofil. Antibodi IgE berikatan pada reseptor Fc berafinitas tinggi yang terdapat pada sel mastdan basofil; begitu sel mast dan basofil dipersenjatai, individu yang bersangkutan diperlengkapi untuk menimbulkan hipersensitivitas tipe I. Pajanan yang ulang terhadap antigen yang sama mengakibatkan pertautan-silang pada IgE yang terikat sel dan pemicu suatu kaskade sinyal intrasel sehingga terjadi pelepasan beberapa mediator kuat.

Mediator primer untuk respons awal sedangkan mediator sekunder untuk fase lambat.Respons awal, ditandai dengan vasodilatasi,kebocoran vaskular, dan spasme otot polos,yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5-30 menit setelah terpajan oleh suatu alergan danmenghilang setelah 60 menit;Reaksi fase lambat, yang muncul 2-8 jam kemudian dan berlangsung selama beberapahari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel peradangan akut dankronis lainnya yang lebih hebat pada jaringan dan juga ditandai dengan penghancuran jaringandalam bentuk kerusakan sel epitel mukosa. http://www.scribd.com/doc/22281380/Hipersensitivitas-Makalah LO 2. Menjelaskan preformed mediator pada reaksi hipersensitivitas tipe I Mediator Primer Histamin, yang merupakan mediator primer terpenting, menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskular, vasodilatasi, bronkokontriksi, dan meningkatnya sekresi mukus.Mediator lain yang segera dilepaskan meliputi adenosin (menyebabkan bronkokonstriksi danmenghambat agregasi trombosit) serta faktor kemotaksis untuk neutrofil dan eosinofil. Mediator lain ditemukan dalam matriks granula dan meliputi heparin serta protease netral (misalnya,triptase). Protease menghasilkan kinin dan memecah komponen komplemen untuk menghasilkanfaktor kemotaksis dan inflamasi tambahan (misalnya, C3a). Mediator Sekunder Leukotrien C4 dan D4 merupakan agen vasoaktif dan spasmogenik yangdikenal paling poten; pada dasra molar, agenini beberapa ribu kali lebihaktif daripada histamin dalam meningkatkan permeabilitas vaskular danalam menyebabkan kontraksi otot polos bronkus. Leukotrien B4 sangat kemotaktik untuk neutrofil, eosinofil, dan monosit. Prostaglandin D2adalah mediator yang paling banyak dihasilkan oleh jalur siklooksigenasi dalam sel mast. Mediator ini menyebabkan bronkospasmehebat serta meningkatkan sekresi mukus. Faktor pengaktivasi trombosit merupakan mediator sekunder lain,mengakibatkan agregasi trombosit, pelepasan histamin dan bronkospasme.Mediator ini juga bersifat kemotaltik untuk neutrofil dan eosinofil. Sitokin yang diproduksi oleh sel mast (TNF, IL-1, IL-4, IL-5 dan IL-6) dankemokin berperan penting pada reaksi hipersensitivitas tipe I melaluikemampuannya merekrut dan mengaktivasi berbagai macam sel radang.TNF merupakan mediator yang sangat poten dalam adhesi, emigrasi, danaktivasi leukosit. IL-4 juga merupakan faktor pertumbuhan sel mast dandiperlukan untuk mengendalikan sintesis IgE oleh sel B.

LI 3. Memahami dan Mempelajari reaksi hipersensitivitas tipe II LO 1. Memahami mekanisme proses hipersensitivitas tipe II Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau sel mononuklear. Mungkin terjadi sekresi atau stimulasi dari suatu alat misalnya thyroid. Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut : 1. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence 2. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc 3. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen http://filzahazny.wordpress.com/2008/11/01/hipersensitivitas-2/ LO 2. Menjelaskan jenis-jenis reaksi hipersensitivitas tipe II II.2.1 Reaksi Transfusi Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B, AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut isohemaglutinin. Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas. II.2.2 Reaksi Antigen Rhesus Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan

melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi. II.2.3 Anemia Hemolitik autoimun Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi. II.2.4 Reaksi Obat Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah. II.2.5 Sindrom Goodpasture Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen. Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru. Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang membentuk antibodi terhadap membrane basal. Sindrom ini sering ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ. II.2.6 Myasthenia gravis Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor astilkoli. II.2.7 Pempigus Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembung-gelembung. http://filzahazny.wordpress.com/2008/11/01/hipersensitivitas-2/

LI 4. Memahami dan Mempelajari reaksi hipersensitivitas tipe III LO 1. Memahami mekanisme proses hipersensitivitas tipe III Hipersensitivitas tipe III diperantarai oleh pengendapan kompleks antigenantibodi(imun), diikuti dengan aktivitas komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklear. Kompleksimun dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri dan virus, atau antigen endogen sepertiDNA. Kompleks imun patogen terbentuk dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam jaringan ataupun terbentuk di daerah ekstravaskular tempat antigen tersebut tertanam (kompleksimun in situ). Jejas akibat kompleks imun dapat bersifat sistemik jika kompleks tersebut terbentuk dalam sirkulasi mengendap dalam berbagai organ , atau terlokalisasi pada organ tertentu(misalnya, ginjal, sendi, atau kulit) jika kompleks tersebut terbentuk dan mengendap pada tempatkhusus. Tanpa memperhatikan pola distribusi, mekanisme terjadinya jejas jarungan adalah sama;namun, urutan kejadian dan kondisi yang menyebabkan terbentuknya kompleks imun berbeda. http://www.scribd.com/doc/22281380/Hipersensitivitas-Makalah Penyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang sering terjadi, terdiri dari : 1. Infeksi persisten Pada infeksi ini terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap adalah organ yang diinfektif dan ginjal. 2. Autoimunitas Pada reaksi ini terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah ginjal, sendi, dan pembuluh darah. 3. Ekstrinsik Pada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana tempat kompleks yang mengendap adalah paru. http://filzahazny.wordpress.com/2008/11/01/hipersensitivitas-2/ LO 2. Menjelaskan bentuk-bentuk reaksi hipersensitivitas tipe III Pada reaksi hipersensitivitas tipe III terdaapt dua bentuk reaksi, yaitu : 1. Reaksi Arthus Maurice Arthus menemukan bahwa penyuntikan larutan antigen secara intradermal pada kelinci yang telah dibuat hiperimun dengan antibodi konsentrasi tinggi akan

menghasilkan reaksi eritema dan edema, yang mencapai puncak setelah 3-8 jam dan kemudian menghilang. Lesi bercirikan adanya peningkatan infiltrasi leukositleukosit PMN. Hal ini disebut fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Reaksi Arthus di dinding bronkus atau alveoli diduga dapat menimbulkan reaksi asma lambat yang terjadi 7-8 jam setelah inhalasi antigen. Reaksi Arthus ini biasanya memerlukan antibodi dan antigen dalam jumlah besar. Antigen yang disuntikkan akan memebentuk kompleks yang tidak larut dalam sirkulasi atau mengendap pada dinding pembuluh darah. Bila agregat besar, komplemen mulai diaktifkan. C3a dan C5a yang terbentuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah menjadi edema. Komponen lain yang bereperan adalah fakor kemotaktik. Neutrofil dan trombosit mulai menimbun di tempat reaksi dan menimbulkan stasisi dan obstruksi total aliran darah. Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai bahan seperti protease, kolagenase, dan bahan vasoaktif. 2. Reaksi serum sickness Istilah ini berasal dari pirquet dan Schick yang menemukannya sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri dan tetanus dengan antiserum asal kuda. Penyuntikan serum asing dalam jumlah besar digunakan untuk bermacam-macam tujuan pengobatan. Hal ini biasanya akan menimbulkan keadaan yang dikenal sebagai penyakit serum kira-kira 8 hari setelah penyuntikan. Pada keadaan ini dapat dijumpai kenaikan suhu, pembengkakan kelenjar-kelenjar limpa, ruam urtika yang tersebar luas, sendi-sendi yang bengkak dan sakit yang dihubungkan dengan konsentrasi komplemen serum rendah, dan mungkin juga ditemui albuminaria sementara. Pada berbagai infeksi, atas dasar yang belum jelas, dibentuk Ig yang kemudian memberikan reaksi silang dengan beberapa bahan jaringan normal. Hal ini kemudian yang menimbulkan reaksi disertai dengan komplek imun. Contoh dari reaksi ini adalah : 1. Demam reuma Infeksi streptococ golongan A dapat menimbulkan inflamasi dan kerusakan jantung, sendi, dan ginjal. Berbagai antigen dalam membran streptococ bereaksi silang dengan antigen dari otot jantung, tulang rawan, dan membran glomerulus. Diduga antibodi terhadap streptococ mengikat antigen jaringan normal tersebut dan mengakibatkan inflamasi. 2. Artritis rheumatoid Kompleks yang dibentuk dari ikatan antara faktor rheumatoid (anti IgG yang berupa IgM) dengan Fc dari IgG akan menimbulkan inflamasi di sendi dan kerusakan yang khas.

3. Infeksi lain Pada beberapa penyakit infeksi lain seperti malaria dan lepra, antigen mengikat Ig dan membentuk kompleks imun yang ditimbun di beberapa tempat. 4. Farmers lung Pada orang yang rentan, pajanan terhadap jerami yang mengandung banyak spora actinomycete termofilik dapat menimbulkan gangguan pernafasan pneumonitis yang terjadi 6-8 jam setelah pajanan. Pada tubuh orang tersebut, diproduksi banyak IgG yang spesifik terhadap actynomycete termofilik dan membentuk kompleks antigen-antibodi yang mengendap di paru-paru. http://filzahazny.wordpress.com/2008/11/01/hipersensitivitas-2/

LI 5. Memahami dan Mempelajari reaksi hipersensitivitas tipe IV LO 1. Memahami mekanisme proses hipersensitivitas tipe IV Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi (imunitashumoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitasseluler. Imunitas selular merupakan mekanisme utama respons terhadap berbagai macammikroba, termasuk patogen intrasel seperti Mycobacterium tuberculosis dan virus, serta agenekstrasel seperti protozoa, fungi, dan parasit. Namun, proses ini juga dapat mengakibatkankematian sel dan jejas jaringan, baik akibat pembersihan infeksi yang normal ataupun sebagairespons terhadap antigen sendiri (pada penyakit autoimun). Hipersensitivitas tipe IV diperantarai oleh sel T tersensitisasi secara khusus bukan antibodi dan dibagi lebih lanjutmenjadi dua tipe dasar: (1) hipersensitivitas tipe lambat, diinisiasi oleh sel T CD4+, dan (2) sitotoksisitas sel langsung, diperantarai olehsel T CD8+. Pada hipersensitivitas tipe lambat, selT CD4+ tipe TH1 menyekresi sitokin sehingga menyebabkan adanya perekrutan sel lain, terutamamakrofag, yang merupakan sel efektor utama. Pada sitotoksisitas seluler, sel T CD8+ sitoksik menjalankan fungsi efektor LO 2. Menjelaskan bentuk-bentuk reaksi hipersensitivitas tipe IV Hipersensitivitas tipe lambat (DTH-Delayed-Tipe Hypersensitivity) Contoh klasik DTH adalah reaksi tuberkulin. Delapan hingga 12 jam setelah injeksituberkulin intrakutan, muncul suatu area eritema dan indurasi setempat, dan mencapai puncaknya (biasanya berdiameter 1 hingga 2 cm) dalam waktu 24 hingga 72 jam (sehinggadigunakan kata sifat delayed [lambat/ tertunda])dan setelah itu akan mereda secara perlahan.secara histologis , reaksi DTH ditandai dengan

penumpukan sel helper-T CD4+ perivaskular (seperti manset) dan makrofag dalam jumlah yang lebih sedikit. Sekresi lokalsitokin oleh sel radang mononuklear ini disertai dengan peningkatan permeabilitasmikrovaskular, sehingga menimbulkan edema dermis dan pengendapan fibrin; penyebab utamaindurasi jaringan dalam respons ini adalah deposisi fibrin. Respons tuberkulin digunakan untuk menyaring individu dalam populasi yang pernah terpejan tuberkulosis sehingga mempunyai sel Tmemori dalam sirkulasi. Lebih khusus lagi, imunosupresi atau menghilangnya sel T CD4+(misalnya, akibat HIV) dapat menimbulkan respons tuberkulin yang negatif, bahkan bila terdapatsuatu infeksi yang berat. Patofisiologi : Limfosit CD4+ mengenali antigen peptida dari basil tuberkel dan juga antigen kelas II pada permukaan monosit atau sel dendrit yang telah memproses antigen mikobakterium tersebut.Proses ini membentuk sel CD4+ tipe TH1 tersensitisasi yang tetap berada di dalam sirkulasiselama bertahun-tahun. Masih belum jelas mengapa antigen tersebut mempunyai kecendurunganuntuk menginduksi respons TH1, meskipun lingkungan sitokin yang mengaktivasi sel T naf tersebut tampaknya sesuai. Saat dilakukan injeksi kutan tuberkulin berikutnya pada orangtersebut, sel memori memberikan respons kepada antigen yang telah diproses pada APC danakan diaktivasi (mengalami transformasi dan proliferasi yang luar biasa), disertai dengan sekresisitokin TH1. Sitokin TH1 inilah yang akhirnya bertanggungjawab untuk mengendalikan perkembangan respons DHT. Secara keseluruhan, sitokin yang paling bersesuaian dalam prosestersebut adalah sebagai berikut:

IL-12 merupakan suatu sitokin yang dihasilkan oleh makrofag setelah interaksi awaldengan basil tuberkel. IL-12 sangat penting untuk induksi DTH karena merupakan sitokinutama yang mengarahkan diferensiasi sel TH1; selanjutnya, sel TH1 merupakan sumber sitokin lain yang tercantum di bawah. IL-12 juga merupakan penginduksi sekresi IFN-oleh sel T dan sel NK yang poten. IFN- mempunyai berbagai macam efek dan merupakan mediator DTH yang paling penting. IFN- merupakan aktivator makrofag yang sangat poten, yang meningkatkan produksi makrofag IL-12. Makrofag teraktivasi mengeluarkan lebih banyak molekulkelas II pada permukaannya sehingga meningkatkan kemampuan penyajian antigen.Makrofag ini juga mempunyai aktivitas fagositik dan mikrobisida yang meningkat,demikian pula dengan kemampuannya membunuh sel tumor. Makrofag teraktivasimenyekresi beberapa faktor pertumbuhan polipeptida, termasuk faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit (PDGF) dan TGF-, yang merangsang proliferasi fibroblas danmeningkatkan sintesis kolagen. Secara ringkas, aktivitas IFN- meningkatkankemampuan makrofag untuk membasmi agen penyerangan; jika aktivasi makrofag terus berlangsung, akan terjadi fibrosis.

IL-2 menyebabkan proliferasi sel T yang telah terakumulasi pada tempat DTH. Yangtermasuk dalam infiltrat ini adalah kira-kira 10% sel CD4+ yang antigenspesifik,meskipun sebagian besar adalah sel T penonton yang tidak spesifik untuk agen penyerang asal. TNF dan limfotoksin adalah sitokin yang menggunakan efek pentingnya pada sel endotel:(1) meningkatnya sekresi nitrit oksida dan prostasiklin, yang membantu peningkatanaliran darah melalui vasodilatasi local; (2) meningkatnya pengeluaran selektin-E, yaitusuatu molekul adhesi yang meningkatkan perlekatan sel mononuklear; dan (3) induksidan sekresi faktor kemotaksis seperti IL-8. Perubahan ini secara bersama memudahkankeluarnya limfosit dan monosit pada lokasi terjadinya respon DHT. Inflamasi Granulomatosa Granulomatosa adalah bentuk khusus DHT yang terjadi pada saat antigen bersifat persisten dan/ atau tidak dapat didegradasi. Infiltrate awal sel T CD4+ perivaskular secara progresif digantikan oleh makrofag dalam waktu 2 hingga 3 minggu; makrofag yangterakumulasi ini secara khusus menunjukkan bukti morfologis adanya aktivitas, yaitu semakinmembesar , memipih, dan eosinofilik (disebut sebagai sel epiteloid ). Sel epiteloid kadang-kadang bergabung di bawah pengaruh sitokin tertentu (misalnya, IFN-) untuk membentuk suatusel raksasa (giant cells) berinti banyak. Suatu agregat mikroskopis sel epiteloid secara khususdikelilingi oleh lingkaran limfosit, yang disebutgranuloma, dan polanya disebut sebagai inflamasi granulomatosa. Pada dasarnya, proses tersebur sama dengan proses yang digambarkanuntuk respons DHT lainnya. Granuloma yang lebih dahulu terbentuk membentuk suatu sabuk rapat fibroblast dan jaringan ikat. Pengenalan terhadap suatu granuloma mempunyai kepentingandiagnostik karena hanya ada sejumlah kecil kondisi yang dapat menyebabkannya.

DHT merupakan suatu mekanisme pertahanan utama yang melawan berbagai patogenintrasel, yang meliputi mikobakterium, fungus, dan parasit tertentu, dan dapat pula terlibat dalam penolakan serta imunitas tumor. Peran utama sel T CD4+ dalam hipersensitivitas tipe lambattampak jelas pada penderita AIDS. Karena kehilangan sel CD4+, respons penjamu terhadap patogen ekstrasel, seperti Mycobacterium tuberculosis, akan sangat terganggu. Bakteri akandimangsa oleh makrofag, tetapi tidak dibunuh, dan sebagai pengganti pembentukan granuloma,terjadi akumulasi makrofag yang tidak teraktivasi yang sulit untuk mengatasi mikroba yangmenginvasi.Selain bermanfaat karena peran protektifnya, DHT dapat pula menyebabkan suatu penyakit.

Dermatitis kontak adalah salah satu contoh jejas jaringan yang diakibatkan olehhipersensitivitas lambat. Penyakit ini dibangkitkan melalui kontak dengan pentadesilkatekol(juga dikenal sebagai urushiol, komponen aktif poison ivy ataopoisin oak ) pada penjamu yangtersensitisasi dan muncul sebagai suatu dermatitis vesikularis. Mekanisme dasarnya sama denganmekanisme pada sensitivitas tuberculin. Pajanan ulang terhadap tanaman tersebut, sel CD4+ TH1tersensitisasi akan berakumulasi dalam dermis dan bermigrasi menuju antigen yag berada didalam epidermis. Di tempat ini sel tersebut melepaskan sitokin yang merusak keratinosit,menyebabkan terpisahnya sel ini dan terjadi pembentukan suatu vesikel intradermal.

Sitotoksisitas Yang Diperantarai Sel T Pada pembentukan hipersensitivitas tipe IV ini, sel T CD8+ tersensitisasi membunuh seltarget yang membawa antigen. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, molekul MHC tipe I berikatan dengan peptida virus intrasel dan menyajikannya pada limfosit T CD8+. Sel efektor CD8+, yang disebut limfosit T sitotoksik (CTL, cytotoxic Tlymphocytes), yang berperan pentingdalam resistensi terhadap infeksi virus. Pelisisan sel terinfeksi sebelumnya terjadi replikasi virusyang lengkap pada akhirnya menyebabkan penghilangan infeksi. Diyakini bahwa banyak peptidayang berhubungan dengan tumor muncul pula pada permukaan sel tumor sehingga CTL dapat pula terlibat dalam imunitas tumor.Telah terlihat adanya dua mekanisme

pokok pembunuhan oleh sel CTL: (1) pembunuhanyang bergantung pada perforingranzim dan (2) pembunuhan yang bergantung pada ligan Fas-Fas. Perforin dan granzim adalah mediator terlarut yang terkandung dalam granula CTL, yangmenyerupai lisosom. Sesuai dengan namanya, perforin melubangi membran plasma pada seltarget; hal tersebut dilakukan dengan insersi dan polimerisasi molekul perforin untuk membentuk suatu pori. Pori-pori ini memungkinkan air memasuki sel dan akhirnya menyebabkan lisiosmotik. Granula limfosit juga mengandung berbagai protease yang disebut dengan granzim, yang dikirimkan ke dalam sel target melalui pori-pori perforin. Begitu sampai ke dalam sel,granzim mengaktifkan apoptosis sel target. CTL teraktivasi juga mengeluarkan ligan Fas (suatumolekul yang homolog dengan TNF), yang berikatan dengan Fas pada sel target. Interaksi inimenyebabkan apoptosis. Selain imunitasvirus dan tumor, CTL yang diarahkann untuk melawanantigen histokompatibilitas permukaan sel juga berperan penting dalam penolakan graft. http://www.scribd.com/doc/22281380/Hipersensitivitas-Makalah LI 6. Memahami dan Mempelajari peranan anti histamine dan kortikosteroid LO 1. Menjelaskan farmakokinetik dan farmakodinamik anti histamine dan kortikosteroid Farmakokinetik Setelah pemberian oral atau parenteral, Antihistamin H1 diabsorbsi secara baik.Pemberian antihistamin H1 secara oral efeknya timbul 15-30 menit dan maksimalsetelah 1-2 jam, mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam.Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal menunjukkankemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati. Antihistamin H1 diekskresi melaluiurin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya. Waktu paruh antihistaminH1 sangat bervariasi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendekpada anak dan lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, dan pasien yangmenerima ketokonazol, eritromosin, atau menghambat microsomal oxygenase lainnya. Farmakodinamik Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga padapemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.

LO 2. Menjelaskan efek samping pemberian anti histamine dan kortikosteroid Efek samping Pada dosis, terapi, semua antihistamin H1 menimbulkan efek samping walaupun jarangbersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat variasiyang besar dalam toleransi obat antar individu, kadang-kadang efek ini sangatmenganggu sehingga terapi perlu dihentikan.Efek samping antihistamin H1 Generasi pertama: 1. Alergi :Fotosentivitas, shock anafilaksis, ruam, dermatitis 2. Kardiovaskular :Hipotensi postural, refleks takikardia, palpitasi, trombosisvena pada sisi injeks. 3. S.Syaraf pusat :Sedasi, pusing, gangguan koordinas, bingung,rx.extraparamidal(dosis tinggi) 4. Gastrointestinal :Apigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray) 5. Genitourinari :Urinary frequency, urinary retention, dysuria 6. Respiratori :Dada sesak, mulut kering, epitaksis dan nasal burning(nasa spray) Antihistamin Generasi kedua dan ketiga: 1. Alergi :Fotosentivitas, shocks anafilaksis, ruam, dan dermatitis 2. SSP :Mengantuk, sakit kepala, sedasi 3. Respiratori :Mulut kering 4. Gastrointestinal :Nausea, vomiting, abdominal distress Beberapa efek samping lain dari antihistamin : 1. Efek sedasi 2. Gangguan psikomotor 3. Gangguan kognitif 4. Efek kardiotoksisitas http://www.scribd.com/doc/50621145/ANTIHISTAMIN LI 7. Memahami dan Mempelajari batasan hukum Islam tentang alegi obat sebagai dokter muslim Alkohol dalam Obat Batuk

Batuk merupakan salah satu penyakit yang cukup sering dialami banyak kalangan. Sehingga batuk diidentikan sebagai reaksi fisiologik yang normal. Batuk terjadi jika saluran pernafasan kemasukan benda-benda asing atau karena produksi lendir yang berlebih. Benda asing yang sering masuk ke dalam saluran pernafasan adalah debu. Gejala sakit tertentu seperti asma dan alergi merupakan salah satu sebab kenapa batuk terjadi. Obat batuk yang beredar di pasaran saat ini cukup beraneka ragam. Baik obat batuk berbahan kimia hingga obat batuk berbahan alami atau herbal. Jenisnya pun bermacam-macam mulai dari sirup, tablet, kapsul hingga serbuk (jamu). Terdapat persamaan pada semua jenis obat batuk tersebut, yaitu sama-sama mengandung bahan aktif yang berfungsi sebagai pereda batuk. Akan tetapi terdapat pula perbedaan, yaitu pada penggunaan bahan campuran/penolong. Salah satu zat yang sering terdapat dalam obat batuk jenis sirup adalah alkohol. Temuan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar obat batuk sirup mengandung kadar alkohol. Sebagian besar produsen obat batuk baik dari dalam negeri maupun luar negeri menggunakan bahan ini dalam produknya. Beberapa produk memiliki kandungan alkohol lebih dari 1 persen dalam setiap volume kemasannya, seperti Woods, Vicks Formula 44, OBH Combi, Benadryl, Alphadryl Expectorant, Alerin, Caladryl, Eksedryl, Inadryl hingga Bisolvon . Fungsi Alkohol dalam Obat Batuk Menurut Pakarnya Menurut pendapat salah seorang pakar farmasi Drs Chilwan Pandji Apt Msc, fungsi alkohol itu sendiri adalah untuk melarutkan atau mencampur zat-zat aktif, selain sebagai pengawet agar obat lebih tahan lama. Dosen Teknologi Industri Pertanian IPB itu menambahkan bahwa berdasarkan penelitian di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk tidak memiliki efektivitas terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga dapat dikatakan bahwa alkohol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan frekuensi batuk yang kita alami. Sedangkan salah seorang praktisi kedokteran, dr Dewi mengatakan, Efek ketenangan akan dirasakan dari alkohol yang terdapat dalam obat batuk, yang secara tidak langsung akan menurunkan tingkat frekuensi batuknya. Akan tetapi bila dikonsumsi secara terus menerus akan menimbulkan ketergantungan pada obat tersebut. Berdasarkan informasi tersebut sebenarnya alkohol bukan satu-satunya bahan yang harus ada dalam obat batuk. Ia hanya sebagai penolong untuk ekstraksi atau pelarut saja. Bedakan Antara Alkohol Pelarut dan Khomr Sebagaimana telah diketahui tadi bahwa fungsi alkohol dalam obat semacam obat batuk adalah sebagai solvent (pelarut). Oleh karenanya, sebagaimana penjelesan kami yang telah lewat mengenai alkohol, mohon alkohol yang bertindak sebagai

solvent (pelarut) ini dibedakan baik-baik dengan alkohol pada khomr. Karena kedua alkohol ini berbeda. Perlu kita ketahui terlebih dahulu, khomr adalah segala sesuatu yang memabukkan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan pastilah haram. Yang jadi illah (sebab) pengharaman khomr adalah karena memabukkan. Khomr diharamkan karena illah (sebab pelarangan) yang ada di dalamnya yaitu karena memabukkan. Jika illah tersebut hilang, maka pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaedah al hukmu yaduuru maa illatihi wujudan wa adaman (hukum itu ada dilihat dari ada atau tidak adanya illah). Illah dalam pengharaman khomr adalah memabukkan dan illah ini berasal dari Al Quran, As Sunnah dan ijma (kesepakatan ulama kaum muslimin).[3] Inilah sebab pengharaman khomr yaitu karena memabukkan. Oleh karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khomr itu diharamkan karena alkohol yang terkandung di dalamnya. Walaupun kami akui bahwa yang jadi patokan dalam menilai keras atau tidaknya minuman keras adalah karena alkohol di dalamnya. Namun ingat, alkohol bukan satu-satunya zat yang dapat menimbulkan efek memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras yang juga sifatnya sama-sama toksik (beracun). Dan sekali lagi kami katakan bahwa Al Quran dan Al Hadits sama sekali tidak pernah mengharamkan alkohol, namun yang dilarang adalah khomr yaitu segala sesuatu yang memabukkan. Sedangkan alkohol yang bertindak sebagai pelarut sebenarnya tidak memabukkan karena kadarnya yang terlalu tinggi sehingga mustahil untuk dikonsumsi. Kalau mau dikonsumsi, maka cuma ada dua kemungkinan yaitu sakit perut, atau bahkan mati. Sehingga alkohol pelarut bukanlah khomr, namun termasuk zat berbahaya jika dikonsumsi sebagaimana layaknya Baygon. Jadi yang tepat kita katakan bahwa alkohol disebut khomr jika memabukkan dan tidak disebut khomr jika tidak memabukkan. Pandangan Ilmu Fiqih Mengenai Obat Beralkohol Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan, Adapun beberapa obat yang menggunakan campuran alkohol, maka itu tidaklah haram selama campuran tersebut sedikit dan tidak nampak memberikan pengaruh. Obat yang mengandung alkohol ini dibolehkan karena adanya istihlak. Yang dimaksud dengan istihlak adalah bercampurnya benda haram atau najis dengan benda lainnya yang suci dan halal yang jumlahnya lebih banyak sehingga

menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang sebelumnya najis, baik rasa, warna dan baunya. Apakah benda najis yang terkalahkan oleh benda suci tersebut menjadi suci? Pendapat yang benar adalah bisa menjadi suci. Alasannya adalah dua dalil berikut. Hadits pertama, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya . Hadits kedua, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran (najis). Dua hadits di atas menjelaskan bahwa apabila benda yang najis atau haram bercampur dengan air suci yang banyak, sehingga najis tersebut lebur tak menyisakan warna atau baunya, maka dia menjadi suci. Jadi suatu saat air yang najis, bisa berubah menjadi suci jika bercampur dengan air suci yang banyak. Tidak mungkin air yang najis selamanya berada dalam keadaan najis tanpa perubahan. Tepatlah perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Siapa saja yang mau merenungkan dalil-dalil yang telah disepakati dan memahami rahasia hukum syariat, niscaya akan jelas baginya bahwa pendapat inilah yang lebih tepat. Sangat tidak mungkin ada air atau benda cair yang tidak mungkin mengalami perubahan menjadi suci (tetap najis). Ini sungguh bertentangan dengan dalil dan akal sehat. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin juga mengatakan, Begitu pula khomr apabila dia bercampur dengan zat lain yang halal dan tidak memberikan pengaruh apa-apa, maka campuran yang ada akan tetap halal. Di samping itu pula selain karena alasan istihlak sebagaimana dijelaskan di atas, obat yang mengandung alkohol diperbolehkan karena illah (sebab) seperti yang ada pada khomr tidak ada lagi, yaitu memabukkan. Padahal hukum berputar sesuai dengan ada tidaknya illah (sebab). Sebagian orang mungkin ada yang salah memahami hadits berikut.

Sesuatu yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum sedikitnya dinilai haram. Sehingga dari sini ada sebagian yang mengatakan bahwa dalam obat ini terdapat alkohol sekian persen, maka itu terlarang dikonsumsi. Kami katakan bahwa pernyataan seperti ini muncul, di antaranya karena kurang memahami hadits di atas. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan, Mereka menyangka bahwa makna hadits tersebut adalah jika sedikit khomr tercampur dengan minuman selain khomr, maka minuman tersebut menjadi haram. Ini bukanlah makna dari hadits di atas. Namun makna hadits yang sebenarnya adalah jika sesuatu diminum dalam jumlah banyak sudah memabukkan, maka kalau diminum dalam jumlah sedikit tetap dinilai haram. Sedangkan yang ada pada obat-obatan tidaklah demikian. Untuk Kehati-hatian Chilwan Pandji mengatakan, Konsumsi alkohol berlebih akan menimbulkan efek fisiologis bagi kesehatan tubuh, yaitu mematikan sel-sel baru yang terbentuk dalam tubuh. Selain itu juga efek sirosis dalam hati, di mana jika dalam tubuh manusia terdapat virus maka virus tersebut akan bereaksi dan menimbulkan penyakit hati (kuning). Chilwan Pandji menambahkan bahwa pada saat ini telah ditemukan berbagai macam obat alternatif yang memiliki fungsi sama dengan obat batuk yang mengandung alkohol tersebut. Oleh karena itu, dari sisi inilah obat yang mengandung alkohol bisa kita katakan sebaiknya dijauhi. Alasannya, karena jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek samping. Padahal Allah Taala berfirman, Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An Nisa: 29). Di antara maksud ayat ini adalah janganlah menjerumuskan diri dalam kebinasaan yaitu yang dapat mencelakakan diri sendiri. Di antara bentuknya adalah mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat membahayakan jiwa. Begitu pula sebagaimana dikatakan oleh Chilwan Pandji di awal, berdasarkan penelitian di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk tidak memiliki efektivitas terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga dapat dikatakan bahwa alkohol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan frekuensi batuk yang kita alami. Sebagaimana pula hasil rapat Komisi Fatwa MUI tahun 2001 menyimpulkan bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1% (satu persen). Sehingga untuk kehati-hatian, kami sarankan untuk meninggalkan obat beralkohol jika kandungan alkoholnya di atas 1%.

Você também pode gostar

  • Keluarga Binaan Kel 4 FIX Okeee
    Keluarga Binaan Kel 4 FIX Okeee
    Documento106 páginas
    Keluarga Binaan Kel 4 FIX Okeee
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Jaga
    Laporan Jaga
    Documento24 páginas
    Laporan Jaga
    AdroewPascaPerdana
    Ainda não há avaliações
  • Suturing Material
    Suturing Material
    Documento36 páginas
    Suturing Material
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Pasien Rawat Inap Bedah
    Pasien Rawat Inap Bedah
    Documento5 páginas
    Pasien Rawat Inap Bedah
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • LPM Bab Ii
    LPM Bab Ii
    Documento47 páginas
    LPM Bab Ii
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Ispa
    Ispa
    Documento14 páginas
    Ispa
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Status Gizi Anak
    Status Gizi Anak
    Documento7 páginas
    Status Gizi Anak
    Tsania Rebel
    Ainda não há avaliações
  • LPM Bab Ii
    LPM Bab Ii
    Documento47 páginas
    LPM Bab Ii
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Kejang PBL
    Kejang PBL
    Documento23 páginas
    Kejang PBL
    pujipoe85
    Ainda não há avaliações
  • Ispa
    Ispa
    Documento14 páginas
    Ispa
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Jaga Igd 30 Mei 2015
    Laporan Jaga Igd 30 Mei 2015
    Documento21 páginas
    Laporan Jaga Igd 30 Mei 2015
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Ke Sling
    Ke Sling
    Documento5 páginas
    Ke Sling
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Jaga Aldora Rizdi 4
    Laporan Jaga Aldora Rizdi 4
    Documento12 páginas
    Laporan Jaga Aldora Rizdi 4
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Gambaran Radiologi TB Paru
    Gambaran Radiologi TB Paru
    Documento43 páginas
    Gambaran Radiologi TB Paru
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Initial Assasment (Referat)
    Initial Assasment (Referat)
    Documento29 páginas
    Initial Assasment (Referat)
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Ispa
    Ispa
    Documento39 páginas
    Ispa
    Yesi Novia Ambarani
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Jaga 13 Juni Ar-Riz
    Laporan Jaga 13 Juni Ar-Riz
    Documento16 páginas
    Laporan Jaga 13 Juni Ar-Riz
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • JUXMRN Payment
    JUXMRN Payment
    Documento1 página
    JUXMRN Payment
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Fraktur Klavikula
    Fraktur Klavikula
    Documento22 páginas
    Fraktur Klavikula
    Randa Fermada
    Ainda não há avaliações
  • JUXMRN Payment
    JUXMRN Payment
    Documento1 página
    JUXMRN Payment
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Kumpulan Foto Radiologi
    Kumpulan Foto Radiologi
    Documento56 páginas
    Kumpulan Foto Radiologi
    Dhea Adhikarmika
    80% (5)
  • Fishbone LPM Kedkel
    Fishbone LPM Kedkel
    Documento2 páginas
    Fishbone LPM Kedkel
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Gang Ren
    Gang Ren
    Documento24 páginas
    Gang Ren
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Ispa
    Ispa
    Documento39 páginas
    Ispa
    Yesi Novia Ambarani
    Ainda não há avaliações
  • Initial Assessment
    Initial Assessment
    Documento8 páginas
    Initial Assessment
    fita_2504
    75% (4)
  • Case Report Fraktur Ramus Pubis
    Case Report Fraktur Ramus Pubis
    Documento55 páginas
    Case Report Fraktur Ramus Pubis
    Clever Imania
    Ainda não há avaliações
  • Fraktur Klavikula
    Fraktur Klavikula
    Documento22 páginas
    Fraktur Klavikula
    Randa Fermada
    Ainda não há avaliações
  • Emergensi Referat Dasar Rizdi
    Emergensi Referat Dasar Rizdi
    Documento36 páginas
    Emergensi Referat Dasar Rizdi
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Fix Referat Pleura
    Fix Referat Pleura
    Documento12 páginas
    Fix Referat Pleura
    Aldora Oktaviana
    Ainda não há avaliações
  • Diagnosis Epilepsi
    Diagnosis Epilepsi
    Documento12 páginas
    Diagnosis Epilepsi
    Fihmi Amy
    Ainda não há avaliações