Você está na página 1de 40

BABI KONSEP DASAR 1.

pendahuluan

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidakprogresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinanatau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasiatau kelainan-kelainan fungsi motorik. Pada tahun 1964World Commission on Cerebral Palsymengemukakan definisiCP sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerakdan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainanatau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya Sedangkan Gilroy dkk (1975), mendefinisikan CPsebagai suatu sindroma kelainan dalamcerebral controlterhadap fungsi motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau jaringan penghubungnya dalam susunan saraf pusat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis, dan ketelitiannya. Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan deficit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 %

mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah 70, 35 % disertai kejang, sedangkan

2.Definisi Serebral palsi ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan cerebelum juga kelainan mental. Cerebral Palsy adalah suatu situasi dengan suatu tanda tidak baik pada bagian otak yang berfungsi mengendalikan, menggerakkan, kelumpuhan, dan lain gangguan fungsi tangan. Serebral palsi adalah gangguan terhadap pengendalian fungsi motor disebabkan kerosakan pada otak yang sedang berkembang. Serebral palsi adalah kecacatan yang memberi kesan terhadap bentuk muka, pergerakan, kemahiran motor. Serebral Palsi juga boleh berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental, belajar,penglihatan, pendengaran dan komunikasi. 2. Ciri-Ciri Perkembangan motor kasar dan motor halus yang lambat Tindakan yang sepatutnya hilang masih kekal Berjalan dengan menjinjit atau kaki diseret Ketidaknormalan bentuk otot Lekukan pada spinal "jawbone" kepala kecil Penangkapan Sawan Percakapan komunikasi Kerencatan akal Masalah pembelajaran Masalah tingkah laku

4.Patologis Kelainan tergantung dari berat asfiksia yang terjadi pada otak. Pada keadaan yang berat tampak ensefalomasia multipel atau iskemia yang menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikluar substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan tersebut dapat fokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena.

5.Etiologi Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu: 1) Pranatal : a) Malformasi kongenital. b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya). c) Radiasi sinar X. d) Tok gravidarum. e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal). f) Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.

2) Natal : a) Anoksia/hipoksia. Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar. b) Perdarahan otak. Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.

c) Trauma lahir. d) Prematuritas. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. e) Ikterus Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. f) Meningitis purulenta Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.

3) Postnatal : a) Trauma kapitis. b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis. c) Kern icterus. Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedang1 faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).

6.Patofisiologi Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi

digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi).

7.Patogenesis Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke

24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.

Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum. Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.

Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi.

8.Faktor Resiko a. Prematuritas b. Ikterus pada masa neonatus c. Meningitis purulenta pada masa bayi

9.Manifestasi Klinis a. Spastisitas Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan;

tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Golongan spastitis ini meliputi / 3 penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:

1) Monoplegia/ Monoparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. 2) Hemiplegia/ Diparesis Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama. 3) Diplegia/ Diparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan. 4) Tetraplegia/ Tetraparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

b. Tonus otot yang berubah Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus. c. Koreo-atetosis Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. d. Ataksia

Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum. e. Gangguan pendengaran Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. f. Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. g. Gangguan mata Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. h. Paralisis Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.

Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran. i. Gerakan involunter Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. j. Kejang Dapat bersifat umum atau fokal. k. Gangguan perkembangan mental Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.

l. Problem emosional terutama pada saat remaja.

10.Klasifikasi Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini akan diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan fungsionil. Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral palsy adalah sebagai berikut: 1) Tipe spastis atau piramidal. Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah : a) Hipertoni (fenomena pisau lipat). b) Hiperrefleksi yang djsertai klonus. c) Kecenderungan timbul kontraktur. d) Refleks patologis.

Secara topografi, distribusi tipe ini adalah sebagai berikut: a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama. b) Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat. c) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat. d) Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak. e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.

2) Tipe ekstrapiramidal Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktunjarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris dan disantni. 3) Tipe campuran Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.

1) Ringan: Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus. 2) Sedang: Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik. 3) Berat: Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.

11.Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap. Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni. Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi. Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.

12.Penatalaksanaan a. Medik Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien. b. Fisioterapi Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup. c. Tindakan bedah Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan. d. Obat-obatan Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini. e. Tindakan keperawatan Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya. Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter. f. Occupational therapy

Ditujukan untuk

meningkatkan

kemampuan

untuk

menolong diri sendiri,

memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya. g. Speech therapy Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli. 13.Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan. 2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal. 3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak. 4. Foto rontgen kepala. 5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan. 6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental. 14.Komplikasi 1. Ataksi 2. Katarak 3. Hidrosepalus 4. Retardasi Mental IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan [menyangkut] IQ yang yang lebih rendah. 5. Strain/ ketegangan Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia 6. Pinggul Keseleo/ Kerusakan Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat. 7. Kehilangan sensibilitas Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas. 8. Hilang pendengaran Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.

9. Gangguan visual Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia. 10. Kesukaran btuk bicara Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia. 11. Lateralisasi Dominan pada anak [sebelum/di depan] [yang] normal nya dan yang di / terpengaruh oleh gejala hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara 12. Inkontinensia RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil. 13. penyimpangan Perilaku Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.

15.Prognosis Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia 20-25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30-35% dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran. Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti dikutip oleh Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian a. Kaji riwayat kehamilan ibu b. Kaji riwayat persalinan c. Identifikasi anak yang mempunyai resiko d. Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot. e. Monitor respon bermain anak f. Kaji fungsi intelektual g. Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan) h. Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas) i. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara. j. Badan gemetar k. Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.

l. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.

Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir. Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebat- Hipotonia, Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara /suara, visual dan mendengar. 2.Diagnosa Keperawatan a. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular. b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.

c. Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak. d. Ketidakteraturan perilaku anak. e. Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang. f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi. g. Gangguan persepsi sensori. h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot. i. Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara. j. Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular. k. Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar. l. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif. m. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi. n. Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik. o. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.

3.Perencanaan Keperawatan DP. 1 : Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular. Tujuan : Klien mudah untuk bernafas Pengeluaran udara paksa tidak terjadi. Penggunaan otot tambahan tidak terjadi. Tidak terjadi dispnea. Kapasitas vital normal. Respirasi rate normal. Anak tidak mengalami aspirasi. Intervensi : 1. Kaji pola pernafasan. 2. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi fowler/ kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat. 3. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka. 4. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak. 5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal yang tepat. 6. Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas. 7. Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen. 8. Lakukan suction segera bila ada sekret 9. Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum. DP. 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis. Tujuan : Terpenuhinya intake nutrisi. Terpenuhinya energi. Berat badan naik. Intervensi : 1. Monitor status nutrisi pasien.

2. Monitor pemasukan nutrisi dan kalori. 3. Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi. 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik. 5. Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien. 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan orang lain yang berwenang. DP. 3 : Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak. Tujuan : Menunjukan peningkatan kapasitas adaptif intracranial. Menunjukan status neurologist. Intervensi : 1. Pengelolaan edema serebral. 2. Peningkatan perfusi serebral. 3. Memantau tekanan intracranial. 4. Memantau neurologist DP. 4 : Ketidakteraturan perilaku anak. Tujuan : Menunjukan tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak. Menunjukan termoregulasi. Intervensi : 1. Manajemen lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak. 2. Perbaikan kualitas tidur. DP. 5 : Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang. Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury. Intervensi : 1. Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh. 2. Perhatikan anak-anak saat beraktifitas. 3. Beri istirahat bila anak lelah.

4. Gunakan alat pengaman bila diperlukan. 5. Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit 6. Lakukan suction. 7. Pemberian anti kejang bila terjadi kejang. DP. 6 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi. Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal. Intervensi : 1. Kaji respon dalam berkomunikasi. 2. Ajarkan dan kaji makna non verbal. 3. Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah. 4. Jelaskan kepada anak dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau memahami dengan tepat. 5. Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi. 6. Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi. 7. Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi. 8. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara. 9. Libatkan anak dengan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi. DP. 7 : Gangguan persepsi sensori. Tujuan : Anak akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan. Intervensi : 1. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak. 2. Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori, seperti deprivasi tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan, penanganan,

ketidakseimbangan elektrolit dan sebagainya. 3. Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin. 4. Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai. 5. Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan.

DP. 8 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.. Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak mengalami kontraktur. Intervensi : 1. Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek. 2. Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas. 3. Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot. 4. Lakukan terapi fisik. 5. Lakukan reposisi setiap 2 jam. 6. Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan aktivitas. 7. Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan. 8. Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain. 9. Ajarkan bagaimana cara menggapai benda. 10. Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh. 11. Ajarkan rom yang sesuai. 12. Berikan periode istirahat. DP. 9 : Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara. Tujuan : Anak tidak merasa rendah diri ketika berkomunikasi. Intervensi : 1. Ajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang pendek. 2. Ajarkan pendidikan kesehatan pada keluarga dan orang-orang disekitar. 3. Kolaborasi dengan tenaga ahli fisioterapi. DP. 10 : Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular. Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal. Intervensi : 1. Kaji tingkat tumbuh kembang. 2. Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah. 3. Berikan aktivitas yang sesuai, menarik diri dan dapat dilakukan oleh anak.

DP. 11 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar. Tujuan : Anak akan menunjukkan tingkat kemampuan belajar yang sesuai. Intervensi : 1. Kaji tingkat pemahaman anak. 2. Ajarkan dalam memahami percakapan dengan verbal atau non verbal. 3. Ajarkan menulis dengan menggunakan papan tulis atau alat lain yang dapat digunakan sesuai kemampuan orangtua dan anak. 4. Ajarkan membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya. DP. 12 : Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif. Tujuan : Orangtua / keluarga menunjukkan pemahaman terhadap kebutuhan perawatan anak yang ditandai dengan ikut berperan aktif dalam perawatan anak. Intervensi : 1. Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 2. Bantu dalam pemenuhan kebutuhan; makan-minum, eliminasi, kebersihan perseorangan, mengenakan pakaian, aktivitas bermain. 3. Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam pemenuhan kebutuhan seharihari. DP. 13 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi. Tujuan : Pengetahuan tercapai. Intervensi : 1. Kaji tingkat pengetahuan orangtua. 2. Ajarkan orangtua untuk mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak. 3. Ajarkan tentang kondisi yang dialami anak dan terkait dengan latihan terapi fisik dan kebutuhan. DP. 14 : Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik. Tujuan : Orang tua berperan aktif dalam perawatan anak. Intervensi : 1. Ajarkan orangtua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak.

2. Tekankan bahwa orangtua dan keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu pemenuhan kebutuhan. 3. Jelaskan pentingnya pemenuhan kebutuhan bermain dan sosialisasi pada orang lain. DP. 15 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong. Tujuan : Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh. Intervensi : 1. Kaji area yang terpasang alat penyokong. 2. Gunakan lotion kulit untuk mencegah kulit kering. 3. Lakukan pemijatan pada area yang tertekan. 4. Berikan posisi yang nyaman dan berikan support dengan bantal. 5. Pastikan bahwa alat penyokong atau balutan tepat dan terfiksasi.

DAFTAR PUSTAKA Buku: Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Assuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC Internet: Adnyana, I Made Oka. 2007. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Available from: http://www.cerminduniakedokteran.com. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009. Anggra. 2009. Cerebral palsi. Available from: http://sugengrawuh.blogspot.com. Diunduh pada 20 Juli 2009 Nn. 2006. Terapi bermain anak pada cerebral palsy. Available from: http://www.medicastore.com. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009. Nn. 2007. Asuhan Keperawatan Cerebral Palsi. Available from: http://www.wikipedia.com. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009. Pamungkas, Brantas. 2008. Askep serebral palsi. Available from:

http://brantaspamungkas.wordpress.com. Diunduh pada 20 Juli 2009 Way. 2008. Serebral Palsi (cerebral Palsy) (CP). Available from: http://Way_Learning.blogspot.com. Diunduh pada 20 Juli 2009

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Istilah Cerebral Palsy (CP),Cerebral :yang berhubungan dengan otak; Palsy : ketidaksempurnaan fungsi otot. Nama lain ialah : Littles disease, oleh karena dokter John Little adalah orang yang pertama pada pertengahan abad ke 19 menguraikan gambaran klinik CP. Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah Infantil Cerebral Paralysis. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy. Nama lainnya adalah Static encephalopathies of childhood. Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi akan mengakibatkan penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak dapat mencegah peningkatan jumlah anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayi berhasil diselamatkan dari keadaan gawat, akan tetapi biasanya meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak yang gejala-gejalanya dapat terlihat segera ataupun di kemudian hari. Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah : Mengetahui cerebral palsy. Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap penderita cerebral palsy. Memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.

1.2. a. b. c. d. 1.3. a.

Manfaat Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang permasalahan yang timbul pada kasus Cerebral Palsy. b. Memperoleh pemahaman konsep yang benar tentang Cerebral Palsy sehingga nantinya dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien.

c.

Asuhan keperawatan yang kita berikan akan lebih bermutu bila ada keseimbangan antara pengetahuan teori dan kecakapan praktis.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Cerebral Palsy ialah suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal. Gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental. Cerebral Palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh abnormalitas sistem motor piramida (motor kortek, basal ganglia dan otak kecil) yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal. Cerebral Palsy ialah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Cerebral Palsy adalah suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. 2.2 Etiologi Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.Sedangkan faktor pascanatal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau sampai 5 tahun kehidupan atau sampai 16 tahun. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. 1. Pranatal Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh : a. Infeksi intrauterin : TORCH, sifilis, toksoplasmosis, rubella dan penyakit infeksi sitomegalik b. Radiasi sinar X c. Asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain-lain) d. Toksemia gravidarum e. Gangguan pertumbuhan otak 2. Perinatal a) Anoksia/ hipoksia Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak.Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia.Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnoemal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar. b) Perdarahan otak Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah

sehingga terjadi anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus.Perdarahan di ruangsubdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis. c) Prematuritas Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. d) Ikterus Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. e) Meningitis purulenta Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral. 3. Pascanatal Setiap kerusakan pada jaringan otak yang menggangu perkembangan dapat menyebabkan cerebral palsy : a. Trauma kepala, trauma kapitis,lesi oleh trauma seperti fraktur tengkorak, gangguan sirkulasi darah seperti emboli/ trombosis otak b. Penyakit infeksi : Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan c. Hiperbilirubinemia/ kernikterus d. Racun : logam berat e. Luka Parut pada otak pasca bedah FAKTOR RESIKO Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara lain adalah : Letak sungsang Proses persalinan sulit. Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permaanen. Apgar score rendah. Apgar score yang rendah hingga 10 20 menit setelah kelahiran. BBLR dan prematuritas. Kehamilan ganda. Malformasi SSP. Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan. Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang. Kejang pada bayi baru lahir.

1. 2.

3. 4. 5. 6.

7.

8. 9.

2.3 Gejala Klinis

Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.Gejalanya bervariasi, mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat, yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda. Gejala klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum. Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu : spastisitas, atetosis dan ataksia. a) Spastisitas Spastisitas terjadi terutama bila sistem piramidal yang mengalami kerusakan, meliputi 50--65% kasus CP. Spastisitas ditandai dengan hipertoni, hiperrefleksi, klonus, refleks patologik positif. Kelumpuhan yang terjadi mungkin monoplegi, diplegi/hemiplegi, triplegi atau tetraplegi. Kelumpuhan tidak hanya mengenai lengan dan tungkai, tetapi juga otot-otot leher yang berfungsi menegakkan kepala. b) Atetosis Atetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang timbul spontan dari lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan memutar mengelilingi sumbu "kranio-kaudal", gerakan bertambah bila dalam keadaan emosi. Kerusakan terletak pada ganglia basalis dan disebabkan oleh asfiksi berat atau jaundice. c) Ataksia Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi/anak dengan ataksia menunjukkan gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan dan adanya nistagmus. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum. d) Rigiditas Merupakan bentuk campuran akibat kerusakan otak yang difus. Di samping gejala-gejala motorik, juga dapat disertai gejala-gejala bukan motorik, misalnya gangguan perkembangan mental, retardasi pertumbuhan, kejang-kejang, gangguan sensibilitas, pendengaran, bicara dan gangguan mata. - Gangguan Pendengaran Terdapat pada 5 10 % anak dengan Cerebral Palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. - GangguanBicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. - GangguanMata Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita Cerebral Palsy menderita kelainan mata. Berdasarkan gejala klinis maka pembagian Cerebral Palsy adalah sebagai berikut: 1. Tipe spastis atau piramidal (50% dari semua kasus CP, otot-otot menjadi kaku dan lemah)

Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah : peninggian tonus otot/ Hipertoni (fenomena pisau lipat), Hiperfleksi yang disertai klonus, reflek Babinski yang positif. Kecenderungan timbul kontraktur dan refleks patologis. Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut : a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama. b) Spastik diplegia,mengenai keempat anggota gerak,anggota gerak atas sedikit lebih berat. c) Kuadriplegi,mengenai keempat anggota gerak,anggota gerak atas sedikit lebih berat. d) Monopologi, bila hanya satu anggota gerak. e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah,biasanya merupakn varian dan kuadriplegi. 2. Tipe ekstrapiramidal Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia.Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental.Disamping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus.Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris. 3. Tipe campuran Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea.

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional. lalah berdasarkan beratnya keterlibatan neuromotorik yang membatasi kemampuan penderita untuk menjalankan aktifitas untuk keperluan hidup (activities of daily living) : 1) Ringan Penderita masih bisa melakukan pekerjaan/ aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus. Penderita tidak memerlukan perawatan oleh karena ia tidak mempunyai problem bicara dan dapat bergerak tanpa memakai alat-alat penolong. 2) Sedang Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak dan berbicara. Penderita memerlukan perawatan oleh karena ia tidak cakap untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara. Ia memerlukan brace dan alat-alat penolong diri. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarsakat dengan baik. 3) Berat Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Penderita memerlukan perawatan. Derajat keterlibatan demikian hebat, sehingga prognosis untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara adalah jelek. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosialemosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya. Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP : - Kecerdasan dibawah normal

Keterbelakangan mental Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik) Gangguan menghisap atau makan Pernafasan yang tidak teratur Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk , berguling ,merangkak , berjalan)\ - Gangguan berbicara (disatria), Gangguan penglihatan, Gangguan pendengaran - Kontraktur persendian, Gerakan menjadi terbatas 2.4 Patofisiologi ( terlampir) Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Prognosis paling baik pada derajat fungsional yang ringan.Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran. Prognosis pasien dengan manifestasi motor yang ringan baik. Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis. 2.1 Pemeriksaan Penunjang 1. Anamnesis perlu diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat dikaitkan dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan, umpamanya kapan mulai mengangkat kepala, membalik badan, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan. 2. Pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas lengan/tungkai, gerakan involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan tonic neckreflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur dan tungkai yang menyilang menyerupai gunting. Observasi adanya manifestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan dengan pencapaian perkembangan : Perlambatan perkembangan motorik kasar Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik, meningkat sejalan dengan pertumbuhan. Tampilan motorik abnormal Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkak asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makaan, sariawan lidah menetap. Perubahan tonus otot

Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal). Posture abnormal Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup, menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi pada posisi telentang, postur tidur dan istirahat infantile menetap, lengan abduksi pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal. Abnormalitas refleks Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat. Kelainan penyerta (bias ada, bisa juga tidak). Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga individu). Kerusakan perilaku dan hubungan interpersonal 3. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis Cerebral Palsy ditegakkan. 4. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada Cerebral Palsy, CSS normal. 5. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak. 6. Foto rontgen kepala dan CT Scan. Untuk diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil. 7. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan. 8. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental. 2.2 Penatalaksanaan/ Terapi Untuk memperoleh hasil yang maksimal perlu kerja sama yang baik, penderita CP perlu ditangani oleh suatu Team yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf/ neurolog, ahli jiwa/ psikiater/ psikolog, ahli bedah tulang/ ortopedi, ahli fisioterapi, occupational therapist, guru sekolah luar biasa, orang tua penderita dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak, pekerja sosial dan lain-lain. a. Medik Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik.

b. Fisioterapi Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. c. Tindakan bedah

d.

e.

f.

g. -

Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan. Operasi bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang. Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur persendian yang semakin memburuk akibat kekakuan otot, pembedahan juga perlu dilakukan untuk memasang selang makanan dan untuk mengendalikan refluks gastroesofageal. Obat-obatan Pasien serebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang. Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang menunjukkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5-10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari. Reedukasi dan rehabilitasi. Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupationaltherapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya. Psiko terapi untuk anak dan keluarganya. Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya. Tindakan keperawatan Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya. Jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.

Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepada orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal. h. Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa berupa : Terapi fisik, Loraces (penyangga), Kaca mata, Alat bantu dengar, Pendidikan dan sekolah khusus, Obat anti kejang, Obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan diazepam, Terapi okupasional, Bedah ortopedik / bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi, Terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi masalah makan.

2.3 1. -

Pengkajian Keperawatan Biodata Laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Sering terjadi pada anak pertama Kesulitan pada waktu melahirkan.

2. 3.

4. 5. 6.

Kejadian lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar. Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Identifikasi anak yang mempunyai resiko (Angka kejadian sekitar 1-5 per 1000 anak). Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal serta keadaan sekitar kelahiran yang mempredisposisikan anoksia janin. Kaji riwayat kehamilan ibu Kaji riwayat persalinan Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot. Monitor respon bermain anak Kaji fungsi intelektual Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan), Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas) 7. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara 8. Badan gemetar, Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulis atau menekan tombol 9. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis. 10. Pemeriksaan Fisik

skuluskeletal:spastisitas, ataksia eurosensory :gangguan menangkap suara tinggi, gangguan bicara, anak berliur, bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya, strabismus konvergen dan kelainan refraksi iminasi : konstipasi utrisi :intake yang kurang 11. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang Pemeriksaan pendengaran (untuk menetukan status pendengaran) Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan) Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel. EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum Analisa kromosom Biopsi otot Penilaian psikologik

2.4 Diagnosa Keperawatan a. Pola nafas tidak efektif b/d ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d factor biologis, disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas c. Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif d. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas. e. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi f. Resiko cidera b/d gangguan fungsi motorik, ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas. g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d imobilitas. 2.5 Rencana Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas Tujuan: - Respirasi rate normal - Klien mudah untuk bernafas - Pengeluaran udara paksa tidak terjadi - Penggunaan otot tambahan tidak terjadi - Tidak terjadi dispnea - Kapasitas vital normal Intervensi: 1. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi powler/kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat 2. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka. 3. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak. 5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal yang tepat. 6. Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas. 7. Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor biologis, disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, klien diharapkan nutrisi menjadi adekuat, Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya, Anak mengkonsumsi jumlah yang cukup Kriteria hasil : adanya kemajuan peningkatan berat badan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi Intervensi : 1. Monitor status nutrisi pasien, pantau berat badan dan pertumbuhan R/ intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun 2. Monitor pemasukan nutrisi dan kalori serta pengeluaran 3. Catat adanya anoreksia , muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi 4. Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen yang lain R/ memaksimalkan kualitas asupan makanan 5. Ajarkan pola makan yang teratur

R/ Memberikan intake yang adekuat dan menghindari terjadinya komplikasi / memperberat penyakit lebih lanjut 6. Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan menegakkan leher R/ posisi ideal saat makan sehingga menurunkan resiko tersedak 7. Pertahankan kebersihan mulut anak, Beri makanan yang disukai anak R/ Meningkat kerja sistem endorphin sehingga meningkatkan kemauan untuk makan 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik R/ Meningkatkan gizi anak 3. Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, tidak terjadi gangguan aktivitas lagi. Kriteria hasil :aktivitas berjalan normal dan tidak ada keluhan terhadap gerakan yang dilakukan Intervensi : 1. Berikan aktifitas ringan yang dapat dikerjakan anak 2. Libatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktifitas yang diinginkan R/ Anak dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki anaknya walaupun terbatas 3. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi R/ Membantu pemenuhan kebutuhan 4. Anjurkan keluarga turut membantu program latihan di rumah 4. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas. Tujuan : Klien melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan. Intervensi : 1. Beri tahu ahli terapi wicara dengan lebih dini R/ sebelum anak mempelajari kebiasaan komunikasi yang buruk. 2. Bicara pada anak dengan perlahan R/ memberikan waktu pada anak untuk memahami pembicaraan 3. Gunakan artikel dan gambar R/ menguatkan bicara adaan mendorong pemahaman 4. Gunakan teknik makan R/ membantu memudahkan bicara seperti menggunakan bibir, gigi dan berbagai gerakan lidah. 5. Ajari dan gunakan metode komunikasi non-verbal (mis.,bahasa isyarat) untuk anak dengan disartria berat. 6. Bantu keluarga mendapatkan alat elektronik untuk memudahkan komunikasi non-verbal (mis., mesin tik, microkomputer dengan pengolah suara).

5. Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan pengetahuan akan perawatan dan terapi meningkat. riteria hasil : - menyatakan pemahaman terhadap perawatan dirumah dan kebutuhan terapi - melakukan perilaku / perubahan pola hidup untuk memperbaiki status kesehatan - kebutuhan terapi dapat dipenuhi Intervensi : 1. Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana R/ Menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima / memproses dan mengingat / menyimpan informasi yang diberikan

2. Diskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama R/ Proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa minggu / bulan dan informasi yang tepat mengenai harapan dapat menolong pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya dan juga menerima perasaa tidak nyaman yang lama 3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein / karbohidrat yang dapat diberikan / dimakan dalam jumlah kecil tetapi sering R/ Meningkatkan proses penyembuhan, makan-makanan jumlah kecil tetapi sering akan memerlukan kalori yang sedikit pada proses metabolisme, menurunkan iritasi lambung dan mungkin juga meningkatkan pemasukan secara total 6. Resiko cidera b/d gangguan fungsi motorik, ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas. Tujuan : setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan berkurangnya resiko cidera. Klien tidak mengalami cedera fisik. Kriteria hasil : - menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera - menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera. Intervensi : 1. Ajarkan gerakan Px dalam melaksanakan ADL R/ Mengurangi terjadinya cidera yang dapat memperparah kondisi Px 2. Bantu Px untuk memenuhi kebutuhannya R/ Anak mempunyai banyak kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan 3. Perhatikan posisi penderita pada waktu istirahat / tidur R/ Untuk mencegah kontraktor 4. Berikan lingkungan fisik yang aman : Beri bantalan pada perabot. R/ untuk perlindungan. 5. Pasang pagar tempat tidur. R/ untuk mencegah jatuh. 6. Kuatkan perabot yang tidak licin. R/ untuk mencegah jatuh. 7. Hindari lantai yang disemir dan permadani yang berantakan. R/ untuk mencegah jatuh. 8. Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik. R/ untuk mencegah cedera. 9. Dorong istirahat yang cukup. R/ karena keletihan dapat meningkatkan resiko cedera. 10. Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan. 11. Lakukan teknik yang benar untuk menggerakkan, memindahkan daan memanipulasi bagian tubuh yang paralisis. 12. Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera termal. R/ terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit. 13. Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong untuk menggunakannya. R/ mencegah cedera kepala. 14. Berikan obat anti epilepsi sesuai ketentuan. R/ mencegah kejang

7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d imobilitas Tujuan : Klien mempertahankan integritas kulit. Intervensi : 1. Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap area tertekan, kemerahan dan pucat. R/ pengkajian yang tepat dan lebih dini akan cepat pula penanganan terbaik pada masalah yang terjadi pada klien 2. Tempatkan anak pada permukaan yang mengurangi tekanan R/ mencegaah kerusakan jaringan dan nekrosis karena tekanan 3. Ubah posisi dengan sering, kecuali jika dikontraindikasikan R/ mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi 4. Lindungi titik-titik tekanan (misalnya : trikanter, sakrum, pergelangaan kaki,bahu dan oksiput) 5. Pertahankan kebersihan kulit dan kulit dalam keadaan kering 6. Berikan cairan yang adekuat untuk hidrasi 7. Berikan masukan makanan dengan jumlah protein dan karbohidrat yang adekuat. 2.6 Evaluasi a. Menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera, anak bebas dari cedera b. Klien mendapat masukan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi c. Aktifitas berjalan dengan normal d. Adanya kemajuan peningkatan berat badan e. Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan kering f. Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan pada pemberi perawatan. g. Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Cerebral Palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak yang bersifat permanen dan tidak progresif. Perubahan neuropatologik pada CP berlokasi pada korteks motorik, ganglia basalis dan serebelum. Manifestasi klinik bergantung pada lokalisasi dan luasnya kerusakan jaringan otak. Cerebral palsy bisa disebabkan oleh 3 bagian : Pranatal, Perinatal dan Postnatal Berdasarkan tanda dan gejala, Cerebral palsy diklasifikasikan dalam dua kelompok : berdasarkan tipe dan berdasarkan derajat kemampuan fungsional. Dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu spastisitas, atetosis dan ataksia. Diagnosis ditegakkan atas adanya riwayat yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kerusakan jaringan otak dan kelainan fisik/neurologik yang sesuai. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang. Untuk pengobatan pada anak dengan Cerebral palsy dapat dilakukan melalui banyak terapi, tergantung gejalanya. Penanganan meliputi : reedukasi/rehabilitasi, psiko terapi, tindakan operasi dan pemberian obat-obatan, yang melibatkan suatu team yang terdiri dari berbagi disiplin keahlian. Prognosis bergantung pada : berat ringannya CP, gejala-gejala penyerta, cepatnya dimulai dan intensipnya penanganan, sikap dan kerjasama penderita/keluarga serta masyarakat. 3.2 Saran Perawatan dari anak-anak ini memerlukan ketrampilan dan, jika mereka dirawat dirumah, maka harus ada pelayanan pendukung yang efektif. Tindakan perawatan spesifik bertujuan : Pencegahan dekubitus Mempertahankan saluran pernafasan yang bersih Menemukan cara terbaik untuk memberikan makanan pada anak dan menjamin asupan makanan yang adekuat Menentukan suatu sistem komunikasi sehingga anak dapat mengutarakan, kebutuhan, keinginan dan kerinduannya, dan Mendorong agar anak menggunakan kemampuannya dan membantu anak mengembangkan kemampuannya secara penuh.
Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky ( 1994 ) pada penelitiannya di RSUD sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5% anak pertama, ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan cukup bulan. \

DAFTAR PUSTAKA Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Info medika. Schwartz, M. William , 2004 , Pedoman Klinis Pedriati , Jakarta : EGC

setiap orangtua tentu menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang layak. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, tak jarang di antara mereka yang kecewa bahkan tidak ingin menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus. Sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus, karena anak-anak yang dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan anak-anak pada umumnya, punya kelebihan dan kekurangan. Tetapi karena pemahaman sebagian masyarakat yang kurang, maka masyarakatlah yang memberi label cacat itu. Untuk itu perlu dipahami sebuah pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka yang mempunyai keterbatasan ada dalam lingkungan mereka, sama-sama mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal pada umumnya. Jika kita melihat anak-anak yang mengalami kecacatan mental, mungkin kita beranggapan bahwa mereka mengalami jenis kecacatan mental yang sama. Namun kita harus mengetahui kecacatan mental yang dialami anak-anak tersebut berbeda penyebabnya yang dalam hal ini adalah cerebral palsy. Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi akan mengakibatkan penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak dapat mencegah peningkatan jumlah anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayi berhasil diselamatkan dari keadaan gawat, akan tetapi biasanya meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak yang gejala-gejalanya dapat terlihat segera ataupun di kemudian hari.

Você também pode gostar