Você está na página 1de 9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Sindrom metabolik adalah kumpulan dari berbagai faktor risiko yang termasuk obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa yang ditandai dengan kenaikan risiko diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler. Sindrom ini pada awalnya diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama sindrom X atau sindrom resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, intoleransi glukosadan dislipidemia. Pada tahun 1999, WHO mengubahnya menjadi sindrom metabolik dengan kumpulan faktor risiko yang terdiri dari hiperinsulinemia, dislipidemi, obesitas sentral dan mikroalbuminuria dengan resistensi insulin sebagi titik sentral dari komponen faktor resiko. Selanjutnya NCEP ATP III melakukan modifikasi dengan kumpulan faktor resiko yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa, dimana semua komponen dari faktor resiko saling berhubungan satu sama lain. Jaringan adiposa dahulu hanya diketahui berfungsi sebagai tempat penyimpanan kelebihan lemak, tetapi sekarang diketahui bahwa selain berfungsi sebagai penyimpan lemak, jaringan ini juga mampu mensintesis ratusan protein. Adiponektin merupakan protein yang berasal dari jaringan adiposa dan memiliki fungsi yang penting. Adiponektin akhir-akhir ini banyak menarik perhatian. Konsentrasi adiponektin menurun pada obesitas serta berhubungan erat dengan resistensi insulin. Selain pengaruhnya terhadap metabolisme gula, adiponektin dapat juga mengatur kadar lemak dalam tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada hubungan yang berbanding terbalik antara adiponektin dengan konsentrasi trigliserida (TG) dengan small dense LDL (sdLDL) serta hubungan yang berbanding lurus dengan kolesterol HDL (HDL C).

Kadar adipolektin yang lebih tinggi dinilai baik karena dapat mencegah terjadinya gangguan lemak / dislipedimia sehingga menurunkan resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK). Adiponektin merupakan indikator yang baik untuk memperkirakan terjadinya komplikasi dari sindrom metabolik. Sehingga bersarakan urain tersebut dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan antara adiponektin terhadap sindrom metabolik.

1.2 Rumusan masalah a) b) c) d) Apa yang dimaksud dengan sindrom metabolik ? Apa saja kriteria-kriteria dan faktor resiko dari sendrom metabolik ? Apa yang dimaksud dengan adiponektin ? Apa hubungan adiponektin dengan sindrom metabolik ?

BAB II ISI

A. Sindrom Metabolik Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risiko yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia (meningkatnya trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL), hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah puasa. Disfungsi metabolik ini dapat menimbulkan konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non-alkoholik. Etiologi dari sindrom metabolik bersifat multifaktor. Penyebab primer yang menyebabkan gangguan metabolik yang ditemukan pada sindrom metabolik adalah resistensi insulin yang berhubungan dengan obesitas sentral yang ditandai dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang (waist to hip ratio). Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukana theroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari adalah terjadinya obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia.

B. Kriteria-kriteria dan faktor resiko dari Sindrom metabolik. Sindrom Metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya kriteria berikut: 1) Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm); 2) Peningkatan kadar trigliserida darah ( 150 mg/dL, atau 1,69 mmol/ L);

3) Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L); 4) Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik 130 mmHg, tekanan darah diastolik 85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi); 5) Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa 110 mg/dL, atau 6,10 mmol/ L atau sedang memakai obat anti diabetes).

Adapun faktor resiko terjadinya sindrom metanolik antara lain: 1) Genetik Banyak penelitian menyebutkan bahwa orang dengan sindrom metabolik memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi dan diabetes mellitus 2) Obesitas sentral Faktor risiko utama dalam perkembangan sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Obesitas sentral ini merupakan faktor risiko utama penyebab resistensi insulin sebagai penyebab dari berbagai gangguan yang dapat berkembang dari sindrom metabolik. 3) Kurangnya aktifitas fisik Kurangnya aktifitas fisik dapat menyebabkan obesitas karena terjadi ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi. 4) Usia Pada sebuah studi di Amerika serikat, terjadi peningkatan jumlah orang dengan sindrom metabolik seiring dengan peningkatan usia. Ditemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar 6.7% pada usia 20-29 tahun dan 43.5% pada usia 60-69 tahun.

C. Adiponektin Adinopektin adalah protein sekretorik mirip kolagen yang dihasilkan oleh sel lemak. Kadar adinopektin dalam serum berbanding terbalik dengan berat badan. adinopektin juga memiliki peran dalam meningkatkan sensitifitas insulin, anti-inflamasi dan anti-aterogenik.

Bedasarkan gambar diatas adipose tissue menghasilkan adinopektin yang dapat meningkatkan sensitivitas dari insulin, dapat menurunkan FFA influx, menurunkan gukosa dan menurunkan vascular inflamasi. Perkembangan epidemi obesitas telah mendorong berbagai penelitian mengenai peran jaringan lemak sebagai organ endokrin yang mampu mensekresi berbagai faktor yang disebut sebagai adipokin. Adipokin ini menjadi perantara berbagai komplikasi vaskuler dan metabolik dari lemak. Produk-produk ini, antara lain asam lemak bebas, TNF-, interleukin, resistin, dan leptin mereduksi sensitivitas insulin. Ekspresi gen (apM1) adiponektin di jaringan lemak secara berlawanan menurun, meskipun terjadi penambahan massa jaringan lemak pada obesitas. Ketidaksesuaian ini, paling tidak sebagian, dijelaskan oleh antagonisme peran antara TNF- terhadap adiponektin dan sebaliknya. TNF- yang mengalami ekspresi berlebihan dalam jaringan lemak pada subjek dengan obesitas, menghalangi kerja insulin dalam menghambat substrat reseptor insulin-1 dan menghambat kerja dari tyrosin kinase. Adiponektin mempunyai gen mapping di kromosom 3q27. Beberapa analisa dari SNPs (single nucleotide

polymorphism) dan mutasi missense mendapatkan bahwa gen adiponektin berhubungan dengan sindrom metabolik. Pada gen ini sering terjadi mutasi missense terutama pada posisi 164 pada domain isoleusin yang digantikan oleh trionin [Ile164 Thr (I164T)] yang sering terjadi pada diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung koroner. Adiponektin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor lingkungan (kelebihan nutrisi dan kurangnya aktivitas fisik yang adekuat) dan faktor genetik (SNPs [I164T]). Adiponektin meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara menghambat sinyal TNF-. Perkembangan resistensi insulin pada sindrom metabolik disebabkan oleh banyaknya asam lemak bebas yang beredar di plasma pada orang dengan obesitas sentral.

Gambar 2. Patofisiologi gangguan pada sindrom metabolik Berdasarkan gambar diatas, adanya resistensi insulin ini akan semakin meningkatkan pemecahan asam lemak bebas (lipolisis) di jaringan adiposa yang menyebabkan terjadinya beberapa gangguan pada sistem organ antara lain: jaringan otot terjadi penurunan ambilan glukosa (Glucose uptake), hati terjadi peningkatan pemecahan glukosa di hati (glukoneogenesis) serta pankreas terjadi peningkatan sekresi insulin oleh sel pancreas dan pada pembuluh darah terjadinya vasokonstriksi dan penurunan relaksasi pembuluh darah akibat

penurunan Nitrit oxide.Resistensi insulin dapat menyebabkan dislipidemia melalui peningkatan asam lemak bebas yang dapat meningkatkan sintesis dan sekresi apoB100 sebagai kofaktor dari trigliserid dan VLDL. Pada hipertrigliseridemia terjadi penurunan isiester kolesterol dari inti lipoprotein menyebabkan penurunan isi kolesterol HDLdengan peningkatan beragam trigliserida menjadikan partikel kecil dan padat. Hal ini menyebabkan peningkatan bersihan HDL di sirkulasi.

Hubungan antara adiponektin terhadap sidrom metabolik dimana terjadinya penurunanan kadar adiponektin yang akan menyebabkan penurunan daya proteksi hati terhadap lemak sehingga terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin ini merupakan titik sentral dari komponen faktor resiko (sindrom metabolik).

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 1. Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risiko yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia (meningkatnya trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL), hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah puasa. 2. Kriteria sindrom metabolic adalah obesitas abdominal, peningkatan kadar trigliserida darah, Penurunan kadar kolesterol, Peningkatan tekanan darah, dan peningkatan glukosa darah puasa. Sedangan faktor resikonya genetik , obesitas sentral, kurangnya aktifitas fisik dan usia. 3. Adinopektin adalah protein sekretorik mirip kolagen yang dihasilkan oleh sel lemak dan juga memiliki peran dalam meningkatkan sensitifitas insulin, antiinflamasi dan anti-aterogenik. 4. Penyebab primer yang menyebabkan gangguan metabolik yang ditemukan pada sindrom metabolik adalah resistensi insulin dan Adiponektin meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara menghambat sinyal TNF-.

3.2 Saran Diharapkan dalam diagnosis penyakit sidrom metabolik perlu diilakukan pengukuran adiponektin sebagai penunjang hasil diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

Amy Z. Fan. . 2007.2006. 2009. Etiology of the Metabolic Syndrome. Current Cardiology Review pg. 232-2394 Division of Health and Nutrition Examination Surveys2. Bethene, Ervin. 2003. Prevalence of Metabolic Syndrome Among Adults 20Years of Age and Over, by Sex, Age, Race and Ethnicity, and Body Mass Index: United States, Sugondo, Sidartawan. 2006. Sindrom Metabolik dalam Buku Ajar Penyakit Dalam.: pg 1871-18723. Romadhona, Suci. 2009. Hubungan Kadar Adiponektin dengan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkohol pada Remaja Obesitas. Universitas Diponegoro: Semarang

Você também pode gostar