Você está na página 1de 18

UVEITIS ANTERIOR

PENDAHULUAN Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea akibat infeksi, trauma atau proses autoimun. Meskipun demikian, sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraocular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada di dekatnya baik karena infeksi, trauma, neoplasma atau autoimun. Sekitar 75% peradangan intraokular yang paling sering terjadi adalah uveitis anterior, dengan jumlah kasus sekitar 12 kasus per 100.000 populasi setiap tahunnya, sangat berbeda dengan uveitis posterior yang hanya berjumlah sekitar 3 kasus setiap tahunnya. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Gejala yang ditemukan pada pasien dengan uveitis adalah mata merah, sakit, fotofobia, lakrimasi dan terdapatnya penurunan tajam penglihatan. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit sistemik sehingga menegakkan diagnosis uveitis memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik yang teliti. Uveitis merupakan suatu penyakit yang mudah kambuh, bersifat merusak, menyerang pada usia produktif dan kebanyakkannya berakhir dengan kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat. Prognosis pasien uveitis adalah baik bila pengobatan dilakukan secara tepat dan benar.1

ANATOMI DAN FISIOLOGI UVEA Uvea, berasal dari bahasa Latin uva yang berarti anggur dan terdiri atas beberapa kompartmen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi mata, yaitu iris, badan siliar dan koroid yang secara anatomis tidak terpisah.Uvea merupakan dinding kedua dari bola mata yang terletak di tengah dan merupakan lapisan vaskuler di dalam bola mata yang terletak antara korneosklera dan neuroepitelium. Uvea merupakan lembaran yang tersusun oleh pembuluh-pembuluh darah, serabut daraf, jaringan ikat, otot dan pupil yang merupakan bagian iris yang berlubang. 2,3 Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis. Pendarahan uvea bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat dua pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Uvea posterior mendapat pendarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik. 2,3,4

IRIS Iris merupakan kelanjutan dari badan silier yang berarti pelangi karena warna iris berbeda sesuai etnik dan ras manusia. Iris berpangkal pada badan siliar yang merupakan pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang, yang masing-masing berisi humor aqueus. Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris merupakan membran yang berwarna, berupa suatu permukaan pipih, berbentuk sirkular yang ditengahnya terdapat lubang yang dinamakan pupil.2,3,4 Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior. Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus pupil (dilator pupil). Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. 2,4

Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Pasok darah ke iris adalah dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tak berlobang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Iris dipersarafi nervus nasosiliar cabang dari saraf kranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis. 2,4

BADAN SILIER Badan silier merupakan bagian uvea yang terletak di antara iris dan koroid. Badan silier mengandung banyak pembuluh darah dan vena. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid. Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung posterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plikata, dan zona posterior yang datar, pars plana. Processus siliaris berasal dari pars plikata. Ada dua lapisan epitel siliaris satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluaan neuroretina ke anterior; dan lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi korpus siliare berasal dari lingkar utama iris. Saraf sensorik iris adalah melalui saraf-saraf siliaris.2,4 Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi dibelakang limbus. Badan siliar terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Otot-otot siliar (seratserat sirkuler) berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini berkontraksi ia menarik prosesus siliar dan koroid ke depan dan ke dalam, mengendorkan zonula Zinn sehingga mengubah tegangan pada kapsul lensa dan lensa menjadi lebih cembung, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Fungsi prosesus siliar adalah memproduksi aqueous humor. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraocular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian melewait trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung. Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus, yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik peradangan intraokular.2,4

KOROID Koroid merupakan bagian uvea yang paling luas yang berupa membran berwarna coklat tua dan terletak antara retina dan sklera merupakan bagian dari segmen posterior uvea, terbentang dari ora serata sampai ke papil saraf optik. Koroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, koroid bersambung dengan korpus siliaris. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah, kaya pembuluh darah dan berfungsi untuk memberi nutrisi kepada retina bagian luar. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membrana Bruch dan di sebelah luar oleh suprakoroidal (di bagian luarnya lagi terdapat sklera). Retina tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana. Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah koroid yaitu pembuluh darah besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat vena vorteks, satu di masing-masing kuadran posterior. Agregat pembuluh darah koroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis. 2,3,4

Gambar 1. Anatomi Mata

UVEITIS ANTERIOR Uveitis anterior adalah radang pada iris (iritis), badan siliar (siklitis) dan dapat terjadi bersama yang disebut sebagai iridosiklitis. Uveitis anterior atau iridosiklitis merupakan penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan selama 6 sampai 8 minggu, dan pada stadium dini biasanya dapat sembuh dengan tetes mata saja.Uveitis anterior kronik adalah peradangan berulang pada uvea

anterior, berlangsung selama bulanan atau tahunan tanpa penyembuhan yang sempurna antara serangan yang pertama dan kekambuhan.1,5 Uveitis anterior dapat dibedakan lagi dalam bentuk uveitis granulomatosa dan non granulomatosa. Uveitis granulomatosa merupakan pembagian berdasarkan gambaran patologinya, dimana pada uveitis granulomatosa ditandai dengan adanya sel-sel radang pada tepi pupil (Koeppe Nodules), pada permukaan iris (Bussaca Nodules) serta sel-sel radang pada endotel kornea atau keratik presipitat yang bila bentuknya besar dan berminyak disebut mutton fat keratic precipitate.1,5,10 Biasanya perjalanannya dimulai dengan gejala iridosiklitis akut. Penyebab uveitis anterior akut non granulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simplex, sindrom Posner Schlosman, pascabedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan chlamydia. Penyebab uveitis anterior kronis non granulomatosa dapat disebabkan oleh artritis reumatoid dan fuchs heterokromik iridosilitis. Sedangkan penyebab uveitis anterior granulomatosa akut antara lain: sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus, jamur (histoplasmosis) atau parasit (toksoplasmosis). Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP).1,5 Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu : 10 Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis non granulomatosa. Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).1,5,10

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier

EPIDEMIOLOGI Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Uveitis menyumbang 10-15% kasus kebutaan di negara maju dan uveitis sering terjadi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju karena prevalensi infeksi yang dapat mempengaruhi mata seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis adalah lebih besar.

ETIOLOGI 1. Uveitis endogen. Akibat infeksi mikroorganisme arau agen lain dari pasien sendiri. Sering berhubungan dengan : a) Penyakit sistemik : spondilitis ankilosa b) Infeksi bacteria : tuberculosis c) Jamur : kandidiasis Banyak pada penderita dengan kelemahan system imun. d) Virus : herpes Zoster Menyerang nervus optikus dan banyak terjadi pada orang tua. e) Protozoa : Toxoplasma f) Cacing : Toxokariasis Kondisi lain yang termasuk dalam uveitis endogen adalah uveitis spesifik idiopatik (sindrom uveitis Fuch) dan uveitis nonspesifik idiopatik.5 2. Uveitis eksogen. a) Trauma eksternal b) Invasi mikroorganisme/agen lain dari luar.

KLASIFIKASI
1.

Klasifikasi Anatomi:1,5,7 a) Uveitis anterior Juga disebut iritis jika inflamasi mengenai bagian depan iris dan iridosiklitis jika inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Merupakan inflamasi yang

terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau keduanya yang disebut juga dengan iridosiklitis. b) Uveitis intermedia Peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina. c) Uveitis posterior Peradangan mengenai uvea di belakang vitreous. Juga disebut korioretinitis bila peradangan koroid lebih menonjol, retinokoroiditis bila peradangan retina lebih menonjol, koroiditis, retinitis dan uveitis diseminata. d) Panuveitis / Uveitis difus Merupakan uveitis anterior, intermedia, dan posterior yang terjadi secara bersamaan. Urutan uveitis dari yang paling sering terjadi adalah uveitis anterior, posterior, panuveitis dan intermedia.

Gambar 2. Klasifikasi Uveitis Berdasarkan Anatomi

Tabel Klasifikasi Anatomi dari Uveitis Lokasi Anterior Intermediate Posterior Perjalanan Penyakit Akut, Subakut Kronis Rekuren Patologi Granulomatosa Non-Granulomatosa Faktor Penyabab Infeksi Autoimun Sistemik

2. Klasifikasi klinis:1,5,7 a) Uveitis akut Apabila gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung selama 6 minggu atau kurang dan bila sembuh tidak kambuh lagi b) Uveitis subakut Lamanya peradangan antara uveitis akut dan kronik, ada kekambuhan tetapi ada fase kesembuhan c) Uveitis kronik Peradangan berulang, berlangsung selama > 6 minggu (selama bulanan atau tahunan), tanpa penyembuhan yang sempurna antara serangan yang pertama dan kekambuhan. seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. 3. Klasifikasi patologi. 1,5,7 a) Non granulomatosa Paling sering, di duga akibat alergi karena tidak pernah ditemukan kumannya dan sembuh dengan pemberian kortikosteroid. Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskuler lebih hebat dari seluler sehingga injeksinya hebat (banyak pembuluh darah). Di iris tidak tampak benjolan. Sinekia posterior halus-halus, oleh karena hanya mengandung sedikit sel. Cairan COA mengandung lebih banyak fibrin daripada sel. Badan kaca tidak tampak kekeruhan. Rasa sakit hebat juga fotofobia dan visus banyak terganggu. Pada stadium akut karena mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai uvea anterior. Patologi anatomis di iris dan badan siliar didapatkan sel plasma dan sel-sel mononuklear b) Granulomatosa Disangka akibat invasi mikrobakteri yang patogen ke jaringan uvea, meskipun kumannya sering tidak ditemuklan, sehingga diagnosa ditegakkan berdasarkan keadaan klinis saja. Timbulnya tidak akut, reaksi seluler lebih hebat dari vaskuler. Karenanya injeksi silier tidak hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran benjolannya disebut Koepe Nodul. Keratik presipitat besar-besar kelabu disebut mutton fat deposit. COA keruh seperti awan, lebih banyak sel dari fibrin. Keruh rasa sakit ringan-sedang, fotofobi sedikit. Visus terganggu hebat oleh karena media yang dilalui cahaya banyak terganggu. Keadaan ini terutama mengenai Uvea posterior, di koroid dominan sel epiteloid dan sel raksasa multinukleus dengan nyeri, injeksi silier, hiperemia dan lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar serta

fotofobia. Penglihatan kabur karena adanya permeabilitas pembuluh darah naik maka terjadinya transudasi ke bilik mata depan.
Tabel 2. Perbedaan uveitis non granulomatosa dengan uveitis granulomatosa
10

Non granulomatosa Onset Sakit Fotofobia Penglihatan kabur Merah sirkum corneal Keratik presipitat Pupil Sinekia posterior Nodul iris Tempat Perjalanan Rekurens Akut Nyata Nyata Sedang Nyata Putih halus Kecil dan tidak teratur Kadang Kadang Uvea anterior Akut Sering

Granulomatosa Tersembunyi Tidak ada atau ringan Ringan Nyata Ringan Kelabu besar Kecil dan tidak teratur Kadang Kadang Uvea anterior dan posterior Kronik Kadang

4. Klasifikasi berdasarkan penyebab yang diketahui6 a) Bakteri : tuberculosis. sifilis b) Virus : herpes simpleks, herpes zoster, sitomegalovirus, penyakit Vogt-KoyanagiHarada, sindrom Bechet. c) Jamur : kandidiasis d) Parasit : toksoplasma, toksokara e) Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika f) Penyakit sistemik : penyakit kolagen, arthritis rematoid, multiple sclerosis, sarkoidosis, penyakit vaskuler. g) Neoplastik : limfoma, reticulum cell sarcoma

h) Lain-lain : AIDS

PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bakteriemia ataupun viremia dapat menimbulkan iritasi ringan yang bila kemudian terdapat antigen yang sama dalam tubuh dapat timbul kekambuhan.1,5 Iridosiklitis dapat juga disebabkan oleh infeksi eksogen. Kuman masuk ke dalam mata melalui tukak sekunder terhadap infeksi di daerah sekitarnya seperti tukak kornea, skleritis dan koroiditis endogen akibat tersumbatnya pembuluh darah mata pada septikemia alergi, misalnya terhadap infeksi fokal tuberkuloprotein atau pada keadaan buruk seperti akibat menderita diabetes mellitus, reumatik dan penyakit kolagen lain. Selain infeksi eksogen, juga dapat disebabkan oleh fenomena alergi (endogen). Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam aqueous humor yang tampak pada penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan lebih jelas bila menggunakan slit lamp, berkas sinar yang disebut flare (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan irs pada permukaan lensa (sinekia posterior). Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk keratik presipitat yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Apabila keratik presipitat ini besar dan berminyak disebut mutton fat keratic precipitat. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut Koeppe Nodules, bila di permukaan iris disebut Bussaca Nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat, sel radang dapat sedemikian banyak hingga menimbulkan hipopion.1,5,9 Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil. Bila terjadi seklusio atau oklusio pupil total, cairan di dalam bilik mata belakang tidak dapat mengalir sama sekali

mengakibatkan tekanan dalam bilik mata belakang lebih besar dari tekanan bilik mata depan sehingga iris tampak menggelembung ke depan yang disebut iris bombe (Bombans).1,5,9 Gangguan produksi aqueous humor terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Tekanan bola mata juga dapat menjadi meningkat dan terjadi glaukoma sekunder baik pada fase akut maupun yang sudah lanjut. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut bilik mata depan sehingga terjadi penutupan kanal Schlemm, sedang pada fase lanjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil oleh adanya sinekia posterior totalis sehingga aqueous humor dari COP tidak dapat mengalir ke COA yang menyebabkan tekanan intraokuler meningkat dan terjadilah glaukoma sekunder.1,5,7

MANIFESTASI KLINIS

Uveitis anteior7,8,9 Gejala uveitis anterior ialah : a) Fotofobia b) Nyeri c) Mata merah d) Penurunan tajam penglihatan e) Lakrimal Tanda-tanda dapat berupa : a) Injeksi perikorneal b) Presipitat keratik (KP) Merupakan timbunan sel di atas endotel kornea dan tanda khas untuk uveitis jenis granulomatosa.KP yang kecil khas untuk herpes zoster dan sindrom uveitis Fuchs.KP yang besar biasanya tipe mutton fat dan memberikan gambaran seperti berminyak pada uveitis granulomatosa. c) Nodul iris Gambaran dari inflamasi granulomatosa.Terbagi atas 2 nodul yaitu nodul Koeppe yang bentuknya kecil dan terletak di batas pupil dan iris dan nodul Busacca yang berukuran besar dan terletak di permukaan iris, jauh dari pupil. d) Sel-sel aquous Sel yang bermigrasi ke cairan aquous dan tanda inflamasi yang aktif.Jumlah sel menentukan berat ringannya inflamasi.

Jumlah sel 5-10 sel 11-20 sel 21- 50 sel > 50 sel

Nilai +1 +2 +3 +4

e) Aqueous Flare Terjadi karena bocornya protein plasma ke humor aqueous melali pembuluh darah iris yang rusak.Bukan indikasi inflamasi aktif. Karakteristik Flare yang samar (just detectable) Flare sedang dengan detail iris jelas terlihat Flare yang jelas dengan detail iris kabur Flare yang berat dengan eksudat fibrin berat Nilai +1 +2 +3 +4

f) Sinekia posterior Merupakan pelekatan permukaan anterior lensa dengan iris.Terjadi karena eksudat dari iris mengeluarkan fibrin. g) Sel vitreus anterior Bandingkan kepadatan sel vitreus anterior dengan yang di dalam aqueous. Pada iritis, sel aqueous lebih banyak dari sel vitreous tetapi pada iridosiklitis sel aqueous dan sel vitreus sama.

Uveitis terkait artritis7,8,9 a) Spondilitis ankilosa Spondilitis ankilosa (SA) merupakan arthritis yang biasa terjadi, idiopatik dan kronik dan melibat skeleton aksial.Lebih sering mengenai pria.Manifestasi pada mata berupa iritis akut non granulomatosa. b) Sindrom Reiter Terdiri atas trias uretritis, konjungtivitis dan arthritis seronegatif.Sering disertai lesi mukokutaneus.Lebih sering mengenai pria.Manifestasi pada mata ialah konjungtivitis bilateral dan mukopurulen.Konjungtivitis sembuh spontan dalam 7-10 hari dan tidak memerkulan terapi. c) Artritis Kronik Juvenilis (Juvenile Chronic Arthritis, JCA)

Jarang terjadi dan sekiranya terjadi pada anak sebelum usia 16 tahun. Rasio perempuan dan laki-laki ialah 3:2.Bersifat idiopatik dan arthritis inflamasi yang berlangsung kurang dari 3 bulan.Manifestasi mata ialah uveitis anterior, kronik, nongranulomatosa dan bilateral pada 70% kasus.Prognosis buruk karena sering kambuh. d) Artritis Psoriatik Sifatnya idiopatik, seronegatif, kronik, tanpa nodul, arthritis erosive terjadi pada 7% pasien psoriasis. Risiko laki-laki dan perempuan sama. Manifestasi mata berupa konjungtivitis (20%), iritis akut, keratitis dan sindrom Sjogren sekunder.

Uveitis pada penyakit sistemik noninfeksius7,8,9 a) Penyakit Adamantiades-Behcet Gangguan multisystem idiopatik khas pada pria muda.Merupakan salah satu bentuk uveitis yang paling sulit diterapi.Manifestasi mata berupa inflamsi intraocular bilateral, rekuren dan nongranulomatosa. Kondisi lain berupa iridosiklitis akut rekuren yang berhubungan dengan hipopion. Edema retina difus, edema macula kistik dan edema/hiperemia diskus optikus disebabkan oleh bocornya pembuluh darah difus di sepanjang fundus dan menyebabkan keterlibatan segmen posterior.Periflebitis, retinitis dan vitritis juga merupakan salah satu manifestasi. Untuk menegakkan diagnose agak sulit jadi harus disertai dengan temuan ulserasi oral atau genital. Prognosisnya buruk terutama sudah melibatkan segmen posterior dan biasanya akan mengalami kebutaan total pada usia 50 tahun karena segmen posterior menyebakan atrofi papil. Terapi yang paling banyak digunakan ialah stesoid sistemik dan obat imunosupresan spesifik karena diduga ada kaitan dengan system imun.Prednisolon diberikan dosis 30-80 mg/hari atau metilprednisolon 20-60mg/hari. b) Sindrom Vogt-Koyonagi-Hrada (VKH) Gangguan multisystem idiopatik, khas terjadi pada individu kulit berwarna dan bilateral.Manifestasi pada mata berupa iridosiklitis granulomatosa kronik (kelainan segmen anterior), sinekia posterior, katarak dan glaucoma sekunder.Keterlibatan segmen posterior dimulai dengan koroiditis multifocal yang berhubungan dengan hiperemia/edema diskus optikus dan diikuti oleh ablasi multifocal retina di kutub posterior.Inflamasi pada VKH ditangani dengan steroid. c) Oftalmia simpatika

Merupakan panuveitis granulomatosa bilateral yang jarang terjadi.Dapat terjadi karena trauma tembus mata atau setelah operasi intraocular.Faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya oftalmia simpatika adalah adanya jaringan uvea dan kapsul lensa yang terjepit luka, retensi benda asing di dalam bola mata, uveitis yang rekurensi pada exciting eye dan badan silier yang ikut terkena trauma. Jika inflamasi pada badan siliar akan terjadinya sympathizing eye (sel pada ruang

retrolental/belakang lensa). Apabila inflamasi menjadi parah akan adanya nodul Koeppe dan KP.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik tidak jauh berbeda dengan gejala yang dapat timbul pada uveitis, hasil pemeriksaan yang didapat bervariasi tergantung dari lokasi, penyebab dan patogenesis dari proses inflamasi yang terjadi. Pemeriksaan jaringan mata yang menyeluruh dapat memberikan hasil yang sangat membantu dalam penentuan diagnosis. Pemeriksaan Fisik Dari pemeriksaan fisik didapatkan: Kelopak mata edema disertai ptosis ringan. Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis. Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus. Pada kornea, dapat ditemukan adanya presipitat keratik. Merupakan kumpulan sel-sel mediator inflamasi pada permukaan endotel kornea. Presipitat tersebut tampak berupa deposit putih halus. Presipitat keratik berukuran kecil umumnya ditemukan pada uveitis non-granulomatosa, sedangkan presipitat berukuran besar biasanya ditemukan pada uveitis granulomatosa, yang dikenal dengan mutton fat. Hipopion atau hifema bila proses sangat akut. Pada uveitis granulomatosa, terdapat nodul pada iris (Nodul Koeppe bila timbul pada batas pupil, dan Nodul Bussaca bila timbul pada stroma iris) atau terdapat granuloma yang nyata. Bila proses berlanjut, Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombe (Bombans). Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata. Katarak biasanya terjadi pada uveitis yang telah berlangsung lama atau pada uveitis dengan pemakaian kortikosteroid jangka panjang. Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder. 7,8,9

Gejala Objektif Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila diperlukan angiografi fluoresensi atau ultrasonografi. Kelainan Kornea Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membrane Descement dan

neovaskularisasi kornea. Perubahan Kornea Keratik presipitat, dapat dibedakan : Baru dan lama Baru bundar berwarna putih Lama mengkerut berpigmen lebih jernih Ukuran dan jumlah Halus dan banyak Kecil dan hanya beberapa Mutton fat terdapat pada uveitis granulomatosa disebabkan oleh tuberkulosis, sifilis, lepra, Vogt-Koyanagi-Harada dan simpatik oftalmia. Juga pada uveitis non granulomatosa akut dan kronik yang berat. 1,9,10 Bilik mata Kekeruhan pada bilik mata depan (flare) dapat disebabkan oleh mekanisme inflamasi yang terjadi pada tingkat seluler (meningkatnya kadar protein, sel dan fibrin). Iris Iris akan ditemukan sinekia baik anterior maupun posterior. Sudut BMD menjadi dangkal bila didapatkan sinekia. Sinekia posterior, merupakan perlekatan iris dengan kapsul depan lensa. Perlengketan dapat berbentuk benang atau dengan dasar luas dan tebal. Pada uveitis anterior kronik, sinekia posterior dibentuk oleh jaringan fibrotik keabuan tanpa distorsi pupil tetapi dengan perubahan pinggir pupil. Atrofi iris, terlihat derajat tertentu dari bendungan dan hiperemis stroma, sehingga iris kehilangan struktur normal, karena mengalami fibrosis karena hilang dan homogenisasi struktur iris berupa depigmentasi. Pupil Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat peradangan langusng pada sfingter pupil (miosis). Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai nyeri. Oklusi pupil, ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusi dengan membrane radang pada pinggir pupil. Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif.

Perubahan pada lensa Terjadi perubahan degeneratif di depan kapsul anterior dan subkapsul posterior. Predileksi daerah sentral menunjukkan telah timbul reaksi hipersensitivitas daerah lensa tersebut terhadap stimuli toksik metabolik. Kekeruhan subkapsul posterior dapat disebabkan pemberian kortikosteroid lokal atau sistemik. Kekeruhan lensa (katarak) sering merupakan penyulit anterior, lebih sering mempercepat kekeruhan pada katarak senilis. Perubahan dalam badan kaca Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa kolagen, di depan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau bergerak. Agregasi terutama oleh sel limfosit, plasma dan makrofag. Perubahan tekanan bola mata Tekanan bola mata pada uveitis anterior dapat rendah (hipotoni), normal atau meningkat (hipertoni). Pada uveitis anterior kronik, hipotoni menetap karena dapat mengakibatkan atrofi bola mata. 1,5,9

Pemeriksaan Anjuran Slitlamp Oftalmoskopi Tonometri Pemeriksaan laboratorium.

Penderita uveitis anterior akut dengan respon yang baik terhadap pengobatan non spesifik, umumnya tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Sementara bagi penderita yang tidak responsif, diusahakan untuk menemukan diagnosis etiologinya melalui pemeriksaan laboratorium. 1,6 Pada penderita ini sebaiknya dilakukan skin test untuk pemeriksaan tuberkulosis dan toksoplasmosis. Untuk kasus-kasus yang rekurens (berulang), berat, bilateral, atau granulomatosa, perlu dilakukan tes untuk sifilis, foto Rontgen untuk mencari kemungkinan tuberkulosis atau sarkoidosis. Penderita muda dengan arthritis sebaiknya dilakukan tes ANA. Pada kasus psoriasis, uretritis, radang yang konsisten, dan gangguan pencernaan, dilakukan pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun. Pada dugaan kasus toksoplasmosis, dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM.1,5,6

TERAPI Terapi pada uveitis bertujuan untuk mencegah penyulit lanjut yang menbahayakan penglihatan pasien.Selain itu tujuannya adalah untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang dialami pasien dan jika memungkinkan untuk mengobati penyakit yang mendasari. Terapi uveitis dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :5,6 a) Midriatikum

Untuk memberikan rasa nyaman dengan mengurangi spasme m ciliaris dan m sphincter papillae yang terjadi pada uveitis anterior akut.Selain itu juga untuk mencegah sinekia posterior dan melepaskan sinekia yang telah terjadi jika memungkinkan.Dapat diberikan atropine tetapi tidak lebih 1-2 minggu.Apabila inflamasi mulai reda diganti dengan midriatikum kerja singkat seperti tropikamid dan siklopentolat supaya pupil tetap mobil. b) Steroid Steroid topikal hanya untuk uveitis anterior karena steroid tidak dapat mencapai konsentrasi yang cukup untuk jaringan belakang lensa.Steroid yang dipakai ialah deksametason, betametason dan prednisolon. Komplikasi yang bisa terjadi glaucoma, katarak subkapsular posterior, komplikasi pada kornea dan efek sistemik lain. Steroid cara injeksi periokular perlu dianestesi terlebih dahulu dan ada 2 macam yaitu injeksi anterior sub-Tenon (uveitis anterior yang parah dan resisten) dan injeksi posterior sub-Tenon (uveitis intemedia/alternative terapi sistemik uveitis posterior). c) Obat-obat sitotoksik Obat sitotoksik yang digunakan ialah klorambusil dan siklofosfamid.Pada uveitis posterior digunakan klorambusil, azatriopim atau siklosporin.Pada uveitis intermedia digunakan azatioprin, klorambusil dan siklofosfamid.Oftalmia simpatika merupakan indikasi relative karena boleh dikontrol dengan terapi steroid yang adekuat. d) Siklosporin (imunosupresan) Uveitis yang resisten terhadap steroid atau obat-obatan sitotoksik, siklosporin bisa menjadi pilihan. Pada pasien yang menderita uveitis akibat infeksi harus diberi terapi antimicrobial atau antivirus yang sesuai.

KOMPLIKASI UVEITIS Antara penyakit yang bias menjadi komplikasi kepada uveitis ialah sinekia posterior (30%), katarak (20%), glaucoma karena sinekia perifer anterior (15%) dan keratopati pita/band keratopathy (10%).5

DAFTAR PUSTAKA

1. Paul Riordan, Eva, dkk. Uveitis. Dalam : Vaughan & Asbury Opthalmologi Umum. Edisi 17. 2009. Jakarta ; EGC : 150-62. 2. Paul Riordan, Eva, dkk. Anatomi dan embriologi mata. Dalam : Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. 2009. Jakarta ; EGC : 3. Ilyas Sidarta. Anatomi bola mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. 2009. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI : 3-7.

4. Argo Saptoyo, Franciscus Margrette. Uvea. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi 1. 2011. Jakarta ; FK UKRIDA : 4-6.
5. Ilyas Sidarta. Uveitis. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. 2009. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI : 172-174, 199. 6. Gondhowiardjo Tjahjono, Simanjuntak Gilbert. Uveitis. Dalam : Panduan Manajemen Klinis PERDAMI. Edisi Pertama. 2006. Jakarta ; PP PERDAMI : 34-36. 7. Suhardjo SU, Hartono. Uveitis. Dalam: Ilmu Kesehatan Mata. 2007. Yogyakarta; Balai Penerbit UGM. 8. Wijaya Nana. Uveitis. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-6. Semarang ; Balai Penerbit Universitas Diponegoro. 9. WebMD. Iritis and uveitis. 2005. Diunduh dari http://www.emedicine.com, 12 Mei 2013. 10. WebMD. Uveitis anterior nongranulomatous. 2005. Diunduh dari

http://www.emedicine.com, 12 Mei 2013.

Você também pode gostar