Você está na página 1de 12

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI A.

Pengertian Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doenges, 2000). Epilepsi grand mal merupakan istilah Perancis. Grand berarti besar, mal, sakit. Pada epilepsi ini penderita nyeri kepala, mendadak kehilangan kesadaran, terjatuh, kekurangan oksigen, kemudian kejang tonik klonik kurang labih selama 60 detik, air liur keluar melalui mulut, setelah sadar penderita mengeluh badan terasa pegal, relaksasi, hipertensi, bingung, lupa, dan mampu tertidur 2 jam (Markam, 1998).

B. Etiologi Menurut Mansjoer (2000), etiologi dari epilepsi yaitu : 1. Idiopatik 2. Aquiret adalah kerusakan otak keracunan obat metabolik 3. Trauma kepala 4. Tumor otak 5. Stroke 6. Cerebral edema 7. Hipoksia 8. Keracunan 9. Gangguan metabolik 10. Infeksi

C. Patofisiologi Menurut para peneliti bahwa sebagian besar kejang epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh adalah yang terdapar di bagian otak. Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mengakibatkan kejang epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mengakibatkan kejang epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan.

D. Tanda dan gejala 1. Kejang umum a. Tonik gejala kontraksi otot, tungkai dan siku berlangsung kurang lebih 20 detik, dengan ditandai leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi selama kurang lebih 60 detik. b. Klonik gejala spasmus fleksi berselang, relaksasi, hipertensi

berlangsung kurang lebih 40 detik, dengan ditandai midriasis, takikardi, hiperhidrosis, hipersalivasi. c. Pasca serangan gejala aktivitas otot terhenti ditandai dengan penderita sadar kembali, nyeri otot dan sakit kepala, penderita tertidur 1 sampai 2 jam. 2. Jenis parsial a. Sederhana dengan tidak terdapat gangguan kesadaran b. Complex dengan gangguan kesadaran.

E. Jenis dan klasifikasi 1. Grand mal (tonik klonik) Ditandai dengan gangguan penglihatan dan pendengaran, hilang kesadaran, tonus otot meningkat fleksi maupun ekstensi, sentakan kejang klonik, lidah dapat tergigit, hipertensi, takikardi, berkeringat, dilatasi pupil, dan hipersalivasi, kemudian setelah serangan pasien dapat tertidur 1-2 jam, penderita lupa, mengantuk,dan bingung. 2. Petit mal Kehilangan kesadaran sesaat, penderita dapat melamun, apa yang akan dikerjakan klien akan terhenti, penderita lemah namun tidak sampai terjatuh. 3. Infatile spasme Terjadi pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, kejang fleksor pada ekstermitas dan kepala, kejang terjadi hanya beberapa detik dan berulang, sebagian besar penderita terjadi retardasi mental. 4. Focal Terbagi atas tiga jenis : a. Focal motor yaitu Lesi pada lobus frontal. b. Focal sensorik yaitu lesi pada lobus parietal. c. Focal psikomotor yaitu disfungsi lobus temporal.

F. Penatalaksanaan Dibagi menjadi 2 pengobatan: 1. Pengobatan kausal. Penyebab perlu diselidki terlebih dahulu, apakah penderita penyakit yang aktif misalnya tumor serebri, hematoma sub dural kronik, bila benar perlu diobati terlebih dahulu penyebab kejang tersebut. 2. Pengobatan rutin. Penderita epilepsi diberikan obat anti konvulsif secara rutin, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama

pengobatan berkisar antara 2 - 4 tahun bebas serangan. Selama pengobatan harus di periksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratrium secara berkala. Obat yang diberikan untuk kesemua jenis kejang yaitu a. Fenobarbital, dosis 3-8 mg / kg BB / Hari b. Diazepam, dosis 0,2-0,5 mg / kg BB / Hari c. Diamox (asetazolamid) , dosis 10-90 mg / kg BB / Hari d. Dilantin (difenilhidantoin), dosis 5-10 mg / kg BB / Hari e. Mysolin (primidion), dosis 12-25 mg / kg BB / Hari f. Bila menderita spasme infatil diberikan obat yaitu g. Prednison, dosis 2-3 mg / kg BB / Hari h. Dexamethason, dosis 0,2-0,3 mg / kg BB / Hari i. Adrenokotrikotropin, dosis 2-4 mg / kg BB / Hari

G. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Seperti pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi

2. Pemeriksaan EEG

Gambar bab 2.1 pemeriksaan EEG Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau (epileptiform activity),

misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).

3. Pemeriksaan radiologis

Gambar bab 2.2 Foto tengkorak Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.

Pneumoensefalografi

dan

ventrikulografi

untuk

melihat

gambaran

ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma.

H. Komplikasi Mengakibatkan kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak, dan

mengakibatkan retardasi mental, dapat timbul akibat kejang yang berulang, dapat mengakibatkan timbulnya depresi dan cemas.

I. Asuhan keperawatan Sumber teoritis yang ada pada klien epilepsi, didapatkan pengkajian berdasarkan dari sumber (Doenges, 2000). 1. Pengkajian a. Aktivitas dan istirahat Gejala yaitu keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas yang ditimbulkan oleh diri sendiri atau orang lain. Tanda yaitu perubahan tonus, kekuatan otot, gerakan involunter, kontraksi otot atau sekumpulan otot. b. Sirkulasi. Gejala yaitu iktal : hipertensi (tekanan darah tinggi), peningkatan nadi, sianosis, tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan. c. Integritas ego. Gejala yaitu stressor eksternal atau internal yang berhubungan keadaan dan atau penanganan peka rangsang, perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya, perubahan dalam berhubungan.Ditandai dengan pelebaran rentang respon emosional.

d. Eliminasi. Gejala yaitu inkontinesia, ditandai dengan iktal : peningkatan tekanan kandung kemih, dan tonus sfingter, postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia baik urine maupun fekal. e. Makanan dan cairan. Gejalanya yaitu sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Ditandai dengan kerusakan jaringan lunak dan gigi (cedera selama kejang). f. Neurosensori Gejalanya yaitu riwayat sakit kepala, kejang berulang, pingsan, pusing dan memliki riwayat trauma kepala, anoksia, infeksi cerebral, adanya aura (rangsangan audiovisiual,auditorius, area halusinogenik). Ditandai dengan kelemahan otot, paralisis, kejang umum, kejang parsial (kompleks), kejang parsial (sederhana). g. Nyeri dan kenyamanan Gejalanya yaitu sakit kepala, nyeri otot, nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal. Ditandai dengan sikap atau tingkah laku yang hati-hati, distraksi, perubahan tonus otot. h. Pernafasan. Gejalanya yaitu fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat dan dangkal, peningkatan sekresi mucus, fase postiktal apnea. i. Keamanan Gejalanya yaitu riwayat terjatuh, fraktur, adanya alergi. Ditandai dengan trauma pada jaringan lunak, ekimosis, penurunan kesadaran, kekuatan tonus otot secara menyeluruh. j. Interaksi sosial Gejalanya yaitu terdapat masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya melakukan pembatasan, penghindaran terhadap kontak sosial.

k. Penyuluhan dan pembelajaran. Gejalanya yaitu adanya riwayat epilepsi pada keluarga, penggunaan obat maupun ketergantungan obat termasuk alkohol.

2. Diagnosis keperawatan Diagnosa yang didapat berdasarkan sumber dari ( Nanda, 2011) ; 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan 2. Resiko trauma yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme

perlindungan diri. 3. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi

3. Intervensi Perencanaan yang didapatkan berdasarkan sumber dari (NIC, 2011) ; 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama pasien tidak mengalami gangguan pola napas dengan kriteria hasil : a. RR dalam batas normal sesuai umur b. Nadi dalam batas normal sesuai umur Intervensi Rasional 1. Tanggalkan pakaian pada daerah 1. Memfasilitasi usaha leher/dada, abdomen bernapas/ekspansi dada 2. Masukkan spatel lidah/jalan napas 2. Dapat mencegah tergigitnya buatan lidah, dan memfasilitasi 3. Lakukan penghisapan sesuai sesuai saat melakukan indikasi penghisapan lendir, atau 4. Berikan posisi semifowler memberi sokongan pernapasan jika diperlukan 3. Menurunkan risiko aspirasi Kolaborasi atau asfiksia 4. Dapat membuka jalan nafas 1. Berikan tambahan O2 Kolaborasi 1. Dapat menurunkan hipoksia

serebral

2. Resiko trauma yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme

perlindungan diri. Kriteria hasil : Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien Kriteria pengkajian fokus makna klinis
a. b.

Riwayat kejang Tingkatan kejangnya

Intervensi 1. Kaji karakteristik kejang

Rasional Untuk mngetahui seberapa besar tingkatan kejang yang dialami pasien sehingga pemberian intervensi berjalan lebih baik 2. Jauhkan pasien dari benda benda Benda tajam dapat melukai dan tajam / membahayakan bagi pasien mencederai fisik pasien 3. Segera letakkan sendok di mulut Dengan meletakkan sendok diantara pasien yaitu diantara rahang pasien rahang atas dan rahang bawah, maka resiko pasien menggigit lidahnya tidak terjadi dan jalan nafas pasien menjadi lebih lancer 4. Kolaborasi dalam pemberian obat anti Obat anti kejang dapat mengurangi kejang derajat kejang yang dialami pasien, sehingga resiko untuk cidera pun berkurang 3. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : a. Pengetahuan keluarga meningkat b. keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsi c. keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.

Intervensi

Kriteria pengkajian focus Makna klinis 1. Kaji tingkat pendidikan keluarga 1. pendidikan merupakan salah klien. satu faktor penentu tingkat 2. Kaji tingkat pengetahuan keluarga pengetahuan seseorang klien. 2. untuk mengetahui seberapa jauh 3. Jelaskan pada keluarga klien informasi yang telah mereka tentang penyakit kejang demam ketahui,sehingga pengetahuan melalui penkes. yang nantinya akan diberikan 4. Beri kesempatan pada keluarga dapat sesuai dengan kebutuhan untuk menanyakan hal yang keluarga belum dimengerti. 3. untuk meningkatkan 5. Libatkan keluarga dalam setiap pengetahuan tindakan pada klien. 4. untuk mengetahui seberapa jauh informasi yang sudah dipahami 5. agar keluarga dapat memberikan penanngan yang tepat jika suatu-waktu klien mengalami kejang berikutnnya.

4. Pelaksanaan keperawatan Merupakan komponen dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2005) adalah kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang di perlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan keperawatan di lakukan dan di selesaikan. Sudut pandang teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. Sebagai contoh, implementasi segera diperlukan ketika perawat mengidentifikasi kebutuhan klien yang mendesak, dalam situasi seperti henti jantung, kematian mendadak dari orang yang dicintai, atau kehilangan rumah akibat kebakaran.

5. Evaluasi Evaluasi merupakan proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2005). Evaluasi terjadi kapan saja perawat

berhubungan dengan klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnose keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan

membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.

6. Dokumentasi keperawatan Merupakan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan, salah satu contoh meliputi catatan hasil pengkajian, perencanaan, serta hasil implementasi dari terapi

keperawatan, medis, mandiri, yang telah dilakukan terhadap klien, merupakan suatu bukti bagi individu yang berwenang, baik itu dari sudut pandang tanggung jawab perawatan pasien dan dari sudut pandang hukum (Potter & Perry, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. Moorhouse M.F., Geissler A.C., (2000) Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC. Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, Jakarta, EGC. Hidayat. (2009). http://hidayat2.wordpress.com. diakses pada tanggal 28 April 12. Ikhsan, T (2009)http://pengobatanpenyakitepilepsi.blogspot.com diakses pada tanggal 28 April 12. Ikhsan, T (2009). http://perawat-gaul.blogspot.com diakses pada tanggal 28 April 12. Khaidir. (2009). http://khaidirmuhaj.blogspot.com di akses pada tanggal 28 April 12. Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta:Media Aesculapius. Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan.Prima medika. Nanda,NIC,NOC (2009-2011). Diagnosa Keperawatan. EGC: 2010 Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC Resa B. (2010). Epilepsi http://www.scribd.com diakses pada tanggal 28 April 12.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Você também pode gostar