Você está na página 1de 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 1 BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 2 BAB II LAPORAN KASUS.................................................................................................... 3 BAB III PEMBAHASAN Status pasien................................................................................................................ 4 Identifikasi masalah.................................................................................................... 4 Hipotesis..................................................................................................................... 4 Anamnesis tambahan.................................................................................................. 4 Pemeriksaan fisik........................................................................................................ 5 Pemeriksaan penunjang.............................................................................................. 5 Diagnosis.................................................................................................................... 6 Penatalaksanaan.......................................................................................................... 6 Prognosis..................................................................................................................... 7 BAB IV TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 9 BAB V KESIMPULAN.......................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 21

BAB I PEDAHULUAN

Lepra (penyakit Morbus Hansen/kusta) adalah infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf di luar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar dan mata. Penyakit lepra disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen. Kuman ini berbentuk batang, gram positif, berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok membentuk globus. Kuman Mycobacterium leprae hidup pada sel Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 1224 hari, dan termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat berkembangnya. Kuman-kuman kusta berbentuk batang, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu dengan ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5 mic yang bersifat tahan asam. Sampai saat ini kuman tersebut belum dapat dibiakkan dalam medium buatan, dan manusia merupakan satu-satunya sumber penularan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk membiakkan kuman tersebut yaitu melalui: telapak kaki tikus, tikus yang diradiasi, armadillo, kultur jaringan syaraf manusia dan pada media buatan. Penderita lepra tersebar di seluruh dunia. Jumlah yangtercatat 888.340 orangpada tahun 1997. Sebenarnya kapan penyakit lepra ini mulai bertumbuh tidak dapatdiketahui dengan pasti, tetapi ada yang berpendapat penyakit ini berasal dari AsiaTengah kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika dan Amerika. Di Indonesia tercatat 33.739 ketiga penduduk.(1) orang penderita lepra. Indonesia merupakan negara

t e r b a n y a k penderitanya setelah India dan Brasil dengan prevalensi 1,7 per 10.000

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki usia 42 tahun, karyawan pabrik cat. Keluhan utama kaki bengkak, kebas, dan kesemutan. Keluhan ini sudah berlangsung 1 tahun. Pada anamnesa dan pemeriksaan fisik didaerah perut dan punggung terdapat bercak merah. Extremitas lengan dan kaki bawah kering dan ichtiosis. Laboratorium : Hb LED : 11,5 g% : 30 mm/jam

Lekosit: 5000/ul Diff : 0/1/7/58/30/4

SGOT : 45 SGPT : 60 BTA + BI +5 MI 92 %

BAB III PEMBAHASAN

Identitas Pasien Nama Usia Jenis Kelamin Pekerjaan Keluhan Utama MASALAH Kaki bengkak Kesemutan Kebas Keluhan sejak 1 tahun yang lalu :: 42 tahun : laki-laki : karyawan pabrik cat : kaki bengkak, kebas, dan kesemutan sejak 1 tahun yang lalu HIPOTESIS Filariasis, Lepra, Decompensatio Cordis Lepra, DM, Gout Lepra Penyakit kronis

Pada anamnesis diketahui bahwa pasien memiliki beberapa faktor predisposisi penyakit infeksi yaitu dari pekerjaannya sebagai karyawan pabrik cat. Hal ini memberikan gambaran keadaan sosial ekonomi pasien dan keadaan lingkungan pasien dengan higenitas yang rendah. Kemudian jenis kelamin laki- laki merupakan faktor predisposisi dari Gout. Anamnesis tambahan Riwayat Penyakit Sekarang 1. Apakah terdapat keluhan lemas? 2. Apakah terdapat kulit kering? 3. Apakah terdapat keluhan lain seperti cepat haus, banyak BAK, cepat lapar, gatal? (5P) 4. Apakah terdapat nyeri pada kelenjar limfe? 5. Apakah terdapat demam atau sakit kepala? 6. Bagaimana Nafsu makan pasien?
4

7. Apakah terdapat nyeri sendi? 8. Apakah sudah mendapat pengobatan sebelumnya? 9. Apakah terdapat keluhan nyeri dada dan sesak napas? Saat aktivitas atau pada malam hari? 10. Apakah ada yang terkena penyakit serupa di lingkungan sekitar Riwayat Penyakit Dahulu 1. Apakah sebelumnya pernah merasakan keluhan yang sama? Riwayat Penyakit Keluarga 1. Apakah anggota keluarga lain pernah atau sedang mengalami keluhan yang sama? Riwayat Kebiasaan 1. Bagaimana pola makan dan pola hidup pasien?

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didaerah perut dan punggung terdapat bercak merah. Extremitas lengan dan kaki bawah didapatkan kering dan ichtiosis. Bercak merah kemungkinan disebabkan karena adanya reaksi imunologi sementara kulit kering dan ichtiosis disebabkan karena adanya gangguan sistem saraf otonom yang menyebabkan kerusakan adneksa kulit seperti kelenjar keringat dan kelenjar palit.(2) Pemeriksaan Penunjang Hb : 11,5 g% LED : 30 mm/jam Leukosit : 5000/ul Diff : 0/1/7/58/30/4 N: 14-18 g% N : <10 mm/jam (lk) N : 5000 10.000/ul bas : 0-1 eus : 1-3 bat : 2-6 seg : 50-70 limf : 20-40 mon : 2-8 Menurun Meningkat Normal Netrofilia

SGOT : 45 SGPT : 60

N : s/d 37 N : s/d 42

Meningkat Meningkat

Interpretasi : dari pemeriksaaan laboratorium didapatkan penurunan kadar Hb yang menandakan adanya anemia pada pasien dan peningkatan LED yang mengindikasikan terjadinya infeksi kronis yang kemungkinan disebabkan karena bakteri, hal ini di dukung dengan adanya netrofilia pada pemeriksaaan diff. Count. Peningkatan SGOT dan SGPT menandakan adanya gangguan fungsi hati.(3) Hal ini kemungkinan karena pada hati banyak terdapat makrofag yang merupakan sel target dari Mycobacterium leprae. BTA : + , BI : +5, MI : 92% Interpretasi : BTA + menunjukkan ditemukannya bakteri tahan asam dengan Bakteri Indeks (BI) yang cukup tinggi yaitu +5 artinya ditemukan 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP. Morfologi Indeks (MI) 92%, artinya dari seluruh bakteri yang ditemukan terdapat 92% yang hidup.(2) Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang kelompok kami menentukan diagnosis kerja pada pasien ini adalah Lepra Multi Basiler. Pada anamnesis terdapat tungkai bengkak, kebas, dan kesemutan. Pada pemeriksaan fisik terdapat bercak merah pada perut dan punggung. Selain itu pada pemeriksaan bakteriologis didapatkan BTA (+) dengan BI (+5), dan MI 92%. Diagnosis Lepra dapat ditegakkan karena memenuhi tiga kriteria diantaranya terdapat bercak putih/kemerahan, mati rasa, dan BTA (+). Sementara diagnosis multibasiler (MB) ditegakkan berdasarkan beberapa kriteria yang akan dibahas pada tinjauan pustaka. Sementara diagnosis banding pada kasus ini adalah Neuropathy Diabetes dikarenakan pada pasien ini didapatkan tungkai bengkak, kebas, dan kesemutan. Dimana pada Neuropathy Diabetes didapatkan kerusakan saraf yg mengakibatkan kesemutan dan kebas pada tungkai dan lengan bagian bawah pasien tersebut. Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini diperlukan pemeriksaan gula darah pada pasien. Penatalaksanaan Non Medikamentosa :
6

Edukasi untuk memakai alat pelindung diri karena telah terjadi sensibilitas Edukasi cara perawatan kulit sehari-hari dengan memeriksa adanya memar, luka, atau ulkus. Setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering.

Edukasi orang-orang sekitar dan pengawasan kontak dengan penderita

Medikamentosa(2) : Multibasiler Rifampicin 600 mg/ bulan Lamprene 300 mg/bulan Ditambah : Lampree 50 mg/hari DDS 100 mg/hari Pengobatan diberikan teratur selama 12 bulan dan diselrsaikan maksimal 18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis RFT Mekanisme Kerja Obat Rifampicin : Bakteriosid (membunuh kuman) menghambat DNA dependent RNA polymerase pada sel bakteri dengan berikatan pada sub unit beta. DDS : Bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) antagonis kompetitif dari para aminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan PABA untuk sintesis folat oleh bakteri. Lamprene : Bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta bekerja dengan menghambat siklus sel dan transport dari NAK ATPase. Komplikasi(4) Status reaksional yaitu eksaserbasi secara akut karena perubahan mendadak dari keseimbangan imunologi antara host dan basil, terjadi pada awal pengobatan, dapat mengenai hampir 1/3 dari kasus lepra, penyebabnya ialah multi drug therapy (MDT), stres, trauma, dan tindakan bedah. Kondisi ini dianggap sebaga keadaan gawat, dan
7

dapat menimbulkan kecacatan permanen pada sistem saraf berupa deformitas dan disabilitas. Kelainan pada tulang berupa osteoporosis, fraktur, kontraktur, dan artritis/ atralgia Gangguan pada mata berupa refleks mata hilang, lagoptalmus, ektropion, entropion, dan kebutaan Gangguan pada alat reproduksi berupa hipogonad, atrofi testis, sehingga mengakibatkan sterilitas.

Prognosis Ad vitam Ad fungtionam Ad sanationam : ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Proses peradangan pada jaringan termasuk saraf dpat dihentikan, sedang pemulihan dari gangguan pada fungsi motorik/ sensorik, hiper/hipopigmentasi, folikel, rambut dan kelenjar keringat adalah tidak lengkap.(4)

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

A. PENYAKIT KUSTA(5) 1. Definisi Kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa, saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. 2. Epidemiologi Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah: Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 27 x 24 jam. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang. Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Microbacterium leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan iniadalah : Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

Kesadaran sosial : Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat sosialekonomi rendah

Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat (Zulfikli, 2003).

Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan 13 %, tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-35 tahun. Kusta terdapat dimana-mana, tertama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dansubtropics, serta masyarakat yang social ekonominya rendah 3. Etiologi Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae, yang ditemukan oleh warganegara Norwegia, G.A Armauer Hansen pada tahun 1873 dan sampai sekarang belum dapat dibiakkan dalam media buatan. Kuman Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um X 0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta bersifat Gram positif. Mycobacterium leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sistem retikulo endotelial. 4. Masa Inkubasi Masa inkubasi kusta bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, dengan rata-rata 3-5 tahun.1 Masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel yang lama, yaitu antara 2 3 minggu dan di luar tubuh manusia (kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus pada suhu 27 300 C. 5. Pathogenesis M. leprae berpredileksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang menyebabkan timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejalak linisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya. Meskipun cara masuk M. leprae k e dalam tubuh masih belum

d i k e t a h u i d e n g a n p a s t i , beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang


10

tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada, suhu tubuhyang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulens dan nontoksis. M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan berea ksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya. Pada kusta tipe TT kemarnpuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Namun, setelah semua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatasi, maka akan terjadi reaksi berlebihan dan massa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya. Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae . Sel Schwann memiliki fungsi untuk demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis, jadi bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya akitivitas

regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif. Sedangkan pada kusta tipe LL t e r j a d i k e l u m p u h a n s i s t e m - i m u n i t a s , d e n g a n d e m i k i a n makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan (Kosasih, 2002).

6. Gejala Klinik Perbandingan gejala klinik Morbus-Hansen Pausibasilar dan Multibasilar disajikan dalamtabel berikut: PB ( Pausibasilar ) Lesi kulit (macula 1-5 MB ( Multibasilar ) >5 lesiDistribusi lebih

yangdatar, yangmeninggi,

papul lesiHipopigmentasi/eritemaDistribusi simetris infiltrate, tidak simetris

11

plak eritem, nocus) Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnyasensasi/kelemahan ototyang dipersarafi Hilangnya sensasi yang jelasHanya Hilangnya satu cabang saraf sensasi

kurang jelasBanyak cabang saraf

olehsaraf yang terkena BTA Tipe Negative Indeterminate (I), Positif Tuberkuloid Lepromatosa (LL),Borderline lepromatous(BL), Mid borderline (BB)

(T),Borderline tuberkuloid (BT )

Gejala klinik Morbus-Hansen Pausibasilar Karateristik Tuberkuloid Borderline tuberkuloid Lesi Tipe Macula macula infiltat Jumlah Satu, dapat beberapa saja di atau Macula batasi infiltrate infiltrate saja Beberapa atau satu Satu atau beberapa dengan satelit Distribusi permukaan Batas Asimetris Kering bersisik Jelas Masih asimetris Kering bersisik jelas variasi Halus, agak berkilat Dapat jelas atau di batasi Hanya infiltrate atau Indeterminate

dapat tidak jelas Anesthesia jelas jelas Tak ada sampai tidak jelas BTA Pada lesi kulit Negative Negative atau hanya Biasanya negatif 1+ Tes lepromin Positif kuat (+3 ) Positif lemah Dapat positif lemah atau negatif
12

Tes Lipromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, hasilnya baru dapat diketahui setelah3minggu. Gejala klinik Morbus-Hansen Multibasilar karakteristik Lepramatosa Borderline Lepromatosa Lesi Tipe Macula Infiltrate difus Nodus Papul Jumlah Tidak terhitung, Sukar dihitung, Dapat ada dihitung, kulit Macula Plakat Papul Plakat Dome-shaped ( kubah ) Punched-out Mid Borderline

praktis tidak ada kulit masih sehat Distribusi Permukaan Batas Anesthesia BTA Lesi kulit Sekret hidung Tes lepromin Banyak ( ada globus ) Banyak ( ada globus ) Negatif banyak Simetris Halus berkilat Tidak jelas Biasanya tidak jelas sehat

kulit sehat jelas ada

Hampir simetris Halus berkilat Agak jelas Tak jelas

Asimetris Agak kasar, agak berkilat Agak jelas Lebih jelas

Agak banyak Negative Negative

Biasanya negative negatif

7. Diagnosis Kusta Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakteriologis dan histopatologis. Dari ketiga diagnosis klinis merupakan yang terpenting dan paling sederhana. Sebelum diagnosis klinis ditegakkan, harus dilakukan anamnesa, pemeriksaan klinik (pemeriksaan kulit, pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya). Untuk menetapkan diagnosis klinis penyakit kusta harus ada minimal satu tanda utama atau cardinal sign. Tanda utama tersebut yaitu :

13

a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan dapat berbentuk bercak keputihan (hipopigmentasi) atau kemerah-merahan (eritematosa) yang mati rasa (anestesi). b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat peradangan saraf (neuritis perifer) , bisa berupa : Gangguan fungsi sensoris (mati rasa). Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot, kelumpuhan Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak

c. Adanya kuman tahan asam di dalam pemeriksaan kerokan jaringan kulit (BTA positif). 8. Penunjang Diagnosis(2) 1.Pemeriksaan Bakterioskopik Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan obat.Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA) ,antara lain dengan ZIEHL-NEELSEN.Bakterioskopik pada seorang penderita tidak berarti seseorang tidak mengandung bakteri M. Leprae .Pada pengambilan sample diharapkan mengambil bahan dari tempat yang mengandung kuman paling banyak seperti dikedua cuping telinga. M.leprae tergolong BTA,akan tampak merah pada sediaan. Di bedakan bentuk sold.fragmented, dan granular.Bentuk solid adalah kuman hidup, sedang fragmented dan granular adalah bentuk mati.Secara teori penting untuk membedakan bentuk solod dan non solid, sebab bentuk yang hidup lebih berbahaya, karena dapat berkembang biak dan dapat menularkan ke orang lain.Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non solid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri (IB) dengan nilai 0 sampai +6 menurut RIDLEY. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP). 1+ bila 1-10 BTA dalam 100LP 2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP 3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP 4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP 5+ bila 101-1000 BTA rata-ratra dalam 1 LP
14

6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP Pemeriksaa dengan menggunakan miroskopok cahaya dengan minyak emersi pada pembesaran lensa obyektif 100x. IB seseorang adalah IB rata-rata semualesi yang dibuat sediaan. Indeks Morfologi (IM) adalah persentase jumlah bentuk solid di banding dengan jumlah solid dan non solid. Rumus : Jumlah solid x 100% = ....%

Jumlah solid+ non solid Syarat perhitungan : Jumlah perhitungan kuman tiap lesi 100 BTA IB 1+ tidak perlu dibuat IM nya karena untuk mendapat 100 BTA harus mencari 1000 sampai 10000 lapangan. Mulai dari IB 3+ harus hitung IM nya,sebab dengan IB 3+ maksimum harus dicari dalam 1000 lapangan. 9. Pemeriksaan Histopatologik Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada kuman atau hanya sedikit non solid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermak clear zone), yaitu suatu darah langsung dibawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Pada tipe borderline, terdapat campuran unsurunsur tersebut. 9. Pemeriksaan serologik Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M. Leprae. Macam-macam pemeriksaannya adalah: Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Agglutination) Uji Elisa (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay) ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstik) ML flow test (Mycobacterium leprae flow test )
15

Reaksi kusta Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat akut.adapun patofisiologi belum jelas serta terminology dan klasifikasinya bermacam-macam.reaksi imunologi dapat menguntungkan serta dapat pula merugikan yang di sebutkan reaksi imun patologik.dalam bermacam-macam akhir-akhir ini yang di anut ada dua, yaitu: ENL (eritema nodusum leprosum) Reaksi reversal atau reaksi upgrading

ENL timbul pada tipe BL dan LL.semakin tinggi tingkat multibasilernya semakin tinggi timbulnya eritema nodusum leprosum.Secara imunopatologis,ENL termasuk respons imun humoral,berupa fenomena kompleks imun akibat reaksi antara antigen M.leprae + antibody (IgM,IgG) + komplemen menjadi kompleks imun.dengan terbentuknya kompleks imun maka ENL di golongkan ke dalam penyakit komplek imun,karna protein M.leprae bersifat

antigenic,maka anti body dapat terbentuk.ENL banyak terjadi pada saat pengobatan dikarenakan banyak kuman kusta yang mati dan hancur ,berarti banyak antigen yang di lepaskan dan bereaksi dengan antibody,serta mengaktifkan system komplemen.Kompleks imun tersebut beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat melibatkan beberapa organ. Pada kulit akan timbul nodul eritema, serta nyeri dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Apabila mengenai organ lain akan menimbulkan gejala iridosiklitis,neuritis akut, limfadenitis, atritis, ringan sampai berat. ENL tidak terjadi perubahan tipe.Lain halnya dengan reaksi reversal yang hanya dapat pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti),sehingga ini dapat disebut reaksi borderline.Yang memegang peranan utama ialah SIS,yang di perkirakan adanya hubungan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.Reaksi peradangan terjadi pada tempat-tempat kuman kuman M.leprae berada yaitu pada saraf dan kulit,umumnya pada pengobatan 6 bulan pertama.Neuritis akut menyebabkan kerusakan saraf secara mendadak dan memerlukan pengobatan segera.yang menentukan tipe penyakit kusta ini adalah SIS.Pada tipe borderline dapat bergerak bebas kea rah TT dan LL mengikuti naik turunnya SIS.Dan reaksi reversal terjadi perpindahan tip eke arah TT disertai peningkatan SIS secara mendadak dan cepat. Gejala klinis rekasi reversal ialah sebagian atau seluruh lesi yang bertambah aktif atau timbul lesi baru dalam waktu yang singkat.Adanya gejala neuritis akut sangat diperhatikan
16

untuk pemberian kortikosteroid.Secara sigifikan bahwa ENL adanya lesi eritema nodusum maka disebut juga reaksi lepra nodular dan reaksi reversal atau borderline tidak adanya lesi tanpa nodus serta disebut juga reaksi lepra non-nodular. Fenomena Lucio Fenomena Lucio ialah reaksi kusta yang sangat berat yaitu reaksi lepromentosa nonnodular difus.Ini sering di temukan di Meksiko dan Amerika Tengah.Gejala klinisnya ialah adanya plak atau infiltrate difus,bewarna merah muda,bentuk tidak teratur,dan terasa nyeri.Lesi berada di ekstremitas dan meluas ke seluruh tubuh.Apabila berat akan tampak lebih erimatosa disertai purpura,bula dan menjadi nekrosis serta ulserasi yang nyeri.Lesi lambat menyembuh dan menjadi jaringat parut 9. Klasifikasi Kusta Dikenal beberapa jenis klasifikasi kusta, yang sebagian besar di dasarkan pada tingkat kekebalan tubuh (kekebalan seluler) dan jumlah kuman. Beberapa klasifikasi kusta di antaranya adalah : a. Klasifikasi Madrid (1953) Pada klasifikasi kusta ini penderita kusta di tempatkan pada dua kutub, satu kutub terdapat kusta tipe tuberculoid (T) dan kutub lain tipe lepromatous (L) . Diantara kedua tipe ini ada tipe tengah yaitu tipe borderline (B). Di samping itu ada tipe yang menjembatani yaitu disebut tipe intermediate borderline. b. Klasifikasi Ridley Jopling (1962) Berdasarkan gambaran imunologis, Ridley dan Jopling membagi tipe kusta menjadi 6 kelas yaitu : intermediate (I), tuberculoidtuberculoid (TT), borderline tuberculoid (BT), borderlineborderline (BB), borderline lepromatous (BL) dan lepromatous lepromatous (LL). c. Klasifikasi WHO ( 1981 dan 1987 ) Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan paubasilar. Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe LL, BL, dan BB dengan indeks bakteri ( IB ) lebih dari +2 sedangkan paubasilar adalah tipe I, TT, dan BT dengan indeks bakteri kurang dari +2.

17

Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi pengubahan. Yang dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negative pada pemeriksaan kerokan kulit yaitu tipe-tipe I, TT, dan BT. Sedangkan kusta MB adalah kusta dengan BTA positif. Sedangkan klasifikasi WHO ( 1995 ) menurut klinisnya adalah : PB Lesi kulit ( macula datar, papul yang 1-5 lesi Hipopigmentasi/eritema Distribusi tidak simetris Hilangnya jelas sensasi yang MB > 5 lesi Distribusi simetris Hilangnya sensasi jelas Kerusakan saraf ( menyebabkan hilangnya sensasi / kelemehan otot yang dipersarafi oleh Hanya satu cabang saraf Banyak saraf cabang kurang lebih

meninggi, nodus )

saraf yang terkena )

9. Pencegahan(6) Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur. Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.
18

Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa : a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara teratur e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah Lepra Multibasiler. Lepra atau Kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa, saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Penatalaksaan didasarkan pada terapi medikamentosa dan non medikamentosa. Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan mejadi lebih sederhana dan prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik.

19

DAFTAR PUSTAKA 1. A m i r u d d i n , M D a l i . M a r w a l i H a r a h a p . Ilmu Penyakit Kulit . J a k a r t a : P e n e r b i t Hipokrates. 2000 ; 260-271 1.

20

Você também pode gostar