Você está na página 1de 28

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum. 1. Alat genitalia wanita bagian luar

Gambar 2.1 Organ Eksterna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )

a. Mons veneris / Mons pubis Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks. b. Bibir besar (Labia mayora) Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari: 1) Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. 2) Bagian dalam Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). c. Bibir kecil (labia minora) Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian lateral dan

anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah. d. Klitoris Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual. e. Vestibulum Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi. f. Perinium Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium. g. Kelenjar Bartholin Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.

h. Himen (Selaput dara) Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi. i. Fourchette Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen. 2. Alat genitalia wanita bagian dalam

Gambar 2.2 Organ Interna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )

a. Vagina Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina merupakan saluran muskulo-

membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu persalinan. b. Uterus Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di 9

pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa

ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium. 1) Peritoneum a) Meliputi dinding rahim bagian luar b) Menutupi bagian luar uterus c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan d) pembuluh darah limfe dan urat saraf e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen 2) Lapisan otot a) Lapisan luar: seperti Kapmelengkung dari fundus uteri menuju ligamentum 10

b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri internum c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka dan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat dengan demikian

perdarahan dapat terhenti. 3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan. 4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar panggul, ligamentum yang menyangga uterus adalah

ligamentum latum, ligamentum rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii) ligamentum kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum. a) Ligamentum latum 11

(1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke dinding panggul (2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung pembuluh darah limfe dan ureter (3) Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi (4) Ligamentum rotundum (teres uteri) (5) Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan mencapai labia mayus (6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat (7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi b) Ligamentum infundibulo pelvikum (1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding panggul (2) Menggantung uterus ke dinding panggul (3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium c) Ligamentum kardinale machenrod (1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul (2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri (3) Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus d) Ligamentum sacro uterinum

12

Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod menuju os sacrum e) Ligamentum vesika uterinum (1) Dari uterus menuju ke kandung kemih (2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan uterus saat hamil dan persalinan 5) Pembuluh darah uterus a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar endometrium membentuk arteri spinalis uteri b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika. 6) Susunan saraf uterus Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser yang terletak pada pertemuan ligamentum sakro uterinum. c. Tuba Fallopi Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim.

13

Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri atas : 1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum internum tuba. 2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang paling sempit. 3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk s. 4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang disebut fimbriae tubae. Fungsi tuba fallopi : 1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri. 2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi. 3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi. 4) Tempat terjadinya konsepsi. 5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi. d. Ovarium Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon hormon steroid.

14

Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu: 1) Korteks ovarii a) Mengandung folikel primordial b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff c) Terdapat corpus luteum dan albikantes 2) Medula ovarii a) Terdapat pembuluh darah dan limfe b) Terdapat serat saraf e. Parametrium Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar ligamentum latum. Batasan parametrium 1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping 2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri 3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium. 4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii (Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001)

15

B. Pengertian Sectio caesaria adalah cara melahirkan janin dengan menggunakan insisi pada perut dan uterus (Bobak, IM. 2000). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan (Mansjoer, 2001). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan sectio sesarea atas indikasi ketuban pecah dini adalah cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut karena pecahnya selaput ketuban spontan 1 jam atau lebih sebelum terjadi persalinan.

C. Klasifikasi Sectio Caesaria 1. Sectio caesaria transperitonealis Yaitu dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah kirakira 10 cm. Insisi dibuat pada dinding perut pada garis tengah dari simphisis sampai beberapa sentimeter dibawah pusat. Kelebihan: a. Penjahitan lebih mudah b. Risiko pendarahan lebih kecil karena segmen bawah uterus tidak begitu banyak mengandung pembuluh darah c. Segmen bawah rahim terletak di luar kavum peritonei kemungkinan infeksi pasca bedah lebih kecil d. Luka sembuh lebih baik 16

Kekurangan : Luka dapat melebar ke kanan, kiri, dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uterine putus sehingga mengakibatkan pendarahan yang banyak. 2. Sectio caesarea klasik (profunda) Yaitu dengan membuat insisi memanjang pada korpus uteri sepanjang 10cm. Kelebihan: a. Mengeluarkan janin lebih cepat b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik (Bobak, IM, 2000 )

D. Anasthesi Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai rasa sakit yang sifatnya sementara, tipe anasthesi menurut Mary Hamilton (1995) yaitu: a. Anastesi umum Yaitu suatu cara untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh disebabkan pemberian obat-obatan anastasi, anastesi umum mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat, menyebabkan insensivitas secara umum terhadap stimulus dan berbagai tingkat relaksasi. Obat diberikan dengan cara inhalasi atau infus intra vena. Obat yang diberikan dengan cara inhalasi antara lain nitrogen oksida, eter dan fluotan (halotan). Sedangkan obat yang diberikan dengan cara intravena ada golongan barbiturate, golongan 17

non barbiturate dan ketalar. Dari golongan barbiturate antara lain pentonal (piopental), suretal dan butalliton, sedang dari golongan non barbiturate antara lain gama hidroksiburat dan inovar. Obat tersebut dapat menghilangkan rasa sakit dengan cepat tetapi menekan kesadaran pasien, sehingga ia kehilangan keikutsertaan dan kepuasan dalam kejadian persalinan. Di samping itu, berbagai jumlah obat-obatan mencapai bayi dengan cara melewati sirkulasi ibu dan bereaksi pada sistem saraf janin. Anastesi umum diberikan oleh ahli anastesi pada saat melahirkan dan diteruskan sampai perbaikan perineal telah selesai. Pasien dimonitor dengan ketat sampai ia benar-benar sadar, monitoring meliputi pengkajian tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, dan perhatian lain dalam post partum. Intervensi meliputi mempertahankan jalan nafas tetap terbuka dan memberikan jaminan keamanan. b. Anestesi Regional (Lokal) Yaitu suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada bagian tubuh atau pada daerah tertentu dari tubuh. Anastesi regional menekan insensivitas area tubuh terhadap rasa sakit atau stimulus lainnya. Area yang dipengaruhi tergantung pada saraf yang terlibat. Bila akar dari suatu saraf disuntik dengan anastetik, seperti dan saddle, epidural, atau blok kaudal, bagian bawah tubuh yang luas akan teranastesi. Blok saddle dilakukan dengan cara memasukkan jarum kira-kira 1cm dibawah prosesus spinosus setinggi lumbal ketiga dan ke empat, menuju 18

keatas medial sampai pada epidural. Agens anastesi yang digunakan yaitu bupivacaine (marcaine). Letakkan klien dalam posisi duduk dengan kepala ditekuk ke depan (dada) sehingga punggung melengkung dan sela vertebra terbuka. Topang klien dengan dalam ini karena ia berat ke depan oleh kehamilannya dan klien mudah jatuh ke depan jika tidak ditopang dengan baik. Manset tekanan darah dipasang di lengan atasnya dan pengukuran dasar awal dilakukan sebelum prosedur dilakukan. Dokter memilih tusukan.

membersihkannya, dan menusukkan jarum spinal. Obat disuntikkan dengan perlahan dan jarum kemudian di cabut. Tekanan darah di ukur dan tingkat anastesi diperiksa setelahnya. Kemudian pasien dibaringkan dengan posisi litotomi untuk bersalin. Kepalanya harus sedikit dinaikkan untuk

memungkinkan obat naik lebih tinggi di kanal spinalis sehingga mati rasa tercapai tanpa membiarkannya naik terlalu tinggi. Setelah bersalin pasien yang mengalami blok saddle membutuhkan perawatan khusus ekstremitas bawahnya mengalami paralise sekitar 2 sampai 4 jam. Kedua tungkainya diangkat bersamaan dari penyangga. la akan membutuhkan bantuan untuk pindah dari meja operasi gurney dan dari gurney ke tempat tidurnya. la harus diberi semangat untuk berputar dari satu sisi ke sisi lainnya, tapi ia harus dilarang menaikkan kepalanya sampai 24 jam kemudian untuk mencegah sakit kepala post spinal. Jika terjadi sakit kepala, anjurkan klien berbaring telentang dan diberikan analgesic sesuai resep.

19

Anastesi kaudal dan epidural mendekati akhir kala 1. Manset tekanan darah dipasang di lengan atasnya dan pengukuran dasar dilakukan. Pasien dibaringkan dalam posisi sim atau knekest. Dokter menganastesi kulit, menusukkan jarum, dan memasukkan obat ke dalam liatus sakralis. Bila diantisipasi akan diberikan anastesi ulang, kateter polietelin ditusukkan melalui jarum dan dibiarkan di tempat setelah jarum dicabut. Dengan cara ini anestesi kaudal dapat dipertahankan beberapa jam. Hams dilakukan

perawatan khusus untuk mempertahankan kateter pada tempatnya. Tekanan darah dan tingkat anastesi dimonitor secara teratur sampai sensasi aktivitas motorik kembali normal. Pengaruh anestesi pada tubuh adalah sebagai berikut: 1. Pernafasan Penderita dengan keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan pernafasan dan peredaran darah. Bila hal ini terjadi pada waktu anestesi maka pertolongan resusitasi harus segera diberikan untuk mencegah kematian. Obat anestesi inhalasi menekan fungsi mukosilia saluran pemafasan menyebabkan penimbunan mucus di jalan nafas. 2. Kardiovaskuler Sewaktu dalam keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara tiba-tiba. Hal ini dapat disebabkan oleh karena pemberian obat yang berlebihan, mekanisme reflek nervus yang terganggu, perubahan keseimbangan elektrolit dalam darah, hipoksia, dan anoksia, katekolamin darah 20

berlebihan, keracunan obat, emboli udara dan penyakit jantung. Perubahan tahanan vaskuler sistemik (misalnya: peningkatan aliran darah serebral) menyebabkan penurunan curah jantung. 3. Gastrointestinal Dapat terjadi regurgitasi yaitu suatu keadaan keluarnya isi lambung ke faring tanpa adanya tanda-tanda. Hal ini disebabkan oleh adanya cairan atau makanan dalam lambung, tingginya tekanan darah ke lambung dan letak lambung yang lebih tinggi dari letak faring. Anastesi spinal dapat menyebabkan kontraksi usus. Motilitas usus yang berlebihan

menimbulkan rasa mual dan muntah. Baik regurgitasi maupun muntah dapat menyebabkan aspirasi isi lambung ke dalam paru-paru (Sindroma Mendelson). 4. Perdarahan Setiap persalinan dengan pemberian anestesi selalu dipikirkan akan timbulnya perdarahan post partum, terutama pada anestesi dengan halotan. 5. Ginjal Pada saat dianestesi penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat menurunkan filtrasi glomerulus sehingga diuresis juga menurun.

E. Adaptasi fisiologi pada ibu post sectio caesaria Adaptasi fisiologi pada ibu post sectio caesaria menurut Long, B.C (1996) yaitu: 1. Pengaruh anestesi pada post operasi sectio caesaria 21

Pada jam pertama sesudah anestesi merupakan waktu yang potensial berbahaya bagi ibu karena ada beberapa masalah yang timbul dan pengaruh anestesi seperti terjadi sumbatan pada jalan nafas diikuti sianosis dan henti jantung yang disebabkan karena lidah jatuh ke bawah atau ke belakang menutupi faring, terjadi gangguan eliminasi yang disebabkan karena adanya penurunan peristaltic usus selama 24 jam, setelah pembedahan daerah pelvis atau abdomen akan berlangsung beberapa hari, konstipasi dapat disebabkan karena kurang aktivitas, tidak adekuatnya intake bahan makanan yang mengandung serat. Pengaruh anestesi juga dapat menyebabkan kebutuhan nutrisi terganggu. 2. Luka post operasi sectio caesaria Luka post sectio caesaria dapat menimbulkan masalah seperti nyeri. Rasa nyeri timbul setelah operasi karena terjadi trikan, manipulasi jaringan, terputusnya jaringan juga dapat terjadi akibat simulus ujung saraf oleh karena bahan kimia yang dilepas pada saat operasi atau iskem jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian tubuh sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan aktivitas dapat terganggu. Pada luka juga dapat menyebabkan perdarahan yang disebabkan karena terputusnya jaringan dan terbuka, sehingga dapat menimbulkan deficit volume cairan, Hb kurang, anemi, daya tahan tubuh menurun dan dapat menimbulkan infeksi pada luka.

22

3. Perubahan pada corpus uteri Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi noraial setelah kelahiran bayi tersebut disebut involusio. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus uteri berada kira-kira 1 cm di atas umbilicus, 6 hari post partum +2 jari dibawah pusat dan uterus tidak teraba setelah 10 - 12 hari post partum. Peningkatan kontraksi uteri segera setelah persalinan yang merupakan respon untuk mengurangi volume intra uteri. Pada uteri terdapat pelepasan pasenta sebesar telapak tangan regansi tempat pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6 minggu post partum uterus mengeluarkan cairan melalui vagina yang disebut lochea. Pada hari pertama dan kedua cairan berwarna merah disebut lochea rubra. Setelah satu minggu lochea berwarna kuning disebut lochea serosa. Dua minggu setelah persalinan cairan berwarna putih disebut lochea alba. 4. Perubahan pada servik Bagian atas servik sampai segmen bawah uteri menjadi sedikit edema, indo servik menjadi lembut, terlihat memar dan terkoyak yang memungkinkan terjadinya infeksi. 5. Vagina dan perineum Dinding vagina yang licin secara berangsur-angsur ukurannya akan kembali normal dalam 6 sampai 8 minggu post partum.

23

6. Payudara Sekresi dan ekresi kolostrum berlangsung beberapa hari setelah persalinan. Pada hari ketiga dn keempat post partum payudara menjadi penuh tegang, keras, tetapi setelah proses laktasi dimulai payudara terasa lebih nyaman, jadi itu perlu adanya system rooming in. 7. Sistem kardiovaskuler Volume darah cenderung menurun akibat perdarahan post operasi, suhu badan meningkat dalam 24 jam pertama. Pada 6-8 jam pertama post partum umumnya ditemukan bradikardi. Keadaan pernafasan berubah akibat dari anestesi, tekanan sedikit berubah atau tidak sama sekali. 8. Sistem endokrin Perubahan yang terjadi pada perubahan endokrin selama masa nifas yaitu hormone plasenta yang menurun dengan cepat setelah persalinan. Keadaan hormone plasenta laktogen (HPL) merupakan keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam, keadaan estrogen dalam plasenta menurun sampai 10 % dari nilai ketika hamil dalam waktu 3 jam setelah persalinan. Pada hari ke tuju keadaan progesterone dalam plasma menurun sampai dibawah nilai lutheal pertama. Pada hormone pituitary keadaan prolaktin pada darah meninggi dengan cepat pada kehamilan. Pada ibu yang tidak laktasi prolaktin akan turun dan mencapai keadaan seperti sebelum kehamilan dalam waktu 2 minggu.

24

9. Sistem integument Strial yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan tetap bertahan lama setelah persalinan tetapi akan menghilang menjadi eknik ra yang lebih terang. Bila terdapat kloasma biasanya akan memutih dan kelamaan akan menghilang. 10. Sistem urinari Fungsi ginjal akan normal dalam beberapa bulan setelah persalinan, pada klien yang terpasang kateter kemungkinan dapat terjadi infeksi pada saluran kemih. 11. Sistem gastrointestinal Gangguan nutrisi terjadi 24 jam post partum sebagai akibat dari pembedahan dengan anestesi general yang mengakibatkan tonus otot saluran pencernaan akan lebih lama berada dalam saluran makanan akibat pembesaran rahim.

F. Komplikasi Sectio Cesarea Komplikasi yang timbul akibat pembedahan post sectio caesarea menurut Mochtar (1999) adalah: 1. Infeksi Puerperal (Nifas) Berdasarkan berat ringannya infeksi puerperal dibagi menjadi 3 yaitu: a. Ringan: kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja

25

b. Sedang: kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung c. Berat: dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Sering dijumpai pada partus terlantar di mana sebelumnya sudah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama 2. Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka, atonia uteri. 3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonealisasi terlalu tinggi. 4. Kemungkinan reptura uteri spontan pada kehamilan berikutnya dikarenakan kurang kuatnya parut pada dinding uteri. 5. Nyeri di bekas jahitan Keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka, dan penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%. Dalam operasi sesar ada 7 lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit. Dalam proses penyembuhan tak bisa dihindari terjadinya pembentukan jaringan parut. Jaringan parut inilah yang dapat menyebabkan nyeri saat melakukan aktivitas tertentu, terlebih aktivitas yang berlebihan atau aktivitas yang memberi penekanan di bagian tersebut.

26

G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk klien post sectio cesarea menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut: 1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat 2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat. 3. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam. 4. Memberikan analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg, pemberian narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg. 5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan. 6. Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain. 7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat setelah pembedahan. 8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan

hipovolemia. 9. Pemeriksaan laboratorium darah : Hb, Ht,Trombosit, Leukosit.

H. Pengkajian Fokus Fokus pengkajian pada klien post sectio caesaria menurut Doenges (2001) yaitu: 27

1. Aktivitas/Istirahat a. Melaporkan keletihan, kurang energi. b. Letargi, penurunan penampilan. 2. Sirkulasi a. Tekanan darah dapat meningkat. b. Mungkin menerima magnesium sulfat untuk hipertensi karena kehamilan. c. Perdarahan vagina mungkin ada. 3. Eliminasi Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada. 4. Integritas ego a. Mungkin sangat cemas dan ketakutan. b. Dapat menentukan prosedur yang antisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negative pada kemampian sebagai wanita. 5. Nyeri/Ketidaknyamanan a. Mungkin menerima narkotik atau anastesi peridural awal proses persalinan. b. Mungkin menunjukkan persalinan palsu di rumah. c. Kontraksi jarang dengan identitas ringan sampai sedang (kurang dan 3 kontraksi dalam 10 menit). d. Fase laten persalinan dapat memanjang 20 jam atau lebih lama pada nulipara (rata-rata adalah 8 jam) atau 14 jam pada nulipara (rata-rata 5 jam).

28

6. Keamanan a. Dapat mengalami versi eksternal setelah gestai 34 minggu dalam upaya untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi bokong menjadi presentasi kepala. b. Penurunan janin Mungkin kurang dari 1 cm/jam, pada nulipara kurang dari 2 cm/jam pada multipara (penurunan dengan eknik yang lebih lama). Tidak ada kemajuan yang terjadi dalam 1 jam/lebih untuk nulipara atau dalam 30 menit pada multipara (penghentian penurunan). c. Pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam mal posisi. d. Servik mungkin kaku atau tidak siap. 7. Makanan atau cairan Nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, edema (tanda-tanda

hipertensi) karena kehamilan. 8. Seksualitas a. Dapat primigravida atau grand multipara. b. Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidromnion, jaain besar atau gestasi multiple, janin besar atau gran multiparitas.

I. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post sectio caesaria menurut Doenges, Carpenito adalah:

29

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan. 2. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan 3. Gangguan pada eliminasi BAB konstipasi b.d. penurunan peristaltic usus 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan 5. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang informasi

J. Rencana Keperawatan Rencana keperawatan untuk mengatasi masalah pada klien post sectio cesarea menurut Doengoes (2000) adalah: 1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang Kriteria Hasil: skala nyeri 1-0 atau hilang, pasien tenang dan rileks Intervensi: a. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri. b. Kaji suhu dan nadi. c. Ajarkan tehnik nafas dalam bila nyeri muncul d. Berikan obat nyeri sesuai pesanan dan evaluasi efektivitasnya. e. Alih baring posisi pasien untuk mengurangi nyeri

30

2. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : intake dan output cairan seimbang Intervensi : a. Observasi perdarahan dan kontraksi uterus b. Monitor intake dan out put cairan c. Monitor tanda-tanda vital d. Observasi pengeluaran lochea, warna, bau, karakteristik dan jumlah e. Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program 3. Gangguan pada eliminasi BAB konstipasi b.d. penurunan peristaltic usus Tujuan: pola eliminasi kembali normal. Kriteria hasil: pasien mengungkapkan BAB lancar. Intervensi: a. Anjurkan klien untuk tidak menahan BAB b. Berikan cairan per oral 6-8 gelas per hari c. Anjurkan mobilisasi sesuai toleransi. d. Kolaborasi pemberian obat pencahar. e. Kolaborasi pemberian diit tinggi serat. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil: 31

d. Tidak

ada tanda-tanda

infeksi

(rubor,

kalor,

dolor,

tumor

dan

fungsiolaesa) e. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37 C) Intervensi: a. Monitor tanda-tanda vital b. Kaji luka pada abdomen dan balutan. c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan teknik antiseptik d. Catat / pantau kadar Hb dan Ht e. Kolaborasi pemberian antibiotic cefotaxime 3 x1 gr 5. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang informasi Tujuan : Pengetahuan klien meningkat Kriteria hasil: klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang perawatan diri dan bayi setelah operasi sectio caesarea Intervensi : a. Kaji tingkat pengetahuan klien b. Berikan penjelasan tentang perawatan diri c. Perlunya perawatan payudara dan ekpresi manual bila menyusui d. Jelaskan pentingnya ASI bagi bayi

32

Você também pode gostar