Você está na página 1de 14

Makalah kimia Industri Karet

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprene (C5H8) yang berat molekul rataratanya tersebar antara 10.000 - 400.000. Karet alam adalah jenis karet pertama yang dibuat sepatu. Sesudah penemuan proses vulkanisasi yang membuat karet menjadi tahan terhadap cuaca dan tidak larut dalam minyak, maka karet mulai digemari sebagai bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam alat untuk keperluan dalam rumah ataupun pemakaian di luar rumah seperti sol sepatu dan bahkan sepatu yang semuanya terbuat dari bahan karet. Sebelum itu usaha-usaha menggunakan karet untuk sepatu selalu gagal karena karet manjadi kaku di musim hujan dan lengket serta berbau di musim panas seperti yang pernah dilakukan oleh Roxbury Indian Rubber Company pada tahun 1833 dengan cara melarutkan karet alam terpentin dan mencampurnya dengan hitam karbon untuk menghasilkan karet keras yang tahan air.
Pemanfaatan kulit hewan sebagai salah satu peningkatan pendayagunaan hasil ternak merupakan salah satu upaya membangun peternakan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan kesempatan kerja dan usaha serta peningkatan devisa negara. Dewasa ini sudah bukan hal umum orang menggunakan kulit untuk berbagai keperluan sehari-hari, sehingga dapat dikatakan penggunaan kulit sudah memasyarakat, misal untuk sepatu, jaket, tas, sarung tangan dan lain-lain.

B. 1. 2. 3.

Rumusan Masalah Bagaimana sejarah karet dan kulit? Apa saja kandungan dari karet dan kulit? Bagaimana proses produksi dari karet dan kulit sehingga di dapat hasil yang berkualitas dan berkuantitas ? 4. Bagaimana cara mengolah limbah yang dihasilkan dari proses industri tersebut? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui sumber dan kandungan dari karet, kulit dan plastik 2. Untuk mengetahui proses pengolahan industri karet, kulit dan plastik yang berkualitas. 3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari industri tersebut terhadap kesehatan manusia. 4. Untuk mengetahui tekhnik pengendalian pencemaran industri karet, kulit dan plastik. D. Kegunaan Telah banyak kita ketahui bahwa kegunaan dari masing-masing industri tergantung dari jenis dan produk apa yang dihasilkan dari industri tersebut. Baik berupa bahn pangan, pakaian

ataupun alat-alat rumah tangga. Dengan proses pengolahan yang baik maka akan menghasilkan produk yang berkualitas dan kuntitas yang lebih besar.

BAB II PEMBAHASAN A. Karet


Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet (atau dikenal dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Sumber utama getah karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis (Euphorbiaceae). Karet telah digunakan sejak lama untuk berbagai macam keperluan antara lain bola karet, penghapus pensil, baju tahan air, dll. Saat Christopher Columbus dan rombongannya menemukan benua Amerika pada tahun 1476,mereka terheran-heran melihat bola yang dimainkan orang-orang Indian yang dapat melantun bila dijatuhkan ke tanah. Di sinilah sejarah karet dimulai, tetapi baru pada tahun 1530 ada laporan tertulis mengenai gummi optimum, sebutan Pietro Martire dAnghiera untuk karet. Pada tahn 1535, Ahli sejarah mengenai bangsa Indian, Captain Gonzale Fernandez de Oveida menulis bahwa dia melihat 2 tim orang Indian yang bermain bola. Bola itu terbuat dari campuran akar, kayu, dan rumput, yang dicampur dengan suatu bahan (latex) kemudian dipanaskan di atas unggun dan dibulatkan seperti bola. Bola oran Indian ini bisa melambung lebih tinggi daripada bola yang umum dibuat orang-orang Eropa waktu itu. Oviedo mengatakan bahwa bila bola buatan Indian itu dijatuhkan, bola itu bisa melambung lebih tinggi dan kemudian jatuh, lalu melambung lagi walaupun agak rendah daripada lambungan yang pertama, dst. Adapun proses pengolahan karet dalam industri antara lain :

Penerimaan Lateks Kebun Tahap awal dalam pengolahan karet adalah penerimaan lateks kebun dari pohon karet yang telah disadap. Lateks pada mangkuk sadap dikumpulkan dalam suatu tempat kemudian disaring untuk memisahkan kotoran serta bagian lateks yang telah mengalami prakoagulasi. Setelah proses penerimaan selesai, lateks kemudian dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk proses pengenceran dengan air yang bertujuan untuk menyeragamkan Kadar Karet Kering. Pengenceran Tujuan pengenceran adalah untuk memudahkan penyaringan kotoran serta menyeragamkan kadar karet kering sehingga cara pengolahan dan mutunya dapat dijaga tetap. Pengenceran dapat dilakukan dengan penambahan air yang bersih dan tidak mengandung unsur logam, pH air antara 5.8-8.0, kesadahan air maks. 6 serta kadar bikarbonat tidak melebihi 0.03 %. Pengenceran dilakukan hingga KKK mencapai 12-15 %. Lateks dari tangki penerimaan dialirkan melalui talang dengan terlebih dahulu disaring menggunakan saringan aluminium Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit Yang Diasap (Ribbed Smoked Sit). Lateks yang telah dibekukan dalam bentuk lembaran-lembaran (koagulum). Pembekuan

Pembekuan lateks dilakukan di dalam bak koagulasi dengan menambahkan zat koagulan yang bersifat asam. Pada umunya digunakan larutan asam format/asam semut atau asam asetat /asam cuka dengan konsentrasi 1-2% ke dalam lateks dengan dosis 4 ml/kg karet kering Dasar Pengolahan Karet. Jumlah tersebut dapat diperbesar jika di dalam lateks telah ditambahkan zat antikoagulan sebelumnya. Penggunaan asam semut didasarkan pada kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan pH lateks serta harga yang cukup terjangkau bagi petani karet dibandingkan bahan koagulan asam lainnya. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks pada titik isoelektriknya sehingga lateks akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada pH antara 4.5-4.7. Asam dalam hal ini ion H+ akan bereaksi dengan ion OH- pada protein dan senyawa lainnya untuk menetralkan muatan listrik sehingga terjadi koagulasi pada lateks. Penambahan larutan asam diikuti dengan pengadukan agar tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat proses pembekuan. Pengadukan dilakukan dengan 6-10 kali maju dan mundur secara perlahan untuk mencegah terbentuknya gelembung udara yang dapat mempegaruhi mutu sit yang dihasilkan. Kecepatan penggumpalan dapat diatur dengan mengubah perbandingan lateks, air dan asam sehingga diperoleh hasil bekuan atau disebut juga koagulum yang bersih dan kuat. Lateks akan membeku setelah 40 menit. Proses selanjutnya ialah pemasangan plat penyekat yang berfungsi untuk membentuk koagulum dalam lembaran yang seragam. Proses penggilingan koagulum menjadi lembaran sit Penggilingan Penggilingan dilakuan setelah proses pembekuan selesai. Hasil bekuan atau koagulum digiling untuk mengeluarkan kandungan air, mengeluarkan sebagian serum, membilas, membentuk lembaran tipis dan memberi garis pada lembaran. Untuk memperoleh lembaran sit, koagulum digiling dengan beberapa gilingan rol licin, rol belimbing dan rol motif (batik). Setelah digiling, sit dicuci kembali dengan air bersih untuk menghindari permukaan yang berlemak akibat penggunaan bahan kimia, membersihkan kotoran yang masih melekat serta menghindari agar sit tidak menjadi lengket saat penirisan. Koagulum yang telah digiling kemudian ditiriskan diruang terbuka dan terlindung dari sinar matahari selama 1-2 jam. Tujuan penirisan adalah untuk mengurangi kandungan air di dalam lembaran sit sebelum proses pengasapan. Penirisan tidak boleh terlalu lama untuk menghindari terjadinya cacat pada sit yang dihasilkan, misalnya timbul warna yang seperti karat akibat teroksidasi. Penirisan dilakukan pada tempat teduh dan terlindung dari sinar matahari. Proses pengasapan karet sit asap dalam kamar asap Sortasi Sit yang telah matang dari kamar asap diturunkan kemudian ditimbang dan dicatat dalam arsip produksi. Proses sortasi dilakukan secara visual berdasrkan warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan gilingan yang mengacu pada standard yang terdapat pada SNI 060001-1987. Secara umum sit diklasifikasikan dalam mutu RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, RSS 5 dan Cutting. Cutting merupakan potongan dari lembaran yang terlihat masih mentah, atau terdapat gelembung udara hanya pada sebagian kecil, sehingga dapat digunting Proses sortasi Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam industri karet agar mendapatkan hasil yang maksimal antara lain : Lateks yang berasal dari tanaman muda

Pada umumnya menghasilkan karet sit yang lekat atau lengkat, lembek serta mudah mengalami pemuluran saat digantung dalam kamar asap. Kemudian, lateks yang berasal dari tanaman yang sudah lama tidak disadap, menghasilkan karet sit yang mudah sobek/rapuh. Oleh sebab itu, manajemen penyadapan yang baik perlu dilakukan agar lateks kebun yang disadap sesuai dengan kriteria bahan baku pembuatan sit. Kebersihan lateks Mulai dari kebun hingga pabrik pengolahan harus senantiasa dijaga agar diperoleh hasil produk yang sesuai dengan standard. Terutama untuk peralatan penyadapan termasuk pisau sadap, talang lateks, mangkuk, ember pengumpul dan alur sadap sendiri, harus bebas dari kotoran serta slab sisa penyadapan sebelumnya. Tangki penerima Untuk tangki penerima yang jauh dari pabrik hendaknya ditambahkan bahan anti koagulan seperti amoniak. Penambahan antikoagulan diusahakan tidak melebihi batas yang ditetapkan untuk mencegah pemakaian asam semut yang terlalu banyak pada proses pembekuan. Pada saat pengangkutan sebaiknya dihindari dari sinar matahari serta panas berlebih untuk menghindai prakoagulasi serta pembentukan gelembung. Pemberian bahan penggumpal (koagulan). Pemberian bahan penggumpal (koagulan) seperti asam yang berlebih atau terlalu banyak akan menyebabkan koagulum menjadi keras dan sulit untuk digiling, sedangkan jika pemberian kurang maka koagulum akan menjadi lunak, membubur atau tetap encer (tidak menggumpal). Dalam proses penggumpalan, larutan asam dimasukkan perlahan-lahan secara merata, kemudian diaduk perlahan hingga homogen (seragam). Tebal karet sit yang tidak merata dapat disebabkan karena pencampuran lateks dan asam yang tidak seragam, pemberian asam yang tidak cukup, lateks terlalu encer, atau letak bak yang miring. Gelembung gas yang timbul dalam karet sit dapat disebabkan karena penggumpalan terjadi terlalu cepat dengan menggunakan asam yang berlebih, atau asam yang terlalu pekat, penyaringan yang kurang baik, waktu penggumpalan terlalu lama dan kurang sempurna. Apabila lateks telah menggumpal sempurna, maka diatas gumpalan tersebut digenangi air untuk mencegah terjadinya oksidasi dengan udara yang dapat mengakibatkan timbulnya bercak-bercak hitam pada permukaan koagulum. Penggilingan sit Penggilingan sit dilakukan untuk memisahkan sebagian besar air yang terkandung dalam gumpalan. Dengan penggilingan permukaan sit akan menjadi semakin besar, sehingga akan mempercepat pengeringan. Kecepatan penggilingan berbeda-beda antara satu rol dengan rol lainya, semakin maju maka kecepatan rol berikutnya akan lebih besar kecuali pada rol terakhir yang berpola, putaran menjadi lebih kecil. Kecepatan giling serta jarak antar celah dapat memengaruhi hasil gilingan sit. Sit yang mudah sobek dapat disebabkan karena kecepatan maju yang tidak tepat atau perbedaan celah antara dua celah yang berurutan terlalu besar. Beberapa faktor kesalahan yang dapat terjadi dalam industri karet antara lain : Karet sit yang lembek (tacky), dan molor (memanjang). Ini dapat disebabkan karena suhu di dalam ruang asap terlalu tinggi. Kemudian bercak bercak pada permukaan sit, dapat disebabkan karena kayu bakar yang digunakan mengandung bahan tar yang tinggi, kondensasi uap air yang mengandung tar, atau dibagian atap ruang asap yang terbuat dari genting atau seng jatuh pada permukaan karet sit # Warna yang tidak seragam dapat disebabkan karena kecepatan pengeringan, penggunaan bahan kimia seperti natrium

bisulfit yang tidak merata sehingga warna sit menjadi lebih muda atau pengisian karet sit dalam rumah asap yang terlalu padat. Lapisan tipis berwarna abu-abu cokelat (rustines) Hal ini dapat disebabkan oleh adanya mikroorganisme pada lembaran karet sebagai akibat dari penggantungan yang terlalu lama ditempat yang lembab. Dapat juga disebabkan karena sistem ventilasi yang kurang baik, sehingga jamur dapat tumbuh dengan baik pada ruang yang suhunya rendah dibawah 40 oC. Oleh sebab itu, suhu harus dinaikkan pada pengeringan hari pertama dan ventilasi diatur dengan baik . Gelembung gas. Gelembung gas juga dapat terjadi karena kesalahan pada rumah pengasapan. Seperti, pengeringan yang berlangsung sangat lambat karena suhu rendah, kenaikan suhu yang terlalu cepat, atau suhu terlalu tinggi lebih dar 60 oC. selain itu pengeringan pada suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan karet sit menjadi lengket . Abu yang melekat di dalam karet sit. Hal ini dapat disebabkan olah api yang terlalu besar, sehingga abu terbawa oleh asap yang masuk ke ruang asap. Sedangkan faktor yang memengaruhi kualitas sit dalam ruang sortasi adalah timbulnya jamur atau kapang pada permukaan sit. Kapang dapat timbul apabila karet sit tidak segera disortasi dan dikemas. Ruang sortasi harus bersih dan kering. Bandela-bandela harus disusun diatas papan kayu dan dalam penyusunannya tidak boleh lebih dari empat susun.

Proses pengolahan limbah dalamindustri karet meliputi 3 bagian diantaranya: 1. Pengolahan secara fisik. 2. Pengolahan secara Kimia 3. Pengolahan secara Biologi.

B. Kulit Kulit merupakan organ terbesar dari tubuh yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan mempunyai beberapa fungsi yang penting besarnya 10-12% dari tubuh. Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan (kerangka luar) tempat bulu hewan tumbuh (Sunarto, 2000 disitasi oleh Aidil rahmat et al) senada dengan pernyataan Suardana et al (2008) bahwa kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Kulit mamalia terbagi menjadi beberapa bagian dari segi histology menurut Judoamidjojo (1981)yaitu : Epidermis adalah lapisan luar kulit, Corium (derma) adalah bagian pokok tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit samak. dan, Hypodermis (subcutis), yang dikenal sebagai lapisan daging atau tenunan lemak, yang dihilangkan pada saat proses flesing pada proses penyamakan. Bagian bagian kulit dapat dilihat dalam Irisan penampang kulit dan keterangannya ( Franson 1981disitasi oleh Hoeruman (2000) :

1. 2. 3. 4.

Gambar 1. Irisan penampang kulit Tidak semua bagian kulit sama kualitasnya dalam satu lembar kulit, dijelaskan oleh Suardana et al, ( 2008 ). jenis kulit berdasarkan kualitasnya sebagai berikut : Bagian punggung adalah bagian kulit yang letaknya ada pada punggung dan mempunyai jaringan struktur yang paling kompak luasnya 40 % dari seluruh luas kulit. Bagian leher mempunyai kriteria kulitnya agak tebal, sangat kompak tetapi ada beberapa kerutan. Bagian bahu kulitnya lebih tipis, kualitasnya bagus, hanya terkadang ada kerutan yang dapat mengurangi kualitas. Bagian perut dan paha struktur jaringan kurang kompak, kulit tipis dan mulur.

Dalam dunia industri kulit ada dua istilah yang menonjol yaitu hide dan skin. Hide adalah istilah kulit mentah yang berasal dari hewan berukuran besar dan berumur dewasa, misalnya : sapi, kerbau, unta, badak dan paus. Skin adalah kulit mentah yang berasal dari hewan yang berukuran kecil, misalnya domba, kambing, babi, dan reptil atau hewan besar yang belum dewasa misalnya : anak sapi dan anak kuda (Sharpouse, 1957. disitasi oleh Hoeruman, 2000). Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Potensi penyamakan kulit di Indonesia pada tahun 1994 terdiri dari 586 jumlah perusahaan ang terdiri dari industri kecil sebesar 489 unit dan industri menengah sebesar 8 unit, dengan kapasitas produksi sebesar 70,994 ton ( Dirjen industri aneka 1995). Industri Penyamakan kulit sebagai salah satu Industri yang proses limbah yang masih sering dipermasalahkan, dan mempunyai konsekwen untuk dapat mencemari lingkungan yang ada disekitarnya baik melalui air, tanah dan udara. Salah satu contoh kasus terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah Industri Kulit yang ada di Garut. Adapun proses industri dari kulit yaitu : Proses awal terdiri atas : 1. Perendaman Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800- 1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250% dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit. Untuk mengembalikan kadar air yang hilang selama proses pengeringan sebelumnya, kulit basah lebih mudah bereaksi dengan bahan kimia penyamak, membersihkan dari sisa kotoran, darah, garam yang masih melekat pada kulit. 2. Pengapuran Maksud proses pengapuran ialah : 1. Menghilangkan epidermis dan bulu.

2. Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak. 3. Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak. Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-400 % air (semua dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida (Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari. Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut, dan bulu yang terepas. Pengapuran berfungsi membengkakan kulit untuk melepas sisa daging, menyabunkan lemak pada kulit, pembuangan sisik, pembuangan daging. 3. Pembelahan ( Splitting). Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan dikerjakan dengan mesin belah ( Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit.

4. Pembuangan kapur (deliming) Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu proses- proses penyamakan. Misalnya : o Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah. o Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan. Pembuangan kapur akan mempergunakan asam atau garam asm, misalnya H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, Dekaltal dll. Pembuangan kapur berguna untuk menghilangkan kapur dan menetralkan kulit dari suasana basa, menghindari pengerutan kulit, menghindari timbulnya endapan kapur, pengikisan protein. 5. Pengasaman (pickle). Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti. Selain itu pengasaman juga berguna untuk: 1. Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal. 2. Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam pengapuran agar kulit menjadi putih bersih. Pengasaman (pickle) untuk memberikan suasana asam pada kulit sehingga lebih sesuai dengan senyawa penyamak dan kulit lebih tahan terhadap seranga bakteri pembusuk). Pada kulit sapi, dilakukan proses pembuangan bulu menggunakan senyawa Na2S.

Proses penyamakan. Sesuai dengan jenis kulit, tahapan proses penyamakan bisa berbeda. Kulit dibagi atas 2 golongan yaitu hide (untuk kulit berasal dari binatang besar seperti kulit sapi, kerbau, kuda dll), dan skin (untuk kulit domba, kambing, reptil dll). Jenis zat penyamak yang digunakan mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh. Penyamak nabati (tannin) memberikan warna coklat muda atau kemerahan, bersifat agak kaku tetapi empuk, kurang tahan terhadap panas. Penyamak mineral paling umum menggunakan krom. Penyamak krom menghasilkan kulit yang lebih lemas, lebih tahan terhadap panas. Lewat proses penyamakan, dilakukan proses pemeraman yaitu menumpuk atau menggantung kulit selama 1 malam dengan tujuan untuk menyempurnakan reaksi antara molekul bahan penyamak dengan kulit. Proses penyelesaian (finishing) Untuk menentukan kualitas hasil akhir (leather). Terdiri atas beberapa tahapan proses yang bervariasi sesuai dengan jenis kulit, bahan penyamak yang digunakan, dan kualitas akhir yang diinginkan. Proses finishing akan membentuk sifat-sifat khas pada kulit seperti kelenturan, kepadatan, dan warna kulit. 1. Proses perataan (setting out). Bertujuan untuk menghilangkan lipatan-lipatan yang terbentuk selama proses sebelumnya dan mengusahakan terciptanya luasan kulit yang maksimal. proses perataan sekaligus juga akan mengurangi kadar air karena kandungan air dfalam kulit akan terdorong keluar (striking out). 2. Pengeringan Bertujuan untuk mengurangi kadar air kulit sampai batas standar biasanya 18 - 20 %. 3. Pelembaban Menaikkan kandungan air bebas dalam kulit untuk persiapan perlakuan fisik di proses selanjutnya). 4. Pelemasan Untuk melemaskan kulit dan mengembalikan kerutan-kerutan sehingga luasan kulit menjadi normal kembali. 5. Pementangan Hal ini untuk menambah luas kulit. 6. Pengampelasan Hal ini dilakukan untuk menghalukan permukaan kulit). Kulit samakan bisa dicat untuk memperindah tampilan kulit. Banyak faktor yang mungkin menyebabkan kualitas kulit tidak maksimal. Menurut Suaradana et al., ( 2008 ) Faktor tersebut antara lain: 1. Pengaruh usaha ternak terhadap kualitas kulit. Pada dasarnya usaha peternakan ditujukan untuk menghasilkan bahan makanan berupa daging, susu, bagi kebutuhan manusia. Akan tetapi usaha, usaha peternakan juga bisa menghasilkan kulit yang merupakan komoditas unggulan dan sejajar dengan hasil yang berupa bahan makanan. Karena harganya yang cukup tinggi, maka sekarang usaha peterna kan juga sangat memperhatikan faktor-faktor yang bisa meningkatkan kualitas kulit. 2. Pengaruh keadaan kulit terhadap kualitas kulit

3.

4.

5.

6.

Kulit yang berkualitas baik adalah kulit yang dihasilkan dari hewan yang sehat dan gizinya baik, sehingga menghasilkan kulit yang lemas dan dapat dilipat. Sedangkan kulit yang kualitasnya kurang adalah kulit yang dihasilkan dari hewan yang sakit atau kondisinya tidak sehat, sehingga kondisi kulit menjadi kaku dan kering. Bila kita memotong hewan yang akan diambil dagingnya, maka hewan tersebut harus dalam keadaan sehat, sehingga kulitnya pun berkualitas baik. Pengaruh iklim terhadap kualitas kulit. Temperatur, tekanan udara, kelembaban dan sebagainya merupakan faktor-faktor yang periu diperhatikan sebagai pengaruh iklim terhadap kualitas kulit. Peternakan hewan yang bertujuan untuk menghasilkan kulit binatang harus memperhatikan faktor-faktor tersebut agar kualitas kulit yang dihasilkan tetap baik. Setiap daerah mempunyai iklimnya sendiri, sehingga temak yang kulitnya akan diambil harus dipelihara sesuai dengan iklim yang cocok untuknya. Pengaruh adaptasi terhadap kualitas kulit. Perpindahan tempat akan berpengaruh terhadap hewan yang kulitnya akan diambil. Ada kalanya hewan tidak tahan terhadap bibit penyakit yang ada pada suatu daerah tempat ia berpindah. Hewan yang terkena penyakit akan menghasilkan kulit yang tidak berkualitas juga. Untuk itu, adaptasi hewan terhadap tempat baru juga harus mendapatkan perhatian. Pengaruh makanan terhadap kualitas kulit Makanan yang baik akan berpengaruh terhadap berat badan hewan dan kesehatannya. Berat badan hewan berpengaruh terhadap kualitas kulit yang dihasilkannya. Pengaruh perawatan terhadap kualitas kulit Kerusakan kulit juga merupakan akibat dari perawatan yang tidak baik terhadap hewan. Hal hal yang menyebabkan nilai kulit menurun misalnya hewan dicambuk, dipukul, terkena duri atau kawat, terbentur, dan sebagainya. Perlakuan semacam itu terhadap hewan akan berakibat peradangan atau luka pada kulit hewan, sehingga pada proses penyamakan akan menimbulkan tanda atau cacat yang mengurangi kualitas kulit. Dalam penentuan kualitas kulit hewan, di samping faktor -faktor yang disebutkan di atas, ada faktor -faktor lain yang juga menentukan, yaitu pemotongan hewan, pengulitan dan proses penyamakan. Contoh-contoh penurunan kualitas kulit yang menyebabkan kecacatan kulit antara lain: Pemeliharaan Hewan tidak dirawat dengan baik. Kesehatan hewan tidak diperhatikan Makanan Hewan tidak mendapatkan makanan secara teratur Makanan tidak bergizi Perlakuan Hewan dicambuk sampai luka Hewan luka karena penyakit Hewan tidak diobati Pengulitan Cara pengulitan hewan tidak benar Pisau sayat tidak tajam/tumpul Penyamakan

1. 2. 3. 4. 5.

Proses pengawetan yang tidak benar Terjadinya kesalahan pada proses penyamakan. Limbah cair industri penyamakan kulit nampak paling menonjol dibandingkan limbah padat maupun gasnya karena volumenya yang cukup banyak yaitu 30-70 l / kg bahan baku yang diolah dari awal. Disamping volume yang banyak, zat- zat pencemaran yang terkandung dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan dampak yang paling cepat berpengaruh adalah berbau busuk dan kadang- kadang secara visual nampak berbuih banyak. Secara umum air limbah penyamakan kulit mengandung bagian- bagian dari kulit seperti bulu, sisa daging, potongan kulit dan bahan kimia sisa dari yang ditambahkan dalam proses penyamakan kulit. Untuk mengantisipasi peningkatan jumlah limbah yang dibuang ke sungai, pada awal 1980-an, saat Garut dipimpin oleh Bupati Taufik Hidayat, ada rencana untuk merelokasi sentra industri kulit Sukaregang, namun tidak terealisasi. Oleh penerusnya, Bupati Toharudin Gani rencana tersebut kembali dicoba diwujudkan namun tak juga berhasil. Karena berbagai hambatan itu, akhirnya yang dapat dilaksanakan adalah revitalisasi. Artinya, lokasi Sukaregang akan ditata sedemikian rupa, termasuk ditetapkannya zona-zona industri serta pembatasan jumlah industri dengan dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Untuk revitalisasi ini pemerintah pusat memberi bantuan untuk membangun dua buah instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) pada 1992 agar air dari Sukaregang dapat kembali bersih saat dialirkan ke sungai. IPAL tersebut baru dapat beroperasi pada 1994, namun persoalan limbah tidak selesai karena jumlah IPAL yang ada tidak sesuai dengan jumlah limbah yang dihasilkan industri kulit Sukaregang. Kesadaran masyarakat pengusaha akan persoalan limbah ini juga kurang mendukung. Hingga kini hanya beberapa yang mau membangun IPAL sendiri. Padahal, untuk menangani masalah limbah idealnya setiap perusahaan memiliki satu mesin recovery sendiri. (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0104/13/0806.htm). Secara garis besar proses pengolahan limbah cair penyamakan kulit adalah sbb: 1. Pemisahan Padatan Kasar. 2. Segresi. 3. Ekualisasi. 4. Koagulasi. 1. Pemisahan Padatan Kasar. Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran- saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan. 2. Segresi. Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang mempunyai sifat khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan. Adapun cairancairan limbah dari proses penyamakan kulit yang perlu dipisahkan adalah: a. Cairan limbah pengapuran (buang bulu). Cairan limbah ini banyak mengandung Sulfida dari Na2S atau NaHS sisa dari proses buang bulu sebagai agensia perontok bulu/ rambut. Sebelum proses pengolahan segresi air limbah pada

proses buang bulu berwarna putih kehijauan dan kotor, dengan konsntrasi pH 10-12,5 dengan total solid 16.000- 45.000 mg/l. Namun setelah proses pengolahan dapat menetralisir asam, serta kandungan slfida yang terkandung didalamnya dapat teratasi. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara: b. Oksidasi Katalitik Sulfida, Yaitu dengan aerasi dan pemberian mangan sebagai katalisator. Seharusnya hal ini dilakukan setiap hari untuk menghindari bau busuk (H2S) dari air limbah tampungan. Aerasi dapat dilakukan pada tang ki yang memanjang keatas (tinggi) dan udara dihembuskan dari bagian dasar melalaui difusir atau dapat juga memakai aerator. c. Pengendapan Langsung. Fero sulfat dan feri klorida dapat digunakan untuk menghilangkan sulfida dari larutan denganpengendapan. Pengolahan ini akan menurunkan pH karena hidroksidanya mengendap. d. Cairan limbah Krom. Pengendapan krom relatif mudah dilakukan, pengendapan limbah krom dapat mempengaruhi biaya produksi/ pengolahan limbahnya. Pada pengolahan ini menghasilkan cairan supernatan yang hampir bebas krom dan juga dapat menurunkan BOD. 3. Ekualisasi. Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan sulfida dan krom agar dapat menghemat air yang dapat mengencerkan limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih lanjut. Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah. Praktek pencampuran ini meberi kesempatan terjadinya proses netralisasi dan pengendapan. Oleh karena itu sebaiknya air limbah dicampur dengan baik dan intensif, misalnya dengan mixer atau blower mengingat dalam bak ini padatan tersuspensinya dijaga jangan samapai mengendap dan kondisi air limbahnya harus aerobik, hal ini dapat dicapai dengan menghembuskan udara dari dasar bak melaluai beberapa difuser untuk memasok O2 yang intensif. Tenaga yang diperlukana untuk mengaduk kira- kira 30 watt/m2 air limbah. Jika dilakukan injeksi udara pada bak sedalam 2-4 m, aliran udara optimalnya 3-4 m3/jam per m2 permukaan bak. Dalam bak ekualisasi dapat dilakukan pergantian garam- garam aluminium maka penghilangan Nitrogen melalui proses nitrifikasi/ denitrifikasi perlu dilakukan.Pada tahapan ini untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah. 4. Koagulasi. Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis selanjutnya. Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk dibuang. Efesiensi penggumpalan dapat diperoleh dengan penambahan larutan pengendap yang berupa larutan polyelektrolit anionik rantai panjang dengan konsentrasi 1-10 mg/l.

a. b.

c.

d.

1.

2.

3.

Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pegolahan sekunder. Adapun pengolahan limbah cair dengan proses biologis. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit sbb: Filter biologis. Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan. Lumpur aktif (kolam oksidasi). Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif). Pengolahan dengan lumpur aktif berbeban ringan sangat sesuai untuk air limbah penyamakan kulit. Cara ini dikenal deng oksidasi kolam PASVEER. Lumpur aktif konvensional. Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan berkurang. Kolam oksidasi PASVEER relatif lebih murah, dan pemeliharaannya mudah, juka dioprasikan sebagaimana mestinya dapat menghasilkan air limbah terolah dengan BOD , 20 mg/l. Pengolah dengan lumpur aktif konvensional ( bebn berat) dapat dipilih dengan cara pegolahan sekundernya jika lahan yang ada sangat tebatas. Oksidasi berlangsung terus menerus dalam bk aerasi karena itu kebutuhan aerasinya juga agak intensif ( sampai kra- kira 1 Kw/ kg BOD). Waktu tingga l yang diperlukan hanya 6-12 jam sudah cukup. Lagun (kolam) . Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah. Ada beberapa pilihannya : Kolam aerob Dapat mengurangi sampai > 85 % BOD dalam waktu 10 hari, namun biasanya kolam tersebut mengeluarkan pencemaran udara dan memungkinkan terbentuknya kembali sulfida bersamaan dengan terlepasnya gas H2S. Hal ini sesuai bila hanya untukpemanfaatan ruang/ ahan dan biaya kolam-kolam tersebut rendah, sedangkan yang diperlukan hanya membuat kedalaman 3 meter. Kolam Fakultatif. Dengan 2 lapisan (zone) pengolahan yaitu lapisan aerob (yang ada di atas, berhubungan dengan udara) dal lapisan anaerob (zone di bawahnya). Biasanya berukuran lebih besar dari an aerob dan kurang efektif.Kolam ini lebih mengandalkan kekuatn fotosintetik dengan demikian tergantung pada perubahan musim dan tidak dapat diperiksa/ dipantau dengan baik. Kolam Aerasi Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan dan membutuhkan tenaga 10 30 w/m3 yang biasanya digunakan adalah aerator permukaan mekanik.

BAB III SIMPULAN

A. Simpulan Setelah mengetahui sejarah dan kandungan dari karet, kulit dan plastik kita dapat memanfaatkannya dengan skala yang lebih besar melalui industri. Adapun pengolahan industri tersebut meliputi : 1. Karet Penerimaan Lateks Kebun Pengenceran
Pembekuan Penggilingan Sortasi

2. Kulit Proses awal terdiri atas : Perendaman Pengapuran Pembelahan( Splitting). Pembuangan kapur (deliming) Pengasaman (pickle).

Proses penyamakan. Proses penyelesaian (finishing). Proses-proses tersebut untuk mandapatkan hasil yang maksimal baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu, proses pengolahan limbah mutlak harus dimiliki dalam setiap industri agar kelestarian lingkungan di sekitar tetap terjaga. Karena telah kita ketahui bahwa limbah dari industri khususnya yang sintesis dapat merusak kelestarian dari lingkungan disekitarnya. Pengolahan limbah bisa berupa daur ulang ataupun proses-proses lainnya yang sifatnya mencegah limbah merusak lingkungan.

B. Saran Industri penyamakan kulit dan Industri pengolahan lateks dan karet merupakan salah satu industri yang dalam prosesnya menghasilkan limbah yangmasih sering dipermasalahkan, dan mempunyai konsekuensi dapat mencemari lingkungan yang ada disekitarnya baik melalui air, tanah dan udara. Oleh karena itu, dalam industri penyamakan kulit selain memperhitungkan keuntunganya, perlu juga diperhitungkan kerugian yang dapat ditimbulkannya.

DAFTAR PUSTAKA Zuhra, Cut Fatima. 2006. Karet. Karya Tulis Ilmiah. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. Suseno, Rs. Suwarti.1989. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit Yang Diasap(Ribbed Smoked Sit). Balai Penelitian Perkebunan Bogor, Bogor. Anonim. 1997. Kumpulan Pedoman Pengolahan Karet (Buku I, II, III, IV, V, VI, VII). Tim Standardisasi Pengolahan Karet. Direktorat Jendral Perkebunan, Jakarta. Anonim. 2007. Pedoman Penanganan Pasca Panen Karet. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Anonim, 1996. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Penyamakan Kulit, Bapedal, Jakarta. Wijayadi Swarnam. 2005. Teknologi Limbah Edisi Spesial. Pusat Pengembangan Teknologi Limbah Cair. Jakarta. http://chem-is-try.org//karet/ http://wikipedia.org/wiki/karet www. google.com http://wikipedia.org/wiki/kulit

Você também pode gostar