Você está na página 1de 26

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri. Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu, mudah dibawa, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit tubuh. Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar. TUJUAN Mengetahui tentang pengertian suppositoria, syarat suppositoria, kekurangan dan kelebihan suppositoria. Mengetahui langkah-langkah cara pembuatan sediaan suppositoria yang baik dan tepat dan mengetahui metode evaluasi sediaan suppositoria. MANFAAT Dapat memahami langkah-langkah dalam pembuatan sediaan suppositoria. Untuk dapat mengaplikasikan di dunia kerja. Untuk menambah wawasan dan ketrampilan.
1

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SUPPOSITORIA a. Menurut FI edisi III hal 32 Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh. b. Menurut FI edisi IV hal 16 Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. c. Menurut R.Voight hal 281 Suppositoria adalah sediaan bentuk silindris atau kerucut berdosis dan berbentuk mantap yang ditetapkan untuk dimasukan kedalam rektum, sediaan ini melebur pada suhu tubuh atau larut dalam lingkungan berair. d. Menurut Ilmu Meracik Obat hal 158 Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur berbentuk terpedo, dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh. e. Menurut Ansel hal 576 Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaianya dengaan cara memasukkan kedalam lubang atau celah dalam tubuh dimana ia akan melebur, melunak atau larut dan memberikan efek lokal atau sistemik. f. Menurut Lachman hal 1147 Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang umumnya dimaksudkan untuk dimasukan kedalam rektum, vagina, dan jarang digunakan untuk uretra. Suppositoria rektal dan urektal biasanya menggunakan pembawa yang meleleh, atau melunak pada temperatur tubuh, sedangkan suppositoria vaginal kadang-kadang disebut pessaries, juga dibuat dengan tablet kompressi yang hancur dalam cairan tubuh.

Jadi, suppositoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat yang berbentuk torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga melalui lubang di area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah muntah, tidak sadar atau butuh penanganan cepat.

B. BENTUK-BENTUK SUPPOSITORIA DAN UKURANNYA a. Menurut Ansel hal 576-577 1. Suppositoria untuk rectum (rectal) Berbentuk silindris dan kedua ujungnya tajam, peluru, torpedo atau jari-jari kecil. Ukuran panjangnya 32 mm (1,5 inchi). Amerika menetapkan beratnya 2 gram untuk orang dewasa bila oleum cacao yang digunakan sebagai vasis. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukuran dan beratnya dari ukuran dan berat orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil. 2. Suppositoria untuk vagina (vaginal) Biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut sesuai dengan kompendik resmi, beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao, sebab lagi tergantung pada macam basis dan masing-masing pabrik yang membuatnya. 3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra) Bentuk ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukan kedalam lambung urine/saluran urine pria atau wanita 1 garis tengah 3-6 mm dengan panjang 140 mm. Walaupun ukuran ini masih bervariasi antar yang satu dengan yang lain apabila basisnya dari oleum cacao, maka beratnya 4 gram untuk wanita panjang dan beratnya dari ukuran untuk pria. Panjang kurang lebih 78 mm dan beratnya 2 gram ini pun bila oleum cacao sebagai basisnya. b. Menurut FI edisi IV hal 16 17 1. Suppositoria rektal Untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot 2 gram. 2. Suppositoria vaginal Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot 5 gram.
3

c. Menurut Lachman hal. 564 1. Suppositoria untuk rectum (rectal) Suppositoria rektal untuk dewasa berbobot sekitar 2 gram dan biasanya diruncingkan bentuk torpedo. Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram dan menyerupai bentuk torpedo. Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram dan mempunyai ukuran kecil. 2. Suppositoria untuk vagina (vaginal) Suppositoria vaginal berbobot sekitar 3 sampai 5 gram dan biasanya dicetak globular atau bentuk oval atau dikempa sebagai tablet menjadi bentuk kerucut atau adifikasi. 3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra) Suppositoria uretra kadang disebut bougies, berbentuk pensil dan dituliskan untuk maksud tertentu. Suppositoria uretra untuk pria berbobot sekitar 4 gram tiapnya dan panjangnya 100-150 mm, untuk wanita 2 gram tiapnya dan biasanya 60-75 mm. C. PERSYARATAN SUPPOSITORIA Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut: 1. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan kerja obat). 2. Pembebasan dan responsi obat yang baik. 3. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan, penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan stabilitas yang memadai dari bahan obat). 4. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.

D. EFEK TERAPI SUPPOSITORIA a. Menurut Ansel hal 16 17 1. Aksi lokal Begitu dimasukKan, basis suppositoria meleleh, melunak atau melarut menyebarkan bahan obat yang dibawahnya kejaringan-jaringan didaerah tersebut obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang tersebut untuk efek kerja lokal atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorbsi untuk mendapatkan efek sistemik. Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering digunakaan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi rasa gatal dan radang sehubungan dengan wasir atau
4

kondisi anarektal lainnya. Suppositoria vagina yang dimaksudkan untuk efek lokal, digunakan terutama sebagai antiseptik pada higiene wanita dan sebagai zat khusus untuk memerangi dan menyerang penyebab penyakit. 2. Aksi sistemik Untuk efek sistemik, membran mukosa rektum dan vagina memungkinkan absorbsi dan kebanyakan obat yang dapat larut walaupun rektum sering digunakan sebagai tempat absorbsi secara sistemik, vagina tidak sering digunakan untuk tujuan ini. Untuk mendapatkan efek sistemik, atau pemakian melalui rektum mempunyai beberapa kelebihan dari pada pemakian secara oral, yaitu : 1) Obat yang rusak atau tidak dibuat tidak aktif oleh pH atau aktifitas enzim dan lambung. 2) Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan rangsangan. 3) Merupakan cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah, dan lain sebagainya. b. Menurut Lachman hal 1184 1186 1. Suppositoria untuk efek sistemik Pemilihan basis suppositoria yang mungkin dikehendaki harus dibuat misalnya dengan memilih basis-basis yang disarankan. Avaibilitas dan harga basis suppositoria harus diperhitungkan sebelum pengerjaan formulasi digunakan. 2. Suppositoria untuk efek lokal Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya tidak diabsorbsi misalnya obat-obat untuk wasir, anastetik lokal, antipiretik, basis-basis, yang digunakan untuk obat ini sebenarnya tidak diabsorbsi. Lambat meleleh dan lambat melepaskan obat-obat sistemik. Efek lokal umumnya terjadi terjadi dalam waktu jam (30 menit) paling sedikit empat. E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI a. Menurut Ansel hal 579 1. Faktor Fisiologi Rectum manusia panjangnya 15 30 cm. Pada waktu kosong, rectum hanya berisi 2 3 ml cairan mukosa yang inert. Dalam keaadan istirahat, rectum tidak ada gerakan vili dan microvili pada mukosa rectum. Akan tetapi terdapat vaskularisasi adsorbsi obat dan
5

rectum adalah kandungan kolon, jalur sirkulasi dan pH serta tidak adanya kemampuan mendapat cairan rectum. Kandungan Kolon Apabila diinginkan efek sistemik dari suppositoria yang mengandung obat absorbsi yang lebih besar, lebih banyak terjadi pada rectum yang kosong dan rectum yang dikembungkan oleh fases ternyata obat lebih mengabsorbsi dimana tidak ada fases. Jalur Sirkulasi Obat yang diabsorbsi melalui rectum tidak seperti obat yang diabsorbsi setelah pemberian secara oral. Tidak melalui sirkulasi porta, sewaktu didalam perjalanan sirkulasi yang lazim. Dalam hal ini obat dimungkinkan dihancurkan didalam hati. pH Tidak adanya kemampuan mendapat dari cairan rektum karena cairan rectum pada dasarnya pada pH 7 8 dan kemampuan mendapat tidak ada, maka bentuk obat yang digunakan lazimnya secara kimia tidak berubah oleh lingkungan rektum. 2. Faktor Fisika Kimia Kelarutan lemak air Suatu obat lifofil yang terdapat dalam suatu basis. Suppositoria berlemak dengan konsistensi rendah memiliki kecenderungan yang kurang untuk melepaskan diri dari kedalam cairan sekelilingnya. Dibandingkan jika tidak ada bahan hidrofilik pada bahan/basis berlemak dalam batas-batas untuk mendekati jenuhnya. Ukuran Partikel Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah larut dan lebih besar kemungkinan untuk lebih cepat diabsorbsi. Sifat basis Basis harus mampu mencair, melunak atau melarut supaya pelepasan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Apa bila terjadi interaksiantara basis dengan lelehan lepas, maka adsorbsi akan terganggu atau malah dicegah.

b. Menurut Lachman hal 1184 1186 1. Faktor fisiologis Sirkulasi darah Sejumlah obat tidak dapat dibiarkan secara oral oleh karena obat-obat tersebut dipengaruhi oleh getah pencernaan atau aktivitas terapeutiknya diubah oleh hati setelah diabsorbsi. Setelah obat diabsorbsi dari usus halus akan dibawah oleh vena porta hepatika ke hati. Hati mengubah sebagian besar obat yang sama dapat diabsorbsi dalam daerah anarektal dengan nilai terapeutiknya masih dipertahankan. Vena hemoroid yang lebih atas tidak berhubung dengan porta yang menuju hati. Dilaporkan bahwa lebih separuh 50-70% obat yang diberikan secara rektal tarabsorbsi secara langsung ke dalam sirkulasi umum. pH Mempunyai peranan dalam mengendapkan laju absorbsi obat yang berarti schaneler melaporkan bahwa kolon tikus mempunyai pH kira-kira 6,3 suatu pH yang sedikit lebih asam dari semula. Hal ini mengakibatkan obat-obat yang terlarut menentukan pH di daerah anorectal. Schaneler mengatakan bahwa asam dan basa yang lebih akan lebih lemah , akan lebih mudah terionisasi. Keadaan fisiologi kolon Jumlah dan sifat kimia cairan-cairan dan padatan-padatan yang ada mempengaruhi absorbsi obat. Jika kandungan dubur banyak diabsorbsi obat akan lambat. Keadaan membran mukosa rektal Dinding membran diselubungi oleh lapisan mukosa yang relatif kontinyu/tebal yang bertindak sebagai penghalang mekanik untuk jalannya obat melalui pori-pori dimana terjadi absorbsi melalui usus kecil dan usus besar hampir tidak berbeda dengan obat yang diabsorbsi obat melalui usus kecil dan besar , rasanya tidak memungkinkan suatu obat yang telah melewati usus kecil dan akan diabsorbsi secara bermakna melalui kolon. 2. Faktor fisika-kimia Urutan peristiwa menuju absorbsi obat melalui daerah anorectal adalah obat dalam pembawa masuk dalam obat dalam cairan hal ini cairan kolon kemudian diabsorbsi oleh mukosa rectal. Agar obat dapat diabsorbsi obat tersebut harus dilepas dari suppositoria
7

dan didistribusikan oleh cairan disekitarnya pada tempat-tempat absorbsi dengan melarutkan dalam cairan maka terdapat kontak yang luas dan obat dengan dinding lumen sehingga shingga meningkatkan kontak obat dengan sebagian besar tempattempat absorbsi. Sifat basis Suppositoria yang dipengaruhi oleh adsorbsi obat. Bahan penambahan Didalam formula suppositoria dapat mempengaruhi adsorbsi obat melalui perubahan sifat reologi dari basis tersebut pada temperatur kamar. Atau dengan mempengaruhi disolusi obat dalam dalam media sedian obat tersebut, dalam basis tipe emulsi, terlihat bahwa pelepasan sejumlah obat yang larut dalam air meningkat dengan meningkatnya kandungan air dari basis tersebut. Dan bahwa laju obat yang dilepaskan dapat diperpanjang dengan penambahan suatu polimer, air, penambahan koloid silikon, oksida yang hidrofilik pada Suppositoria dengan basis berlemak. Mengubah sifat reologi massa tersebut. Salisilat ternyata dapat memperbaiki adsorbsi rectal dari antibiotika yang larut dalam air dalam basis hidrofilik.

F. ALASAN PENAMBAHAN BAHAN a. Menurut Ansel hal 578 Dalam berbagai obat terdapat bahan yang dirusak oleh lambung sehingga tidak dapat memberi efek. b. Menurut Ansel 579 581 Bahan obat yang masuk tidak mengalami metabolisme dihati. c. Menurut Lachman hal 1148 1149 1. Sediaan Suppositoria memberikan lebih cepat. 2. Sediaan ini mengiritasi saluran pencernaan.

G. PEMBAGIAN BASIS Menurut Ansel hal 582 589 1. Basis berminyak atau berlemak

Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, karena pada dasarnya olium cacao termasuk kelompok ini, utama dan kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainya. Diantara bahan berminyak atau berlemak lainya yang biasa digunakan sebagai basis Suppositoria. Macam-macam asam lemak yang dihidrogenesis dari minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas, juga kumpulan basis lemak yang mengandung gabungan minyak gliserin dan asam lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan asam stearat, mungkin ditemukan dalam basisi Suppositoria berlemak. Campuran yang dimikian seperti gliserol dan monostearat merupakan contoh dari kelompok ini. 2. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air Air merupakan kumpulan yang penting dari kelompok ini adalah gelatin dan gliserin dan basis policahenilikol, basis gelatin, gliserin paling sering digunakan dalam pembuatan Suppositoria vagina dimana memang diharapkan efek setempat yang cukup lama usus. 3. Basis lainya Dalam kelompok basis ini termasuk campuran bahan bersifat seperti lemak yang larut dalam air dan bercampur dengan air, bahan-bahan ini mungkin memebentuk zat kimia atau campuraan fisika.beberapa diantaranya berebentuk emulsi, umumnya dan tipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan besar. Salah satu dari bahan ini adalah polioksil 40 starat suatu zat aktif pada permukaan digunakan dalam sejumlah basis Suppositoria dalam perdaganggan. Menurut Lachman hal 1168 1172 1. Minyak coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak digunakan, minyak coklat seringkali digunakan dalam resep-resep pencampuran baha-bahan obat bila basisnya tidak dinyatakan apa-apa, sebagian besar sejak minyak coklat memenuhi persyaratan basis ideal karena minyak ini tidak berbahaya, lunak dan tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur tubuh. Minyak coklat merupakan trigliserida dengan rantairantai trigliserida utama yaitu oleoval mitosfearin dan oleo distearin, minyak coklat berwarna putih kekuningan, padat, merupakan lemak antara 30 C dan 35 C (8595F). Angka idealnya antara 34 38 C harus disimpan ditempat dingin, kering dan terlindung

dan angka asamnya lebih dari 4 karena minyak coklat mudah mencair dan menjadi tengik maka harus terlindung dari cahaya. 2. Pengganti Minyak Coklat Mekanisme pembuatan suppositoria seperti kelemahan yang menjadi sifat coklat, telah merangsang penelitian pengganti minyak coklat yang sesuai memuaskan dapat mempertahankan sifat minyak coklat yang dikehendaki dan melakukan upaya untuk menghapuskan kelemahannya. 3. Basis Suppositoria Khusus Karakteristik tertentu yang biasanya dipertimbangkan dalam memilih suatu basis suppositoria adalah : a) Interval yang sempit, antara titik leleh dan titk memadat. b) Kisaran leleh yang tinggi ( 37 C 41 C). c) Kisaran meleleh lebih rendah ( 30 C 34 C) bila zat tersebut ditambahkan dengan basis suppositoria atau sejumlah besar zat padat lokal yang merupakan karakteristik yang penting bagi suppositoria dengan shelf-life yang lama. 4. Basis Suppositoria Hidrofilik a) Suppositoria Gliserin Formula ini sering kali digunakan dalam suppositoria vaginal. Yang dimaksudkan untuk penggunaan efek lokal dari zat anti mikroba suppositoria melarut perlahan untuk memperpanjang aktifitas obat tersebut karena gliserin bersifat higroskopik, maka suppositoria dikemas dalam bahan yang dapat melindunginya dari kelembaban disekelilingnya. Suppositoria gelatin yang mengandung gliserin membantu

pertumbuhan bakteri atau jamur, karena itu suppositoria disimpan dalam tempat dinggin dan sering kali mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan mikroba. b) Berbagai Polietilenglikol Suppositoria Polietilenglikol dapat dibuat dengan pencetakan maupun metode kompressi dengan suatu campuran 6% Heksatiesol 1.2.6 dengan polietilenlikol 1540 dan 12 % polimer. Polietilen oksida 4000 merupakan basis yang sesuai terutama untuk teknik kompressi dingin.

10

H. TUJUAN PENGGUNAAN SUPPOSITORIA 1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan. 2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah. 3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).

I. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN SUPPOSITORIA Keuntungan Supositoria: 1. Menurut R.Voight hal 282 a. Tidak merusak lambung b. Tanpa rasa yang tidak enak (kemualan) c. Mudah dipakai bahkan pada saat pasien tidak sadarkan diri, sulit menelan dan sebagainya. d. Pemakaian suppositoria pada umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. 2. Menurut Ansel hal 579 a. Obat yang masuk dibuat tidak aktif oleh pH atau aktivitas enzim dalam lambung atau perlu dibawa untuk masuk ke dalam lingkungan merusak ini. b. c. Obat yang merangsang lambung dapat dibiarkan tanpa menimbulkan perangsangan. Obat yang dirusak dalam partal dapat melewati hati setelah diabsorbsi pada rectum.

d. Cara ini lebih sesuai digunakan oleh pasien dewasa dan anak-anak yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat. 3. Menurut FI edisi IV hal 16 Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung-pelindung ditempat sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal dan sistemik.

11

4. Menurut Lachman hal 1148 Suppositoria rektal juga digunakan untuk efek sistemik dalam kondisi dimana pemberian obat secara oral tidak akan ditahan atau diabsorbsikan dengan cepat seperti dalam keadaan mual dan muntah yang hebat. Kerugian Supositoria: 1. Menurut Lachman hal 1151-1153 Dinding membran diliputi suatu lapisan mukosa yang relatif konstan yang dapat bertanduk sebagai pengahalang mekanik untuk jalannya obat melalui pori-pori. Suatu obat yang sangat sukar larut larut dalam minyak.

2. Menurut R. Voight Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering , dingin) tidak dilindungi dari cayaha, bebas udara disimpan dalam bentuk terpasang tidak sebagai barang santai untuk memperpanjang stabilitasnya. 3. Menurut Ansel hal 579 Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada yang dipakai secara oral tergantung pada faktor-faktor kedalam tubuh pasien. Sifat fisika kimia obat dari kemampuan obat melewati penghalang fisiologis, untuk diabsorbsi dan sifat basis suppo yang dimaksudkan untuk obat-obat sistemik efek lokal umumnya terjadi dengan bentuk/waktu setengah jam sampai sedikit 4 jam.

J. SYARAT BASIS YANG IDEAL a. Menurut R. Voight hal 283-284

1. Secara fisiologis netral tanpa menimbulkan rangsangan pada usus ini dapat ditimbulkan dalam massa fisiologi atau ketagihan kekerasan terlalu besar , tetap juga peracikan dari bahan obat yang tidak cukup terhaluskan. 2. Secara kimia netral (tanpa tidak tersatunya bahan obat) 3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil) 4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan ini pembentukan yang cepat dan massa dalam pembentukan kontrasibilitas yang baik , pencegah suatu pendingin es dalam pembentuk. 5. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih.
12

6. Viskositas yang memadat (pengurangan lebih lanjut dari sedimentasi bahan obat tersuspensi, tinggi ketetapan tekanan) 7. Sebaiknya suppositoria dalam beberapa menit melebur pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat) 8. Pembebasan obat yang baik dan reabsorbsinya. 9. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan pewarnaan, pengerasan, ketetapan bentuk dan daya patah yang baik). b. Menurut Lachman , hal 1168 1. Telah mencapai kesetimbangan kristalivitas dimana komponen mencair dalam temperatur rectum (360C) 2. Tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan yang peka dan meradang 3. Dapat bercampur dengan berbagai jenis obat. 4. Basis suppositoria tersebut tidak mempunyai bentuk meta stabil (tidak berubah bentuk dalam keadaan semula pada saat pelelehan) 5. Basis suppositoria tersebut menyusut secukupnya pada pendinginan 6. Basis suppositoria mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi 7. Basis suppositoria tidak merangsang 8. Angka air tinggi maksudnya persentase air yang tinggi dapat dimaksudkan kedalamnya. 9. Stabil pada penyimpanan maksudnya warna, bau dan pola pelepasan obat 10. Tidak mempunyai efek obat 11. Dapat dibuat suppositoria dengan tangan mesin kompressi atau akstruksi c. Menurut Ansel , hal 581 Basis selalu padat dalam suhu ruangan tetapi akan melunak , melebur atau melarut mudah pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat sepenuhnya didapat setelah dimaksukkan. d. Menurut FI edisi III 32 Bahan dasar harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Macam macam basis suppositoria 1. Basis berlemak, contohnya: oleum cacao. 2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween dengan gliserin laurat.
13

3. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliserin-gelatin, PEG (polietien glikol). Bahan dasar suppositoria 1. Bahan dasar berlemak: oleum cacao Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan, memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34-35C, sedangkan dibawah 30C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal menstabil. Keuntungan oleum cacao: a. Dapat melebur pada suhu tubuh. b. Dapat memadat pada suhu kamar. Kerugian oleum cacao: a. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran). b. Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan dengan bahan tertentu. c. Meleleh pada udara yang panas. 2. PEG (Polietilenglikol) PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut: 1. Bahan dasar tidak berair: PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%). 2. Bahan dasar berair: PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%. Titik lebur PEG antara 35-63C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh. Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain: 1. Tidak mengiritasi atau merangsang. 2. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao.
14

3. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh. Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain: 1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air dahulu sebelum digunakan. 2. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat. Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar,lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak coklat.

K. METODE PEMBUATAN SUPPOSITORIA Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang digunakan dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian didinginkan. Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu homogenitas zat aktif dengan bahan dasar. Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam lainnya, namun ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria harus dibuat berlebih (10%), dan sebelum digunakan cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft Soap Liniment) agar sediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak boleh digunakan untuk supositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.

15

a. Menurut Lachman hal 1179 1. Metode dengan Tangan Metode pembuatan suppositoria yang paling sederhana dan yang paling tua adalah dengan tangan. Yakni dengan menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan aktif dengan menggunakan atau dilarutkan dengan air, atau kadang-kadang dicampur atau dengan sedikit lemak bulu domba untuk mempermudah penyatuan basis suppositoria. Kemudian massa digulung menjadi satu barang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki atau menjadi bolabola vaginal sesuai dengan berat yang diinginkan. Batang silinder dipotong menjadi beberapa bagian kemudian salah satu ujungnya diruncingkan. 2. Mencetak kompressi Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat dibuat dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu bistor pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga massa terdorong masuk ke dalam cetakan. 3. Metode Tuang Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil dan skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis diletakkan sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya. 4. Metode Pencetak Otomatis Pelaksanaan pencetakan (penanganan, pendinginan) dan pemindahan dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan pembersihan cetak semua dijalankan secara otomatis. Pertama-tama massa yang telah disiapkan diisikan ke dalam suatu corong pengisi dimana massa tersebut secara kontinyu dicampur dan dijaga pada temperatur konstan. b. Menurut Ansel hal 585 1. Pembuatan dengan cara cetak Langkah-langkah dengan cara percetakan termasuk : Melebur basis
16

Mencampur bahan obat yang diinginkan Menuang hasil leburan ke dalam cetakan Membiarkan leburan menjadi dingin dan membuat menjadi suppositoria Melepaskan suppositoria

2. Pembuatan dengan Cara Kompressi Suppositoria dapat dibuat juga dengan massa yang terdiri dari campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khususnya memakai alat mesin pembuat suppositoria dan bahan lainnya. Dalam formula dicampur/diaduk dengan baik. Pergeseran pada proses menjadikan suppositoria lembek seperti kental pasta. Proses kompressi khususnya cocok untuk pembuatan suppositoria yang mengandung bahan obat yang mengandung sebagian besar bahan yang tidak larut dalam basis. Dalam pembuatan suppo dengan media kompressi adonan suppositoria dimasukkan ke dalam sebuah selinder yang kemudian ditutup dengan cara menekan salah satu ujung secara mekanis atau dengan memutarkan rodanya maka adonan tadi terdorong keluar pada ujung lainnya dan masuk ke dalam celah-celah cetakan ketika cetakan terisi penuh. Sebuah lempeng yang bergerak di ujung bagian belakang cetakan dilepaskan dan pada saat tambahan tekanan diberikan kepada adonan yang ada dalam selinder. Suppositoria yang telah dibentuk tadi akan lepas dari cetakan. Pembuatan secara menggulung dan membentuk tangan. Dengan tangan terdapat cetakan suppositoria dalam macam-macam ukuran dan bentuk. Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang rasanya hampir tidak perlu dilakukan lagi. Namun demikian melihat dan membentuk suppositoria dengan tangan merupakan bagian dari sejumlah seni para ahli farmasi. d. Menurut R. Voight hal 291-293 Menurut teknik pembuatannya maka dibedakan antara cara tuang dan cara cetak. - Cara Tuang Terjadi paling sering untuk penggunaan setelah massa dilebur dan disatukan dengan bahan obat maka, mereka dituang dalam pembentuk untuk menjamin suatu pembekuan yang cepat dan untuk mengurang satu sedimentasi dan bahan obat lebih lanjut. Mak pada peleburan massa diperhatikan bahwa suhu tidak boleh naik terlalu tinggi dan yidak dijumpai leburan jernih, seharusnya banyak dari massa pada penuangan sedapat
17

mungkin menunjukkan visikositas tinggi dan memiliki suatu suhu, yang terletak hanya sedikit diatas titik bekunya. Itu dicapai melalui pemanasan yang sangat berhati-hati (misalnya dengan penyinar infra merah) penting atau bahwa dengan ini massa diaduk intensif secara tetap. Pada penuangan sebaliknya terdapat satu campuran sejenis krim artinya didalam massa sebaliknya terdapat bahan yang melebur pendampingan. Metode ini dinyatakan sebagai cara dileburkan dan lebur jernih, yang hanya dapat diperlukan pada penggabungan besar-besaran adalah lebih disuka, penanganan dari penggabungan suppositoria kecil-kecilan diambil tuang tunggal artinya setiap lubang pembentuk suppositoria diisikan berturut-turut. Pada pembuatan semi industri berlangsung suatu pengisian serempak seluruh lubang dari pembentuk dengan menggunakan perlengkapan berbentuk corong uang cocok sehingga dikatakan suatu ruang massa. - Cara Cetak Pada cara cetak dikerjakan dengan dasar suppositoria terparut, dengan dicampurkan bahan obat yang diserbuk halus, materi awal yang disiapkan sedemikian diisikan dalam sebuah pencetak suppositori (misalnya pencetak suppositoria universal) dengan menggunakan sebuah torak, yang digunakan melalui sebuah pembuka kecil menjadi bentuknya. Diindustri, peralatan cetak yang digunakan bekerja dengan 10 Mpa (100 cc). Massa suppositoria yang telah dikenal yang umum diperdagangkan semuanya lebih atau kurang cocok untuk pembuatan dari pembuatan suppositoria cetak. Jika dijumpai kesulitan, maka untuk pengurangan kerapatan dimasukkan pembuat lunak (parafin cair, lemak bulu domba). Metode pembuatan supositoria secara umum dibagi menjadi 3 yaitu: a. Dengan tangan Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.

18

b. Dengan mencetak kompresi Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan. c. Dengan mencetak tuang Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau nikel.

K. PENGEMASAN SUPPOSITORIA a. Suppositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi suppositoria. b. Suppositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah perekatan. c. Suppositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran metal (alumunium foil).

L. PENYIMPANAN SUPPOSITORIA Karena suppositoria umumnya dipengaruhi panas, maka perlu di simpan dalam tempat dingin. Suppositoria yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-1,1C) dan akan lebih baik apabila disimpan di dalam lemari es. Suppositoria yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0F (1,6C). Suppositoria dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada suhu ruang biasa tanpa pendinginan.

19

M. EVALUASI SUPPOSITORIA Menurut Lachman hal 1191-1194 1. Uji Kisaran Leleh Uji ini disebut juga uji kesaran meleleh makro dan uji merupakan salah satu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (370C). Sebaiknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. 2. Uji Pencahar atau uji waktu melunak dari suppositoria rektal suatu modifikasi yang dikembangkan oleh Krowezyasku adalah uji suppositoria akhir lain yang berguna. Uji tersebut terdiri dari pipa U yang sebagian dicelupkan kedalam penangas air yang bertemperatur konstan. Penyempitan pada satu menahan suppositoria tersebut pada tempatnya dalam pipa. 3. Uji Kehancuran Berbagai larutan sudah diuraikan untuk memecahkan masalah kerapuhan suppositoria. Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur keregasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berbanding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada suhu 370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut. Dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang diletakkan. 4. Uji Disolusi Pengujian laju pelepasan zat obat dari suppositoria secara invitro selalu mengalami kesulitan karena adanya pelelehan. Perubahan bentuk dan depresi dari medium disolusi. Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium. 5. Uji titik lebur Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu 37C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.

20

6. Kerapuhan Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung. 7. Volume Distribusi Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan volume sementara yang menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh. Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terdurI dari plasma atau serum, dan Vd adalah jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan kadarnya dalam plasma atau serum. Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, kemampuan molekul obat memasuki berbagai kompartemen tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan dengan berbagai jaringan. Obat yang tertimbun dalam jaringan mempunyai kadar dalam plasma yang rendah sekali sedangkan Vd nya besar (misalnya, digoksin). Untuk obat yang terikat dengan kuat pada protein plasma mempunyai kadar plasma yang cukup tinggi dan mempunyai Vd yang kecil (misalnya, warfarin, tolbutamid dan salisilat).

N. SPESIFIKASI UNTUK BASIS SUPPOSITORIA a. Menurut Lachman hal 1156-1167 1. Asal dan Kompressi Kimia Uraian singkat dari konversi mengungkapkan sumber asal (yakni apakah benar-benar alami atau sintetis, atau produk yang dimodifikasi). Dan susunan kimia ketidak tercampuran basis dengan konstituen-konstituen lain secara fisika atau kimia dapat diramalkan jika komposisi formula yang tepat diketahui, termasuk pengawet, antioksidant dan pengemulsi.

21

2. Kisaran Titik Leleh Karena basis suppositoria merupakan campuran kompleks trigliserida, maka basis suppositoria tersebut tidak mempunyai titik leleh tajam. Karakteristik titik leleh dinyatakan sebagai suatu kisaran yang menunjukkan temperatur dimana lemak mulai meleleh dan temperatur dimana lemak meleleh seluruhnya. 3. Solid-Fat Index (SFI) Dari grafik persentase zat padat terhadap temperatur, seseorang dapat menentukan kisaran pemadatan dan kisaran leleh basah, basah lemak juga bersifat leleh, rasa pada permukaan dan kekerasan basis. Basis dengan suhu tetes yang jelas dalam zat padat dan rentang temperatur pendek terbukti rapuh jika meleleh terlalu cepat. 4. Angka Hidroksil Angka hidroksil merupakan suatu ukuran posisi yang tidak diesterifikasi pada molekulmolekul gliserida dan mencerminkan kandungan monogliserida dan diglerisida suatu basis lemak, angka ini menunjukkan miligram KOH yang akan menetraksir asam asetat yang digunakan untuk mengesetilasi 1 gram lemak. 5. Titik Memadat Harga ini meramalkan waktu yang dibutuhkan oleh basis untuk menjadi padat dan besar adalah cetakan. Pertama-tama sebaiknya diatas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya. 6. Mesin Pencetak Otomatis Pelaksanaan pencetakan (penuangan, pendinginan dan pemindahan) dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan pembersihan cetakan, semua dijalankan secara otomatis produksi suatu mesin putar khusus berkisar antara 3500 sampai 6000 suppositoria per jam. b. Menurut Ansel hal 585 1. Dengan cara mencetak Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode percetakan termasuk : - Melebur basis - Mencampurkan bahan obat yang digunakan - Menuang hasil leburan ke dalam cetakan
22

- Membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria - Melepaskan suppositoria dengan oleum cacao, gelatin, gliserin, polieleglikol dan basis suppositoria lainnya yang cocok dibuat dengan cara mencetak. 2. Dengan Cara Kompressi Suppossitoria dapat juga dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari, campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memahami obat/mesin pembuat suppositoria. Dalam pembuatan dengan cara kompressi dalam cetakan. Basis suppositoria dan bahan lainnya dalam formula dicampurkan atau diaduk dengan baik, penggeseran pada proses tersebut menjadikan suppositoria lembek seperti kentalnya pasta. 3. Secara Menggulung dan Membentuk dengan Tangan Dengan terdapatnya cetakan suppositoria dalam macam-macam ukuran bentuk. Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasis, sekarang rasanya hampir tidak pernah dilakukan. Namun demikian melintang dan memuat suppositoria dengan tangan merupakan bagian dari rendah sejarah seni ahli farmasi. c. Menurut R. Voight hal 289-291 1. Cara Penuangan Cara ini paling sering digunakan setelah massa melebur dan disatukan dengan bahan obat dituang ke dalam cetakannya. Untuk menjamin perlakuan yang cepat sehingga lebih mengurangi proses sedimentasi bahan obat. Pada saat peleburan massa harus diperlihatkan bahwa suhu tidak naik terlalu tinggi dan tidak membentuk leburan yang jernih bila basis tersebut didinginkan dalam cetakan. Jika interval antara kisaran leleh dan titik memadainya adalah 100C atau lebih. Maka waktu yang dibutuhkan untuk memadatkan dapat diperpendek dengan menambahkan pendingin sehingga prosedur pembuatan lebih efisien. 2. Angka Penyabunan Jumlah miligram kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan asam-asam bebas dan saponifikasi ester-ester yang dikandung dalam 1 gram lemak adalah suatu indikasi dari tipe (Mono, di dan tri) gliserida dan juga jumlah gliserida yang ada.

23

3. Angka Iod Angka ini mengatakan banyaknya garam iod bereaksi dengan 100 gram lemak atau bahan lain yang tidak jenuh. Peruraian mungkin disebabkan oleh lembab. Asam-asam dan disigen meningkat dengan harga iod yang tinggi. 4. Angka Alir Jumlah garam yang dapat dimasukkan dalam 100 gram lemak dinyatakan dengan harga ini. Angka air meningkat dengan adanya penambahan zat aktif. Permukaan monogliseridsa dan pengemulsi-pengemulsi lain. 5. Angka Asam Banyaknya miligram kalium hidroksida yang diperlukan utnuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram zat dinyatakan dengan harga ini. Angka asam yang rendah atau tidak adanya asam. Penting untuk basis suppositoria yang baik.

O. CARA PEMBERIAN SUPPOSITORIA Pemberian obat dengan sediaan suppositoria dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria Petunjuk pemakaian: cuci tangan sampai bersih, buka pembungkus suppositoria, kemudian tidur dengan posisi miring. Supositoria dimasukkan ke rektum dengan cara bagian ujung supositoria didorong dengan ujung jari, kira-kira -1 inci pada bayi dan 1 inci pada dewasa, bila perlu ujung supositoria di beri air untuk mempermudah penggunaan. Untuk nyeri dan demam satu supositoria diberikan setiap 46 jam jika diperlukan. Gunakan supositoria ini 15 menit setelah buang air besar atau tahan pengeluaran air besar selama 30 menit setelah pemakaian supositoria. Hanya untuk pemakaian rektal. Hentikan penggunaan dan hubungi dokter jika sakit berlanjut hingga 3 hari. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika tertelan atau terjadi over dosis segera hubungi dokter (Monson, 200).

24

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Suppositoria merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra dan umumnya meleleh , melunak atau melarut pada suhu tubuh. Untuk vagina disebut pessarium, untuk disaluran urine disebut bougie. Bahan dasar yang digunakan untuk sediaan suppositoria harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (Oleum Cacao), Polietlenglikol, atau gelatin. Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan tangan, dengan mencetak kompresi, dan dengan mencetak tuang. Evaluasi pada sediaan suppositoria meliputi uji kisaran leleh, uji kehancuran, uji pencahar, uji titik lebur, uji disolusi, kerapuhan, dan volume distribusi. Karena suppositoria umumnya dipengaruhi panas, maka suppositoria perlu di simpan dalam tempat dingin.

B. Saran Untuk para pembaca khususnya mahasiswa Institut Sains Dan Teknologi Nasional, alangkah lebih baik jika dalam pemberian obat kepada pasien itu sesuai dengan prosedur dan tata cara yang benar.

25

LAMPIRAN

GAMBAR SUPPOSITORIA

26

Você também pode gostar