Você está na página 1de 25

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. Diabetes telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes. Di Amerika sekalipun, angka kematian akibat diabetes bisa mencapai 200.000 orang per tahun. Angka penderita diabetes yang didapatkan di Asia Tenggara adalah : Singapura 10,4 persen (1992), Thailand 11,9 persen (1995), Malaysia 8 persen lebih (1997), dan Indonesia (5,6 persen (1992). Kalau pada SISTEM ENDOKRIN 1

1995 Indonesia berada di nomor tujuh sebagai negara dengan jumlah diabetes terbanyak di dunia, diperkirakan tahun 2025 akan naik ke nomor lima terbanyak. Pada saat ini, dilaporkan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, sudah hampir 10 persen penduduknya mengidap diabetes. Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Sedangkan, insiden penderita diabetes melitus tipe 1 pada anak meningkat secara signifikan di negara Barat. Merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi para orangtua dan dokter dalam pengobatan diabetes melitus tipe 1 pada anak yang berumur di bawah 12 tahun. Seiring perkembangan teknologi yang makin pesat dan meningkatnya permintaan pasien diabetes melitus yang mendambakan pengobatan efektif dan aman tanpa terus-terusan harus menginjeksikan insulin ke tubuh mereka, sebagai alternatif digunakanlah pompa insulin yang kini menjadi favorit penderita pasien diabetes di Amerika, terutama diabetes melitus tipe 1. Akibatnya, terjadi peningkatan yang signifikan terhadap pemakaian pompa insulin selama 1 dekade ini karena pasien DM tidak perlu menghabiskan waktu terlalu banyak untuk menginjeksikan insulin ke tubuhnya terus menerus. Dari fakta diatas menunjukan DM adalah salah satu masalah yang sering terdi untuk mengatasi permasalahan itu, dalam dunia keperawatan dapat dilakukan dengan pemberian asuhan keperawatan yang efektif dalam perawatan pada pasien DM. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Diharapkan mampu mempelajari serta menerapkan asuhan keperawatan diabetes mellitus pada anak. 2. Tujuan khusus a) Diharapkan mampu memehami defenisi, anatomi fisiologi, klasifikasi diabetes mellitus tipe I, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, penatalaksanaan medis, dan pemeriksaan diagnostic. b) Diharapkan mampu menyusun asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe I. dengan gangguan

SISTEM ENDOKRIN

BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Defenisi Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995) Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532) Diabetes mellitus tipe I dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan denganrusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhanssehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe inidapat diderita oleh anak-anak. Diabetes melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketidak absolutan insulin. Penyakit ini disebut diabetes mellitus dependen insulin (DMDI). Penyakit Ini harus mendapat insulin pengganti. (Elizabeth Corwin , 2009) 2. Anatomi Fisiologi Pankreas a. Anatomi kelenjar pankreas Pankreas terletak di retroperitoneal rongga abdomen bagian atas, dan terbentang horizontal dari cincin duodenal ke lien. Panjang sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. Pankreas mendapatkan pasokan darah dari arteri mesentrika superior dan splenikus. (Rumahorbo, 1999) Pankreas secara permukaan terdiri dari bagian : 1) Caput (menempel pada duodenum) 2) Corpus 3) Cauda (yang bersinggungan dengan ginjal bagian kiri).

SISTEM ENDOKRIN

Di dalam pankreas terdapat saluran yang disebut duktus pankreatikus yang terletak sepanjang pancreas (mulai dari caput, corpus, sampai cauda). Cabang-cabang dari duktus pankreatikus yang halus bergabung menjadi duktus pankreatikus wirsungi. Duktus pakreatikus kemudian bermuara pada duodenum tepatnya pada papilla duodeni major dan papilla duodeni minor. Bagian pankreas yang mensekresikan getah adalah kelenjar alveolus yang bentuknya seperti kelenjar saliva. Di dalam kelenjar alveolus berbentuk granulagranula yang berisi enzim (granula zimogen). Kelenjar tersebut dikeluarkan dari aspek sel menuju lumen duktus pankreatikus yang kemudian menuju ke lumen duodenum (Sujono dan Sukarmin, 2008) Pulau Langerhans Pulau-pulau langerhans berbentuk oval, tersebar diseluruh pancreas dan terbanyak pada bagian kedua pankreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1-2 juta pulau langerhans. Sel dalam pulau ini dapat dibedakan atas dasar granulasi dan pewarnaannya. Separuh dari sel ini menyekresi insulin, yang lainnya menghasilkan polipeptida. Dari pankreas diturunkan ke bagian eksokrin pankreas. (Syaifuddin, 2006) SISTEM ENDOKRIN 4

Insulin dihasilkan oleh pulau-pulau Langerhans pankreas, baik yang terdapat dibagian caput, corpus, maupun cauda pankreas. Pulau-pulau langerhans merupakan kumpulan sel yang berbentuk ovoid. Pada manusia terdapat 1-2 juta pulau-pulau Langerhans. Sel-sel pada pulau langerhans digolongkan beberapa jenis yaitu sel A (disebut juga alfa), B (disebut juga beta), D (disebut juga delta), dan F. Sel B yang merupakan bagian terbanyak dari pulau-pulau langerhans (60-70%) terletak di tengah pulau. Sel A menghasilkan glukagon, sel B mensekresikan insulin, sel D mensekresikan somatosistin, dan sel F menghasilkan polipeptida pankreas. (Sujono dan Sukarmin, 2008) Produk yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas akan disalurkan melalui duktus. Sedangkan produk dari pulau-pulau langerhans langsung ikut dalam aliran darah. (Sujono dan Sukarmin, 2008) b. Fisiologi pankreas Getah pankreas bersifat basa dengan komposisi: HCO3 (asam) dengan kadar 113 meq/L, yang setiap hari disekresikan sekitar 1500 mL getah pankreas. Sekresi getah pankreas bersama dengan sekresi empedu dan getah usus berefek pada penetralan asam lambung dan menaikkan pH duodenum menjadi 6,0-7,0. Di dalam getah pankreas terdapat tripsinogen yang diubah menjadi enzim aktif tripsin. Tripsin berfungsi untuk mengubah kimotripsinogen menjadi kimotripsin yang merangsang kerja enzim enteropeptidase yang akan mengakibatkan kelainan kongenital dan malnutrisi protein. (Sujono dan Sukarmin, 2008)

SISTEM ENDOKRIN

Susunan insulin terdiri dari polipeptida yang mengandung dua mata rantai asam amino yang dihubungkan dengan jembatan disulfide. Insulin dibentuk di kulum endoplasmik sel B dan kemudian dikemas di apparatus golgi dalam sebuah granula yang kemudian bergerak ke membran plasma. Insulin kemudian dikeluarkan melalui proses eksositosis kemudian melintasi lamina basalis sel B menuju kapiler dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah. Waktu paruh insulin dalam sirkulasi berlangsung selama 5 menit. (Sujono dan Sukarmin, 2008). 3. Klasifikasi DM tipe I Berdasarkan etiologi sebagai berikut : 1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini. 2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun. 4. Etiologi Menurut American Diabetes Association 2005 (ADA 2005), yaitu : a. Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

SISTEM ENDOKRIN

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 5. Patofisiologi Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi. Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino , laktat , dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari SISTEM ENDOKRIN 7

180mg/dl

ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul

glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia). Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah. (Silvia. Anderson Price, 1995)

6. WOC (Terlampir) 7. Tanda dan gejala Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering ditemukan : a) Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. b) Polidipsi (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum. c) Polifagia (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah. d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. 8

SISTEM ENDOKRIN

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus e) Mata kabur Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. f) Ketoasidosis. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. 8. Komplikasi a. Komplikasi Metabolik Akut 1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1) Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal 2) Hipoglikemi Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh SISTEM ENDOKRIN 9

pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma. b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5) 1) Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik

diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosasorbitolfruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom. 2) Makroangiopaty Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa : a. Penimbunan sorbitol dalam intima vascular. b. Hiperlipoproteinemia c. Kelainan pembekun darah

Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium. Komplikasi diabetik

SISTEM ENDOKRIN

10

diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan. (Elizabeth Corwin , 2009) 9. Penatalaksanaan Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi: 1. Pemberian insulin Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran. Penatalaksanaan Terapi Insulin. Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin. Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk : 1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal. 2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes. Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan olahraga secara teratur. Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini : Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari Kadar glukosa darah sering tidak teratur Ingin mengurangi resiko hipoglikemi Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Cara Pemberian Insulin: SISTEM ENDOKRIN 11

Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector). Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas. Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 480C. 2. Pengaturan makan/diet Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 1015% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. 20% berupa makan pagi. 10% berupa makanan kecil. 25% berupa makan siang. 10% berupa makanan kecil. 25% berupa makan malam. 10% berupa makanan kecil.

SISTEM ENDOKRIN

12

Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, 3. Olahraga Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda. (Corwin, 2009) 4. Obat hipoglikemik oral (OHO) Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik. a. Sulfoniurea Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. b. Biguanid Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk. c. Inhibitor glukosidase Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial. d. Insulin sentizing agent Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. 5. Edukasi Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat. 6. Pemantauan mandiri/home monitoring SISTEM ENDOKRIN 13

Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin). 10. Pemeriksaan diagnostik a. b. c. d. e. Glukosa darah : Meningkat 200-100 mg/dL atau lebih (normalnya 70-120 mg/dl). Aseton plasma : Positif secara mencolok. Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat. Elektrolit Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun (normalnya 135-145 mEq/l). f. Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun (normalnya 3,3-5,0 mEq/l). g. h. Fosfor : Lebih sering menurun (normalnya 2,5-4,5 mg/dl). Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari nilai normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (normalnya 46,5%). i. Gas darah arteri : Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. j. Trombosit darah : HT mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis,

hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stres atau infeksi (normalnya 150.000-400.000/mm3). k. Ureum/kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal) (ureum normalnya 15-40 mg/dl, dan kreatinin normalnya 0,6-1,2 mg/dl). l. Amylase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab (50-300 i.u/l). m. Insulin darah : Mungkin menurun/ bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaan (endogen dan eksogen). Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody (normalnya 1500 ml/hari).

SISTEM ENDOKRIN

14

n.

Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

o.

Urine : Gula dan aseton positif: berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat (berat jenis urine normalnya 1,010 kPa dan osmolalitas urine normalnya 50-1400 mOsm/kgH2O).

p.

Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan, dan infeksi pada luka.(Doenges, 1999)

SISTEM ENDOKRIN

15

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS 1. Pengkajian a. Identitas Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi. b. Keluhan utama Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. Ds yg mungkin timbul : Klien mengeluh sering kesemutan. Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari Klien mengeluh sering merasa haus Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia) Klien mengeluh merasa lemah Klien mengeluh pandangannya kabur

Do : c. Klien tampak lemas. Terjadi penurunan berat badan Tonus otot menurun Terjadi atropi otot Kulit dan membrane mukosa tampak kering Tampak adanya luka ganggren Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam

Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia,

SISTEM ENDOKRIN

16

mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala. d. Riwayat kesehatan dahulu Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. e. Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM. f. Pola fungsional Gordon 1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat Pasien kurang mengetahui tentang dampak gangren kaki diabetuk dan

bagaimana cara perawatan lukanya sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama. 2. Pola nutrisi metabolik Nafsu makan pasien tidak berkurang, malah pasien sering merasa lapar dan haus. Untuk mengatasi rasa laparnya, pasien memakan apa saja yang dibawakan keluarganya. Biasanya setelah makan nasi, pasien akan makan buah. 3. Pola eliminasi Pasien lebih sering BAK dab BAB tidak mengalami gangguan. 4. Pola aktivitas latihan Adanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah menyebabkan pasien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal dan mudah mengalami kelelahan. 5. Pola tidur dan istirahat Pola tidur pasien terganggu karena adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai. 6. Pola kognitif perseptual keadekuatan alat sensori

SISTEM ENDOKRIN

17

Penglihatan dan pendengaran pasien normal. Pasien juga masih bisa mengenali keadaan disekitar. Pasien mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.

7.

Pola persepsi-konsep diri Pasien merasa cemas melihat lukanya yang memburuk dan sukar sembuh. Selain itu, pasien juga cemas karena terlalu lama dirawat di rumah sakit sehingga semakin banyaknya biaya perawatan dan pengobatan.

8.

Pola peran dan hubungan Pasien malu jika orang melihat lukanya sehingga pasien berusaha menarik diri. Pola seksual reproduksi Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

9.

10. Pola koping dan toleransi stress Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan pasien mudah tersinggung dan cepat marah.namun Anak-anak dan keluarganya juga selalu ada disana untuk mrnghiburnya. 11. Pola nilai dan keyakinan Pasien beragama islam. Selama sakit pasien sulit untuk beribadah karena luka di kaki dan terasa nyeri. g. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum Tingkat kesadaran dibedakan menjadi : a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

SISTEM ENDOKRIN

18

c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal e. Stupor (setengah koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). b) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital a. b. c. d. Tekanan darah : 140/90 mmHg Nadi Suhu Pernapasan : 58x/menit : 370 C : 25x/menit

c) Pemeriksaan kulit dan rambut Kulit agak pucat dan berkeringat, rambut agak kasar dan tegang. d) Pemeriksaan kepala dan leher a. Kepala Simetris, tidak ada oedema, tidak ada lesi. b. Mata Simetris, konjungtiva anemis, kadang-kadang mata perih dan agak kabur. c. Hidung Simetris, tidak ada sumbatan atau secret, tidak ada polip, fungsi pemciuman normal. d. Telinga Simetris, tidak ada sumbatan, tidak ada lesi, kadang-kadang telinga berdenging. e. Mulut Mukosa bibir kering dan pucat, gusi mudah bengkak dan berdarah. SISTEM ENDOKRIN 19

f.

Leher Simetris, palpasi vena jugularis (-), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

e) Pemeriksaan dada a. Paru-paru Inspeksi : dada simetris, tidak ada benjolan, tidak ada lesi Palpasi Perkusi : taktil fremitus kanan=kiri, tidak teraba benjolan/massa : suara paru sonor (normal)

Auskultasi: tidak ada ronkhi dan wheezing b. Jantung Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat Palpalsi Perkusi : iktus cordis teraba di SIC V LMCS : batas-batas jantung normal

Auskultasi :tidak ada murmur, bising (-) f) Pemeriksaan abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi g) : perut tidak membuncit : hati tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, lien tidak teraba : pekak : frekuensi bising usus 8x/menit (N=8-12x/menit)

Pemeriksaan ekstremitas Ekstremitas atas Ekstremitas bawah : tidak ada edema maupun sianosis : terdapat luka ditelapak kaki kanan dan bernanah

h.

Pemeriksaan penunjang a) b) c) d) e) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l Elektrolit : 1. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun 2. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.

SISTEM ENDOKRIN

20

3. Fosfor : lebih sering menurun f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru) g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal) j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA. k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody) l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. m) n) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

2. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis ( penurunan perfusi jaringan perifer) 2. Kerusakan integritas ja-ringan b.d faktor mekanik : perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati). 3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis.

SISTEM ENDOKRIN

21

3.Rencana Keperawatan No 1 Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis ( penurunan perfusi jaringan perifer) 1. NOC: Tingkat nyeri Nyeri terkontrol Tingkat kenyamanan Mengontrol dengan indikator : Tujuan Intervensi Manajemen nyeri: 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,

karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri. respon ketidaknyamanan

nyeri, 2. Observasi

secara verbal dan non verbal.

Mengenal faktor-faktor 3. Pastikan pasien menerima perawatan penyebab Mengenal onset nyeri Tindakan pertolongan non farmakologi Menggunakan analgetik Melaporkan gejalaanalgetik dengan tepat. 4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon

penerimaan pasien terhadap nyeri. 5. Evaluasi keefektifan penggunaan

kontrol nyeri

gejala nyeri kepada tim 6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual kesehatan. Nyeri terkontrol 2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator: Melaporkan nyeri Frekuensi nyeri maupun potensial. 7. Sediakan lingkungan yang nyaman. Kurangi faktor-faktor yang dapat

menambah ungkapan nyeri. 8.Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri berlangsung .

Lamanya episode nyeri 9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Ekspresi nyeri; wajah Perubahan respirasi rate Perubahan darah Kehilangan makan SISTEM ENDOKRIN nafsu untuk memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.

tekanan 9. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri. 10 Manajemen pengobatan

Tentukan obat yang dibutuhkan pasien dan

22

cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis. 11. Monitor efek teraupetik dari

pengobatan. 12. Monitor tanda dan gejala serta efek samping dari obat. 13. Monitor interaksi obat. 14 Ajarkan pada pasien keluarga cara

mengatasi efek samping pengobatan. Pengelolaan analgetik

Kerusakan integritas ja- kriteria hasil: ringan b.d faktor mekanik : Luka mengecil dalam

Wound care Catat karateristik luka, tentukan ukuran

perubahan sirkulasi, ukuran dan peningkatan dan kedalaman luka dan klasifikasi pengaruh ulcers Catat karateristik cairan secret yang keluar Bersihkan dengan cairan antibakteri Bilas dengan cairan NaCI 0,9 % Lakukan nekrotomi Lakukan tampon yang sesuai Dresing dengan kasa steril sesuai dengan kebutuhan Lakukan pembalutan Pertahankan teknik dressing steril ketika melakukan perawatan luka Amati setiap perubahan pada balutan

imobilitas dan penurunan granulasi jaringan. sensabilitas (neuropati).

BAB IV PENUTUP SISTEM ENDOKRIN 23

1. Kesimpulan Diabetes melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketidak absolutan insulin. Penyakit ini disebut diabetes mellitus dependen insulin (DMDI). Penyakit Ini harus mendapat insulin pengganti. (Elizabeth Corwin , 2009). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I, faktor-faktor imunologi, dan lingkungan virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 2. Saran Dengan adanya makalah ini yang berisikan tentang teori serta asuhan keperawatan teoritis pada anak tentang Diabetes Melitus tipe I, diharapakan pembaca mengetahui dan memahami topic dari pembahasan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

SISTEM ENDOKRIN

24

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002 Alimul. 2007 Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta Salemba Medika.

Brunner & Suddart. (1996). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2. Jakarta, EGC.

Everett.2008. KB dan Masalah Kesehatan Reproduksi. Jakarta:EGC Elizabeth J.Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kumala.2005. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

NANDA.(2005). Panduan Diagnosa Keperawatan: defenisi dan klasifikasi Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC

Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

SISTEM ENDOKRIN

25

Você também pode gostar