Você está na página 1de 12

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

Efektifitas Tindakan Oral Hygiene Antara Povidone Iodine 1% dan Air Rebusan Daun Sirih di Pekalongan Nuniek N.F1, Elly Nurachmah2, Dewi Gayatri3 1. STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Jl.Raya Ambokembang No.8 Kedungwuni Pekalongan +628156528864, 2. Universitas Indonesia Email: nuniek_pkj@yahoo.co.id Abstract: Caring for apathetic patients include oral cavity hygiene must be performed in order to prevent complication.The purpose of the study is to compare effectiveness of oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using boiled water of piper betle on the number of bacteria in apathetic patients. This study was conducted in Rumah Sakit Islam Pekajangan Pekalongan. The design of this study was quasi experimental non equivalent control group with pre test and post test. Samples were selected through a systematic random sampling method. The number of eight respondents was divided into two interventions, the first intervention consisted of four respondents and the second intervention consisted of four respondents. Samples were taken through oral swab pre and post oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using boiled water of piper betle. The analyses comprised of dependent and independent t- tests. The result of the study showed no significant difference berween age and the number of aerob bacteria and anaerob bacteria before oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using boiled water of piper betle (p=0,232, p=0,397, 0,05). There is no significant difference between sex and the number of aerob bacteria and anaerob bacteria before oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using boiled water of piper betle (p=0,676, p=0,725, 0,05). There is a significant difference between number of aerob bacteria and anaerob bacteria before and after oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using boiled water of piper betle (p=0,002, p=0,001, 0,05) and there is no significant difference between the number of aerob bacteria and anaerob bacteria after oral hygiene nursing care using povidone iodine 1% and using boiled water of piper betle (p=0,350, p=0.575 at 0,05). This study concluded that povidone iodine 1% and boiled water of piper betle have the same effectiveness in reducing aerob and anaerob bacterias in the apathetic patients. Keyword : effectivity, oral hygiene, povidone iodine, piper betle Abstrak: Perawatan rongga mulut pada klien penurunan kesadaran harus dilakukan untuk mencegah komplikasi, karena mikroorganisme yang berasal dari rongga mulut dapat menyebabkan infeksi atau penyakit di bagian tubuh yang lain. Tujuan penelitian adalah mengetahui perbandingan efektifitas tindakan keperawatan oral hygiene antara povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih terhadap jumlah bakteri klien penurunan kesadaran. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 1

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

Islam Pekajangan Pekalongan. Desain penelitian kuasi eksperimen non equivalent control group dengan pre dan post test. Sampel diambil dengan metode systematic random sampling, pada delapan responden yang terbagi menjadi dua intervensi, intervensi pertama empat responden dan intervensi kedua empat responden, sampel diambil melalui swab mulut pre dan post tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih, analisis menggunakan uji t dependent dan uji t independent. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara umur dan jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,232, p=0,397, 0,05). Tidak ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dan jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,676, p=0,725, 0,05). Ada perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,002 dan p=0,001, 0,05) serta tidak ada perbedaan signifikan selisih rata-rata jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,350, p=0.575, 0.05). Penelitian ini menyimpulkan antara povidone iodine 1% dengan air rebusan daun sirih, sama efektifnya untuk menurunkan bakteri aerob dan anaerob klien penurunan kesadaran. Kata kunci : efektivitas, oral hygiene, povidone iodine, sirih PENDAHULUAN Dewasa ini seiring dengan lajunya pembangunan di Indonesia, telah mengubah pola struktur masyarakatnya, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada pergeseran gaya hidup desa ke gaya hidup masyarakat perkotaan, termasuk kepada pola makan yang tadinya alami menjadi gemar makan makanan yang cepat saji. Efek lain dari perubahan pola hidup itu ialah terletak kepada pergeseran penyakit, dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, yakni penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan stroke. Gaya hidup sehat ternyata tidak hanya menyangkut makanan sehat atau olahraga teratur, tapi juga rutin melakukan general check-up termasuk memeriksakan kondisi mulut, karena mikroorganisme yang berasal dari rongga mulut dapat menyebabkan infeksi atau penyakit di bagian tubuh yang lain. kebersihan mulut sangat penting sebab terkait dengan perawatan kesehatan tubuh secara keseluruhan terutama pada klien yang mengalami penurunan kesadaran sehingga tidak memiliki kemampuan untuk membersihkan mulut.

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 2

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

Perawatan rongga mulut pada klien penurunan kesadaran penting karena mikroorganisme yang berasal dari rongga mulut dapat menyebabkan infeksi atau penyakit di bagian tubuh yang lain, seperti penyakit jantung, apabila kuman yang banyak di rongga mulut adalah streptococus auries. Pada klien penurunan kesadaran yang lama dirawat di rumah sakit, penggunaan antiseptik yang terus menerus dapat mengganggu keseimbangan flora normal dalam rongga mulut. Selain itu antiseptik juga harus dibeli dan pada klien yang kondisi ekonominya terbatas atau kondisi ekonominya lemah harga antiseptik yang ada tidak terjangkau atau terlalu mahal. Banyak antiseptik sebagai bahan dasar obat kumur yang dapat digunakan untuk membersihkan mulut atau kumur-kumur, sebagian besar pencuci mulut atau obat kumur yang diperdagangkan mengandung alkohol yang bisa jadi menyebabkan iritasi pada mukosa mulut, dan sisa alkohol dalam mulut bisa menimbulkan bau mulut. Dengan demikian diperlukan obat kumur atau cairan pencuci mulut yang alami tidak memiliki efek samping dan tidak mengganggu keseimbangan rongga mulut, seperti rebusan daun sirih yang kandungan fenolnya lima kali lebih efektif dibandingkan dengan fenol biasa. Senyawa fenol dan turunannya ini

dapat mendenaturasi (menghancurkan) protein sel bakteri. Daun sirih mudah didapat, bila klien atau keluarga tidak menanam sendiri pohon daun sirih, maka daun sirih dapat dibeli di pasar dengan harga yang murah. Namun sampai saat ini tidak banyak penelitian yang mengkaji tentang perbandingan efektifitas tindakan keperawatan oral hygiene antara povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih terhadap jumlah bakteri klien penurunan kesadaran. TINJAUAN PUSTAKA Povidone iodine adalah obat kumur dan pembersih mulut 1% nama generiknya betadine. (Ardhiani, 2000, hlm. 15). Sedangkan air rebusan daun sirih sebagai antiseptik karena mengandung minyak astiri juga mampu melawan bakteri gram positif dan gram negatif (Moeljanto & Mulyono, 2003). Kedua antiseptik ini digunakan untuk oral hygiene pada klien penurunan kesadaran dan dapat membunuh mikroorganisme didalam mulut yang sangat beragam, terdapat dua kelompok mikroorganisme sesuai dengan kebutuhan terhadap sumber oksigen yaitu bakteri aerob ( bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya dan bakteri anaerob ( bakteri yang tidak membutuhkan oksigen untuk hidupnya) (Suriawiria, 2005).

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 3

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen non equivalent control group, dengan pre dan post test, populasi dalam penelitian ini adalah semua klien penurunan kesadaran yang dirawat di Rumah Sakit Islam Pekajangan Pekalongan pada 28 Mei sampai 28 Juni 2009. Besar sampel diperoleh dari uji pendahuluan dengan perhitungan menggunakan uji hipotesis beda dua proporsi dengan derajat kemaknaan =0,05, kekuatan uji 95 % dan uji hipotesis 2 sisi, didapatkan besar sampel delapan responden dengan rincian empat responden untuk intervensi pertama (oral hygiene dengan povidone iodine 1%) dan empat responden berikutnya untuk intervensi kedua (oral hygiene dengan air rebusan daun sirih dengan konsentrasi 32 % adalah rebusan daun sirih jawa yang muda, masih segar, mengandung 32 gram daun sirih dan 100 ml aquades). Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah systematic random sampling. Sampel diambil melalui swab mulut pre dan post tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih, Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah klien yang berumur 20-50 tahun, tingkat kesadaran apatis, dipasang naso gastric tube, tidak bernafas melalui mulut dengan analisis menggunakan uji t dependent dan

uji t independent. Penelitian ini telah lolos uji etik dari Komite Etik FIK UI. HASIL Hasil penelitian ini meliputi hasil analisis univariat dan bivariat. Analisa Univariat Respon klien pada tindakan keperawatan oral hygiene berkaitan dengan rasa dan aroma povidone iodine 1% menyatakan tidak enak dua klien (50%), tidak enak, mau muntah satu klien (25%) dan tidak enak tapi mulut terasa segar satu klien (25%), secara lebih jelas seperti pada gambar (gambar 1).
Respon Klien Pada Povidone Iodine 1%
50

P ro sen tase

25

25

:
Tidak enak Tidak enak, mau muntah Tidak enak, segar

Gambar 1. Distribusi respon klien pada tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% di RSI Pekajangan Pekalongan Tahun 2009

Respon klien pada tindakan keperawatan oral hygiene berkaitan dengan rasa dan aroma air rebusan daun sirih menyatakan segar satu klien (25%), segar tapi terasa pedas dua klien (50%) dan merasa segar, rasa pedas tapi baunya sedap

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 4

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

satu klien (25%), seperti gambar (gambar 2).


Respon Klien Pada Sirih
50

25

25

Segar

Segar, Pedas

Segar, Pedas, Sedap

Gambar 2. Distribusi respon klien pada tindakan keperawatan oral hygiene Air rebusan daun sirih di RSI Pekajangan Pekalongan Tahun 2009

Sebelum dilakukan analisis bivariat telah dilakukan uji kenormalan data menggunakan Kolmogorov Smirnov dan dihasilkan nilai P value > 0,05 pada semua variabel, yaitu uji kesetaraan jumlah bakteri aerob dan anaerob berdasarkan kesetaraan tindakan keperawatan oral hygien, uji kesetaraan umur dengan tindakan keperawatan oral hygiene, dan uji kesetaraan jenis kelamin dengan tindakan keperawatan oral hygiene semua data variabel pada penelitian ini berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara umur dan jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,232, p=0,397, 0,05). Tidak ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dan jumlah

bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,676, p=0,725, 0,05). Ada perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,002 dan p=0,001, 0,05) serta tidak ada perbedaan signifikan selisih rata-rata jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih (p=0,350, p=0.575, 0.05).

Prosentase

PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang jumlah bakteri aerob dan anaerob pada klien penurunan kesadaran tidak ada perbedaan yang signifikan selisih rata-rata jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene povidone iodine 1% maupun dengan air rebusan daun sirih (p=0,350, p=0,575, 0,05). Hal ini berarti bahwa tindakan keperawatan oral hygiene dengan povidone iodine 1% maupun dengan air rebusan daun sirih sama-sama efektif menurunkan bakteri aerob dan anaerob dalam mulut klien. Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang penelitian povidone iodine yang telah dilakukan oleh Sari (2000) di jakarta terhadap 20 orang

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 5

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

(sehat) untuk membuktikan efektifitas povidone iodine 1% terhadap pertumbuhan streptococcus mutans dalam saliva, dimana dalam penelitian ini dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama 10 orang responden sebelum dan setelah berkumur dengan saline solution steril selama 45 detik diambil sampelnya, kemudian kelompok kedua 10 orang responden berikutnya sebelum dan setelah berkumur dengan povidone iodine 1% selama 45 detik diambil sampelnya. Hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan pertumbuhan streptococcus mutans sebelum dan setelah berkumur dengan saline solution , tetapi ada perbedaan yang signifikan pertumbuhan streptococcus mutans sebelum dan setelah berkumur dengan povidone iodine 1% selama 45 detik (Sari, 2000). Selanjutnya penelitian lain yang membuktikan daun sirih sebagai antiseptik telah dilakukan oleh Triatna (2000) di Yogja tentang uji stabilitas dan antibakteri sediaan antiseptik yang dibuat dari minyak atsiri daun sirih. Penelitian ini merupakan pembuktian secara ilmiah mengenai stabilitas dan antibakteri minyak atsiri daun sirih yang diformulasikan kedalam sediaan antiseptik, sediaan solutio atau sediaan cairan yang dibuat menjadi sediaan antiseptik. Hasil yang diperoleh menunjukan adanya

senyawa fenol pada minyak atsiri daun sirih yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Berdasarkan beberapa penelitian seperti tersebut di atas, meskipun belum ada penelitian yang dilakukan pada klien penurunan kesadaran tapi penelitian tersebut di atas membuktikan secara ilmiah akan manfaat daun sirih sebagai antibakteri dengan demikian peneliti sependapat dengan penelitian sebelumnya bahwa air rebusan daun sirih efektif sebagai antiseptik. Oral hygiene membantu mempertahankan struktur mulut dan memberikan rasa nyaman pada mulut, gigi, gusi dan bibir. Membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan, plak (karang gigi) dan bakteri, juga menghilangkan bau mulut. Pada saat melakukan Oral hygiene dibutuhkan antiseptik yang merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau perkembangan mikroorganisme tanpa merusak secara keseluruhan. Sebagai antibakteri, pemakaian antiseptik sebagai obat kumur bertujuan menghambat pertumbuhan bakteri dalam mulut (Ardhiani, 2000). Terdapat banyak antiseptik sebagai obat kumur yang dijual baik di apotik maupun toko obat, tapi kebanyakan antiseptik sebagai obat kumur tersebut mengandung alkohol dan zat kimia yang bila digunakan dalam jangka waktu lama akan merusak

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 6

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

mukosa mulut, menimbulkan noda pada gigi dan juga merusak flora normal dalam mulut, begitu pula dengan povidone iodine 1% juga mengandung alkohol, sisa alkohol yang tertinggal dalam mulut klien setelah dilakukan tindakan oral hygiene bisa menimbulkan bau mulut (Sari, 2000). Antiseptik sebagai obat kumur juga memiliki macammacam rasa, hasil penelitian pada empat responden yang dilakukan tindaka keperawatan oral hygiene dengan povidone iodine 1% menyatakan (100%) rasa povidone iodine 1% tidak enak, meskipun setelah oral hygiene klien merasa mulut lebih segar. Selanjutnya bila klien mengalami penurunan kesadaran lama, oral hygiene tentu harus tetap dilakukan dengan begitu klien menggunakan antiseptik sebagai obat kumur dalam jangka waktu lama, dan antiseptik tersebut juga harus dibeli, hal ini tentu akan menambah biaya perawatan klien. Dengan demikian dibutuhkan antiseptik lain sebagai alternatif yang efeksampingnya minimal, alami, murah, bisa dibuat sendiri tapi efektif sebagai antiseptik sebagai obat kumur dan rasanya enak serta membuat mulut terasa segar, bersih serta nyaman. Pada penelitian ini membuktikan bahwa air rebusan daun sirih bersifat antibakteri terhadap bakteri aerob dan anaerob. Hal ini disebabkan

adanya senyawa fenol pada daun sirih yang dianggap bersifat antibakteri yang bekerja merusak membran sel bakteri. Senyawa fenol diduga mampu memutuskan ikatan silang peptidoglikon dalam usahanya menerobos dinding sel. Setelah menerobos dinding sel, senyawa fenol menyebabkan keluarnya nutrien sel dengan merusak ikatan hidrofobik, merusak komponen penyusun membran sel seperti protein dan fosfolipid sehingga meningkatkan permeabilitas membran. Terjadinya kerusakan pada membran sel berakibat terhambatnya aktifitas dan biosintesa enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme . Fenol merupakan senyawa asam lemah yang akan terionisasi melepaskan ion H+ dan meninggalkan sisanya bermuatan negatif. Gugus negatif ini akan ditolak oleh dinding sel bakteri gram positif, selanjutnya merusak ikatan silang peptidoglikon sehingga daya kerja sirih sejalan dengan daya kerja antimikroba yang mekanisme kerjanya merusak keutuhan membran sel mikroba. Berbeda dengan respon klien pada intervensi pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan oral hygiene dengan air rebusan daun sirih keempat klien (100%) menyatakan segar selain itu dua klien (50%) menyatakan rasanya pedas dan satu klien menyatakan aroma

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 7

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

sirih sedap. Hal tersebut sesuai menurut Mulyono (2003) bahwa aroma dan rasa daun sirih yang khas, sedap, pedas, sengak, tajam, dan rangsang disebabkan oleh kavikol dan betlefenol yang terkandung dalam minyak atsiri. Kedua zat tersebut merupaka kandungan terbesar minyak atsiri yang ada dalam daun sirih. Hasil penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok umur responden dengan rata-rata jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan keperawatan oral hygiene (p=0,232, p=0,397, 0,05). Dengan demikian umur tidak berpengaruh terhadap jumlah bakteri aerob dan anaerob . Penelitian ini ini tidak sesuai dengan pendapat Saud (2000) semakin bertambah umur seseorang maka keadaan anatomi rongga mulut mendukung terjadinya tempat bagi mikroorganisme untuk berkembang biak, sebab pada saat kelahiran manusia tidak mempunyai gigi dan memiliki flora normal rongga mulut yang berkarakteristik sesuai dengan kondisi rongga mulut tersebut. Pada saat gigi sulung mulai erupsi, terjadi perubahan pada lingkungan rongga mulut yang ditandai dengan terjadinya perubahan dari flora normal rongga mulut. Sampai gigi sulung tumbuh lengkap, keadaan lingkungan rongga mulut relatif stabil. Pada saat gigi permanen mulai tumbuh, maka pada

periode ini adanya gigi hilang dan erupsi, kondisi lingkungan rongga mulut berubah yang berpengaruh terhadap flora normal rongga mulut. Dengan bertambahnya usia maka keadaan anatomi rongga mulut berubah, gigi permanen tanggal, epithelium menipis, saliva berkurang sehingga memungkinkan mikroorganisme dalam mulut berkembang biak (Saud, 2000). Menurut peneliti umur tidak berpengaruh terhadap jumlah bakteri aerob dan anaerob karena responden dalam penelitian ini adalah klien sakit, dalam kondisi sakit daya tahan tubuh menurun sehingga tubuh tidak mampu melawan bakteri yang masuk terutama bakteri yang masuk melalui mulut sehingga baik kelompok umur muda (20-30 tahun) maupun kelompok umur tua (31-47 tahun) (Supranto, 2000) bakteri aerob maupun anaeerobnya sama banyaknya. Selain itu responden dalam penelitian ini mengalami penurunan kesadaran, dimana kemampuan menelan saliva berkurang, dilakukan penghisapan saliva, klien tidak mampu merawat mulutnya dan klien puasa sehingga kondisi seperti ini memungkinkan bakteri dalam mulut klien berkembang biak Setelah dilakukan tindakan keperawatan oral hygiene baik dengan povidone iodine 1% maupun dengan air rebusan

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 8

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

daun sirih, bakteri aerob dan anaerob dalam mulut klien berkurang dengan demikian povidone iodine 1% maupun air rebusan daun sirih keduanya efektif sebagai antiseptik, karena berdasarkan hasil penelitian ini baik povidone iodine 1% maupun air rebusan daun sirih sama efektifnya dalam menurunkan jumlah bakteri aerob dan anaerob dalam mulut klien yang mengalami penurunan kesadaran (p=0.18, p=0.298 pada 0,05). Hasil penelitian didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan keperawatan oral hygiene baik pada laki-laki maupun perempuan (p=0,676, p=0.725, 0,05), hal ini berbeda dengan hasil penelitian Purnama (2003) yang telah melakukan penelitian di Jakarta dengan membandingkan pengaruh puasa terhadap nilai Plaque Pre cursor Index (PPI) antara laki-laki dan perempuan, dilakukan pada enam orang laki-laki dan enam orang perempuan. Penelitian ini dilakukan pada laki-laki dan perempuan karena faktor gender diduga berperan terhadap kejadian penyakit rongga mulut. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa nilai ratarata penurunan Plaque Pre cursor Index (PPI) pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, berarti menunjukan bahwa potensi pembentukan plak pada perempuan saat puasa lebih

rendah dibandingkan dengan laki-laki. Pembentukan plak yang lebih rendah pada perempuan ini disebabkan perempuan lebih menjaga kesehatan rongga mulut dibandingkan laki-laki. Selain itu pada laki-laki cenderung mempunyai kebiasaan merokok, Plak gigi adalah lapisan biofilm yang terdiri dari komunitas mikroba yang berada di permukaan gigi dan diselubungi dengan matriks-matriks polimer dari bakteri dan saliva, serta di dalam plak terdapat 200-300 spesies bakteri (Purnama, 2002). Menurut peneliti perbedaan hasil penelitian ini bisa saja terjadi, pada penelitian Purnama (2002) respondennya sadar penuh, puasa dan kondisi sehat, sedangkan pada penelitian ini responden puasa, terpasang naso gastric tube serta mengalami penurunan kesadaran. Pada penelitian Purnama (2002) respondennya sehat sehingga respondennya dapat melakukan perawatan mulut sendiri dan perawatan mulut bisa dilakukan reponden lebih dari dua kali sehari, hal ini tentu berpengaruh terhadap penurunan bakteri mulut selain itu jumlah bakteri mulut orang sehat berbeda dengan orang sakit karena pada kondisi sakit daya tahan tubuh menurun, tubuh tidak dapat melakukan perlawanan pada bakteri yang masuk terutama bakteri yang masuk lewat mulut.

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 9

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

SIMPULAN Terbukti tidak ada hubungan yang signifikan antara kelompok umur responden dengan jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan keperawatan oral hygiene. Terbukti tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum tindakan keperawatan oral hygiene baik pada laki-laki maupun perempuan. Terbukti ada perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene dengan povidone iodine. Terbukti ada perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene dengan air rebusan daun sirih. Terbukti tidak ada perbedaan yang signifikan selisih rata-rata jumlah bakteri aerob dan anaerob sebelum dan setelah tindakan keperawatan oral hygiene antara povidone iodine 1% dan air rebusan daun sirih. Tindakan keperawatan oral hygiene pada klien penurunan kesadaran harus dilakukan minimal dua kali sehari dan mengganti antiseptik yang selama ini digunakan dengan air rebusan daun sirih karena tidak mengganggu keseimbangan flora normal rongga mulut dan rasanya lebih enak dibandingkan rasa antiseptik lain

DAFTAR PUSTAKA Addy. (2000). Pengaruh povidone iodine 1% terhadap pembentukan plak dan jumlah bakteri dalam ludah. Skripsi. Jakarta: FKG UI. Ardhiani, D. (2000). The effect of mouthwash containing povidone iodine 1% on salivary levels of streptococcus mutans analysis on the effect of mouth rising for 15 seconds. Skripsi. Jakarta: FKG UI Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKMUI. Dea, 2003, Daun sirih sebagai antibakteri pasta gigi, http://www.kompas.com, diperoleh 5 Pebruari 2007. Fauziah. E.L. (2006). Analisis efek kumur-kumur air rebusan daun sirih selama 60 detik terhadap aktivitas peroksidase saliva. Skripsi. Jakarta: FKG UI. Lukistyowati, E. (2002). Potensi antibakteri larutan infusum daun sirih yang bersifat antibakteri terhadap streptococcus salivarius. Skripsi. Jakarta: FKG UI Moeljanto & Mulyono. (2003). Khasiat dan manfaat daun sirih. obat mujarab dari masa ke masa. Jakarta: Argomedia Pustaka. Purnama. (2002). Perbandingan pengaruh puasa terhadap nilai plaqaue pre cursor index antara laki-laki dan perempuan. Skripsi. Jakarta: FKG UI.

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 10

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan, konsep, proses, dan praktik. Alih bahasa Asih, Y.dkk. Jakarta : EGC. Sari. (2000). The effect of mouthwash containing povidone iodine 1% on salivary levels of streptococcus mutans analysis on the effect of mouth rising for 45 seconds. Skripsi. Jakarta: FKG UI Suriawiria, U. (2005). Mikrobiologi dasar. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan 11

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol IV No 1 Maret 2012

STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan vi

Você também pode gostar