Você está na página 1de 5

Antara Media Sosial dan Perilaku Remaja

Oleh : Agus Cahyo Pamungkas, mahasiswa Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan


(PSdK), Fakultas Ilmu Soial dan Ilmu Politik, UGM
Saat ini kita telah memasuki era globalisasi yang telah membawa transformasi sangat
besar di sektor perkembangan teknologi informasi. Hal ini seolah olah dapat menipiskan
bahkan menghilangkan batas batas antar manusia antar satu wilayah bahkan antar negara.
Di era ini informasi informasi dengan mudahnya dapat diakses dan dengan mudahnya dapat
menyebar ke seluruh dunia. Salah satu produk perkembangan teknologi adalah lahirnya
media sosial (social media). Keberadaan media sosial ini telah membawa berbagai dampak
bagi kondisi masyarakat Indonesia, khususnya kalangan remaja baik berupa dampak yang
positif maupun dampak negatif.
Dampak pertama yang ditimbulkan oleh keberadaan media sosial adalah
memunculkan eksistensi diri yang berlebihan. Sebagian remaja merasa bahwa keberadaan
dirinya akan terlihat jika dia menginformasikan apapun tentang dirinya melalui media sosial.
Mereka menginformasikan apa saja yang dialami, dirasakan, dan dilakukan setiap saat ke
khalayak ramai. Informasi yang mereka sampaikan melalui sosial media tidak semuanya
merupakan informasi yang penting. Tidak jarang mereka menyampaikan hal hal yang
kurang bermanfaat bagi pembacanya, terkadang orang lain menganggapnya sebagai
sampah atau dalam bahasa media sosial sering disebut spam.
Sebagai salah satu contoh remaja dengan eksistensi berlebihan adalah jika kita
menjumpai status laper nih.... Informasi tersebut sebenarnya tidak perlu diinformasikan ke
khalayak ramai, karena masalah yang dialami oleh remaja tersebut sebuah hal yang normatif
dan sudah jelas solusinya. Ketika dia lapar seharusnya dia makan bukan menginfokan
masalah laparnya ke publik, karena menginfokan masalah lapar ke publik tidak akan
membuat dia kenyang. Mungkin akan lebih tepat jika dia bertanya ke publik dengan kalimat
saya sedang lapar, kira kira makanan apa yang anda rekomendasikan untuk saya nikmati
di daerah Yogyakarta? Jika informasi yang ia sampaikan seperti itu, maka publik yang
membacanya dapat memberi saran dengan merekomendasikan jenis jenis makanan di
Yogyakarta.
Eksistensi yang berlebihan tidak hanya membuat remaja menginformasikan apa saja
yang dia alami melalui rangkaian kata kata di media sosial namun dalam bentuk visual.
Mereka berlomba lomba mengunggah foto dengan berbagai gaya di berbagai tempat.
Berfoto di tempat yang dianggap elit atau mewah akan secara otomatis menaikkan kelas
sosial mereka di mata publik. Misalnya mengunggah foto saat sedang makan di restoran
mewah atau tempat makan yang biasa didatangi oleh kelompok masyarakat kelas sosial atas.
Hal ini dapat menimbulkan persepsi publik bahwa remaja tersebut berasal dari kelas sosial
yang tinggi. Eksistensi yang berlebihan juga ditunjukkan dengan perilaku remaja yang telah
melewati batas batas norma sosial. Misalnya mengunggah foto foto pribadi yang
seharusnya tidak menjadi konsumsi publik di media sosial. Foto foto pribadi ini tidak
jarang disalahgunakan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dimasukkan
dalam situs situs area dewasa.
Media sosial telah memunculkan trend berfoto di kalangan remaja, terutama remaja
perempuan. Dimana sebagian remaja perempuan mengikuti trend gaya berfoto yang dianggap
gaul oleh kalangan mereka. Hal ini dilakukan oleh remaja perempuan dengan tujuan agar
mereka dianggap sebagai anak gaul karena mengikuti gaya yang sedang menjadi trend di
media sosial. Gaya berfoto yang dianggap gaul adalah gaya berfoto dengan angle dari atas,
mulut sedikit manyun dan jari telunjuk salah satu tangan menempel di bibir. Kira kira dari
tahun 2010 hingga tahun 2012, rata rata anak muda yang masih sekolah, memasang foto
utama di account media sosialnya entah itu facebook atau twitter dengan gaya berfoto seperti
ini.
Seorang pemuda dari Blitar bernama Priyono Nyoto adalah salah satu contoh remaja
yang terpengaruh dengan menjamurnya media sosial. Priyono Nyoto Gaul Keren, begitulah
dia menuliskan namanya di account facebook. Dari nama tersebut terlihat seorang pemuda
yang bermimpi menjadi seseorang dengan predikat gaul dan keren dari publik. Selain itu,
dari profil dan konten konten yang dia unggah ke facebook memperlihatkan bahwa pemuda
ini mempunyai mimpi besar untuk menjadi artis. Dengan media sosial dia seolah bisa
mencurahkan segala keinginannya itu. Dari mulai mengunggah foto dengan gaya rambut
mohawk dan klimis meniru penyanyi pop Charlie Van Houten (Charlie eks ST12) hingga
mengunggah video rekaman dia bernyanyi. Jika kita cermati hal hal yang dilakukan
Priyono Nyoto tidak mungkin dilakukan oleh orang yang tidak memiliki eksistensi
berlebihan. Namun setidaknya, melalui aksinya di media sosial itu, Priyono Nyoto telah
dikenal oleh banyak orang dan seolah menjadi artis di dunia maya. Tercatat lebih dari 4000
orang telah masuk ke dalam list friends dari Priyono Nyoto. Dia terkenal bukan karena
wajahnya yang tampan, keren atau suara yang merdu, tapi keberaniannya untuk mendapatkan
eksistensi melalui media sosial.
Media sosial membawa pengaruh yang sangat besar bagi remaja yang masih belum
stabil kontrol emosionalnya. Sering kali mereka menyampaikan apa saja yang mereka
rasakan di media sosial tanpa ada batasan. Misalnya menyampaikan keluhan dan kekesalan
terhadap orang tua, teman, guru atau kejadian yang ia alami di jalan. Media sosial seolah
menggantikan peran orang terdekat sebagai tempat mencurahkan segala hal yang dirasakan.
Remaja lebih intensif mencurahkan perasaannya ke media sosial daripada mencurahkannya
ke orang orang terdekatnya. Mungkin para remaja yang seperti ini menganggap pengguna
media sosial lain akan memberi masukan atau saran yang lebih baik daripada saran orang
terdekat. Terkadang orang terdekat tidak memberi saran yang tepat bagi masalah yang
dialaminya sehingga remaja remaja memilih menyampaikan perasaannya ke publik untuk
mendapat simpati dari publik.
Sebagian remaja mungkin menganggap semakin sering mencurahkan perasaannya
melalui media sosial maka mereka akan semakin dikenal oleh publik. Hal- hal yang
menyedihkan atau memprihatinkan terkadang memang lebih mudah mendapatkan simpati
publik daripada hal hal yang positif. Di twitter intensitas meng-update status seolah
menjadi prestise tersendiri bagi para remaja. Untuk itu mereka menulis apa saja yang ia
rasakan.
Media sosial juga membuat sebagian remaja, terkadang lebih banyak menghabiskan
waktu bersama orang orang di dunia maya daripada dengan orang orang di dunia nyata.
Hal itu sangat mungin terjadi mengingat media sosial ini seolah seperti candu yang membuat
penggunanya enggan untuk meninggalkannya terutama untuk orang yang merasa
terpinggirkan. Di media sosial mereka dapat menemukan orang orang yang memiliki nasib
serta pemikiran yang sama. Hal inilah yang membuat remaja kesepian karena tidak nyaman
dengan lingkungannya menjadi nyaman berinteraksi dengan orang orang di media sosial.
Bagi mereka yang mulanya kurang peduli dengan lingkungan sosialnya akan menjadi orang
yang semakin anti sosial. Di media sosial mereka seolah menemukan dunianya, karena tidak
menemukan kenyamanan di dunia nyata. Beberapa remaja bahkan menemukan cinta mereka
melalui media sosial. Remaja mudah jatuh cinta melalui media sosial karena mudah
menemukan kenyamanan saat berkomunikasi dengan lawan jenis. Selain itu di dunia maya
mereka tidak bisa melihat secara detail sifat asli lawan jenis karena mereka hanya berbicara
di dunia maya saja tanpa mengetahui kehidupan orang tersebut yang sesunguhnya.
Baru baru ini sering kita jumpai remaja perempuan yang dibawa kabur atau diculik
oleh teman facebook-nya. Dapat kita lihat remaja perempuan ini mudah terpengaruh dengan
bujukan orang yang ia kenal di media sosial. Emosionalnya yang masih labil membuat dia
mudah terbujuk rayuan dan mimpi mimpi yang ditawarkan oleh orang yang dia kenal
melalui media sosial. Remaja perempuan sebagian besar bermimpi mendapatkan pacar yang
ganteng, kaya dan pengertian. Perempuan seperti ini akan mudah terpesona ketika ada laki -
laki yang tiba tiba mengajak kenalan melalui dunia maya dengan penampilan yang menarik,
penuh perhatian dan info profil yang meyakinkan. Padahal semua yang ditampilkan oleh laki
laki itu belum tentu semuanya benar, karena di media sosial semua bisa saja dipalsukan.
Bisa saja foto yang dipasang di profil adalah foto laki laki yang tampan dan menarik
padahal itu bukan dirinya. Bisa juga dengan menampilkan info tentang pekerjaannya di
perusahaan besar, padahal ia tidak bekerja disana. Remaja perempuan yang bermimpi untuk
mendapatkan pacar tampan, keren, kaya dan penuh perhatian akan dengan mudah jatuh cinta
dan melakukan apa saja untuk laki laki itu. Maka tidak heran jika remaja perempuan itu
mau untuk diajak kabur dari rumah oleh laki laki itu.
Media sosial juga mempengaruhi pola konsumsi para remaja akan adanya ponsel
dengan teknologi tinggi atau smartphone. Meng-update status dengan smartphone juga
merupakan prestise tersendiri di kalangan remaja. Akan terlihat memiliki kelas sosial tinggi
ketika mereka meng-update status mnggunakan smartphone. Tidak heran jika saat ini banyak
kita jumpai pengguna smartphone mayoritas adalah remaja. Melalui media sosial kalangan
remaja memunculkan istilah istilah baru yang merubah istilah tersebut dari istilah aslinya.
Misalnya kata sungguh berubah menjadi miapah, serius berubah menjadi ciyus dan
kata demi apa berubah menjadi miapah. Melalui media sosial istilah istilah ini cepat
menyebar dan semakin populer digunakan di kalangan remaja. Media sosial juga memiliki
andil besar di dalam memberikan label kepada remaja yang menggunakan istilah istilah
tersebut dengan label alay.
Harus diakui bahwa media sosial tidak hanya memberi dampak negatif namun juga
memberikan dampak yang positif. Dampak positif keberadaan media sosial sangat terasa
untuk remaja yang kurang bisa menyampaikan isi hati, keluhan, saran atau perhatiaanya
kepada orang lain secara lisan. Dengan media sosial mereka bisa menyampaikan hal hal
yang ia rasakan kepada orang lain tanpa harus bertatap muka secara langsung. Tidak jarang
kita jumpai remaja yang dalam kehidupan sehari hari dia memiliki sifat tertutup dan
pendiam, namun di dunia media sosial dia begitu terbuka dan komunikatif. Media sosial telah
membukakan ruang bagi mereka yang merasa dirinya tidak setara dengan lingkungannnya
sehingga tidak memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapatnya di depan umum.
Dengan adanya media sosial mereka merasa memiliki derajat yang setara dan merasa bahwa
tidak ada batas antara dia dan lingkungan sosialnya.
Akhirnya untuk mengakhiri tulisan ini kita perlu menilik pada sebuah pepatah yang
berbunyi media sosial bisa mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Dampak
keberadaan media sosial tergantung pada penggunanya. Ketika penggunanya bijak
menggunakan maka media sosial dapat menjadi sarana yang baik untuk berkomunikasi
dengan lingkungan sosial. Namun jika kurang bijak menggunakan akan membuat
penggunanya semakin jauh dengan lingkungan sosialnya.

Você também pode gostar