Você está na página 1de 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN MENINGITIS








DISUSUN OLEH :
1. Ari Arvianti
2. Harini Opsida
3. Magdalena Amalo
4. Noldi Ndun





PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
2014

BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit meningitis dan pneumonia telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia.
Data WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia
setiap tahun, lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan
Pasifik Barat.
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan
virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis
adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian. Meningitis tergolong
penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup
akan menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental.
Menurut kamus Bahasa Indonesia meningitis merupakan suatu radang selaput otak
dansaraf tulang belakang. Menurut Wikipedia dijelaskan bahwa meningitis adalah
peradangan selaput pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang, disebut
sebagai meninges . Harsono (2003) mengatakan bahwa meningitis adalah suatu infeksi atau
peradangan dari meningens dan jaringan saraf dalam tulang punggung disebabkan oleh
bakteri, Virus, riketsia atau protozoa, yang terjadi secara akut dan kronis.
Pengertian lain meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ
jamur (Brunner & Suddath. 2002. hal. 2175) Meningitis adalah suatu peradangan araknoid
dan piameter (lepto meningens) dari otak dan medulla spinalis. Bakteri dan virus merupakan
penyebab yang paling umum dari meningitis, meskipun jamur dapat juga menyebabkan.
Meningitis bakteri lebih sering terjadi. Deteksi awal dan pengobatan akan lebih memberikan
hasil yang lebih baik menurut Wahyu Widagdo dkk (2008:105).











BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. (Smeltzer,
2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah
satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus
influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
coloumn yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Harsono (2003) mengatakan bahwa meningitis adalah suatu infeksi atau peradangan
dari meningens dan jaringan saraf dalam tulang punggung disebabkan oleh bakteri, Virus,
riketsia atau protozoa, yang terjadi secara akut dan kronis.
B. ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien
dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi,
operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu
disebabkan oleh virus dan bakteri.
- Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,
Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aureus, Eschericia
colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing
dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit.
Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid
ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya
tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
- Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh
berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan
herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada
meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi
pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak
terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.




C. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues,
Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang
dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer,
biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung
penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam
rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada
meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang
terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi,
hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour
serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi
mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi,
nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot,
nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai
tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi
hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya
kesadaran menurun.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan
non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa. Meningitis
purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen
sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia,
bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan
perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak,
otitis media, mastoiditis dan lain lain.
Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang
tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta
adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu
makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas )
sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu
nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski.
Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut
akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang
dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan
yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
D. ANATOMI FISIOLOGI
Secara anatomi fisiologi, system syaraf dapat dibagi menjadi :
1. Sistem syaraf pusat (central nervus system)
2. Sistem syaraf tepi (peripheral nervus system)
3. Sistem syaraf gaib (otonomic nervus system)
Yang termasuk system syaraf pusat adalah :
- Otak besar
- Otak kecil
- Batang otak
- Medulla spinalis
Yang termasuk system syaraf tepi adalah semua cabang dari medulla spinalis
Yang termasuk system syaraf otonom adalah :
- Syaraf simpatis
- Syaraf parasimpatis
Susunan Saraf Pusat
Otak terdapat dalam rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang disebut
meningen. Selaput otak ini juga berlanjut melapisi medulla spinalis. Selaput otak maupun
selaput medulla spinalis adalah sama.
Meningen terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan sebelah luar yang disebut durameter
2. Lapisan tengah yang disebut arachnoid
3. Lapisan dalam yang disebut piameter
Durameter ini langsung melekat pada permukaan tengkorak
Piameter langsung melekat pada jaringan otak dan medulla spinalis
Diantara durameter dengan arachnoid terdapat rongga subdurameter
Diantara durameter dengan arachnoid dengan piameter terdapat rongga subarachnoid
Rongga subdurameter berisi kapiler pembuluh darah
Rongga arachnoid berisi cairan otak
Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis = LCS)
Cairan otak yang terdapat di rongga subarachnoid otak dan medulla spinalis. Cairan otak ini
dibentuk oleh plexus choroideus pada rongga otak (ventrikel). Cairan otak hampir sama
dengan plasma darah yaitu juga terdiri dari sebagian besar air, glukosa, protein, garam-garam,
dan tidak ada sel darah.
Otak Besar (Cerebrum)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi rongga tengkorak. Permukaan otak tidak datar,
melainkan mempunyai bagian yang lekuk di antara bagian yang datar. Bagian yang lekuk
disebut sulkus dan bagian yang datar disebut gyrus. Otak besar terdiri dari 2 belahan besar.
Masing-masing belahan otak disebut hemisphere, kedua hemisphere berbentuk simetris.
Lapisan otak ada 2 :
1. Lapisan Luar (cortex cerebri)
Berwarna kelabu dan terdiri dari inti-inti syaraf. Disini terdapat Thalamus, hipotalamus dan
formation reticularis.
1. Lapisan dalam (medulla cerebri)
Berwarna putih terdiri dari serabut-serabut syaraf
Otak Kecil
Otak kecil terletak di bagian belakang bawah otak besar di dalam fossa crania posterior. Otak
kecil akan berhubungan dengan otak besar melalui pedunculus inferior. Permukaan otak kecil
juga mempunyai sulcus dan gyrus yang ukurannya kecil.
Fungsi otak kecil :
1. Sebagai pusat pengatur keseimbangan tubuh
2. Tempat koordinasi kontraksi otot rangka
Batang Otak :
1. Pons
Sering terletak di depan otak kecil antara otak besar dengan medulla oblongata. Pada pons ini
terdapat serat syaraf longitudinal yang menghubungkan medulla oblongata dengan otak
besar. Pada pons juga terdapat inti-inti syaraf cranial V, VI,VII, dan VIII
1. Medulla Oblongata
Terletak di bawah pons dan di atas medulla spinalis. Batas antara medulla oblongata dengan
medulla spinalis adalah setinggi foramen magnum. Di medulla oblongata terdapat
persilangan serat corticospinalis yang membawa rangsangan motoris dari otak ke medulla
spinalis. Pada medulla oblongata terdapat inti-inti syaraf cranial IX, X, XI, XII juga terdapat
pusat respirasi dan pusat cardiovascular.




Medulla Spinalis
Medulla spinalis terletak di dalam canalis spinalis mulai setinggi foramen magnum sampai
setinggi vertebra L1-L2. Medulla spinalis juga dibungkus oleh meningen seperti di otak.
Medulla spinalis mempunyai segmen-segmen yang namanya dimulai dari atas :
Segmen cervicalis : 8 buah
Segmen Thoracalis : 12 buah
Segmen Lumbalis : 5 buah
Segmen Sacralis : 5 buah
Segmen Coxygeus : 1 buah
Medulla Spinalis berfungsi :
- Sebagai penghubung otak dengan perifer dan dari perifer ke otak
- Sebagai pusat refleks yang otomatis
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
Sakit kepala
Sakit-sakit pada otot-otot
Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa
terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada
virus meningitis.
Nausea
Vomiting
Demam
Takikardia
Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
Pasien merasa takut dan cemas.
F. PATOFISIOLOGI
Dalam meningitis bakteri, bakteri mencapai meninges oleh salah satu dari dua rute
utama: melalui aliran darah atau melalui kontak langsung antara meninges dan baik rongga
hidung atau kulit. Dalam kebanyakan kasus, meningitis berikut invasi aliran darah oleh
organisme yang hidup di atas permukaan seperti lendir rongga hidung. Hal ini sering pada
gilirannya didahului oleh infeksi virus, yang memecah penghalang normal yang disediakan
oleh permukaan mukosa. Setelah bakteri memasuki aliran darah, mereka memasuki ruang
subarachnoid di tempat-tempat dimana penghalang darah-otak rentan-seperti pleksus koroid.
Meningitis terjadi pada 25% bayi yang baru lahir dengan infeksi aliran darah akibat
streptokokus grup B; fenomena ini kurang umum pada orang dewasa. kontaminasi langsung
dari cairan serebrospinal mungkin timbul dari perangkat berdiamnya, patah tulang tengkorak,
atau infeksi nasofaring atau sinus hidung yang telah membentuk saluran dengan ruang
subarachnoid (lihat di atas), kadang-kadang, cacat bawaan dari dura mater dapat
diidentifikasi.
Peradangan besar-besaran yang terjadi di dalam ruang subarachnoid selama
meningitis bukan merupakan akibat langsung dari infeksi bakteri melainkan dapat sebagian
besar disebabkan respon sistem kekebalan tubuh untuk pintu masuk bakteri ke dalam sistem
saraf pusat. Ketika komponen dari membran sel bakteri diidentifikasi oleh sel-sel imun dari
otak (astrosit dan mikroglia), mereka merespon dengan melepaskan sejumlah besar sitokin,
hormon seperti mediator yang merekrut sel kekebalan lainnya dan merangsang jaringan lain
untuk berpartisipasi dalam respon imun . Penghalang darah-otak menjadi lebih permeabel,
menyebabkan edema vasogenic serebral (pembengkakan otak akibat kebocoran cairan dari
pembuluh darah). Sejumlah besar sel darah putih masukkan CSF, menyebabkan radang
meninges, dan menyebabkan edema interstisial (bengkak karena cairan di antara sel-sel).
Selain itu, dinding pembuluh darah sendiri menjadi meradang (vaskulitis serebral), yang
mengarah pada aliran darah menurun dan jenis ketiga edema, sitotoksik edema. Tiga
bentuk edema serebral semua mengarah pada tekanan intrakranial meningkat, bersama-sama
dengan menurunkan tekanan darah sering dijumpai pada infeksi akut, ini berarti bahwa lebih
sulit bagi darah untuk masuk ke otak, dan sel-sel otak kekurangan oksigen dan mengalami
apoptosis ( otomatis sel kematian).
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel
sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh
imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran
darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula
spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan
dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat
terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.




G. KOMPLIKASI
a. Ketidaksesuaian sekresi ADH
b. Pengumpulan cairan subdural
c. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
d. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II (
optikus )
e. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,
konjungtivitis.
f. Epilepsi
g. Pneumonia karena aspirasi
h. Efusi subdural, emfisema subdural
i. Keterlambatan bicara
j. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ), nervus VI
(abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.

H. PENATALAKSANAAN
- Isolasi
- Terapi antimikroba : antibiotic yang diberikan didasarkan pada hasil kultur, diberikan
dengan dosis tinggi melalui intra vena.
- Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan.
Cairan yang dapat menyebabkan edema.
- Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi).
- Mengontrol kejang : pemberian terapi antiepilepsi
- Mempertahankan ventilasi
- Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
- Penatalaksanaan syok bacterial
- Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
- Memperbaiki anemia




I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih
dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.















ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat/tanggal lahir, NO. MR
penanggungjawab, dll.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan
kesadaran.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan
napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan
adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk
produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat
kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotic).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit
kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen.
Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam,
bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan
tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS,
pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen
terutama tindakan melalui pembuluh darah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya di dapatkan data adanya infeksi yang dialami ibu pada akhir kehamilan.
4. Pengkajian Fisik
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara
umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
conginetal ( abses otak ).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan
dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ); takikardi, distritmia ( pada
fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis ).
c) Eliminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
d) Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
e) Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut).
f) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat
), Pareslisia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan
sensasi (kerusakan pada saraf cranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas (minimitis)
.Timbul kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti
diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ).Fotopobia ( pada minimtis).Ketulian ( pada
minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan, Adanya
halusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda : Status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga
koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ). Kehilangan memori, sulit
mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala berkembangnya hidrosephalus komunikan
yang mengikuti meningitis bacterial). Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi. Mata ( ukuran
/ reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya ( peningkatan TIK ), nistagmus
( bola mata bergerak terus menerus ).Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ). Karakteristik fasial
(wajah ) ; perubahan pada fungsi motorik dan sensorik ( saraf cranial V dan VII terkena
).Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal .Otot mengalami
hipotonia/ flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis .Spastik (encephalitis). Hemiparese
hemiplegic ( meningitis / encephalitis ).Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif
merupakan indikasi adanya iritasi meningeal ( fase akut ).Regiditas muka ( iritasi meningeal
).Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif. Refleks abdominal menurun.
g) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan leher/ punggung kaku,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah menangis/ mengeluh.
h) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai koma
) dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis
telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada
tengkorak / cedera kepala.Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis,
terpajan oleh campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.Gangguan
penglihatan atau pendengaran
Tanda : Suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil.
Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic.
Gangguan sensoris.
5. Data Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk
menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
(Marylin E. Doenges : 1999, Hal: 308)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2. Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
3. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan penekanan respons
inflamasi
5. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi, toksin
dalam sirkulasi
6. Kerusakan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neouromuskuler, penurunan
kekuatan/ ketahanan.
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi interpersonal dan keikutsertaan
merasakan. Ancaman kematian/perubahan dalam status kesehatan


C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONAL
1
Gangguan perfusi jaringan
sehubungan dengan
peningkatan tekanan
intrakranial.
Pasien bed rest total
dengan posisi tidur
terlentang tanpa bantal.
Monitor tanda-tanda
status neurologis dengan
GCS.
Monitor tanda-tanda vital
seperti TD, Nadi, Suhu,
Respirasi, dan hati-hati
pada hipertensi sistolik
Monitor intake dan output
Bantu pasien untuk
membatasi muntah,
batuk. Anjurkan pasien
untuk mengeluarkan
napas apabila bergerak
atau berbalik di tempat
tidur.
Berikan cairan perinfus
dengan perhatian ketat.
Monitor AGD bila
diperlukan pemberian
oksigen
Berikan terapi sesuai
advis dokter seperti:
Steroid, Aminofel,
Antibiotika.
Perubahan pada tekanan intakranial
akan dapat meyebabkan resiko
untuk terjadinya herniasi otak.
Dapat mengurangi kerusakan otak
lebih lanjut.
Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan
darah sistemik berubah secara
fluktuasi. Kegagalan autoreguler
akan menyebabkan kerusakan
vaskuler cerebral yang dapat
dimanifestasikan dengan
peningkatan sistolik dan diiukuti
oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan
meningkatkan resiko dehidrasi
terutama pada pasien yang tidak
sadar, nausea yang menurunkan
intake per oral.
Aktifitas ini dapat meningkatkan
tekanan intrakranial dan
intraabdomen.Mengeluarkan napas
sewaktu bergerak atau merubah
posisi dapat melindungi diri dari
efek valsava
Meminimalkan fluktuasi pada
beban vaskuler dan tekanan
intrakranial, vetriksi cairan dan
cairan dapat menurunkan edema
cerebral
Adanya kemungkinan asidosis
disertai dengan pelepasan oksigen
pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya iskhemik
serebral.
Terapi yang diberikan dapat
menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri.
Menurunkan metabolik sel /
konsumsi dan kejang.
2
Resiko terjadi kejang ulang
berhubungan dengan
hipertermi.
Longgarkan pakaian,
berikan pakaian tipis yang
mudah menyerap keringat
Berikan kompres dingin
Berikan ekstra cairan
(susu, sari buah, dll)
Observasi kejang dan
tanda vital tiap 4 jam
Batasi aktivitas selama
anak panas
Berikan anti piretika dan
pengobatan sesuai advis
Proses konveksi akan terhalang
oleh pakaian yang
ketat dan tidak menyerap keringat.
Perpindahan panas secara konduksi
saat demam kebutuhan akan cairan
tubuh
meningkat
Pemantauan yang teratur
menentukan tindakan
yang akan dilakukan
aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan
meningkatkan panas
Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan
sebagai propilaksis
3
Potensial terjadinya injuri
sehubungan dengan adanya
kejang, perubahan status
mental dan penurunan
tingkat kesadaran
Monitor kejang pada
tangan, kaki, mulut dan
otot-otot muka lainnya.


Persiapkan lingkungan
yang aman seperti batasan
ranjang, papan pengaman,
dan alat suction selalu
berada dekat pasien
Pertahankan bedrest total
selama fase akut
Berikan terapi sesuai
advis dokter seperti;
diazepam, phenobarbital,
Gambaran tribalitas sistem saraf
pusat memerlukan evaluasi yang
sesuai dengan intervensi yang tepat
untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
Melindungi pasien bila kejang
terjadi
Mengurangi resiko jatuh / terluka
jika vertigo, sincope, dan ataksia
terjadi
Untuk mencegah atau mengurangi
kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi
dan sedasi.
dll.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999). Rencana Asuhan KeperawatanEd.3. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia,
Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Wong, L.Donna et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Suriadi & Yulianni, rita. 2006. BUku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan Pada
Anak. Jakarta : Percetakan Penebar Swadaya

Você também pode gostar