Matematika memiliki peran yang sangat penting dalam membangun
kemampuan berpikir dan berlogika peserta didik. Disamping itu matematika
merupakan alat bantu dan pelayan ilmu, tidak hanya untuk matematika itu sendiri tetapi juga untuk ilmu-ilmu yang lain, baik untuk kepentingan teoritis maupun kepentingan praktis dalam pemecahan sehari-hari sebagai aplikasi dari matematika. Banyak konsep-konsep dari matematika yang sangat diperlukan oleh ilmu lainnya seperti Fisika, Kimia, Biologi, Astronomi, Teknik, Ekonomi dan Jasmani (Hadi Siswanto, 2008 : 2). Oleh karena itu diperlukan kemampuan pemecahan masalah siswa yang cukup sehingga dapat dikatakan bahwa siswa telah paham terhadap suatu konsep matematika. Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Pemecahan masalah matematika adalah proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika, perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika menurut Branca (dalam Marhadi, 2011: 3) adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika. 2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika. 3. Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Pemecahan masalah lebih mengutamakan proses dan strategi yang dilakukan siswa dalam penyelesaian masalah daripada hanya sekedar hasilnya. Oleh karena dalam pemecahan masalah lebih mengutamakan proses maka akan berdampak positif pada pemahaman konsep dan kreativitas siswa. Maka dapat disimpulkan pemecahan masalah matematika juga dapat meningkatkan kemampuan berfikir logis, kreatif dan sistematis. Kemampuan pemecahan masalah matematika juga dapat terkait dengan kemampuan penalaran siswa. Sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) pada tahun 2000 (dalam Fadjar Shadiq, 2004), standar matematika sekolah meliputi standar isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (connection), komunikasi (communication), dan representasi (representation). Penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Melalui penalaran matematika siswa dapat mengajukan dugaan kemudian menyusun bukti, melakukan manipulasi terhadap permasalahan (soal) matematika dan menarik kesimpulan dengan benar dan tepat. Kemampuan penalaran setiap siswa pastilah berbeda sehingga pemecahan masalah matematika yang dilakukan siswa juga berbeda. Maka dari itu diperlukan perhatian khusus terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan kemampuan penalaran siswa. Pembelajaran matematika perlu dipertimbangkan agar suasana belajar siswa dapat mendukung untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan penalaran siswa. Berdasarkan kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004: 346) bahwa ruang lingkup dalam pembelajaran di sekolah khususnya di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni meliputi beberapa aspek diantaranya Bilangan, Aljabar, Geometri dan Pengukuran, serta Statistika dan Peluang. Salah satu materi yang diajarkan dalam memenuhi aspek aljabar adalah materi Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Materi tersebut disampaikan pada kelas VIII. Dipilihnya materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dalam penelitian ini dikarenakan pada materi ini terdapat berbagai persoalan yang berupa pemecahan masalah sehingga dapat membantu peneliti dalam menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan kemampuan penalaran siswa. Pada materi SPLDV siswa lebih sering disajikan soal dalam bentuk soal cerita, yakni suatu permasalahan matematika yang disajikan dalam bentuk kalimat dan berhubungan dengan masalah sehari-hari. Oleh karena itu, penyelesaian soal cerita yang berkaitan dengan SPLDV dilakukan melalui prosedur perumusan model matematika. Hal tersebut berarti dibutuhkan kemampuan pemahaman soal dan kemampuan siswa dalam membuat model matematika. Pada kenyataannya berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan observasi di SMP Negeri 9 Surakarta, siswa lebih sering mengalami kesulitan dalam memahami soal dan menentukan model matematika pada SPLDV. Ada kemungkinan bahwa kesulitan siswa dalam menentukan model matematika dikarenakan siswa kurang mampu memahami soal dengan cermat sehingga informasi-informasi yang penting tidak digunakan dalam penyelesaian soal.