1 Alexandra Yoelita 2 M.C.P. Wongkar 2 Agung Nugroho
1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2 Bagian Ilmu Penyakit Dalam BLU RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Email : alexandrayoelita09216@yahoo.com
Abstrak: Jumlah perokok di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi merokok mencapai 34,7%. Sebagian besar merokok dimulai pada usia dewasa muda sewaktu pertumbuhan paru sedang berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP 1 ) dan Kapasitas Vital Paksa (KVP) pada pria perokok dan bukan perokok dewasa muda, serta hubungannya dengan jumlah rokok yang dikonsumsi dan lamanya merokok. Penelitian bersifat observasional analitik cross sectional. Subyek penelitian adalah mahasiswa pria Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dengan jumlah subyek 30 perokok dan 30 bukan perokok. Hasil penelitian ditemukan nilai rerata VEP 1 pada perokok adalah 102,4% pred dan bukan perokok adalah 114,6% pred. VEP 1 perokok 10,65% lebih rendah daripada bukan perokok. Nilai rerata KVP pada perokok adalah 98,8% pred dan bukan perokok adalah 107,8% pred. KVP perokok 8,3% lebih rendah daripada bukan perokok. Terdapat hubungan non signifikan antara jumlah rokok dan lama merokok dengan VEP1 dan KVP. Kesimpulan: faal paru pria perokok dewasa muda lebih rendah daripada bukan perokok dan tidak ditemukan hubungan signifikan antara jumlah rokok dan lama merokok dengan faal paru pada pria dewasa muda. Kata Kunci: VEP 1 , KVP, Perokok, Dewasa Muda
Abstract: The number of smokers in Indonesia is quite high and the smoking prevalence reached 34,7%.Most smokers begin smoking in young adulthood when lung growth is underway. This study aimed to determine differences between Forced Expiratory Volume in One Second (FEV 1 ) and Forced Vital Capacity (FVC) in young adult male smokers and non-smokers, and the their relevance with numbers of cigarette consumed and smoking duration. This research is a cross sectional observation analytics and the subject of this study were male students of Medical Faculty of Sam Ratulangi University which consist of 30 smokers and 30 non-smokers. This research found the average of FEV 1 in smoker group is 102,4% pred and in non-smoker group is 114,6% pred. FEV 1 in smokers is 10,65% lower than non-smokers. Average value of FVC in smoker group is 98,8% pred and in non-smoker group is 107,8% pred. FVC in smokers is 8,3% lower than non-smokers. There is no significant relationship between the amounts of cigarette and duration of smoking with FEV 1 and FVC. In conclusion: pulmonary physiology in young adult male smokers is lower than non-smokers and found no significant relationship between the number of cigarettes and duration of smoking and pulmonary physiology in young adult males. Keywords: FEV 1 , FVC, smoker, young adult
2
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan laporan WHO tahun 2008 diperkirakan jumlah perokok di dunia sebanyak 2,5 milyar orang. Jumlah perokok di Indonesia ada sekitar 65 juta perokok atau 28 % per penduduk
dan berdasarkan hasil riset kesehatan dasar 2010 menunjukkan prevalensi penduduk laki-laki perokok umur 15 tahun ke atas sebesar 54,1%.
Betapa merokok merupakan bagian dari hidup masyarakat dan gaya hidup ini menyebabkan masalah kesehatan. Kebiasaan merokok memiliki keterkaitan erat dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dan kanker paru. 1-4
Salah satu penyebab menurunnya faal paru yaitu merokok. Penurunan faal paru dapat diperiksa dengan spirometri. Tim Pneumobile dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia membuat nilai rujukan fungsi paru untuk orang sehat yang berusia 13-70 tahun dan parameter yang digunakan untuk menentukan fungsi paru adalah Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP 1 ), Kapasitas Vital Paksa (KVP) dan rasio VEP 1 /KVP. 5,6 Perubahan nilai/fungsi paru secara fisiologis dimulai dari fase anak sampai umur kira-kira 22-24 tahun terjadi pertumbuhan paru kemudian menurun secara bertahap, biasanya umur 30 tahun sudah mulai penurunan nilai fungsi paru. Apabila seseorang merokok terus menerus, maka pengaruhnya pada perubahan nilai fungsi paru tergantung pada kapan mulainya merokok, apakah saat pertumbuhan paru, saat menetap atau saat sudah mulai terjadi penurunan fungsi paru. 7 Prevalensi perokok laki-laki di atas 15 tahun terus meningkat. Pada provinsi Sulawesi Utara rata-rata umur mulai merokok yaitu pada usia 17 tahun, dimana kita ketahui pada usia tersebut pertumbuhan paru berlangsung dan nilai fungsi paru semakin besar. 3,7 Sebagian besar penelitian uji faal paru pada perokok dilakukan terhadap perokok dewasa yang sudah merokok lama, namun masih sedikit penelitian pengaruh merokok pada faal paru usia dewasa muda sewaktu pertumbuhan fungsi paru sedang berlangsung. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui apakah sudah terdapat perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP 1 ) dan Kapasitas Vital Paksa (KVP) pada pria perokok dan bukan perokok dewasa muda serta apakah ada hubungan antara jumlah rokok dan lamanya merokok dengan VEP 1 dan KVP?
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 dengan lokasi penelitian di poliklinik paru RSUP Prof. dr. R.D Kandou Manado pada mahasiswa pria Fakultas Kedokteran UNSRAT yang terdiri dari 30 mahasiswa pria perokok dan 30 mahasiswa pria bukan perokok kelompok dewasa muda (menurut Dr. Koesmanto Setyonegoro, usia 18 sampai 25 tahun) dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sampel penelitian diseleksi menggunakan kuesioner untuk memisahkan antara perokok aktif (menghisap 1 batang rokok sehari) dan bukan perokok (menghisap 1 batang rokok pun). Pemeriksaan faal paru pada sampel menggunakan spirometri dengan parameter Volume Ekpirasi Paksa Detik Pertama (VEP 1 ) dan Kapasitas Vital Paksa (KVP) berdasarkan kriteria Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2010. Perbedaan nilai VEP 1 dan KVP dianalis dengan uji T tidak berpasangan dan hubungan jumlah rokok dan lama merokok dengan VEP 1 dan KVP dianalisis dengan uji korelasi Pearson.
3
HASIL PENELITIAN Karakteristik subyek penelitian Subyek penelitian berjumlah 60 subyek yang terdiri dari 30 orang mahasiswa yang aktif merokok dan 30 orang mahasiswa yang tidak merokok, distribusi terbanyak pada umur 20 dan 21 tahun dengan masing- masing 17 subyek (28,3%); diikuti umur 19 tahun dengan 11 subyek (26,7%); umur 22 tahun dengan 8 subyek (13,3%); umur 18 tahun dengan 5 subyek (16,7%) dan umur 23 dan 24 tahun dengan 1 subyek (1,7%) masing-masing 1 subyek (1,7%). Berdasarkan derajat perokok ditemukan perokok ringan sebanyak 27 subyek (90%); perokok sedang 2 subyek (6,7%) dan perokok berat 1 subyek (3,3%). (Tabel 1) Derajat perokok ini ditentukan berdasarkan Indeks Brinkman yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang diisap tiap hari dikalikan lama merokok dalam tahun. 8
Tabel 1. Distribusi derajat perokok Kriteria (Indeks Brinkman) N % Perokok ringan (<200 batang/tahun) 27 90 Perokok sedang (200-600 batang/tahun) 2 6,7 Perokok berat (>600 batang/tahun) 1 3,3 Total 30 100
Untuk rerata jumlah rokok yang dikonsumsi adalah 16 batang/hari dan rata- rata subyek telah merokok selama 5,5 tahun.
Tabel 2. Distribusi rata-rata jumlah rokok dan lama merokok Rerata % Mean SD (Max-Min) Jumlah Rokok (batang/hari) 15,73 18,10 (100-1) 3,38 Lama Merokok (tahun) 5,5 3,10 (12-1) 3,33
Berdasarkan rasio VEP 1 /KVP pada subyek yang merokok, ditemukan 5 subyek (16,7%) tergolong restriktif dan 25 subyek (83,3%) tergolong normal.
Tabel 3. Distribusi rasio VEP 1 /KVP pada subyek yang merokok Kriteria N % Normal 25 83,3 Restriktif 5 16,7 Obstruktif 0 0 Total 30 100
4
Berdasarkan rasio VEP 1 /KVP pada subyek yang tidak merokok ditemukan semua subyek tergolong normal dan tidak ada yang tergolong restriktif ataupun obstruktif.
Tabel 4. Distribusi rasio VEP 1 /KVP pada subyek yang tidak merokok Kriteria N % Normal 30 100 Restriktif 0 0 Obstruktif 0 0 Total 30 100
Uji perbedaan rata-rata hasil penelitian Uji yang digunakan untuk membandingkan antara 2 kelompok adalah uji t tidak berpasangan (independen).
Tabel 5. Hasil pengujian perbedaan VEP 1 dan KVP antara Non-Perokok dan Perokok Variabel Non Perokok Mean SD (Max-Min) Perokok Mean SD (Max-Min) P VEP 1 (%) Pred 114,6 9,32 (135-90) 102,4 17,11 (136-75) 0,0005 KVP (%) Pred 107,8 10,36 (132-83) 98,8 15,99 (133-73) 0,006
Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai rerata VEP 1 dan KVP antara perokok dan non-perokok, dimana VEP 1 pada perokok 10,65% lebih rendah dari kelompok bukan perokok dan KVP pada perokok 8,3% lebih rendah dari kelompok bukan perokok.
Uji korelasi Berdasarkan analisis koefisien korelasi Pearson hubungan antara jumlah rokok dengan VEP 1 diperoleh r = -0,297; p = 0,056 dan KVP (r = -0,296; p = 0,056) Hasil ini menunjukkan terdapat hubungan negatif antara jumlah rokok yang diisap dengan VEP 1 dan KVP, namun secara statistik hubungan kedua variabel tidak bermakna. Demikian pula dengan hasil analisis hubungan antara lama merokok dengan VEP 1 diperoleh r = -0,185; p = 0,163 dan KVP (r = -0,230; p = 0,111)
BAHASAN Karakteristik subyek penelitian Karakteristik subyek pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa subyek penelitian berjumlah 60 subyek yang semuanya berjenis kelamin pria, dimana ini bertujuan untuk mencegah terjadinya bias partipasi. Pada penelitian ini, sebagian besar subyek termasuk perokok ringan. Hal ini disebabkan subyek penelitian yang berusia muda antara 18 sampai 24 tahun dan bisa dikategorikan sebagai perokok pemula. Selain itu subyek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran yang mungkin tidak memberikan informasi yang benar tentang jumlah rokok yang dihisap karena merasa takut. 5
Pada penelitian ini ditemukan 16,7% perokok yang mengalami kelainan paru restriktif dan tidak ada yang tergolong obstruktif seperti pada teori-teori yang ada. Hal ini sangat mungkin disebabkan kesalahan teknik pada saat pengukuran spirometri. Sebagian besar perokok mempunyai faal paru yang normal, hal ini dikarenakan mereka belum lama merokok. Penggolongan kriteria kelainan paru ini berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2010. 9
Perbandingan VEP 1 dan KVP Berbagai penelitian menyatakan bahwa seorang perokok mempunyai nilai fungsi paru lebih kecil dibandingkan bukan perokok dan penelitian Basuki SW dan Dewi N
menunjukkan adanya perbedaan nilai VEP 1 dan KVP antara perokok dan bukan perokok. 7,10 Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan nilai VEP 1
dan KVP, nilai rerata VEP 1 pada perokok adalah 102,4 % pred sedangkan pada subyek yang tidak merokok adalah 114,6 % pred, dan nilai rerata KVP pada perokok adalah 98,8% pred sedangkan subyek yang tidak merokok adalah 107,8% pred. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan nilai VEP 1 dan KVP pada perokok lebih rendah daripada bukan perokok, dimana terdapat penurunan VEP 1
sebesar 10,65% pada perokok dan 8,3% pada KVP perokok. Tapi hasil penelitian ini kurang signifikan karena sebagian besar subyek penelitian adalah perokok pemula yang berusia muda dan tergolong perokok ringan. Penurunan fungsi paru pada perokok timbul karena reaksi inflamasi dengan atau tanpa pembentukan mukus dalam saluran pernapasan, peningkatan polymorfonuklear dan terjadi penghambatan elastase inhibitor yang dapat merusak jaringan elastin. 6
Langhammer A, Johnsen R, Gusvik A, Holmen TL, dan Bjermer L di Norwegia menyatakan bahwa merokok sangat berhubungan dengan rendahnya nilai kapasitas paru pada seluruh kelompok umur di penelitiannya, terdapat penurunan FEV 1
% pred sebesar 0,52 pada wanita dan 0,32 pada pria yang merokok aktif. Pada penelitian ini juga ditemukan penurunan VEP 1 sekitar 0,17 pada pria, hasil ini lebih rendah dari penelitian di atas karena sebagian besar merupakan perokok ringan dan belum lama merokok. 11
Hubungan jumlah rokok dan lama merokok dengan faal paru (VEP 1 , KVP) Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jumlah rokok dan lama merokok dengan VEP 1 dan KVP. Untuk hubungan antara jumlah rokok dengan VEP 1 dan KVP sesuai dengan penelitian Armitasari Y yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah rokok dengan faal paru. 12
Hasil penelitian hubungan antara lama merokok dengan VEP 1 dan KVP tidak sesuai dengan penelitian Armitasari Y yang menyatakan ada hubungan lama merokok dengan kapasitas paru. Dimana respondennya adalah usia lanjut dan rata- rata telah merokok selama 36,5 tahun. 12
Tidak ada hubungan signifikan antara lama merokok dengan kapasitas paru (VEP 1
dan KVP) mungkin disebabkan subyek rata-rata baru merokok selama 5,5 tahun dan usia subyek yang masih muda (18-24 tahun). Efek merokok itu sendiri akan berdampak pada fungsi paru setelah merokok selama 20 tahun dan pada usia diatas 40 tahun. 13 Berdasarkan seluruh data penelitian tersebut, dapat disimpulkan terdapat perbedaan nilai VEP 1 dan KVP antara perokok dan bukan perokok, namun tidak ada hubungan antara jumlah rokok dan lama merokok dengan faal paru (VEP 1 dan KVP). Hal ini disebabkan kemungkinan adanya beberapa faktor yang terkait dengan kebiasaan merokok yang tidak dipertimbangkan menjadi variabel 6
penelitian ini misalnya jenis rokok seperti rokok berfilter dan tidak berfilter, dimana penelitian Armitasari Y menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis rokok dan kapasitas vital paru. Selain itu mungkin disebabkan oleh teknik pemeriksaan spirometri yang harus mempunyai manuver pemeriksaan (inspirasi dan ekspirasi) yang benar. 12
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital Paksa (KVP) pada perokok dan bukan perokok dewasa muda dan pada perokok nilai VEP1 (10,65%) dan KVP (8,3%) lebih rendah daripada yang bukan perokok serta tidak ditemukan adanya hubungan antara jumlah rokok yang dikonsumsi dan lama merokok dengan faal paru (nilai VEP1 dan KVP).
UCAPAN TERIMA KASIH Ditujukan kepada dr. M.C.P. Wongkar, SpPD selaku Dosen Pembimbing dan Penguji I, dr. Agung Nugroho, SpPD selaku Dosen Pembimbing dan Penguji II, dan dr. J.C. Lombo, SpP selaku Penguji III serta kepada semua pihak yang baik secara langsung dan tidak langsung telah menumbuhkan ide atau gagasan pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. Organization, World Health. WHO report on the Global Tobacco Epidemic 2008 : The MPOWER package. Geneva: World Health Organization, 2008. 2. Tanuwihardja RK, Susanto AD. Rokok elektronik (electronic cigarette). Jurnal Respirologi Indonesia. 2012;32:55. 3. RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2010. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010. 4. Marhana IA. Program berhenti merokok. Dalam : Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit paru 2010. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo; 2010. hal. 266. 5. Putra AN. Pengaruh dan hubungan merokok terhadap kapasitas vital paru pada pria dewasa [abstrak]. Universitas Kristen Maranatha.2006. 6. Mawi M. Nilai rujukan spirometri untuk lanjut usia sehat. Universa Medicina. 2005;24:125-28. 7. Rahmatullah P. Pneumonitis dan penyakit paru lingkungan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal. 2292-94. 8. Sajinadiyasa IGK, Bagiada IM, Ngurah RIB. Prevalensi dan risiko merokok terhadap penyakit paru di poliklinik paru rumah sakit umum pusat sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam. 2010;11:92. 9. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Spirometri for health care providers. 2010 [12 januari 2013]. Diakses dari: http://www.goldcopd.orguploadsusersfil esGOLD_Spirometry_2010.pdf. 10. Basuki SR, Dewi N.D. Pengaruh merokok terhadap faal paru [abstrak]. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2012. 11. Langhammer A, Johnsen R, Gulsvik A, Holmen TL, Brejmer L. Sex of differences in lung vulnerability to tobacco smoking. Eur Respir J. 7
2003;21:1017-1023; doi:10.1183/09031936.03.00053202. 12. Armitasari Y. Hubungan kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru (studi lanjut usia di desa Bener kecamatan Ngrampal kabupaten Sragen) [skripsi].Universitas Diponegoro.2011. 13. Razi F, Amri Z, Ichsan M, Yunus F. Pengaruh debu batu bara terhadap paru pekerja tambang penggalian. Maj Kedokt Indon. 2008;58;35-40.