Você está na página 1de 27

BAB I

PENDAHULUAN

Pre eklampsia merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan, sedangkan eklampsia mempunyai gambaran klinis
seperti pre eklampsia, biasanya disertai kejang dan penurunan kesadaran (koma). Sampai
sekarang etiologi pre eklampsia masih belum diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre
eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan perinatak yang paling
tinggi dalam ilmu kebidanan.
1

Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapatkan angka mortalitas
dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia pre eklampsia dan eklampsia merupakan
penyebab dari 30-40% kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini
preeclampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia dan penangannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Jadi jelas bahwa pemeriksaan
antenatal yang teratur dan rutin sangat perlu untuk mencari tanda-tanda preeclampsia.
1
Preeclampsia adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan disertai proteinuria setelah
usia getasi 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejalainidapat juga timbul sebelum usia
kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblast. Dahulu adanya edema merupakan gejala penting
dari preeclampsia . namun sekarang untuk menegakkan diagnosis preeclampsia gejala
tersebuttidak harus ada.
Komponen hipertensi pada penyakit ini adalah bila tekanan darah sistolik 140 mmHg,
ataubila tekanan darah diastolic 90 mmHg pada wanita yang biasanya memiliki tekanan darah
yang normal sebelum hamil. Diagnose preeclampsia memerlukan paling sedikit 2 kali
pemeriksaan tekanan darah yang abnormal, yang diukur sedikitnya dalam selang waktu 6 jam.
Proteinuria timbul bila konsentrasi protein urin menunjukkan nilai >300 mg selama 24
jam. Pengumpulan urin 24 jam merupakan pemeriksaan yang penting untuk menegakkan
diagnose preeclampsia. namun bila pemeriksaan tidak mungkin dilakukan, maka kadar 30mg/dl
(sedikitnya +1 pada tes dipstick) dalam sedikitnya 2 kali pemeriksaan sample urin secara acak,
dengan jarak masing-masing 6 jam dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa preeclampsia.
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklampsia dan eklmapsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan,
dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil dan wanita dalam nifas. Pada
tingkat tanpa kejang disebut preeklampsia dan pada tingkat dengan kejang disebut eklampsia.
Preeklmapsia memperlihatkan gejala hipertensi, edema, dan proteinuri. Kadang-kadang
hanya hipertensi dengan proteinuri atau hipertensi dengan edema. Gejala eklampsia sama dengan
preeklampsia ditambah dengan kejang dan/atau koma.
Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru timbul sesudah minggu ke-20 kehamilan
dan makin tua kehamilan makin besar kemungkinan timbulnya penyakit tersebut. Pada mola
hidatidosa penyakit ini dapat timbul sebelum minggu ke-20.
6
Setelah persalinan gejala-gejalanya berangsur hilang sendiri. Untuk diagnosis
preeklampsia, pada wanita yang hamil 20 minggu atau lebih harus ditemukan hipertensi dengan
proteinuria dan edema atau sekurang-kurangnya hipertensi dan proteinuri.
7
1. Dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih, atau kenaikan 30
mmHg di atas tekanan biasa. Tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih, atau kenaikan 15
mmHg kenaikan biasanya. Tekanan darah ini diperoleh dengan sekurang-kurangnya
pengukuran 2 kali dengan selang waktu 6 jam.
2. Proteinuri ialah protein lebih dari 0,3 gr/l dalam urin 24 jam atau lebih dari 1gr/l pada
pemeriksaan urin sewaktu. Proteinuri harus ada pada 2 hari berturut-turut atau lebih.
3. Edema pada kaki, jari tangan, dan wajah, terutama yang menetap setelah bangun pagi.
Timbulnya edema didahului oleh penambahan berat badan yang berlebihan. Penambahan
berat badan kg seminggu pada seorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika
mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan, kemungkinan terjadinya preeklampsia
harus dicurigai.
6

2.2. Karakteristik Ibu Hamil
Beberapa karakteristik ibu hamil yang dapat meningkatkan angka kejadian preeklamsia adalah:
a. Usia.
Usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/eklampsia. Usia wanita remaja pada
kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 tahun)
meningkatkan angka kejadian preeklampsi. Hubungan peningkatan usia terhadap
preeklampsia dan eklampsia adalah sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang
berusia diatas 35 tahun. Usia 20 30 tahun adalah periode paling aman untuk
melahirkan.
b. Tingkat pendidikan.
Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk
meningkatkan kepribadian, sehingga proses perubahan perilaku menuju kepada
kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Semakin banyak pendidikan yang
didapat seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka dengan mudah untuk
menerima dan memahami suatu informasi yang positif. Kaitannya dengan masalah
kesehatan, dari buku safe motherhood menyebutkan bahwa wanita yang mempunyai
pendidikan lebih tinggi cenderung lebih menperhatikan kesehatan dirinya.
c. Pekerjaan.
Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah.
Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh
dapat terjadi perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya
tekanan dari pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan berdampak
pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam rangka memenuhi
kebutuhan selama proses kehamilan.
d. Paritas
Pada The New England journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama
risiko terjadi preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%.
8
e. Usia kehamilan
Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru timbul sesudah minggu ke-20
kehamilan dan makin tua kehamilan makin besar kemungkinan timbulnya penyakit
tersebut.
6

2.3. Etiologi
Penyebab preeklampsia belum diktehui dengan pasti. Meskipun demikian penyakit ini lebih
sering ditemukan pada wanita hamil yang:
1. Primigravida.
2. Hiperplasentosis (kehamilan kembar, anak besar, mola hidatidosa, dan hidrops
fetalis).
3. Mempunyai dasar penyakit vaskuler (hipertensi atau diabetes militus).
4. Mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarganya.
6

2.4. Patofisiologi
Vasospasme adalah dasar dari preeklampsia dan eklampsia. Konstriksi vascular
menyebabkan resistensi aliran darah dan berperan dalam terjadinya hipertensi arteri. Kelainan
vascular disertai hipoksia lokal jaringan disekitarnya mungkin menyebabkan pedarahan,
nekrosis, dan, kelainan end-organ lain yang dijumpai pada preeklampsia berat.
9



Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi Dalam Kehamilan.
10
2.6. Aspek Klinik
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan
postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan
dan preeklampsia berat.
2

Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi
organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembulu darah dan aktivasi endotel. Diagnosis
preeklampsia ringan ditegakan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu
Hipertensi: sistolik/diastolik 140/90 mmHg.
Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.
Edema: edema lokal tidak dimasukan kedalam kriteria preeklampsi, kecuali edema pada
lengan, muka dan perut, edema generalisata.
2

Preeklampsia berat
Preeklampsia digolongkan preeklampsi berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg.
Proteinuria lebih dari 5g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan sereberal: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen.
Edema paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangiopatik.
Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm
3
atau penurunan trombosit dengan cepat.
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular).
Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low platelet count)
2



2.7. Pengobatan
Preeklampsia ringan
Penderita preeklampsia ringan idealnya harus dirawat inap, akan tetapi dengan
pertimbangan efisiensi, perawatan penderita preeklampsi ringan dapat dilakukan diluar rumah
sakit dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Rawat jalan:
a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring).
b. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
c. Sedatif ringan, berupa fenobarbital (3x30 mg/oral).
d. Riboransia.
e. Penderita dianjurkan untuk melakukan kunjunga ulang setiap minggu.
2. Rawat inap. Penderita preeklampsia ringan harus dirawat dirumah sakit apabila:
a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak ada perbaikan pada gejala klinis.
b. Berat badan meningkat lebih dari 2 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut.
c. Timbul salah satu atau lebih gejala preeklampsia berat.
Preeklampsia berat
Tujuan pengobatan preeklampsia berat adalah:
Mencegah terjadinya eklampsia.
Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup yang besar.
Persalinan harus dengan trauma yang minimal dengan upaya menghindari kesulitan pada
kehamilan/persalinan berikutnya.
Mencegah hipertensi yang menetap.
Dasar pengobatannya antara lain istirahat, diet, sedative, obat-obat antihipertensi, dan
induksi persalinan.
Penderita preeklampsia berat dapat ditangani secara aktif maupun konservatif. Pada
perawatan konservatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan
medisinal, sedangkan perawatan aktif kehamilan segera diakhiri/determinasi didahului dengan
pengobatan medisinal.
6

Indikasi perawatan aktif
1. Ibu
a. Kehamilan > 37 minggu.
b. Adanya gejala impending eklampsia, seperti sakit kepala yang hebat, penglihatan
kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan dan hiperrefleksi, serta kegagalan terapi pada
perawatan konservatif.
c. Setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medisinal, terjadi kenaikan tekanan
darah.
d. Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, tidak ada perbaikan.
2. Janin.
gawat janin dan PJT (Pertumbuhan Janin terhambat)
3. Laboratorik
HELLP syndrome (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low platelet count)
6

Pengobatan Medisinal
1. Obat anti kejang
a. Terapi pilihan pada preeklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO
4
). Diberikan 4
gram MgSO
4
20% (20cc) IV dan disusul dengan 8 gram MgSO
4
40% (20cc) IM.
Syarat pemberian MgSO
4.

Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10
cc)
Frekuensi pernafasan 16 kali per menit.
Produksi urin 30 cc per jam.
Reflex patella positif.
MgSO
4
dihentikan pemberiannya apabila:
Ada tanda-tanda intoksikasi.
Setelah 24 jam pasca persalinan.
Dalam 6 jam pascapersalinan, sudah terjadi perbaikan (normotensif).
b. Diazepam 10 mg IV apabila tidak tersedia MgSO
4.

2. Obat antihipertensi, dapat dipilih antara lain:
a. Hidralazin 2 mg IV, dilanjutkan dengan 100 mg dalam 500 cc NaCl secara titrasi
sampai tekanan darah sistolik < 170 mmHg dan diastolik < 110 mmHg.
b. Klonidin 1 ampul dalam 10 cc NaCl IV, dilanjutkan dengan titrasi 7 ampul dalam
500cc cairan Ringer Laktat.
c. Nifedipin per oral 3-4 kali 10 mg.
d. Obat-obta lain, seperti: metildopa, etanolol, dan labetalol.
6

2.8. Eklampsia
Adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan, atau masa nifas yang disertai gejala-
gejal preeklampsia. Menurut saat terjadinya, eklampsia dapat dibedakan atas:
Eklampsia antepartum, yang terjadi sebelum persalinan.
Eklampsia intrapartum, yang terjadi sewaktu persalinan.
Eklampsia pascapersalinan, yang terjadi setelah persalinan.
Serangan kejang eklampsi dapat dibagi dalam empat tingkat, yaitu:
1. Tingkat Invasi (tingkat permulaan).
Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak, dan kejang-kejang halus terlihat pada
muka. Berlangsung beberapa detik.
2. Tingkat Kontraksi (tingkat kejang tonis).
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20
detik.
3. Tingkat Konvulsi (tingkat kejang klonis).
Terjadi kejang yang hilang timbul; rahang membuka dan menutup begitu pula mata; otot-
otot muka dan otot badan berkontaksi dan berelaksasi secara berulang. Lamanya 1
menit.
4. Tingkat Koma.
Setelah kejang klonis, pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini bervariasi dari
beberapa menit sampai berjam-jam.
6

2.9. Terapi
1. Profilaksis.
Upaya pencegahan eklampsia dilakukan dengan cara menemukan kasus preeklampsia
sedini mungkin dan mengobatinya dengan adekuat. Tindakannya dapat berupa:
a. Identifikasi faktor predisposisi.
b. Menemukan gejala awal hipertensi, edema, dan proteinuria.
c. Rujukan yang tepat.
d. Perawatan jalan atau inap.
e. Perawatan medisinal.
f. Pengobatan obstetrik untuk mengakhiri kehamilannya.
2. Pengobatan
Oleh karena eklampsia merupakan keadaan gawat darurat yang sangat berbahaya bagi
keselamatan ibu dan anaknya, penderita harus dirawat di unit perawatan intensif (ICU)
untuk dirawat bersama dengan disiplin ilmu lain yang terkait.
Secara teoritis eklampsia adalah penyakit yang disebabkan oleh kehamilan. Oleh karena
itu, pengobatan terbaik ialah secepat mungkin mengakhiri kehamilan.
Tujuan pengobatan eklampsia adalah:
Mencegah timbulnya kejang selanjutnya.
Kejang sangat merugikan karena waktu kejang akan terjadi hipoksia, asidosis
respiratoris maupun metabolis dan terjadi kenaikan tekanan darah.
Menurunkan/kontrol tekanan darah.
Hipertensi adalah suatu usaha dari badan untuk mengatasi vasospasme hingga darah
tetap cukup mengalir kepada organ-organ penting. Oleh karena itu, menurunkan
tekanan darah harus berangsur-angsur dan tidak boleh terlalu banyak:
o Tekanan darah tidak boleh turun lebih dari 20% dalam 1 jam.
o Tekana darah tidak boleh kurang dari 140/90 mmHg.
Mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresis dengan pemberian cairan,
misalnya cairan ringer laktat. Pemberian cairan harus hati-hati karena dapat
menimbulkan hiperhidrasi dan edema paru. Oleh karena itu, produksi urine dan
tekanan vena sentral harus terus dipantau:
o Urin tidak boleh kurang dari 30 cc/jam. (oliguria = urin < 16 cc/jam; anuria =
urine < 4 cc/jam)
o Tekana vena sentral tidak melebihi 6-8 cm air.
Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita memperoleh
oksigen (O
2
) dan mempertahankan kebebasan jalan nafas.
Mengakhiri kehamilan tanpa memandang umur kehamilan setelah kejang dapat
diatasi.
6

2.10. Komplikasi
Kejang meningkatkan angka kematian ibu 10 kali lipat dan kematian janin 40 kali lipat.
Penyebab kematian ibu karena eklampsia adalah kolaps sirkulasi (henti jantung, edema paru,
syok, perdarahan otak dan gagal ginjal). Janin biasanya meninggal karena hipoksia, asidosis atau
solusio plasenta. Kebutaan atau paralisis karena lepasnya retina atau perdarahan intrakranial
dapat menetap pada pasien eklampsi yang bertahan hidup. Trauma yang terjadi selama kejang
meliputi laserasi bibir atau lidah, dan fraktur vertebra. Juga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
Gagal ginjal atau hati dan DIC (Dissaminated Intravascular Disease) merupakan komplikasi ibu
yang jarang.
11

2.11. Prognosis
Untuk Ibu
Prognosis pasien preeklampsia baik jika tidak terjadi eklampsia. Kematian karena
preeklampsia kurang dari 0,1%. Jika terjadi kejang eklamptik, 5%-7% akan meninggal.
Penyebab kematian meliputi perdarahan intrakranial, syok, gagal ginjal, pelepasan premature
plasenta dan pneumonia aspirasi.
11

Untuk Bayi
Kematian perinatal sebesar 20%. Sebagian besar bayi-bayi ini kurang bulan. Namun
dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, kematian ini mungkin dapat dikurangi hingga
< 10%.
11





BAB III
STATUS ORANG SAKIT

Identitas pasien
Nama : Ny. D
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : S1
Nama suami : Tn. H
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1
Alamat : Jl. Tanah 600
No RM : 21/41/13
Tanggal masuk : 28-04-2014
Pukul : 16.00 WIB

Ny. D, 27 tahun, G
1
P
0
A
0
, istri dari Tn H, 30 tahun datang ke RS Haji Medan pada tanggal 28-04-2014
pukul 13.00 wib dengan:
KU :Hipertensi rujukan dari RS Sinar Husni
Telaah :Hal ini dialami pasien sejak tanggal 28-04-2014 pukul 13.00 WIB mules teratur
dan terus - menerus. Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (+) sejak pukul
23.00 WIB. Riwayat keluar air-air dari kemaluan (-). BAK (+) normal, BAB (+)
normal.
Riwayat persalinan
1. Hamil ini

Riwayat Operasi : tidak pernah
RPT/RPO : Hipertensi (-)
Menarche : 14 tahun
Lama haid : 5-7 hari
Disminore : (-)
Riwayat KB : (-)
HPHT : 22 - 07 - 2013
TTP : 29 - 04 - 2014
ANC : ke Bidan 3x, dr. SpOG 1x
Status present
Sens : CM Anemis : (-/-)
TD : 160/90 mmHg Ikterik : (-/-)
HR : 86 x/i Dyspnoe : (+)
RR : 20 x/i Sianosis : (-)
T : 36
0
C Oedem : (+/+)
TB : 165 cm
BB : 120 kg

Status Obstetri
Abdomen : membesar, asimetris
Palpasi
Leopold I : 3 jari dibawah proc. Xypoideus (39 cm)
Leopold II : Kiri teraba bagian kecil, kanan teraba punggung, teregang
kekanan
Leopold III : Teraba bulat keras, melenting, bagian bawah kepala
Leopold IV : Divergen, 4/5
Gerak janin : (+)
HIS : 2x20 tiap 10 menit
DJJ : 144 x/i, reguler
EBW : 2800-3000 gr
Inspeculo : tidak dilakukan pemeriksaan
VT : Cervix sacral 1cm, effacement 50%, sel ket (+), kepala HI
ST : Lendir darah (+), air ketuban (-)


Hasil laboratorium tanggal 12-04-2014
Hematologi
Darah rutin Nilai Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 10,5 12 16 g/dl
Hitung eritrosit 4,1 3,9 - 5,6 10*5/l
Hitung leukosit 17,300 4,000- 11,000 /l
Hematokrit 30,3 36-47 %
Hitung trombosit 351.000 150,000-450,000 /l

Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 117 mg/dL < 140
Protein urin ++

DiagnosaSementara
Pre eklamsia Berat + PG + KDR (3) + PK + AH + Inpartu

Rencana Operasi :SC
a
/I PEB + Fetal Distress (Tanggal 28 April 2014 pukul 16.00 WIB)





Laporan SC a/I PEB tgl 28-04-2014 Pukul 16.00 WIB
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik.
Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan betadin dan alkohol 70% pada dinding
abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.
Dibawah spinal anastesi dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis, subkutis, hingga
tampak fascia.
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting kekanan dan kekiri, otot
dikuakkan secara tumpul.
Peritonium dijepit dengan klem, diangkat lalu digunting keatas dan kebawah kemudian
dipasang hack blast.
Tampak uterus gravidarum, identifikasi SBR
Lalu plica vesico uterina digunting kekiri dan kekanan dan disisihkan kearah blast
secukupnya.
Selanjutnya dinding uterus diinsisi secara konkaf sampai menembus subendometrium.
Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan. Selaput
ketuban dipecahkan, air ketuban jernih.
Dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki, BB 2900 gr, PB 49 cm, anus (+).apgar score 9-
10.
Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya.
Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dan penekanan pada fundus, kesan lengkap.
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa sisa selaput ketuban dengan kassa steril terbuka sampai
tidak ada sisa selaput atau plasenta yang tertinggal. Kesan :bersih.
Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight pada kedua ujung robekan uterus dengan
vicryl no. 1, dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci . Evaluasi perdarahan
terkontrol. Reperitonealisasi dengan plain catgut no.1.0
Klem peritonium dipasang, lalu kavum abdomen dibersihkan dari bekuan darah dan cairan
ketuban. Kesan : bersih
Evaluasi tuba dan ovarium kanan kiri. kesan : normal.
Lalu peritoneum dijahit dengan plain catgut no.00. kemudian dilakukan jahitan aproksimasi
otot dinding abdomen dengan plain cat gut no.00 secara simple
Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vycril no. 1.
Subkutis dijahit secara simple dengan plain cat gut no.00
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vycril 3/0.
Luka operasi ditutup dengan sufiatulle dan kasa steril.
Liang vagina dibersihkan dari sisa sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih.
Keadaan umum ibu post operasi : stabil
Instruksi : Awasi vital sign, kontraksi dan tanda tanda perdarahan
Terapi :

Inj. MgSO4 20% (20cc) 4gr Bolus perlahan
IVFD RL + MgSO4 40% (30cc) 12gr 14gtt / i
IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 20gtt/menit
Inj. Ceftriaxon 1gr/8jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8jam
Inj. Misoprostol 1tab/8jam
Inj. As. Traneksamat 500mg/8jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Follow up post SC 28 April 2014
JAM TD HR RR TFU P/V Kontraksi Urin (via kateter)
18.00 160/80 122 x/i 32 x/i SDP (-) Lemah 50cc
18.15 160/80 122 x/i 32 x/i SDP (-) Lemah 50cc
18.30 160/80 122 x/i 32 x/i SDP (-) Lemah 50cc
18.45 150/80 1 18x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc
19.00 150/80 118 x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc
19.15 150/80 118x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc





Follow Up tanggal 28 April 2014 pukul 19.30 WIB dilanjutkan diruang ICU
JAM TD HR RR TFU P/V Kontraksi Urin (via kateter)
19.30 150/80 102 x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc
19.45 150/80 102 x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc
20.00 140/70 102 x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 150cc
20.15 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 150cc
20.30 140/70 100 x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 150cc
20.45 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 150cc
21.00 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc
21.15 140/70 100 x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc
21.30 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc
21.45 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc
22.00 140/70 102 x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc
22.15 140/70 102x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 250cc
22.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc
22.45 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc
23.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc
23.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc
23.30 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc
23.45 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc







Follow Up tanggal 29 April 2014 diruang ICU

JAM TD HR RR TFU P/V Kontraksi Urin (via kateter)
24.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 300cc
24.15 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 300cc
24.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 300cc
24.45 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 300cc
01.00 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 350cc
01.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 350cc
01.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc
01.45 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc
02.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc
02.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc
02.30 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc
02.45 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
03.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
03.15 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
03.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
03.45 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
04.00 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
04.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
04.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
04.45 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
05.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
05.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc
05.30 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 500cc
05.45 140/70 100x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc
06.00 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc
06.15 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc
06.30 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc
06.45 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc
07.00 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc
07.15 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc
07.30 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc
07.45 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc
08.00 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc
08.15 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc
08.30 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc
08.45 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc
09.00 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc
09.15 150/90 120x/i 30 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc
09.30 150/90 120 x/i 30 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc
09.45 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc
10.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc
10.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc
10.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc
10.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc
11.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
11.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
11.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
11.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
12.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
12.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
12.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
12.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
13.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc
13.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc
13.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc
13.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc
14.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc
14.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc
14.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc
14.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc
15.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc
15.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc
15.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc
16.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc
16.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc
16.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc
16.45 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc
17.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc
17.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc
17.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc
17.45 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc
18.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc
18.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc
18.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc
18.45 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc
19.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc
19.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc
19.30 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 950cc
19.45 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 950cc
20.00 140/90 108 x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 950cc
20.15 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 950cc
20.30 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 9500cc
20.45 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 1000cc
21.00 130/80 108 x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 1000cc
23.00 130/80 108x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 1000cc

Follow up 29 April 2014 pukul 06.00
S : sesak
O : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/-
TD : 160/100 mmHg Ikterik : -/-
HR : 122x/menit Dyspnoe : +
RR : 32x/menit Sianosis : -
T : 36,8C Oedem : +/+
SL : Abd : Soepel, peristaltik (+)
P/V : Lochia rubra (+)
TFU : 1 jari di bawah pusat, kontraksi lemah
L/O : Tertutup perban, kesan kering
BAK : (+) via kateter/ jam, warna : Jernih
BAB : (-)
Flatus : (+)
ASI : -/-
Diagnosa : Post SC a/i PEB+ NH1
Terapi : IVFD RL + MgSo4 40% 30 cc 14gtt/menit
IVFD RL + pxytocin 10-10-10 20gtt/menit
IVFD Metronidazol 300mg/8jam
Inj. Ceftriaxon 1gr/8jam
Inj. Ketorolac 30mg/8jam
Nifedipine 3x10mg
Follow Up tanggal 30 April 2014 diruang ICU
JAM TD HR RR TFU P/V Kontraksi Urin (via kateter)
01.00 130/80 108 x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 100cc
03.00 130/80 108x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 300cc
05.00 130/80 108 x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc
07.00 130/80 108x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc
09.00 130/80 108x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc

Follow up 30 April 2014 pukul 06.00
S : sesak
O : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/-
TD : 130/80 mmHg Ikterik : -/-
HR : 108x/menit Dyspnoe : -
RR : 24x/menit Sianosis : -
T : 36,8C Oedem : +/+
SL : Abd : Soepel, peristaltik (+)
P/V : Lochia rubra (+)
TFU : 1 jari di bawah pusat, kontraksi lemah
L/O : Tertutup perban, kesan kering
BAK : (+) via kateter/ jam, warna : Jernih
BAB : (-)
Flatus : (+)
ASI : -/-
Diagnosa : Post SC a/i PEB+ NH2
Terapi : IVFD RL + MgSo4 40% 30 cc 14gtt/menit
IVFD RL + pxytocin 10-10-10 20gtt/menit
IVFD Metronidazol 300mg/8jam
Inj. Ceftriaxon 1gr/8jam
Inj. Ketorolac 30mg/8jam
Nifedipine 3x10mg
Diet MII
Rencana : Aff Kateter
Aff Infus






Follow Up tanggal 1 Mei 2014 pukul 06.00 WIB Pindah ruang rawatan
S :Nyeri luka operasi
O : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/-
TD : 110/60 mmHg Ikterik : -/-
HR : 84x/menit Dyspnoe : -
RR : 20x/menit Sianosis : -
T : 36,8C Oedem : -
SL : Abd : Soepel, peristaltik (+)
P/V : Lochia rubra (+)
TFU : 2 jari di bawah pusat, Kontraksi Baik
L/O : Tertutup perban, kesan kering
BAK : (+)
BAB : (-)
Flatus : (+)
ASI : -/-
Diagnosa : Post SC
a
/i PEB + NH3
Terapi : cefadroxil 2x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Grahabion 2x1

Follow Up tanggal 2 Mei 2014 pukul 06.00 WIB
S :-
O : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/-
TD : 110/60 mmHg Ikterik : -/-
HR : 84x/menit Dyspnoe : -
RR : 20x/menit Sianosis : -
T : 36,8C Oedem : -
SL : Abd : Soepel, peristaltik (+)
P/V : Lochia rubra (+)
TFU : 2 jari di bawah pusat, Kontraksi Baik
L/O : Tertutup perban, kesan kering
BAK : (+)
BAB : (-)
Flatus : (+)
ASI : -/-
Diagnosa : Post SC
a
/i PEB + NH4
Terapi : cefadroxil 2x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Grahabion 2x1
Rencana: Pasien Berobat Jalan















BAB IV
KESIMPULAN

Preeclampsia ialah patologi kehamilan yang ditandai dengan trias hipertensi, edema dan
proteinuria yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu sampai segera setelah persalinan.
3
Frekuensi preeclampsia untuk tiap Negara berbeda-beda karena banyak factor yang
mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan social ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-
lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeclampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), sedangkan
di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklamsi sebanyak 5% darisemua kehamilan,
yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada primigravida muda frekuensi preeklamsi lebih tinggi
bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Dari kasus ini terutana
dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan
factor predisposisi untuk terjadinya preeklamsi.
4
Etiologi preeklamsi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun hipotesanya antara
lain: peran prostasiklin dan tromboksan, peran faktor imunologis, disfungsi dan aktivasi dari
endotel.Pada saat ini ada 4 hipotes yang mendasari patofisiologi dan pathogenesis dari
preeklamsia sebagai berikut: Iskemia Plasenta, Mal adaptasi Imun, Genetic Inprenting,
Perbandingan LDL dan Toxicity Preventing Activity (TxPA).
Biasanya tanda preeklamsi timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang diikuti
edema, hipertensim dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsi berat ditemukan gejala subyektif
seperti sakit kepala daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium,
penurunan jumlah urin, mual, dan muntah.
8
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:1. Hipertensi tanpa gejala yang ditemukan selama Ante
Natal Care, 2.Edema merata memiliki spesifitas yang tinggi bagi preeklamsia, 3.Gejala-gejala
neurologis, seperti edema papil dan hiperfleksi harus ditangani segera, karena dapat meripakan
tanda-tanda mulai terjadinya eklamsia, 4.Ptechie dan memar menunjukkan koagulopati
,
5.Perlunakan kuadran kanan atas abdomen atau midepigastrik sebagai akibat nekrosis
hepatoseluler.

Kriteria diagnosis untuk preeklamsi termasuk peningkatan tekanan darah yang baru dan
proteinuria setwlah minggu 20 gestasi. Preeklamsi berat diindikasikan dengan adanya
peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang besar disertai adanya oliguria, gangguan
serebral dan penglihatan dan edema pulmoner atau sianosis.
8
Disebut preeklamsi berat jika ditemukan satu atau lebih gejala dibwah ini: 1.tekanan
darah sistolik 160 mmHg atau diastolic 110 mmHg, atau kenaikan sistolik >30 mmHg dan
diastolic >15 mmHg, 2.Proteinuria 5 gram atau 3+ dalam pemeriksaan kualitatif (tes celup
strip/ dipstick), 3.Oliguria <400cc/24 jam
,
4.Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan,
5.Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan abdomen, 6.Edema paru dan sianosis,
7.Adanya HELLP sindrom
,
8.Pertumbuhan janin terhambat.

Persalinan tetap merupakan terapi utama untuk preeklamsi. Walaupun perlu dipertimbangkan
resiko ibu dan janin untuk menemukan waktu persalinan. Jika mungkin persalinan pervaginam
lebih dipilih dibandingkan persalinan cesaer untuk mengurangi stress fisiologis. Partus spontan
dihindari karena tenaga .
Prinsip tatalaksana: 1.Obati hipertensi jka tekanan darah sistolik 170 mmHg, atau tekanan
darah diastolic 110 mmHg, atau tekanan arteri rata-rata 125 mmHg dengan target tekanan
darah 130-140/90-100 mmHg. Perhatikan CTG selama dan setelah pemberian obat dalam 30
menit. Obat yang dapat digunakan berupa hydralazi, labetalol, dan nifedipine., 2.Berikan steroid
jika gestasi 34 minggu, 3.Pertimbangkan pemberian antikonvulsan untuk mencegah timbulnya
kejang-kejang.
Prinsip keseimbangan cairan: 1.Cairan harus diberikan berupa kristaloid namun cairan
tambahan berupa koloid dapat diberikan untuk mencegah hipotensi ibu, 2.Pemberian cairan
dipertahankan 85ml/jam atau produksi urin lebih 30 mg, 3.Diuretic hanya untuk wanita dengan
edema pulmonal.









DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba IBG. Konsept Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2002 : 60-3
2. Sarwono P. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwon
Prawirohardjo, 2011 : 531-54
3. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF . Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2007 : 6-7
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Efektif turunkan AKI di Indonesia. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/1076-pertolongan-persalinan-oleh-tenaga-kesehatan-efektif-turunkan-aki-di-
indonesia.htm. diakses tangal 22 may 2012.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu dan
Kematian Bayi Perlu Kerja Keras.
http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/.../793.html. diakses tanggal 22 may
2012.
6. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005 : 64-82
7. Norwitz N, Schorge J. At a Glance Obstetri & Ginekologi, edisi kedua. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2008 : 88-9
8. Rozikhan. Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Dr.H.
Soewondo Kendal. Semarang: Program Megister Epidemiologi Universitas Diponegoro,
2007: 22-8 (Tesis)
9. Gant NF, Cunningham FG. Dasar-Dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2011 : 504-9
10. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Obsteri Williams. Edisi 21. Terjemahan oleh
Andi hartono, dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006 : 624-58
11. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri & Ginekolog. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2009. 371-81

Você também pode gostar