Ivan Laurentius S 102011265 / D3 Mahasiswa FK UKRIDA Semester 6 FK UKRIDA 2011 Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 E-mail: archgear@gmail.com
Pendahuluan Katarak merupakan kelainan mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa, terutama disebabkan oleh proses degenerasi yang berkaitan dengan usia. Namun katarak dapat disebabkan oleh proses radang intraokuler, trauma, infeksi dalam kandungan dan faktor keturunan. Selain itu katarak dapat dipermudah timbulnya pada situasi dan kondisi tertentu misalnya penyakit diabetes mellitus, merokok, hipertensi, peningkatan asam urat serum, radiasi sinar ultra violet B, miop tinggi, dan kekurangan anti oksidan. 1
Anamnesis Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan merupakan kunci untuk menentukan diagnosis yang tepat dari penyakit pasien. 1. Identitas pasien Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. 2
2. Riwayat penyakit sekarang Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain: Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak). Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film. Perubahan daya lihat warna. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata. Lampu dan matahari sangat mengganggu. 2
Sering meminta ganti resep kaca mata. Penglihatan ganda. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia) 3. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti: 3
Diabetes Melitus Hipertensi Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya memicu resiko katarak. Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena Ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah ada riwayat katarak dalam keluarga.
Pemeriksaan Fisik - Tanda-tanda Vital (terutama tekanan darah untuk megetahui apakah pasien hipertensi atau tidak). - Pemeriksaan mata dasar Pada pasien katarak mata tidak mengalami iritasi. Sehingga secara umum pada pemeriksaan fisik mata dari luar tidak ditemukan kelainan. Yang lebih dikeluhkan pasien ialah berkurangannya kemampuan akomodasi. Hilangnya transparansi lensa ini dapat menyebabkan penglihatan menjadi kabur, baik penglihatan jauh maupun dekat namun tidak disertai dengan rasa nyeri. Pada pasien katarak tidak ditemukan adanya tanda peradangan baik pembengkakan, eritema, panas dan nyeri tekan. Karena didapati penurunan ketajaman penglihatan pada katarak, maka pemeriksaan visus dengan menggunakan uji ketajaman penglihatan Snellen diperlukan. Secara umum didapatkan korelasi antara penurunan ketajaman penglihatan dengan tingkat kepadatan katarak. 4
Pemeriksaan mata dasar tersebut ialah: 1. Mata eksternal : 3
Pemeriksaan mata eksternal tidak jauh berbeda dari pemeriksaan fisik umumnya. Untuk melihat kamera okuli anterior, serta batas-batasnya seperti kornea, iris, lensa maka kita memakai senter. Kedalaman diukur dengan shallow chamber dari arah temporal. a. Palpebra b. Conjungtiva c. Kornea d. Kamera anterior e. Iris/pupil f. Lensa
2. Ketajaman visus / VA Pada pemeriksaan visus atau VA kita menilai ketajaman penglihatan, manusia normal memiliki ketajaman penglihatan 1,0, atau 20/20, atau 6/6 yang berarti pasien dapat melihat dalam jarak 6 meter (numerator) dan secara normal seseorang dapat melihat dalam jarak 6 meter (denominator). Pemeriksaan visus dilakukan pertama kali sebelum pemeriksaan lain kecuali pada suatu trauma yang emergensi misalnya trauma kimia. Pemeriksaan dengan memakai Snellen chart (umumnya, dan pada orang normal yang tidak buta huruf). Pemeriksaan dilakukan dalam jarak 6 meter, pasien duduk tenang dan mencoba melihat dan membaca huruf yang kita tunjuk. Perlu diingat bahwa pemeriksaan dilakukan kepada 1 mata secara bergantian, dan dimulai dengan mata kanan. Baris terakhir yang bisa dibaca itulah visus pasien. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar artinya visus kurang dari 6/60 atau 20/200 maka kita memakai cara finger counting. 4 Tes finger counting dilakukan pertama dalam jarak 1 meter, dilakukan maksimal sampai 5 meter. Misalnya pasien dapat menghitung jari dalam sampai jarak 3 meter maka laporannya ialah visus 3/60. Jika pasien tidak dapat menghitung jari, maka kita melakukan tes hand movement. Uji ini dilakukan hanya 1 kali pada jarak 1 meter. Jika pasien mampu melihat gerakan (lambaian) tangan maka laporannya visus 1/300. Jika visus sudah sangat buruk sehingga tes hand movement pun gagal, maka kita lakukan uji persepsi cahaya. Uji ini sebaiknya dilakukan di dalam ruang yang gelap. Pada uji persepsi cahaya ini dapat dilihat dari arah mana proyeksi cahayanya. Jika pasien tidak dapat membedakan lagi maka artinya tidak dapat mempersepsi cahaya atau visus 0. Suatu penurunan visus kita asumsikan menjadi kelainan pada media 4
refraksi, maka dapat dikoreksi dengan lensa. Kita bisa memberi lensa pinhole agar membantu memfokuskan cahaya yang masuk tepat di makula. 4 Tujuan tes ini adalah untuk membedakan antara kelainan refraksi dan kelainan media refraksi. Bila ada kelainan refraksi, maka dengan melakukan uji pinhole didapatkan perbaikan pada ketajaman penglihatan. Hal ini dikarenakan fungsi dari pinhole yang dapat memfokuskan cahaya yang masuk sehingga jatuh tepat pada makula lutea. Pada katarak terjadi kelainan pada media refraksi sehingga uji pinhole tidak memperbaiki ketajaman penglihatan penderita.
3. Lapang pandang Pemeriksaan lapang pandang terdiri dari tes konfrontasi, perimetri atau kampimetri. Uji ini dilakukan untuk menilai lapang pandang pasien. Kelainan lapang pandang dapat terjadi pada gangguan di jalur lintasan visual. Perimetri adalah penggunaan alat untuk memeriksa lapangan pandang dengan mata terfiksasi sentral. Penilaian lapangan pandang merupakan hal yang penting dilakukan pada keadaan penyakit yang mempunyai potensi terjadinya kebutaan. Pada glaukoma pemeriksaan ini berguna dalam pengobatan penyakit dan pencegahan kebutaan. Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya pada bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaan sewaktu pemeriksaan sama dengan kampimeter. Pemeriksaan lapang pandangan dilakukan dengan Perimeter, merupakan alat yang dipergunakan untuk menentukan luas lapang pandangan. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari- jari 30 cm, dan pada pusat parabola ini penderita diletakkan untuk diperiksa. Batas lapang pandangan perifer adalah 90 temporal, 75 inferior, 60 nasal, dan 60 superior. Dapat dilakukan pemeriksaan statik ataupun kinetik. 4
Dikenal 2 cara pemeriksaan perimetri, yaitu : a. Perimetri kinetik yang disebut juga perimeter isotropik dan topografik, dimana pemeriksaan dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi terlihat oleh pasien. b. Perimetri statik atau perimeter profil dan perimeter curve differential threshold, dimana pemeriksaan dengan tidak menggerakkan objek akan tetapi dengan menaikkan intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien. 5
Pemeriksaan lapangan pandang (visual field) yang sederhana dapat dilakukan dengan jalan membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang dianggap normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder. Teknik pemeriksaan tes konfrontasi adalah dengan cara Pasien duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Bila mata kanan yang hendak diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta untuk memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa. Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien sudah melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. 3,4 Bila terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas, bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata. Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah dapat melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit. Kedua mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan nervus optikus. Uji konfrontasi merupakan uji pemeriksaan lapang pandangan yang paling sederhana karena tidak memerlukan alat tambahan. Lapang pandangan pasien dibandingkan dengan lapang pandangan pemeriksa. Tes yang digunakan untuk mengidentifikasi defek lapang pandang neurologis adalah dengan menggunakan objek berwarna merah. Lapang pandang merah merupakan yang paling sensitif terhadap lesi saraf optik. Untuk melakukan tes konfrontasi digunakan jarum dengan kepala berwarna merah. Pasien diminta untuk mengatakan saat ia pertama kali melihat kepala jarum tersebut berwarna merah (bukan saat ia pertama kali melihat kepala jarum tersebut). Cara yang lebih sederhana, satu objek berwarna merah dapat dipegang di tiap kuadran atau setengah lapang pandang dan pasien diminta untuk membandingkan kualitas warna merah di tiap lokasi. Pada defek lapang pandang hemianopik, warna merah akan tampak lebih buram di lapang pandang yang terkena.
4. TIO palpasi 6
Pada katarak komplikasi yang mungkin terjadi ialah glaukoma. Maka sangat penting memeriksa tekanan intra okuler. Tonometri ialah cara memeriksanya, yang paling sederhana tentunya tonometri perpalpasi, kita bisa membandingkan TIO kiri dan kanan maupun TIO pasien dengan kita sebagai pemeriksa (dianggap normal). 5
5. Funduskopi Pemeriksaan oftalmoskopi direk dapat digunakan untuk memeriksa segmen anterior (termasuk lensa) maupun fundus. Kekeruhan yang ada pada lensa akibat katarak juga dapat diperlihatkan pada pemeriksaan oftalmoskopi direk. Indikator lainnya pada oftalmoskopi direk untuk penderita katarak adalah berkurangnya refleks merah. Refleks ini merupakan perubahan warna pupil menjadi jingga kemerahan yang lebih terang dan homogen jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu visual yaitu saat pasien melihat ke arah cahaya oftalmoskop. Adanya kekeruhan pada lensa dapat menghalangi seluruh atau sebagian reflex cahaya dan menyebabkan tampaknya bintik atau bayangan gelap. Bila hal ini terjadi pasien dapat disuruh melihat ke tempat lain sejenak kemudian kembali melihat cahaya, bila kekeruhan ini bergerak maka kemungkinan letaknya ada dalam vitreus. Sedangkan bila tidak bergerak kemungkinan kekeruhan ini berasal dari lensa. Pada stadium inpisien dan imatur tampak kekaburan yang kehitaman dengan latar belakang merah jambu. Pada stadium matur hanya didapat warna putih atau kehitaman tanpa latar belakang merah jambu, lensa sudah keruh. 5
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding adanya suatu retinopati yang timbul 20 tahun setelah pasien menderita diabetes mellitus. Umumnya oftalmoskopi direk tidak cukup untuk mengetahui hal ini karena adanya kekeruhan pada lensa yang mempersulit pemeriksa melihat fundus mata. Oleh karena itu dapat digunakan pemeriksaan penunjang berupa angiografi fundus untuk mengetahui adanya suatu mikroaneurisma pada pembuluh darah yang memperdarahi retina. Prinsip pemeriksaan ini adalah melihat gambaran pembuluh darah dengan bantuan media flouresein yang disuntikan melalui vena lengan. Pada saat pemeriksaan ini dapat terlihat gambaran pembuluh darah retina. Normalnya terlihat gambaran ground glass. Bila ada suatu mikroaneurisma seperti pada penderita retinopati diabetes, maka pemeriksaan ini dapat menegakkan diagnosis tersebut. 6
7
Pemeriksaan penunjang selain yang dilakukan untuk mata ialah pemeriksaan laboratorium darah. Hal ini penting mengingat pasien juga memiliki riwayat diabetes mellitus. Pertama tentu darah rutin diperiksa sebagai parameter darah dasar. Pemeriksaan darah yang kita dapat lakukan ialah memeriksa kadar glukosa darah. Misalnya gula darah sewaktu Bukan DM <110 mg/dL, belum pasti DM 110-199 mg/dL, DM 200 mg/dL. 5 Pemeriksaan GDS penting karena kita perlu mengontrol kadar glukosa darah pasien. Selain itu pasien dengan diabetes memberi kontribusi untuk perjalanan penyakit kataraknya. DM juga memiliki pengaruh besar terhadap berbagai kelainan di mata. Berbagai kelainan pada mata itu jika kita ternyata menemukan kadar glukosa darah yang tinggi maka kita harus mengontrol kadar gula darahnya. Artinya tatalaksana yang dilakukan ialah kontrol gula darah terlebih dahulu, karena pemulihan pada mata akan terjadi ketika kadar glukosa darah terkontrol dengan baik (jika kasus reversible) selain itu akan sangat berbahaya jika gula darah menjulang tinggi dengan dibiarkan begitu saja. Untuk memantau diabetes parameter yang sekarang popular diperiksa ialah HbA1c. HbA1c merupakan ikatan antara glukosa dengan hb, dengan demikian pengukuran yang kita lakukan melambangkan kondisi gula darah selama kurang lebih 3 bulan. Dengan demikian pemeriksaan ini lebih akurat dalam memonitor DM, tidak seperti GDS yang nilainya bisa bervariasi dipengaruhi intake karbohidrat beberapa waktu pada waktu tersebut. Kadar HbA1c hendaknya dikontrol sampai dibawah 6,5 pada DM. 6 Selain itu, kita bisa memeriksa kadar kolesterol darah, untuk mengetahui apakah kadar kolesterolnya tinggi, sebagai salah satu faktor resiko penyakit retinopasti diabetic. Pemeriksaan penunjang juga dilakukan jika akan dilakukan operasi terhadap kataraknya, seperti biasa persiapan operasi akan diperiksa darah lengkap, selain itu tentunya bleeding time, serta waktu pembekuan dan gula darah. Selain itu orang yang meminum pengencer darah karena agregasi trombosit meningkat misalnya bisa menghentikan konsumsi obat tersebut sementara.
Diagnosis Kerja Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract, dan bahasa Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. 8
Penuaan merupakan penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain: trauma, fisik, kimia, infeksi virus pada saat pertumbuhan janin, gangguan perkembangan, toksin, penyakit sistemik (misalnya diabetes melitus), merokok, dan herediter. Katarak akibat penuaan merupakan penyebab umum gangguan penglihatan. Bermacam-macam penyakit mata juga dapat menyebabkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak juga dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya. Kekeruhan lensa menyebabkan lensa menjadi tidak transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan tampak kekeruhan lensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Berdasarkan usia, katarak diklasifikasikan dalam : 1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun 2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun 3. Katarak senil, katarak setelah usia 60 tahun. Bila mata sehat dan tidak terdapat kelainan sistemik maka hal ini biasanya terdapat pada hampir semua katarak senil, katarak herediter dan kongenital. Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senil sebaiknya disingkirkan penyakit mata lokal dan penyakit sistemik seperti diabetes melitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, intumesen, matur, hipermatur dan morgagni.
Karakteristik Insipien Imatur Matur Hipermatur Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif Cairan lensa Normal Bertambah (air masuk) Normal Berkurang (air+masa lensa keluar) 9
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos Penyulit - Glaukoma - Uveitis & Glaukoma Tabel 1 Perbedaan stadium katarak senil
Katarak Insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakkan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp akan terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. Katarak imatur. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan didapatkan penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil sehinggal terjadi glaukoma sekunder. 10
Katarak matur. Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif. Katarak hipermatur. Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai Katarak Morgagni. Tidak diketahui mengapa katarak senil pada orang tertentu berbentuk korteks anterior dengan celah air, nukleus, dan korteks subkapsular posterior. Mungkin terdapat faktor penentu lainnya. Katarak Bunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes melitus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
Diagnosis Banding 1. Katarak Diabetik Katarak diabetic merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes. mellitus. Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk : 2
a) Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali. 11
b) Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular. c) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik. Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Pada mata terlihat meningkatkan insidens maturasi katarak yang lebih pada pasien diabetes. Jarang ditemukan true diabetic katarak. Pada lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsular yang sebagian dapat jernih dengan pengobatan. Diperlukan pemeriksaan tes urine dan pengukuran darah gula puasa. Galaktosemia pada bayi akan memperlihatkan kekeruhan anterior dan subkapsular posterior. Bila dilakukan tes galaktosa akan terlihat meningkat di dalam darah dan urin. 2
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitudo akomodatifnya. Dengan peningkatan kadar gula darah, juga diikuti dengan kadar glukosa pada aqueous humor. Karena kadar glukosa darah yang meningkat pada aqueous humor dan glukosa masuk ke dalam lensa melalui difusi, kadar glukosa dalam lensa akan meningkat. Beberapa molekul glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase yang tidak dimetabolisme namun menetap di dalam lensa. Bersama dengan itu, tekanan osmotik akan menyebabkan influks dari air ke dalam lensa yang menyebabkan pembengkakan dari serat-serat lensa. Keadaan hidrasi lentikular dapat mempengaruhi kemampuan/kekuatan refraksi lensa. Pasien dengan diabetes dapat menunjukkan perubahan kekuatan refraksi berdasarkan perubahan pada kadar glukosa darah yang dialami. Perubahan miopik akut dapat mengindikasikan diabetes yang tidak terdiagnosa atau diabetes yang tidak terkontrol. Seorang dengan diabetes memiliki amplitudo akomodasi yang menurun dibandingkan dengan kontrol pada usia yang sama, dan presbiopia dapat terjadi pada usia yang lebih muda pada pasien dengan diabetes jika dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya. Katarak diabetik sejati, atau snowflake cataract, angka kejadiannya jarang dibandingkan katarak senilis pada pasien diabetes. Terdiri dari perubahan bilateral tersebar pada subkapsular lensa secara tiba-tiba, dan progresi akut yang secara tipikal terdapat pada usia muda dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan multipel abu-abu putih subkapsular dengan penampilan seperti serpihan-serpihan salju terlihat pada korteks anterior superfisial dan korteks posterior lensa. Vakuol-vakuol dapat tampak pada kapsula lensa dan celah-celah terbentuk pada 12
korteks. Intumesensi dan maturitas dari katarak kortikal akan mengikuti setelahnya. Lensa mungkin menjadi keruh total dalam beberapa minggu. Sekalipun katarak diabetik sejati jarang sekali ditemukan pada praktek klinis saat ini, segala macam bentuk maturitas progresif dari katarak bilateral kortikal pada anak atau dewasa muda harus mengingatkan para dokter akan kemungkinan diabetes melitus. Resiko tinggi pada katarak terkait usia pada pasien dengan diabetes dapat merupakan akibat dari akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan hidrasi lensa, dan peningkatan glikosilasi protein pada lensa diabetik.
2. Retinopati Diabetikum Adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. 2 Retinopati merupakan gejala diabetes mellitus utama pada mata, dimana ditemukan pada retina: 2
Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat sedang dengan bantuan angiografi fluoresein lebih mudah dipertunjukkan adanya mikroaneurismata ini. Mikroaneurismata merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurismata dipolus posterior. Bentuk perdarahan ini merupakan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma, atau karena pecahnya kapiler. Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma. 13
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu irregular, kekuning-kuningan. Pada permukaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Pada mulanya tampak pada gambaran angiografi fluoresein sebagai kebocoran fluoresein diluar pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya irregular. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetes. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama derah makula sehingga sangat menggangu tajam penglihatan pasien. Hiperlipedimia suatu keadaan yagn sangat jarang, tanda ini akan segera hilang bila diberikan pengobatan.
Retinopati diabetik adalah salah satu penyebab utama kebutaan di negara-negara barat, terutama diantara individu usia produktif. Hiperglikemia kronik, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok merupakan faktor risiko timbul dan berkembangnya retinopati. Orang muda dengan diabetes tipe I (dependen-insulin) baru mengalami retinopati paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit sistemik ini. Pasien diabetes tipe II (tidak dependen-insulin) dapat sudah mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan, dan mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu. Retinopati diabetes biasanya ditemukan bilateral, simetris dan progresif, dengan 3 bentuk: 1. Back ground/ non proliferatif: mikroaneurismata, perdarahan bercak dan titik serta edema sirsinata. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan berbentuk nyala api karena lokasinya 14
berada di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Retinopati nonproliferatif ringan ditandai oleh sedikitnya satu mikoraneurisma. Pada retinopati nonproliferatif sedang, terdapat mokroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran manic-manik pada vena (venous beading), dan/ atau bercak-bercak cotton wool. Retinopati nonprolifertaif berat ditandai oleh bercak-bercak cotton wool, gambaran manic-manik pada vena, dan kelainan mikrovaskular intraretina (IRMA). 2. Makulopati : edema retina dan gangguan fungsi macula. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien diabetes tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai oleh penebalan retina sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea, eksudat keras pada jarak 500 mikron dari fovea yang berkaitan dengan penebalan retina, atau penebalan retina yang ukurannya melebihi satu diameter diskus dan terletak pada jarak satu diameter diskus dari fovea. Makulopati juga bisa terjadi karena iskemia, yang ditandai oleh edema macula, perdarahan dalam, dan sedikit eksudasi. Angiografi fluoresein menunjukkan hilangnya kapiler-kapiler retina disertai pembesaran zona avaskular fovea. 3. Proliferasi : vaskularisasi retina dan badan kaca. Ditandai oleh kehadiran pembuluh- pembuluh baru pada diskus optikus atau di bagian retina manapun. Retinopati proliferasi berkembang pada 50% pasien diabetes tipe I dalam 15 tahun sejak onset penyakit sistemiknya. Retinopati proliferative lebih jarang ditemukan pada diabetes tipe II, namun karena jumlah pasien diabetes tipe II lebih banyak, pasien retinopati proliferative lebih banyak yang mengidap diabetes tipe II dibandingkan tipe I.
Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa : - Kesulitan membaca - Penglihatan kabur - Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata - Melihat lingkaran-lingkaran cahaya - Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Epidemiologi 15
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan adanya 10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini meningkat sampai 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak congenital, katarak traumatic dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan. 7
Diketahui bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2 % dari jumlah penduduk dan katarak menduduki peringkat pertama dengan persentase terbanyak yaitu 0,7 %. Berdasarkan beberapa penelitian katarak lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan ras kulit hitam paling banyak. Sampai saat ini katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan, sampai 90% dari seluruh kasus katarak. 7
Faktor resiko katarak senilis : Diabetes mellitus Hipertensi Paparan sinar ultra violet Obesitas Merokok Diet Peningkatan asam urat Miopi Warna iris yang gelap Genetik. 2,7
Etiologi Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga multifaktorial, diantaranya antara lain: - Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik - Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa. - Faktor imunologik 16
- Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari. - Gangguan metabolisme umum. 7
Patofisiologi Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui. Semakin bertambah usia lensa, maka akan semakin tebal dan berat sementara daya akomodasinya semakin melemah. 6,7 1. Penumpukan protein di lensa mata Komposisi terbanyak pada lensa mata adalah air dan protein. Penumpukan protein pada lensa mata dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa mata dan mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke retina. Proses penumpukan protein ini berlangsung secara bertahap, sehingga pada tahap awal seseorang tidak merasakan keluhan atau gangguan penglihatan. Pada proses selanjutnya penumpukan protein ini akan semakin meluas sehingga gangguan penglihatan akan semakin meluas dan bisa sampai pada kebutaan. Proses ini merupakan penyebab tersering yang menyebabkan katarak yang terjadi pada usia lanjut. 4
2. Perubahan warna pada lensa mata yang terjadi perlahan-lahan Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia, lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan buram/kabur) pada seseorang, tetapi tidak menghambat penghantaran cahaya ke retina. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna putih dan abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama sekali. Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar UV yang tinggi menjadi faktor risiko perkembangan katarak senilis. 3 Perubahan lensa pada usia lanjut: Kapsul Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak) 17
Mulai presbiopia Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur Terlihat bahan granular Epitel makin tipis Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata Serat lensa Lebih irregular. Pada korteks jelas kerusakan serat sel. Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nucleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal. Korteks tidak berwarna karena: Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi. Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Manifestasi Klinis Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. 4,7 Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (second sight). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient. Tingkat ringan dari katarak subkapsular posterior dapat menyebabkan penurunan yang berat ketajaman penglihatan dengan efek pada penglihatan dekat lebih berat dari efek pada gangguan penglihatan jauh yang diperkirakan oleh karena akomadasi miosis. Katarak sklerosis nuklear sering disertai dengan penurunan penglihatan jauh dan penglihatan dekat yang bagus. Katarak kortikal umumnya tidak memberi gejala sampai tingkat progresifitas lanjut ketika jari-jari korteks membahayakan axis penglihatan.
18
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain: 1. Pandangan kabur Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsur- angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole. 2. Penglihatan silau Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau,dimana tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontrasyang menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau disiang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arahatau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini seringkali muncul pada penderita katarak kortikal. 3. Sensitifitas terhadap kontras Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak. 3 4. Miopisasi Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. 5 Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak. 5. Variasi Diurnal Penglihatan Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya penderita katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup. 6. Distorsi 19
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau bergelombang. 7. Halo Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yangterlihat di sekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma. 8. Diplopia monokuler Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole. 9. Perubahan persepsi warna Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya. 5 10. Bintik hitam Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.
Penatalaksanaan Penanganan non-bedah meliput penanganan kelainan refraksi atau penggunaan kaca mata, penggunaan lampu baca khusus dan penggunaan midriatikum pada katarak subkapsularis posterior. Sampai saat ini belum ada obat antikatarak yang memiliki bukti kuat mampu menghambat atau meniadakan pembentukan katarak, namun di pasaran ada beberapa bahan dan suplemen yang mungkin sebagai anti katarak misalnya obat-obat penurun sorbitol, obat-obat yang menaikkan glutation dan antioksidan khusus vitamin C dan vitamin E. 2
Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kacamata untuk melakukan kegitannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kacamata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. 7 Indikasi operasi: 20
- Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan. - Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma. - Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60. - Indikasi kosmetik. 2
Persiapan bedah katarak: Biasanya pembedahan dipersiapkan untuk mengeluarkan bagian lensa yang keruh dan dimasukkan lensa buatan yang jernih permanent. Pra bedah diperlukan pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan apakah ada kelainan yang menjadi halangan untuk dilakukan pembedahan. Pemeriksaaan ini akan memberikan informasi rencana pembedahan selanjutnya. Pemeriksaan tersebut termasuk hal-hal seperti: 6
- Gula darah - Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan - Tekanan darah - Elektrokardiografi - Pernafasan - Riwayat alergi obat - Pemeriksaan rutin medik lainnya dan bila perlu konsultasi untuk keadaan fisik prabedah - Tekanan bola mata - Uji Anel Positif, dimana tidak terjadi obstruksi fungsi ekskresi saluran lakrimal sehingga tidak ada dakriosistitis. - Uji Ultrasonografi Sken A untuk mengukur panjang bola mata. Pada pasien tertentu kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada kedua mata. Dengan cara ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan ditanam untuk mendapatkan kekuatan refraksi pasca bedah. - Keratometri mengukur kelengkungan kornea untuk bersama ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa intraokular yang akan ditanam. Dilakukan trlebih dahulu pemeriksaan khusus mata untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti 21
adanya infeksi sekitar mata, glaucoma, dan penyakit mata lainnya yang dapat menimbulkan penyulit waktu pembeahan dan sedudah pembedahan. Sebelum melakukan operasi pasien dapat diberikan obat sebagai berikut: 1
Antibiotik eye drop setiap 6 jam. Pemberian obat midriatik (phenylepherine hydrochloride) maupun siklopegia (atropine sulfate) untuk melebarkan pupil. Pemberian obat antiglaukoma untuk mencegah kemungkinan adanya komplikasi glaukoma akibat katarak. Contohnya: Acetazolamide, Pilocarpine, Timolol. Sebelum operasi pasien diberikan anastesi. Ada beberapa jalur pilihan anastesi, yaitu anastesi topikal, retrobulbar, peribulbar, subtenon maupun anastesi umum. 6 Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
Pembedahan Ada 2 macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa: 1. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK Ekstrasi intrakapsular merupakan teknik bedah katarak yang digunakan sebelum adanya bedah katarak ekstrakapsular. Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. Dengan teknik tersebut dilakukan pengeluaran lensa dengan kapsul lensa secara keseluruhan. Indikasi EKIK terutama bermanfaat pada luksasio lensa dan katarak hipermatur. Bila zonula ziniitidak cukup adekwat untuk dilalukan EKEK maka lebih baik dilakukan EKIK. Kontra indikasi absolut meliputi katarak pada anak anak dan dewasa muda sertarupture kapsular traumatik. 2 Kontra indikasi relatif meliputi miopi tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya korpus vitreus di kamera Okuli anterior. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
2. ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction ) atau EKEK
Ekstrasi katarak Ekstrakapsular (EKEK) merupakan teknik operasi katak dengan melakukan pengangkatan nucleus lensa dan korteks lensa melalui pembukaan kapsul anterior dan meninggalkan kapsul posterior. EKEK merupakan kontra indikasi padakatarak dengan Zonula ziniiyang tidak adekwat.Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan 22
akan dilakukan bedah glaukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder. Kapsul posterior yang yang masih intak pada EKEK mempunyaai kelebihan antara lain: 1. Mengurangi risiko CV prolaps 2. Untuk mendapatkan posisi anatomi yang lebih baik untuk fiksasi IOL 3. Mengurangi mobilitas iris dan vitreus yang terjadi pada gerakan saccadic (endophthalmiodonesis) 4. Sebagai barier yang membatasi pertukaran molekul antara vitreus dan humour akuos. 5. Mengurangi kemungkinan masuknya bakteri ke vitreus yang dapat menyebabkan endoftalmitis. 6. Mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan menempelnya dengan vitreusdengan iris, kornea dan luka incise.
Fakoemulsifikasi Fakoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. Untuk mencegah astigmatisme pasca bedah EKEK, maka luka dapat diperkecil dengan tindakan bedah fakoemulsifikasi. Pada tindakan ini lensa yang katarak di fragmentasi dan diaspirasi. Tindakan operasi katarak dengan Teknik Fakoemulsifikasi memiliki banyak keunggulan diantaranya :
Luka operasi sangat pendek(3 ml). Dengan alat fako seluruh lensa dapat dihancurkan dan kemudian disedot/dihisap keluar. Penggunaan lensa tanam hanya cukup ditutup dengan 1 atau 2 jahitan, atau pada kondisi tertentu tidak memerlukan jahitan sama sekali. Masa penyembuhan lebih singkat. 7
Namun dari semua keuntungan yang ada, tetap saja ada resiko pada penggunaan teknik fakoemulsifikasi yaitu terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior akibatnya robeknya kapsul posterior saat operasi. Bila hal ini terjadi maka harus dilakukan tindakan bedah 23
vitreoretina yang lebih kompleks. Selain itu dapat pula terjadi kekeruhan sekunder pada kapsul posterior yang dapat ditangani dengan laser YAG: neodymium. 6
Dengan teknik insisi kecil, umumnya masa penyembuhan pasien lebih pendek. Pasien diperbolehkan pulang pada hari operasi. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu pasien harus bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama satu bulan. Matanya dapat dibalut pada hari operasi, sedangkan perlindungan malam hari dengan pelindung logam seringkali disarankan selama beberapa hari pasca operasi. Kebanyakan pasien dapat melihat dengan baik menggunakan lensa intraokular sambil menunggu pembuatan kacamata permanen.
Prognosis Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik. 4,7
Komplikasi Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini dapat timbul akibat intumesenensi atau pembengkakan lensa. Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. Fakolitik - Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. - Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut. - Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma. 4
Fakotopik - Berdasarkan posisi lensa - Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma 24
Fakotoksik - Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri (auto toksik) - Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma.
Jika katarak ini muncul dengan komplikasi glaukoma, maka diindikasikan ekstraksi lensa secara bedah. Selain itu uveitis kronik yang terjadi setelah adanya operasi katarak telah banyak dilaporkan. Hal ini berhubungan dengan terdapatnya bakteri pathogen termasuk Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.
Kesimpulan Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut. Katarak senilis disebabkan berbagai faktor, terutama faktor degenerasi akibat usia. Katarak dapat diklasifikasi berdasarkan usia pasien dan stadium katarak. Penatalaksanaan katarak dilakukan melalui terapi bedah. Dengan penanganan yang tepat, ia memiliki prognosis yang baik; tetapi dengan penanganan yang kurang dapat menimbulkan komplikasi glukoma.
Daftar Pustaka 1. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK UKRIDA; 2011.h.9; 59-66. 2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.200-11; 218- 20. 3. Sibuea WH, Frenkel M. Pedoman dasar anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Jakarta: Sagung Seto; 2008.h.7-15. 4. Vaughan GD, Asbury T, Eva RP. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya Medika; 2000.h.401-406. 5. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: ECG; 2010.h.30-58. 6. Halim SL, Iskandar I, Edward H. Patologi klinik kimia klinik. Jakarta: Bagian Patologi Klinik FK UKRIDA; 2011.h. 51-9. 7. Mansjoer A, Suprohaita, Setiowulan W, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3 (I). Jakarta: Media Aesculapius FKUI.2004.h.6.