Você está na página 1de 13

7

Angina Pektoris Tidak Stabil



I. PENDAHULUAN
Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu
iskemik miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya
berguna untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun
patogenesa angina mengalami perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada
umumnya dapat dibedakan 3 tipe angina:
1. Classical effort angina (angina klasik)
Pada nekropsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada keadaan
ini, obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti
waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah
yang dapat melewati obstruksi tersebut, akan tetapi iskemik dan timbul
gejala angina. Angina pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung
sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara
dingin dan makan yang banyak.
2. Variant angina (angina Prinzmetal)
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat
penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru
menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner
baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi
koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat
jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner.
3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS)
Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina
dekubitus, Angina kresendo, Insufisiensi koroner akut atau Sindroma
koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang
dapat berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya
dengan angina stabil atau anginapada pertama kali. Angina dapat terjadi
8

pada saat istirahat maupun bekerja. Padapatologi biasanya ditemukan
daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri.

Pada kesempatan ini penulis akan membahas mengenai ATS, karena ATS
adalah suatu sindroma klinik yang berbahaya dan merupakan tipe angina pektoris
yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun kematian.
Sindroma ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark miokard
akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS merupakan risiko untuk
terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan
bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati mendadak pada riwayat
penyakitnya mengalami gejala prodromal ATS. Sedangkan penelitian jangka
panjang mendapatkan IMA terjadi pada 5-20% penderita ATS dengan tingkat
kematian 14-80%.

II. DEFINISI
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut.
Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria klinis sebagai berikut :
Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam priode 1 bulan terakhir
Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan
pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara
yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris
stabil.
Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina
sedikitnya 15 menit.
9

Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria
penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-sama
tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus
disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan
EKG.

III. PATOFISIOLOGI
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang
tidak menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2
miokard. Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri
ataupun bersama-sama, yaitu :
1. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis
dan pemakaian obatobatan simpatomimetik dapat meningkatkan
kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik
seperti anemi dapat menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke
miokard.
2. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan aliran
koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama
dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat
penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai
dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang
disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan
maupun spasme pembuluh darah.
3. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang
10

akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah
terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah.
4. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
Trombosis akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
5. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan
mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan
penyempitan arteri koroner.
6. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner
karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyebab ATS. Spame
dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh
darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan
partikel, pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus
pembuluh darah.

Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses
aterosklerosis antara lain adalah :
Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
Umur, jenis kelamin dan riwayat penyakit dalam keluarga.
Faktor risiko yang dapat diubah :
Merokok, hiperlipidemi, hipertensi, obesitas dan DM.

IV. GEJALA KLINIS
Pasien biasa datang dengan keluhan rasa tidak enak di dada yang tidak
selalu sebagai rasa sakit, tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan,
nyeri, tercekik atau rasa terbakar. Rasa tersebut dapat menjalar pada leher,
tenggorokan, daerah antara tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan.
11

Sewaktu angina terjadi, penderita dapat mengalami sesak napas atau rasa lemah
yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat
dingin, pusing ataupun pingsan. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk
pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada sperti
angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat
atau pada aktivitas minimal. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang
khas.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis angina pectoris tidak stabil ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan gejala yang telah disebutkan diatas. Pada pemeriksaan fisik seringkali
tidak ditemukan sesuatu yang khas, namun adakalanya pada auskultasi dapat
terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.
Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu
serangan angina.
Pemeriksaan Penunjang
EKG
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, dengan
atau disertai inversi gelombang T (penanda iskemia), terkadang elevasi
segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q. Perubahan
EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi
sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat
serangan angina dan kembali kegambaran normal atau awal setelah
keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut
menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut
sebagai IMA.
Petanda Biokimia (darah rutin, CK, CK-MB, Troponin T, profil lipid)
Pada ATS kadar enzim LDH dan CK dapat normal atau meningkat tetapi
tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang
paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif
12

palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara
serial untuk menyingkirkan adanya IMA. Bila troponin T atau I positif
dalam 24 jam, maka dianggap ada minonekrosis.
Echocardiography
Tes ini dapat menampakkan kelainan pada jantung seperti gangguan faal
ventrikel kiri, insufisiensi mitral, abnormalitas gerakan dinding regional
jantung, yang menyebabkan prognosis kurang baik.
Angiografi Koroner
Bertujuan untuk menilai keadaan pembuluh darah koroner, apakah perlu
dilakukan tindakan revaskularisasi atau tidak.

VI. PENATALAKSANAAN
a. Obat Anti Iskemia
1. Golongan nitrat
Nitrat merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut.
Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh
darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos
vaskuler.
2. Penyekat Beta
Seperti propranolol, met oprolol, atenolol, dapat menurunkan
kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut
jantung dan daya kontraksi miokardium. Hanya dapat diberikan bila
tidak ada kontraindikasi (asma bronkial dan bradiaritmia).
3. Ca- Antagonis
Dibagi dalam 2 golongan besar, yang berefek vasodilatasi coroner dan
menurunkan tekanan darah.
Dihidropiridin Nondihidropiridin
Nifedipin efek vasodilatasi
lebih kuat, penghambatan sinus
maupun nodus AV lebih
Diltiazem dan Verapamil
memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien
13

sedikit, dan efek inotropik
negative juga lebih kecil.
dengan sindrom koroner akut dan
fraksi ejeksi normal.

b. Obat Antiagregasi Trombotik/Antitrombotik/Antiplatelet
Aspirin
o Aspirin terbukti mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark
fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan
angina pektoris tidak stabil.
o Aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal
160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg per hari.
o Bila alergi/intoleransi/tidak responsif dapat diganti dengan tiklopidin
atau klopidogrel.
Tiklopidin
o Tiklopidin suatu derivat tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam
pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.
o Tiklopidin memiliki efek granulositopenia, sehingga mulai
ditinggalkan sejak adanya klopidogrel yang lebih aman.
Klopidogrel
o Klopidogrel juga merupakan derivat tienopiridin.
o Efek samping lebih kecil dari tiklopidin dan terbukti dapat mengurangi
stroke, infark, dan kematian kardiovaskular.
o Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg per
hari.
Inhibitor Glikoprotein Iib/IIIa
14

o Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan
terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa
menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat
dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.
o Terdapat 3 macam obat yang telah disetujui penggunaannya :
absiksimab, eptitibatid, tirofiban.
c. Obat Trombolitik
Streptokinase
o Streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau aktivator plasminogen
jaringan t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB
maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35
mg) dalam 60 menit.
d. Obat Antitrombin/Antikoagulan
Unfractionated Heparin
o Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai
rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas
antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan
heparin, akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa.
Kelemahannya adalah heparin juga mengikat protein plasma yang lain
sehingga mengurangi bioavailibilitas, efek terhadap trombus yang kaya
trombosit dan dapat dirusak faktor 4.
o Heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan drip 1000 unit/jam
15

sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5 - 2 kali nilai
kontrol yang dipantau setiap 6 jam setelah pemberian.
Low Molecular Weight Heparin (LWMH)
o LWMH dibuat dengan melakukan depolimerasi rantai polisakarida
heparin dan hanya bekerja pada faktor Xa. LMWH mempunyai ikatan
terhadap protein plasma kurang, bioavailibilitas lebih besar dan tidak
mudah dinetralisir oleh faktor 4, lebih besar pelepasan tissue factor
pathway inhibitor (TFPI) dan kejadian trombositopenia lebih sedikit.
o LWMH yang ada di Indonesia adalah dalteparin, nadroparin,
enoksaparin, dan fondaparinux.
e. Direct Thrombin inhibitors
Obat ini secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja langsung
mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma
protein maupun platelet faktor 4. Hirudin maupun bivalirudin dapat
menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat
heparin.
f. Obat-obatan lainnya
Mengatasi rasa takut atau cemas
o Diazepam 3 x 2-5 mg oral atau intravena
Pelunak tinja
o Laktulosa (Laksadin) 2 x 15 ml
Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan terutama bila sudah
16

ada infark miokard.
Mengatasi komplikasi
o Fibrilisasi atrium : kardioversi elektrik, digitalisasi cepat, penyekat
beta/diltiazem/verapamil, heparinisasi.
o Fibrilisasi ventrikel : DC Shock unsynchronized
o Takikardia ventrikel : DC Shock unsynchronize / Lidokain /
Disopiramid / Amiodaron / Kardioversi elektrik synchronized
o Bradiarittnia dan blok : Sulfas atropine / Isoproterenol sambil
menunggu pacu jantung sementara
o Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik : terapi sesuai
standar
o Perikarditis : Aspirin, Indometasin, Ibuprofen, Kortikosteroid
o Komplikasi mekanik (ruptur muskulus papilaris, ruptur septum
ventrikel, ruptur dinding ventrikel) : operasi
g. Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemia berat, dan refakter dengan terapi medikamentosa. Coronary Artery
Bypass Surgery dapat dilakukan pada pasien dengan penyempitan di left main
atau penyempitan pada 3 pembuluh darah. Percutaneous Coronary
Intervention dilakukan pada pasien dengan faal jantung yang masih balk
dengan penyempitan pada satu pembuluh darah atau 2 pembuluh darah atau
bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan.
17

Pada angina tidak stabil apa perlu tindakan invasif atau konservatif
tergantung dari stratifikasi risiko pasien: pada risiko tinggi perlu tindakan
invasif dini.
VII. Pencegahan
Diet sehat. Pasien dengan penyakit jantung koroner yang mengkonsumsi
diet rendah lemak jenuh, kolesterol, dan lalori dapat memperbaiki tingkat
kolesterol mereka. Selain itu, pasien dengan penyakit jantung koroner
yang mengonsumsi diet kaya buah, sayuran, dan rendah lemak produk
susu, dan rendah daging merah dan makanan olahan dapat menurunkan
tekanan darah mereka.
Berolahraga secara teratur: Latihan aerobik selama 20 sampai 30 menit
setiap hari dapat mengurangi kadar kolesterol darah dan meningkatkan
tekanan darah. Pasien dengan angina hams memeriksa dengan dokter
mereka sebelum memulai program latihan.
Berhenti merokok: Merokok mempercepat perkembangan penyakit
jantung koroner, mengurangi kemampuan darah untuk membawa oksigen
ke jaringan tubuh, kerusakan dinding pembuluh darah, dan membuat darah
lebih mungkin untuk membeku, yang menyebabkan serangan jantung dan
stroke. Nikotin dan bahan kimia lain dalam asap rokok juga meningkatkan
tekanan darah dan meningkatkan denyut jantung. Dengan berhenti
merokok sama sekali, risiko serangan jantung sangat berkurang.
Menurunkan berat badan: Penurunan berat badan sedikitnya 5 sampai 10
18

pon dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi dan meningkatkan
kolesterol.
VIII. Prognosis
Tergantung dari daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada atau
tidaknya komplikasi.
Prognosis buruk apabila terdapat hal-hal di bawah ini :
Gagal jantung kongestif berkelanjutan
Adanya riwayat fraksi ejeksi ventrikel kiri rendah (LVEF)
Ketidakstabilan hemodinamik
Angina berulang meskipun diterapi intensif anti-iskemik
Mitral regurgitasi baru atau memburuk
Ventrikel takikardi berkelanjutan










19

DAFTAR PUSTAKA

1. PAPDI. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publishing

2. Braunwald, E. 1992. Heart Disease : A Textbook of Cardiovascular Medicine.
Philadelphia : W.B. Saunders

3. Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta :
Pusat Penerbitan IPD DWI

4. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasima Kedokteran Edisi 6. Jakarta
: EGC

5. Arif Mansjoer dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Fakuttas
Kedokteran Indonesia

Você também pode gostar