Oleh: AHMAD PRIYONO TERESIA MARIA PROTEGENTI TINI THALITA OKA PUTRI
PROGRAM PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014
INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK AUDIT Kata investigasi dalam akuntansi forensic umumnya berarti audit investigasi atau investgatif (investigative audit). Karena itu secara alamiah, diantara beberapa tehnik investigasi ada teknik-teknik yang berasal dari tehnik-tehnik audit (audit techniques). Banyak auditor yang sudah berpengalamanpun, merasa ragu untuk terjun dalam bidang investigasi. Padahal, tehnik-tehnik audit yang mereka kuasai, memadai untuk dipergunakan dalam audit investigasi. Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil dari penerapan tehnik audit adalah bukti audit. Ada tujuh tehnik, yang dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan jenis bukti auditnya dalam kurung (kata benda bahasa Inggris), yakni: 1. Memeriksa fisik (physical examination) 2. Meminta konfirmasi (confirmation) 3. Memeriksa dokumen (documentation) 4. Reviu analitikal (analytic review atau analytical review) 5. Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditan (inquiries of the auditee) 6. Menghitung Kembali (reperformance) 7. Mengamati (observation)
Kalau teknik-teknik audit itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang berhasil dihimpun akan mendukung pendapat auditor independent. Dalam audit investigative, tehnik-tehnik audit tersebut bersifat eksplorative, mencari wilayah garapan, atau probing (misalnya dalam reviu analitikal) maupun pedalaman (misalnya dalam confirmation dan documentation). Teknik-teknik audit relative sederhana untuk diterapkan dalam audit investigative. Sederhana, namun ampuh. Tema kesederhanaan dalam pemilihan tehnik audit (termasuk audit investigative).
TEKNIK-TEKNIK AUDIT Ada teknik audit yang lebih dekat kepada praktek investigasi perpajakan dan organized crime (seperti Net Worth Method dan Expenditure Method); Ada juga tehnik audit seperti Follow the Money, yang mempunyai unsure pencucian uang dalam tindak pidananya yang berkaitan erat dengan naluri penjahat dan sangat dipengaruhi oleh teknologi informasi dalam pengungkapannya. Meskipun semua (tujuh) tehnik audit yang disebutkan pembahasan akan berfokus pada reviu analitikal.
MEMERIKSA FISIK DAN MENGAMATI Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai penghitungan uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya. Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui sesuatu. Kalau kita melakukan kunjungan pabrik, kita melihat luasnya pabrik, peralatan yang ada, kegiatan yang dilakukan, banyaknya dan beragamnya tenaga kerja. Kita juga mendengar sesuatu, mungkin sesuatu yang wangi (seperti di pabrik parfum, aromatic, obat, dan lain-lain) atau bahkan bau yang menyengat (misalnya ditempat penyamakan kulit atau tempat pengolahan sampah). Kita bisa mencicipi,misalnya dipabrik yang menghasilkan makanan. Kita merasa suhu panas atau dingin ditempat kerja. Singkatnya, mengamati adalah menggunakan indera, bisa salah satu atau beberapa indera sekaligus. Dalam kedua teknik ini investigator menggunakan inderanya, untuk mengetahui atau memahami sesuatu. Dari beberapa contoh dibawah, kita melihat berbagai tingkat pemahaman yang bisa diperoleh dari pengamatan dan pemeriksaan fisik:
Dari kunjungan ke lokasi yang terkena dampak semburan Lumpur panas di Porong, Sidoarjo tahun 2006, investigator menyaksikan sendiri apa yang terjadi dan luasnya musibah. Ini salah satu pemahaman. Investigator mempunyai bayangan. Pemahaman ini penting ketika nantinya ia membaca laporan para ahli secara rinci tentang luasnya kerusakan dan besarnya kerugian.
Dari kunjungan ke wilayah yang terkena gempa, para relawan dan petugas dari dinas Sosial dapat menentukan jumlah kilometer jalan, rumah, sekolah, rumah ibadah, kantor, pabrik, dan lain-lain yang rusak. Pemahaman ini lebih dalam dari bayangan mengenai intensitas kerugian akibat semburan Lumpur panas tadi. Disini ada data kuantitatif.
MEMINTA INFORMASI DAN KONFIRMASI Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditan, merupakan prosedur yang biasa dilakukan auditor. Pertanyaannya, apakah dalam investigasi hal itu perlu dilakukan? Apakah sebaiknya kita tidak meminta informasi, supaya yang diperiksa tidak mengetahui apa yang kita cari? Yang bersangkutan juga mempunyai kepentingan dan peluang untuk berbohong. Seperti dalam audit juga dalam investigatif, permintaan informasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat (substantiated) dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting, dan juga merupakan prosedur yang normal dalam suatu investigatif. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diinvestigasi) untuk menegaskan kebenaran atau tidak keebenaran suatu informasi. Dalam audit, tehnik ini umumnya diterapkan untuk mendapat kepastian mengenai saldo utang-piutang. Tapi sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun non keuangan.
MEMERIKSA DOKUMEN Tehnik ini tidak memerlukan pembahasan khusus. Tak ada investigasi tanps pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis/digital.
REVIU ANALITIKAL Dalam reviu analitikal yang penting bukannya perangkat lunaknya, tetapi semangatnya, Pada dasarnya seorang investigator secara intuitif terobsesi dengan sesuatu yang melenceng dan bahwa something must be wrong because it appears so. Karena itu ia memerlukan patokan atau benchmark untuk membandingkannya dengan apa yang dihadapinya. Patokan inilah yang dirumuskan Stringer dan Stewart sebagai results that may reasonably be expected. Misalnya kita sedang menginvestigasi suatu bank yang berkewajiban memungut pajak penghasilan atas bunga yang diperoleh nasabahnya. Apakah bank menyetorkan pajak penghasilan ini sesuai ketentuan, baik dalam jumlah maupun waktu penyetoran? Apakah investigasi ini harus dimulai di cabang-cabang atau kantor-kantor perwakilan? Menurut reviu analitikal,tidak. Kita mulai dengan mencocokkan angka-angka agregat. Pertama, kita tentukan jumlah pajak penghasilan yang sudah disetorkan untuk bank secara keseluruhan (Kantor Pusat dan Cabang-cabang), menurut pembukuan bank itu. Selanjutnya, ini adalah hasil perkalian antar tarif pajak (misal 10 %) dengan jumlah bunga yang dibayarkan bank itu kepada kepada para nasabahnya. Perbedaan antara data A dengan data B bisa merupakan perbedaan waktu (timming difference) saja. Yakni, perbedaan antara saat memotong dan saat menyetor pajak penghasilan. Timming difference ini juga mudah dialokasi. Tetapi mungkin juga ada perbedaan yang bersifat tetap (permanent difference) misalnya dalam hal deposan dalam negeri yang mendapat pembebasan pajak penghasilan dan deposan di cabang-cabang luar negeri dimana bank tidak berkewajiban memungut pajak penghasilannya. Perbedaan ini mudah diketahui karena umumnya jumlah deposan dalam negeri yang dibebaskan, tidak banyak. Sedangkan untuk deposan di cabang-cabang diluar negeri, kita mengabaikan seluruh data bunga luar negeri (bagian dari data B semula). Dengan contoh ini, mari kita saji definisi reviu analitikal diatas: a form of deductive reasoning in which the propriety of the individual details is inferred from evidence of the reasonableness of the aggregate results. Kita harus memulai dari belakang. Pertama, evidence of the reasonbleness of the aggregate of the results; ini diperoleh dari data B yang diadjust untuk deposan dalam negeri yang dikecualikan pemungutan pajak penghasilannya dan bunga di cabang-cabang luar negeri. Kedua, a form of deductive reasoning. Di sini kita membuat deduksi dari data agregat, data global, data menyeluruh, yang dalam hal ini adalah data A dan data B. Deduksi ini berkenaan dengan the proprierty of the individual details. Individual details disini adalah pemungutan dan penyetoran pajak penghasilan oleh bank secara transaksi demi transaksi, cabang demi cabang, atau mungkin per pejabat bank sesuai dengan kewenangannya. Kita think ananlytical first, dan tidak langsung terjun dan menyibukkan diri dengan detailed substantive test. Ada bermacam-macam variasi dari tehnik reviu analitical, namun semuanya didasarkan atas perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, dan berusaha menjawab sebabnya terjadi kesenjangan. Apakah ada kesalahan (error), fraud, atau salah merumuskan patokannya.
MEMBANDINGKAN ANGGARAN DENGAN REALISASI Membandingkan data anggaran dan realisasi dapat mengindikasikan adanya fraud. Yang perlu dipahami di sini adalah mekanisme pelaksanaan anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran, dan insentif (keuangan maupun non keuangan) yang terkandung dalam sistem anggarannya. Dalam entitas yang merupakan profit center atau revenue center, pejabat tertentu menerima insentif (bonus) sesuai dengan keberhasilan yang diukur dengan pelampauan anggaran. Investigator perlu mengantisipasi kecenderungan realisasi penjualannya dibuat tinggi (overstated). Penjualan kredit dan pengiriman barang secara besar-besaran pada akhir tahun merupakan indikasi mengenai hal itu. Pengembalian barang sesudah akhir tahun memperkuat indikasi adanya fraud.
HUBUNGAN ANTARA SATU DATA KEUANGAN DENGAN DATA KEUANGAN LAIN Beberapa akun, baik dalam suatu maupun beberapa laporan keuangan, bisa mempunyai keterkaitan yang dapat dimanfaatkan untuk reviu analitikal. Contoh: angka penjualan dengan piutang dan persediaan rata-rata, angka penjualan dengan bonus bagian penjualan, penghasilan bunga dengan saldo rata-rata tabungan dan seterusnya.
MENGGUNAKAN DATA NON KEUANGAN Inti dari reviu analitikal adalah mengenal pola hubungan, relationship pattern. Pola hubungan ini tidak mesti hanya antara satu data keuangan dengan data keuangan lain. Pola hubungan non keuanganpun bisa bermacam-macam bentuknya. Dalam bisnis perkebunan ada hubungan antara jumlah pupuk yang dipergunakan dengan hasil produksi atau panen; angka masukan maupun keluaran dinyatakan dalam satuan non keuangan, seperti jumlah ton untuk pupuk dan sawit. Di pabrik gula ada ukuran antara jumlah ton tebu yang masuk ke pabrik dan jumlah ton gula yang dihasilkan. Pola hubungan antara masukan dan keluaran ini dinyatakan dalam suatu ratio yang dalam industri gula dikenal sebagai rendemen. Perhitungan serupa kita lihat di industri kayu lapis atau blackboard, dengan nama recovery. Bermacam ratio kita gunakan untuk berbagai industri. Bahkan industri-industri atau perusahaan pemeringkat mengembangkan dan menyebarkan industry ratios. Perusahaan penerbangan Garuda mendapatkan hasil yang sangat signifikan dari perjalanan haji. Data yang penting, jumlah calon haji yang diterbangkan, dapat diperoleh dari sumber intern maupun ekstern Garuda. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di konsulat-konsulat kita diluar negeri, mempunyai hubungan linier dengan banyaknya visa yang diterbitkan. Reviu analitikal sering dilakukan dengan hitungan cepat untuk menunjukkan keganjilan. Seorang bankir mencatat informasi yang diterimanya dari calon nasabah kreditnya. Dengan cepat ia menetukan bahwa pabrik pulp berkapasitas besar dilokasi yang terisolasi, tidak akan bisa beroperasi karena bahan bakunya tidak akan cukup. Semua data untuk membuat kesimpulan itu ia peroleh selama makan siang dengan calon debiturnya.
REGRESI ATAU ANALISIS TREND Dengan data historikal yang memadai(makin banyak makin baik, ceteris paribus), reviu analitikal dapat mengungkapkan trend. Berbagai perangkat lunak mempermudah hitungan dan grafiknya, misalnya STAR.
MENGGUNAKAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO Ada hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam suatu tahun dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan devisa, indikator ekonomi negara-negara yang menjadi partner perdagangan Indonesia, harga minyak mentah dan komoditi lain, dan lain-lain. Ini merupakan bidang studi yang ditekuni para ahli ekonomi makro dan ekonometri.
MENGHITUNG KEMBALI Menghitung kembali atau repeform tidak lain dari mencek kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang, dan lain-lain). Ini prosedur yang sangat lazim dalam audit. Biasanya tugas ini diberikan kepada seseorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor; seorang junior auditor di kantor akuntan. Dalam investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan renegoisasi berkali-kali dengan pejabat(atau kabinet) yang berbeda. Perhitungan ini dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang berpengalaman. Beberapa contoh penghitungan kembali semacam itu yang berpotensi triliunan rupiah: Kasus penyelesaian kewajiban pemegang saham menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor 151/KMK.01/2006 tanggal 16 Maret 2006 mensyaratkan penetapan jumlah kewajiban berdasarkan data terakhir. Perhitungan cost recovery oleh kontraktor bagi hasil (Production Sharing Contractor). Cost recovery ini sangat besar jumlahnya. Kalau tidak dihitung kembali oleh counterpart PSC atau lembaga pemeriksa independen, cost recovery rawan penyalahgunaan. Biaya yang dikeluarkan BUMN yang mempunyai kewajiban memberikan pelayanan umum (public Service Obligation). Keterlambatan pembayaran PSO mempunyai dampak yang besar terhadap likuiditas BUMN yang bersangkutan.
INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK PERPAJAKAN Investigatif dengan teknik perpajakan menggunakan dua tehnik yang secara luas dipraktekkan oleh IRS (Internal Revenue Services) di Amerika Serikat. Kedua teknik investigasi ini digunakan untuk menentukan panghasilan kena pajak (PKP) yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT-nya. Penerapan tehnik-tehnik ini terus berkembang, sehingga menjadi umum digunakan dalam memerangi organized crime. Kedua tehnik investigatif ini adalah Net Worth Method dan Expenditure Method. Keduanya menggunakan logika pembukuan atau akuntansi yang sederhana. IRS menggunakannya sebagai bukti tidak langsung (circumstantial evidence). Teknik ini menggeser beban pembuktian dari negara/fiskus kepada wajib pajak. Perlindungan hak wajib pajak diperlukan karena pergeseran beban pembuktian tersebut diatas.
NET WORTH METHOD Net worth method diterapkan oleh kantor pajak Amerika Serikat (IRS). Pemakaiannya bisa ditelusuri kembali ke tahun 1931 ketika IRS berhasil menjaring Al(fonso) Capone. Sejak Congress mengundangkan RICO Act pada tahun 1970, penggunaannya diperluas untuk menemukan indikasi illegal income dari organized crime (kejahatan yang diorganisasi seperti Mafia,Triad, dan lain-lain). Net worth method untuk investigasi pajak ingin membuktikan adanya PKP yang belum dilaporkan oleh wajib pajak. Untuk organized crime yang ingin dibuktikan adalah terdapatnya penghasilan yang tidak sah, melawan hukum, atau illegal income.
NET WORTH METHOD UNTUK PERPAJAKAN Di Amerika Serikat di mana Net Worth Method diterima sebagai cara pembuktian tidak langsung, dasar penggunaannya adalah kewajiban wajib pajak untuk melaporkan semua penghasilannya (sebagaimana didefinisikan oleh undang-undangnya) dalam tax returns mereka. Ketentuan serupa juga berlaku di Indonesia di mana wajib pajak diwajibkan penghasilannya secara lengkap dan benar dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan, dalam hal ini SPT PPh). Pemeriksa pajak menetapkan net worth atau kekayaan bersih pada awal tahun. Ini diperoleh dari pengurangan seluruh assets seseorang dengan seluruh liabilities-nya. Jadi di awal tahun tertentu,sebutlah Tahun-1, net worth = assets-lialibilities. Hal yang sama dilakukan untuk menentukan net worth Tahun-2. Selanjutnya, net worth Tahun-1 dibandingkan dengan net worth tahun-2. perbandingan ini akan menghasilkan kenaikan net worth (net worth increase) yang seharusnya sama dengan PKP untuk tahun-2. Karena itu kenaikan net worth ini dibandingkan dengan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT PPh tahun-2.
NET WORTH METHOD UNTUK ORGANIZED CRIME Dengan rumus yang hampir sama, kita dapat menentukan illegal income. Seperti disebutkan tadi, di Amerika Serikat metode ini digunakan dalam memerangi organized crime. Di Indonesia pendekatan ini dapat digunakan untuk memerangi korupsi. Ketentuan perundang-undangannya sudah ada, yakni laporan mengenai kekayaan pejabat. Legal income adalah semua penghasilan yang dilaporkan yang bersangkutan. Inilah yang dibandingkan dengan net worth increase (sesudah di-adjust dengan personal expenses) untuk menentukan illegal income.
EXPENDITURE METHOD Sebagaimana halnya dengan Net Worth yang dijelaskan, penerapan Expenditure Method juga dipelopori IRS. Expenditure Method yang merupakan derivasi atau turunan dari net worth method digunakan IRS sejak tahun 1940an. Ketika RICO Act diundangkan dalam tahun 1970, Expenditure Method dimanfaatkan sebagai petunjuk organized crime. Expenditure Method juga merupakan cara pembuktian tidak langsung. Seperti Net Worth Method, Expenditure Method juga dimaksudkan untuk menentukan unreported taxable income. Expenditure Method lebih cocok untuk para wajib pajak yang tidak mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai pengeluaran-pengeluaran besar (mewah). Expenditure Method lebih populer dari Net Worth Method, karena Expenditure Method lebih mudah dibuat atau dihitung, dan juga lebih mudah dimengerti oleh orang awam. Mahkamah Agung di Amerika Serikat tidak menetapkan Expenditure Method secara khusus sebagai alat pembuktian, karena Expenditure Method dianggap derivasi atau turunan dari Net Worth Method. Seorang akuntan harusnya mampu menghitung unreported taxable income berdasarkan Net Worth Method akan mengkonversikannya ke Expenditure Method. Expenditure Method harusnya digunakan untuk kasus-kasus perpajakan apabila kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau dominan: 1. Wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan atau catatan. 2. Pembukuan dan catatan wajib pajak tidak tersedia, misalnya karena terbakar. 3. Wajib pajak menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memadai. 4. Wajib pajak menyembunyikan pembukuan. 5. Wajib pajak tidak mempunyai assets yang terlihat atau dapat diidentifikasi.
Expenditure Method harusnya digunakan untuk kasus-kasus organized crime apabila kondisi- kondisi berikut sangat kuat atau dominan: 1. Tersangka kelihatannya tidak membeli asset seperti rumah, tanah, saham, perhiasan, mobil atau kapal mewah, dan seterusnya. 2. Tersangka mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya diluar kemampuannya. 3. Tersangka diduga mengepalai jaringan kejahatan, atau semua saksi yang memberatkan dia adalah para penjahat yang sudah dijatuhi hukuman. 4. Illegal income harus ditentukan untuk menghitung denda (misalnya dalam kejahatan penebangan hutan ilegal), menghitung kerugian negara (dalam kasus korupsi), dan pungutan negara lainnya.
Expenditure Method adalah derivasi dari Net Worth Method. Namun, perlakuan terhadap asset dan liabilities-nya berbeda. Misalnya, dalam Net Worth Method penyidik akan mencantumkan saldo akhir kas dan bank. Dalam Expenditure Method, hanya perubahannya yang diambil (kenaikan atau penurunan kas dan bank). Hal yang sama juga berlaku untuk persediaan barang, piutang, utang, dan pinjaman bank. Depresiasi, amortisasi, deplesi, deffered gains, dan semacamnya juga diabaikan dalam Expenditure Method ini sebenarnya merupakan hal yang elementer untuk seorang akuntan.
CONTOH KASUS
Kasus Audit Kas / Teller Laporan Fiktif Kas di Bank BRI Unit TapungRaya
Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian). Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. Masril telah melakukan tindak pidana membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dalam dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP Perbankan). Tersangka dijerat pasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dangan ancaman hukuman 10 tahun, kata Kapolres. Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang saksi telah diperiksa dan meminta keterangan ahli.