1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Jl. Dr. Mohammad Ali Komplek RSMH KM.3,5, Palembang, 30126, Indonesia 2. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Jl. Dr. Mohammad Ali Komplek RSMH KM.3,5, Palembang, 30126, Indonesia 3. Departemen Farmasi , Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Jl. Dr. Mohammad Ali Komplek RSMH KM.3,5, Palembang, 30126, Indonesia
Email : fitki.suyitno@gmail.com
Abstrak
Thalassemia merupakan penyakit kelainan hemoglobin yang dapat memberikan manifestasi gangguan pada tumbuh kembang. Penyebab gangguan tumbuh dan kegagalan pubertas masih bersifat multifaktorial namun faktor-faktor yang berpengaruh masih belum diketahui dengan pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status pertumbuhan dan pubertas serta hubungan faktor risiko (usia, jenis kelamin, hemoglobin pratransfusi dan feritin) dengan kecepatan tumbuh dan pubertas terlambat pada pasien thalassemia. Penelitian ini merupakan studi cross sectional pada 58 pasien thalassemia di Departemen Kesehatan Anak, RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dari bulan Oktober-November 2013. Setiap subjek dilakukan pemeriksaan tinggi badan, berat badan dan status pubertas. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji Chi-square. Sebagian besar pasien thalassemia mengalami gangguan tumbuh, yakni memiliki perawakan pendek (<persentil 5), yakni 63,79%. Terdapat 63,8% pasien yang mengalami penurunan kecepatan tumbuh dan 20,7% mengalami pubertas terlambat. Ada hubungan yang bermakna antara feritin dengan penurunan kecepatan tumbuh (p=0,00) dan pubertas terlambat (p=0,00). Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia (p=0,42) dan jenis kelamin (p=0,09) dengan penurunan kecepatan tumbuh. Kadar hemoglobin pratranfusi bukan merupakan faktor risiko yang bermakna untuk penurunan kecepatan tumbuh (OR=2; p=0,069) dan pubertas terlambat (OR=5; p=0,16). Sebagian besar pasien thalassemia mengalami gangguan tumbuh dan pubertas terlambat. Adanya kelebihan besi berpengaruh kuat terhadap adanya gangguan tumbuh dan pubertas terlambat namun kadar hemoglobin pratransfusi bukan merupakan faktor risiko yang bermakna.
Keywords: thalassemia, kecepatan tumbuh, kegagalan pubertas, feritin, cross sectional
Abstract
Thalassemia is inherited hemoglobinopathy disease , which is cause disturbance in growth and development. The etiology of growth and development disturbance remains multifactorial but factors affect growth remain unclear. The aim of this study were to determine the growth and pubertal status and the correlation of risk factors (age, sex, pre- transfusion hemoglobin, and ferritin) with retardation of growth velocity and delayed puberty in patients with thalassemia. This is cross sectional study of 58 patients with thalassemia in Department of Child Health, Dr. Mohammad Hoesin Hospital, Palembang that conducted from October-November 2013. Each subject underwent examinations to determine height, weight, and pubertal status. Statistical analysis was carried out using Chi-square test. Most of patients had growth disturbance. There were 63,8% patients had short stature, 63,8% patients had retardation of growth velocity and 20,7% had delayed puberty. There were significant correlation of ferritin with retardation of growth velocity (p=0,00) and delayed puberty (p=0,00). There was no correlation between age (p=0,42) and sex (p=0,09) with retardation of growth velocity. Pre-transfusion hemoglobin was not significant risk factor of retardation of growth velocity (OR=2; p=0,069) and delayed puberty (OR=5; p=0,167). Most of patients had delayed puberty and growth disturbance. Iron overload had strong correlation with growth disturbance and delayed puberty. Pre-transfusion hemoglobin was not significant risk factor of growth disturbance and delayed puberty.
Thalassemia merupakan kelompok kelainan darah yang bersifat genetik yang diturunkan secara autosomal resesif yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai polipeptida ( atau ) yang membentuk molekul normal hemoglobin pada sel darah merah. Gangguan tersebut dapat menyebabkan keadaan hematopoiesis yang tidak efektif dan peningkatan hemolisis sel darah merah dengan berbagai derajat. 1 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) sekitar 5- 7% penduduk dunia adalah carrier atau pembawa sifat thalassemia. Sekitar 100.000 pasien dengan Thalassemia membutuhkan transfusi secara regular. Thalassemia juga banyak dialami anak-anak Indonesia. Prevalensi Thalassemia dan berturut-turut adalah 1,2-11 % dan 3-10 % dan diperkirakan jumlah pasien Thalassemia baru yang lahir setiap tahun di Indonesia cukup tinggi, yakni sekitar 2.500 anak. 2 Thalassemia secara klinis akan tampak anemia berat, hepatosplenomegali, gangguan makan dan pertumbuhan terhambat. Thalassemia merupakan penyakit yang memberikan manifestasi gangguan pada tumbuh kembang. Terapi transfusi dan terapi kelasi besi sekarang ini dapat meningkatkan prognosis jangka panjang. Adanya peningkatan usia harapan hidup mengindikasikan suatu fakta bahwa terapi modern umumnya aman dan efektif namun komplikasi menjadi sangat jelas pada anak thalassemia yang mendekati usia pubertas, karena banyak yang mengalami hambatan tumbuh dan kegagalan pubertas. 3 Komplikasi tersebut timbul akibat hemosiderosis sekunder yang berimbas pada kerusakan organ, terutama jantung, hati, kelenjar endokrin sehingga dapat menyebabkan gangguan tumbuh dan kegagalan pubertas. 1,4,5 Sebagian besar pasien akan mengalami pertumbuhan normal pada masa anak-anak namun selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan dan keterlambatan pubertas. Hasil penelitian yang dilakukan di India pada tahun 2011 menunjukkan bahwa kira-kira 1/3 (33,11 %) pasien Thalassemia mayor yang bergantung dengan transfusi mengalami perawakan pendek yang berhubungan dengan status kelebihan besi. 6 Hasil penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa perawakan pendek pada anak thalassemia lebih banyak pada mereka yang berusia >10 tahun (83,3 %) dibandingkan dengan anak yang usianya <10 tahun (16,7 %). 7 Penelitian yang dilakukan di bagian anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung tahun 2007 dengan hasil sebanyak 76,4% subyek penelitian mengalami gangguan kecepatan pertumbuhan. 8 Pubertas terlambat juga dilaporkan pada 56% pasien di Jakarta. 9 Gagal tumbuh dan pubertas terlambat. pada pasien Thalassemia mayor memang telah diketahui selama bertahun-tahun dan tetap terjadi meskipun sudah menerima transfusi. Patogenesis gagal tumbuh masih multifaktorial dan faktor-faktor yang berhubungan masih belum diketahui secara pasti. Masalah fundamental adalah adanya besi bebas dan hemosiderosis yang menginduksi kerusakan pada kelenjar endokrin. Faktor faktor yang lain juga berkontribusi seperti anemia dan hipoksia kronik yang terjadi pada pasien Thalassemia, penyakit hati kronik, defisiensi seng dan asam folat, penggunaan intensif dari agen-agen kelasi besi seperti desferioksamin, faktor emosional, endokrinopati (hipogonadisme, pubertas terlambat, hipotiroid, gangguan hemostasis kalsium dan penyakit tulang) dan yang terakhir adalah disregulasi pada axis GH-IGF-1. 6 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan pubertas pada pasien thalassemia dan hubungannya dengan hemoglobin, feritin, usia dan jenis kelamin.
2. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif- analitik dengan rancangan cross sectional yang berlangsung sejak Oktober sampai November 2013. Subjek Penelitian adalah penderita thalassemia yang dirawat di ruang thalassemia, Departemen Kesehatan Anak, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang memiliki data rekam medik lengkap seperti data tinggi badan kunjungan 6 bulan-1 tahun terakhir, hemoglobin pratransfusi selama 1 tahun dan feritin. Kriteria eksklusi adalah penderita yang menderita penyakit kronik lain seperti tuberkulosis paru dan menolak berpartisipasi dalam penelitian. pada penelitian ini didapatkan jumlah 58 pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pengukuran antropometri untuk mengetahui tinggi badan dan berat badan. Status pubertas diperiksa dengan menggunakan panduan stadium Tanner. Subjek dikategorikan sebagai pubertas terlambat jika tidak ada pembesaran payudara (M0-M1) pada perempuan usia 13 tahun atau tidak adanya peningkatan volume testis (<4 mL) pada laki-laki usia 14 tahun. Kecepatan tumbuh dihitung dengan menghitung penambahan tinggi badan dari tinggi badan lalu dalam selang waktu 6 bulan 1 tahun. Subjek dinyatakan mengalami penurunan kecepatan tumbuh jika kecepatan tumbuh <persentil 5 pada kurva kecepatan tumbuh. Data usia, jenis kelamin, jenis terapi kelasi besi didapatkan dari rekam medik. Data rata-rata hemoglobin pratranfusi di bagi menjadi dua kelompok, yakni <7 g/dL dan >7 g/dL. data feritin juga dibagi menjadi dua kelompok, yakni <2000 ng/mL dan >2000 ng/mL. Untuk keperluan analisis, usia dibagi menjadi dua kelompok, yakni <10 tahun dan >10 tahun. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, jenis kelamin, hemoglobin pratransfusi dan feritin) terhadap variabel dependen (kecepatan tumbuh dan status pubertas), dilakukan uji Chi-square.
3. Hasil
Selama periode penelitian, terdapat 58 pasien thalassemia yang terdiri dari 26 (44,8%) laki-laki dan 32 (55,2%) perempuan. usia subjek berkisar antara 3-20 tahun dan banyak jumlahnya pada kelompok usia 6-11 tahun (60,3%). Sebagian besar memiliki gizi baik (48,3%) dan total 34,4% mengalami malnutrisi. Terdapat 63,8% yang mengalami perawakan pendek <persentil 5. Semua subjek sudah menerima terapi kelasi dan sebagian besar mengonsumsi deferiprone (98,3%). Rerata kadar Hb pretransfusi masih rendah, yakni 6,56 1,231g/dL yang mana 62,1% subjek memiliki kadar Hemoglobin 6-8 g/dL. Terdapat total 58,6 subjek memiliki kadar feritin >2000 ng/mL kdengan rentang 283-12890 ng/mL. Rerata kadar feritin masih tinggi subjek penelitian berada pada kadar 2675,92128,5 ng/mL. Terdapat 63,8% subjek dengan kecepatan tumbuh yang menurun dan 36,2% memiliki kecepatan tumbuh yang normal. Untuk subjek yang sudah memasuki usia pubertas, 40% sudah mengalami pubertas dan 60% yang mengalami pubertas terlambat. Berdasarkan hasil uji Chi-square terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan penurunan kecepatan tumbuh dengan masing-masing nilai p adalah p=0,42 dan p=0,09. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar feritin yang tinggi dan penurunan kecepatan tumbuh (p=0,00; OR=85,7). Nilai OR>1 menunjukkan bahwa pasien thalassemia yang memiliki kadar feritin >2000 ng/mL 85 kali lebih berisiko mengalami penurunan kecepatan tumbuh. Kadar hemoglobin pratransfusi memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami penurunan kecepatan tumbuh namun secara statistik hubungan tersebut tidak bermakna (p=0,06; OR=2,8). Ada hubungan yang bermakna antara kadar feritin yang tinggi >2000 ng/mL dan pubertas terlambat (p=0,00). Kadar hemoglobin pratransfusi merupakan faktor risiko adanya pubertas terlambat namun secara statistik hubungannya tidak bermakna (p=0,16; OR=5). Berdasarkan hasil uji Chi-square terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan penurunan kecepatan tumbuh dengan masing-masing nilai p adalah p=0,42 dan p=0,09. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar feritin yang tinggi dan penurunan kecepatan tumbuh (p=0,00; OR=85,7). Nilai OR>1 menunjukkan bahwa pasien thalassemia yang memiliki kadar feritin >2000 ng/mL 85 kali lebih berisiko mengalami penurunan kecepatan tumbuh. Kadar hemoglobin pratransfusi memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami penurunan kecepatan tumbuh namun secara statistik hubungan tersebut tidak bermakna (p=0,06; OR=2,8). Ada hubungan yang bermakna antara kadar feritin yang tinggi >2000 ng/mL dan pubertas terlambat (p=0,00). Kadar hemoglobin pratransfusi merupakan faktor risiko adanya pubertas terlambat namun secara statistik hubungannya tidak bermakna (p=0,16; OR=5).
Tabel 1. Karakteristik Umum Subjek
Karakteristik n=58 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
26 (44,8%) 32 (55,2%) Usia 2-5 tahun 6-11 tahun 12-17 tahun 18-20 tahun
3 (5,2%) 35 (60,3%) 15 (25,9%) 5 (8,6%) Tinggi Badan Normal Pendek Sangat pendek
10 (17,2%) 11 (19%) 37 (63,8%) Status Gizi Obesitas Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Sedang Gizi Kurang Gizi Buruk
Tabel 4. Analisis Bivariat Variabel Independen dan Kecepatan Tumbuh
Tabel 5. Analisis Bivariat Variabel Independen dan Status Pubertas
4. Pembahasan Rata-rata kadar hemoglobin pratransfusi dalam satu tahun berkisar antara 3,2-9,8 gr/dl dengan rerata sebesar 6,56 g/dL dan 62,1% pasien dengan kadar hemoglobin berkisar 6-8 g/dL. Hasil tersebut menunjukkan masih sedikitnya pasien yang menjaga kadar hemoglobinnya tetap dalam batas >8,5 g/dL yang sangat kuat pengaruhnya untuk pertumbuhan terutama pada dekade pertama kehidupan. Rendahnya kadar hemoglobin pratransfusi bisa dipengaruhi oleh faktor sosioekonomi, faktor geografis, dan jarak rumah dengan rumah sakit atau pusat transfusi. Di RSMH khususnya, rata-rata pasien thalassemia termasuk dalam kategori sosioekonomi rendah dan juga banyak yang berasal dari daerah. Jarak yang jauh dapat mempengaruhi para orang tua untuk menunda transfusi sampai gejala memang benar terlihat sehingga kadar hb pratransfusi rendah. Sebagian besar kadar feritin subjek masih tinggi >2000 ng/mL. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Pemde (2011) di India yang melaporkan bahwa 31,21% pasien memiliki kadar feritin <2000 ng/mL dan 69,79% pasien memiliki kadar feritin >2000 ng/mL (Pemde,2011). 6 Rerata kadar feritin dalam penelitian ini adalah 2675,99 ng/mL. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian di Hongkong yang menunjukkan rerata kadar feritin pada pasien thalassemia yang tidak jauh berbeda, yakni 2729 Karakteristik n=58 Total (%) Laki-laki Perempuan Kecepatan Tumbuh Normal 13 (61,9%) 8 (38,1%) 21 (36,2%) Menurun 13 (35,1%) 24 (64,9%) 37 (63,8%) Status Pubertas Pubertas 7 (87,5%) 1(12,5%) 8 (40%) Pubertas terlambat 4 (33,3%) 8 (66,7%) 12 (60%) Variabel independen Kecepatan Tumbuh Nilai p OR (CI) Menurun Normal Usia 10 tahun 20 13 0,42 0,724 (0,243-2,519) <10 tahun 17 8 Jenis Kelamin Laki-laki 13 13 0,09 0,333 (0,110-1,011) Perempuan 24 18 Kadar Feritin >2000 ng/mL 30 1 0,00 85,714 (9,783 750,963) 2000 ng/mL 7 20 Kadar Hb pratransfusi 7 g/dL 28 11 0,06 2,828 (0,905-8,835) >7 g/dL 9 10 Variabel independen Status Pubertas Nilai p OR (CI) Terlambat Normal Kadar Feritin >2000 ng/mL 9 0 0,00 * - 2000 ng/mL 3 8 Kadar Hb Pratransfusi 7 g/dL 9 3 0,16 * 5,000 (0,720-34,726) >7 g/dL 3 5 *Fisher Exact Test ng/mL. 10 Semua subjek penelitian telah mendapat terapi kelasi besi dengan 93,8% mengonsumsi deferiprone dan hanya 1,7% deferasirox. Walaupun semua subjek sudah mendapat terapi kelasi besi terlihat bahwa rerata kadar feritin masih tinggi dan total hampir 58,6% subjek memiliki kadar feritin >2000 ng/mL. Hal ini menunjukkan adanya terapi kelasi besi yang tidak adekuat yang dijalankan oleh subjek bisa dipengaruhi oleh ketidakpatuhan dalam frekuensi konsumsi obat dan dosis yang tidak sesuai sehingga kadar feritin masih tinggi. Kadar feritin dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk usia pertama kali menerima transfusi, usia saat mendapat kelasi besi, dan kepatuhan dan keefektifan dari kelasi besi . 6 Kelebihan besi, yang ditunjukkan dengan feritin yang meningkat, berperan besar terhadap adanya komplikasi pada pasien thalassemia. Selain itu, kelasi besi yang tidak adekuat juga menjadi faktor penyebab ganggguan tumbuh. Lebih dari 50% subjek penelitian merupakan anak dengan perawakan sangat pendek yakni 63,8 % (37 orang). Hasil penelitian ini juga sama hasilnya dengan penelitian Hashemi (2011) di Iran yang melaporkan bahwa sebagian besar pasien thalassemia memiliki perawakan sangat pendek (65,71%) dan 34,29% pasien merupakan pasien yang tinggi badannya normal dan pendek. 11 Penelitian lain di Malaysia pada pasien thalassemia berusia 2-24 tahun menunjukkan bahwa 54,5 % pasien mengalami perawakan sangat pendek. 7 Pada penelitian yang dilakukan Made dkk menunjukkan 26% anak perawakan pendek. 12 Pada Penelitian lain, 33,1% pasien mengalami perawakan pendek dan kadar feritin secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan perawakan pendek. 6 Penelitian Hashemi dkk menunjukkan 65,71% pasien mempunyai tinggi badan <persentil 5 (sangat pendek). 11 Adanya perawakan pendek erat hubungannya dengan hipoksia kronis, kelebihan besi, toksisitas agen kelasi besi, defisiensi zink dan malnutrisi. 13 Malnutrisi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap gangguan tumbuh kembang yang dalam penelitian ini terdapat total 34,4% pasien mengalami malnutrisi sedang hingga berat.
Kecepatan pertumbuhan pada anak sebelum usia pubertas adalah 5-6 cm/tahun. Seorang anak bisa dikatakan mengalami gangguan kecepatan pertumbuhan jikalau pada usia 3 tahun hingga pubertas mengalami kecepatan pertumbuhan <4,5 cm/tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian, terdapat 63,8% pasien yang memiliki kecepatan tumbuh yang menurun/terganggu. Penelitian di Malaysia juga menunjukkan hasil yang serupa bahwa terdapat 57,7 % pasien thalassemia yang mengalami penurunan kecepatan tumbuh. 7 Penelitian lain di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung melaporkan bahwa 76,4% pasien thalassemia mengalami gangguan kecepatan pertumbuhan. 8 Hasil analisis bivariat menunjukkan kadar hemoglobin pratransfusi merupakan faktor risiko penurunan kecepatan tumbuh namun secara statistik tidak bermakna (p=0,069). Hal ini dibuktikan dengan distribusi kecepatan tumbuh berdasarkan kadar hemoglobin menunjukkan pasien yang memiliki kecepatan tumbuh yang menurun terdapat 75,7% dengan Hb pratransfusi 7 g/dL dan 24,3% yang memiliki Hb pratransfusi >7 g/dL. Penelitian sebelumnya oleh Auda dkk. melaporkan hasil yang serupa. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kadar Hb pratransfusi merupakan faktor risiko adanya penurunan kecepatan tumbuh pada pasien thalassemia namun secara statistik hubungan diantara keduanya tidak bermakna (p=0,513). 14 Penelitian lain juga membenarkan hasil tersebut seperti penelitian Ermaya dkk. yang menunjukkan bahwa kadar Hb pratransfusi merupakan faktor risiko penurunan kecepatan tumbuh namun secara statistik hubungan diantara keduanya juga tidak bermakna (p=117). 8 Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kattamis (1990) mengemukakan bahwa adanya faktor hipoksia kronis terutama pada umur <10 tahun dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan. 15 Gangguan pertumbuhan akan mulai tampak terutama pada usia >10. Pada usia >10 tahun kecepatan tumbuh akan cenderung menurun sehingga tinggi final anak tersebut akan lebih pendek dari tinggi yang diramalkan berdasarkan genetik. Setelah usia 10 tahun, walaupun kadar hemoglobin dijaga pada kadar yang adekuat, banyak anak thalassemia masih mengalami penurunan pertumbuhan. Pada anak yang memasuki usia pubertas terdapat penurunan growth spurt yang ditandai dengan adanya deselarisasi. Dalam hal ini, faktor kelebihan besi sangat berpengaruh. 16 Dalam penelitian ini, untuk distribusi kecepatan tumbuh berdasarkan usia, terdapat 54,5% subjek dengan usia >10 tahun mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan dan 45,5% % berusia >10 tahun. Hamidah dkk juga mengemukakan hal yang demikian bahwa gangguan tumbuh banyak pada pasien >10 tahun. 7
Walaupun demikian, dalam analisis bivariat, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan penurunan kecepatan tumbuh dalam penelitian ini (p=0,424). Untuk analisis hubungan antara usia dan kecepatan tumbuh didapatkan nilai p=0,562 (p>0,05), yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan kecepatan tumbuh pada pasien thalassemia. Penelitian yang dilakukan oleh Hamidah di Malaysia pada 26 pasien thalassemia melaporkan hasil yang serupa bahwa hubungan antara usia dan kecepatan tumbuh tidak bermakna (p=0,27). 7 Namun terdapat perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Hamidah dan peneliti. Dalam penelitian Hamidah, subjek yang dimasukkan dalam penelitian adalah subjek yang belum memasuki usia pubertas (<13 tahun). Disisi lain, penelitian ini memasukkan subjek penelitian tidak hanya yang belum memasuki usia pubertas saja namun juga yang sudah memasuki usia pubertas dimasukkan dalam subjek penelitian. Untuk penelitian lain yang sesuai kriterianya dengan dengan penelitian ini belum ditemukan. Pada penelitian ini, penurunan kecepatan pertumbuhan lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Hubungan diantara kecepatan tumbuh dan jenis kelamin tidak bermakna secara statistik (p=0,090) dan bukan merupakan faktor risiko (OR=0,33). Penelitian oleh Saxena melaporkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kecepatan tumbuh kelompok laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian mereka melaporkan bahwa setelah usia 11 tahun pada laki-laki dan 9 tahun pada perempuan terdapat penurunan laju pertumbuhan yang berhubungan dengan lambatnya pertumbuhan segmen atas. Tidak terdapat laju pertumbuhan yang menanjak signifikan pada laki-laki namun perempuan dapat mengalami laju pertumbuhan yang tinggi setelah usia 15 tahun. 3 Dalam penelitian ini, feritin merupakan faktor risiko terjadinya penurunan kecepatan tumbuh pada pasien thalassemia (OR=85). Distribusi kecepatan tumbuh berdasarkan kadar feritin didapatkan bahwa terdapat 381% dengan feritin >2000 ng/mL dan hanya 19% dengan kadar feritin 2000 ng/mL memiliki kecepatan tumbuh yang menurun. Penelitian Made juga menunjukkan bahwa pasien yang memiliki kecepatan tumbuh <5 cm/tahun semuanya memiliki kadar feritin >2000 ng/mL. 12 Dalam penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna antara feritin dan penurunan kecepatan tumbuh (p=0,00). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Hamidah di Malaysia, yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar feritin dan kecepatan tumbuh ( p = 0,02). 7 Kelebihan besi pada pasien thalassemia disebabkan oleh transfusi darah yang multipel. Hal tersebut disebabkan karena transfusi darah dapat mengganggu keseimbangan besi dalam tubuh. Setiap unit PRC (packed red blood cell) yang digunakan dalam transfusi mengandung 200-250 mg besi sedangkan asupan besi harian yang normal adalah sekitar 1-2 mg. Selain itu, terdapat peningkatan absorbsi besi pada saluran cerna sebagai efek dari eritropoiesis yang tidak efektif. 17 Hal ini yang memicu terjadinya kelebihan besi. adanya deposit besi dapat tersebar pada organ-organ terutama hati, jantung dan terutama kelenjar endokrin. 1 Walaupun mekanisme pasti belum dipastikan, kelebihan besi dapat memicu adanya pembentukan radikal bebas dan peroksidasi lipid sehingga dapat memicu adanya kerusakan jaringan pada kelenjar endokrin. Beberapa penelitian menunjukkan adanya kelebihan besi dapat menyebabkan fibrosis pada kelenjar endokrin yang berpengaruh dalam insufisiensi endokrin). 18
Mekanisme gagal tumbuh akibat kelebihan besi secara pasti masih belum diketahui namun banyak penelitian menghubungkan dengan gangguan pada aksis IGF-1 dan respon hormon pertumbuhan. beberapa penelitian melaporkan adanya penurunan kadar IGF-1 dan IGFBP-3 pada pasien dengan perawakan pendek. Penurunan tersebut berhubungan dengan penurunan sintesis yang disebabkan oleh hemosiderosis hati, namun penurunan IGF-1 bukan merupakan faktor utama gangguan tumbuh. 19,20 Adanya penurunan IGF-1 berpengaruh pada pertumbuhan kartilago tulang. Peran hormon pertumbuhan dalam gangguan tumbuh masih kurang jelas. Sekresi hormon pertumbuhan pada pasien dengan perawakan pendek sebagian besar normal namun ada juga yang menurun. Pada pasien tersebut, respon hormon pertumbuhan dengan GHRH subnormal dan sangat terganggu terutama pada pasien dengan pubertas terlambat. 19 Disfungsi sekresi hormon pertumbuhan bukan temuan yang sering pada pasien thalassemia dengan gangguan tumbuh namun kemungkinan berhubungan dengan derajat kelebihan besi pada pitutari. 3 Kelebihan besi merupakan faktor utama pubertas terlambat dan hipogonadisme. Gonadotrop pituitari sangat sensitif terhadap kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh kelebihan besi. Pencitraan dengan menggunakan MRI pada anterior pituitary menunjukkan adanya hemosiderosis. Respon Gonadotropin terhadap GnRH berkorelasi dengan derajat deposit besi. Hal ini yang agaknya berhubungan dengan insufisiensi dari kelenjar pituitari yang bermanifestasi sebagai hipogonadisme. 13,21 Deposit besi di ovarium dan testis juga dapat menyebabkan pubertas terlambat akibat kegagalan gonad. 22 Pada penelitian ini, sekitar 65,5 % subjek penelitian termasuk dalam kategori prapubertas. Ada 13,8% yang sudah memiliki ciri-ciri pubertas berdasarkan Tanner Stage dan 20,7 % subjek yang sudah memasuki usia pubertas namun belum memiliki tanda-tanda pubertas (pubertas terlambat). Penelitian Batubara di RSCM Jakarta melaporkan bahwa 56% pasien mengalami keterlambatan pubertas. 9 Penelitian lain di RS Anak dan Bunda Harapan Kita menunjukan 35,7 % subjek mengalami pubertas terlambat. 23 Skordis mengemukakan bahwa pubertas dan hipogonadisme merupakan konsekuensi klinik utama dari keadaan kelebihan besi. Adanya deposit besi pada pituitari anterior menyebabkan adanya hipogonadotropin hipogonadisme. 13 Berdasarkan hasil penelitian, terlihat dalam distribusi pubertas terlambat berdasarkan kadar feritin, 75% yang memiliki kadar feritin >2000 ng/mL dan 24% dengan kadar feritin 2000 ng/mL. Penelitian di Bali menunjukkan hal yang sama bahwa 26% subjek yang mengalami gangguan tumbuh kesemuanya memiliki kadar feritin >2000 ng/mL. 13 Analisis bivariat menunjukkan hubungan yang bermakna antara feritin dan pubertas terlambat (p=0,00). Penelitian case control yang dilakukan oleh Anggororini di Bandung juga mendapatkan hasil serupa yakni terdapat hubungan antara kadar feritin serum dan keterlambatan pubertas (p=0,018). 23 Hasil penelitian oleh Moayeri dan Oloomi di Iran juga melaporkan adanya hubungan yang bermakna antara kadar feritin serum dan pubertas terlambat. 24 Kadar Hb pratransfusi merupakan faktor risiko keterlambatan pubertas pada pasien thalassemia. Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin pratransfusi dan pubertas terlambat (p=0,344). Belum ditemukan penelitian yang menghubungkan antara status pubertas dan kadar hemoglobin pratransfusi. Menurut teori, penyebab keterlambatan pubertas pada anak thalassemia adalah multifaktorial. Menurut Kullin, pubertas pada anak thalassemia dipengaruhi oleh kadar hemoglobin. Anemia kronis menjadi salah satu penyebab adanya keterlambatan pubertas. Namun, kelebihan besi masih menjadi faktor utama yang sangat berpengaruh dalam terjadinya keterlambatan pubertas pada anak thalassemia. Oleh karena itu, anak thalassemia dianjurkan untuk menjaga kadar hemoglobin diatas kadar yang diajurkan (>8,5-10 g/dL ) untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan pubertasnya. 13
5. Kesimpulan
Sebagian besar pasien thalassemia mengalami perawakan pendek, penurunan kecepatan tumbuh dan pubertas terlambat. Adanya kelebihan besi sangat bermakna hubungannya dengan penurunan kecepatan tumbuh dan pubertas terlambat. Faktor anemia kronis bukan merupakan faktor risiko yang bermakna untuk terjadinya penurunan kecepatan tumbuh dan pubertas terlambat pada pasien thalassemia.
6. Terima Kasih
Terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mambantu menyumbangkan tenaga dan pikiran dan berpartisipasi dalam penelitian ini
7. Daftar Acuan
1. Philip et. al. Thalassemia. Clinical of Pediatric Hematology and Oncology 5 th edition. 2001. 2. Wahidayat, PA. Komplikasi pada talasemia mayor. Dalam : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak X FK UNUD. Denpasar : Bagian IKA FK UNUD. 2009. 3. Saxena, A. Growth retardation in thalassemia major patient. Int J Hum Genet 2003;3(4):237-46 4. Maggio et. al. Clinical Aspect and Therapy of Thalassemia. Proprieta letteraria riservata. 2004. 5. Permono, Bambang. Hemoglobin Abnormal : Thalassemia. Dalam Buku Ajar Hematologi - Onkologi Anak. TIF. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2005. 6. Pemde et. al. Physical growth with children with thalassemia. Dove press journal Pediatric Health, Medicine and Therapeutics 2011;1319. 7. Hamidah et. al. Growth velocity in transfusion dependent prepubertal thalassemia patients : result from a thalassemia center in Malaysia. Southest Asian J Trop Med Public Health 2008;39(5). 8. Ermaya YS, Dany H, Lelani R. Hubungan Kadar Hemoglobin sebelum transfusi dan zat pengikat besi dengan kecepatan pertumbuhan penderita thalassemia mayor. Maj Kedokt Indon 2007;57(11):380-384. 9. Batubara J. 2004. Delayed puberty in thalassemia major patient. Paeditrica Indonesiana 2004;44:7-8. 10. Low, LCK. Growth and endocrine function in - thalassaemia major. Indian Journal Pediatri 2002: 411-415. 11. Hashemi A, Ghilian R, Golestan M, et.al. The study of growth in thalassemic patients and its correlation with serum ferritin level. Iranian journal of pediatric Hematology Oncology 20011;1(4):147- 151. 12. Made A, Ariawati K. Profil pertumbuhan, hemoglobin pre-transfusi, kadar feritin, dan usia tulang anak pada thalassemia mayor. Sari Pediatri 2011;13(4):162-166. 13. Skordis N. The multifactorial origin of growth failure in thalassemia. Pediatr Endocrinol rev 2011;8(2): 271-7. 14. Auda R. Pengaruh Berbagai Faktor Risiko Terhadap Gangguan Tumbuh Pada Pasien Thalassemia Mayor.Majalah Kedokteran Bandung 2006;43(1): 21-25. 15. Kattamis CA. Growth and development in children with thalassemia major. Acta Paeditr Scand 1990;366: 111-7. 16. Spiliotis, Bessie E. -Thalassemia and Normal Growth: Are They Compatible?. Europian Journal of Endocrinology 199;138:143-144. 17. Kaushansky et. al. Williams hematology 9 th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.2010. 18. Weatherall DJ, Clegg JB. The Thalassemia Syndrome Fourth Edition. Blackwell science 2001. 19. Low LCK Growth of children with beta- thalassemia major. Indian J Pediatr 2005;72(2): 159-64. 20. Chrysis DC. Novel application of igf-1 and igfbp-3 generation tests in the diagnosis of the growth hormone axis disturbances in children with - thalassemia. Cin Endocrinool 2001;54:253-259. 21. Raiola G. Growth and puberty in thalassemia major. J Pediatr Endocriol Metab 2003;16(2):259-266. 22. Moeryono HW, Fajar S, Aditya S. Pubertas terlambat pada anak thalassemia di RSAB Harapan Kita Jakarta. Sari Pediatri 2012;14(3): 162-166. 23. Anggororini D. Korelasi kadar feritin serum dengan kematangan seksual ada anak penyandang thalassemia mayor. Majalah Kedokteran Indonesia 2010;60(10):462-467. 24. Moayeri H, Oloomi Z. Prevalence of growth and puberty failure with respect to growth hormone and gonadotropin secretion in -thalassemia major. Arch Iranian Med 2006;9:259-266