Você está na página 1de 8

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERTUMBUHAN PASIEN

THALASSEMIA DI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG



Fitki Oktaria Puspitahati
1
, Rini Purnamasari
2
dan Enny Kusumastuti
3

1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Jl. Dr. Mohammad
Ali Komplek RSMH KM.3,5, Palembang, 30126, Indonesia
2. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Jl. Dr. Mohammad Ali
Komplek RSMH KM.3,5, Palembang, 30126, Indonesia
3. Departemen Farmasi , Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Jl. Dr. Mohammad Ali Komplek
RSMH KM.3,5, Palembang, 30126, Indonesia

Email : fitki.suyitno@gmail.com


Abstrak

Thalassemia merupakan penyakit kelainan hemoglobin yang dapat memberikan manifestasi gangguan pada tumbuh
kembang. Penyebab gangguan tumbuh dan kegagalan pubertas masih bersifat multifaktorial namun faktor-faktor yang
berpengaruh masih belum diketahui dengan pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status pertumbuhan dan
pubertas serta hubungan faktor risiko (usia, jenis kelamin, hemoglobin pratransfusi dan feritin) dengan kecepatan
tumbuh dan pubertas terlambat pada pasien thalassemia. Penelitian ini merupakan studi cross sectional pada 58 pasien
thalassemia di Departemen Kesehatan Anak, RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dari bulan Oktober-November
2013. Setiap subjek dilakukan pemeriksaan tinggi badan, berat badan dan status pubertas. Analisis statistik dilakukan
menggunakan uji Chi-square. Sebagian besar pasien thalassemia mengalami gangguan tumbuh, yakni memiliki
perawakan pendek (<persentil 5), yakni 63,79%. Terdapat 63,8% pasien yang mengalami penurunan kecepatan tumbuh
dan 20,7% mengalami pubertas terlambat. Ada hubungan yang bermakna antara feritin dengan penurunan kecepatan
tumbuh (p=0,00) dan pubertas terlambat (p=0,00). Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia (p=0,42) dan jenis
kelamin (p=0,09) dengan penurunan kecepatan tumbuh. Kadar hemoglobin pratranfusi bukan merupakan faktor risiko
yang bermakna untuk penurunan kecepatan tumbuh (OR=2; p=0,069) dan pubertas terlambat (OR=5; p=0,16).
Sebagian besar pasien thalassemia mengalami gangguan tumbuh dan pubertas terlambat. Adanya kelebihan besi
berpengaruh kuat terhadap adanya gangguan tumbuh dan pubertas terlambat namun kadar hemoglobin pratransfusi
bukan merupakan faktor risiko yang bermakna.

Keywords: thalassemia, kecepatan tumbuh, kegagalan pubertas, feritin, cross sectional


Abstract

Thalassemia is inherited hemoglobinopathy disease , which is cause disturbance in growth and development. The
etiology of growth and development disturbance remains multifactorial but factors affect growth remain unclear. The
aim of this study were to determine the growth and pubertal status and the correlation of risk factors (age, sex, pre-
transfusion hemoglobin, and ferritin) with retardation of growth velocity and delayed puberty in patients with
thalassemia. This is cross sectional study of 58 patients with thalassemia in Department of Child Health, Dr.
Mohammad Hoesin Hospital, Palembang that conducted from October-November 2013. Each subject underwent
examinations to determine height, weight, and pubertal status. Statistical analysis was carried out using Chi-square test.
Most of patients had growth disturbance. There were 63,8% patients had short stature, 63,8% patients had retardation
of growth velocity and 20,7% had delayed puberty. There were significant correlation of ferritin with retardation of
growth velocity (p=0,00) and delayed puberty (p=0,00). There was no correlation between age (p=0,42) and sex
(p=0,09) with retardation of growth velocity. Pre-transfusion hemoglobin was not significant risk factor of retardation
of growth velocity (OR=2; p=0,069) and delayed puberty (OR=5; p=0,167). Most of patients had delayed puberty and
growth disturbance. Iron overload had strong correlation with growth disturbance and delayed puberty. Pre-transfusion
hemoglobin was not significant risk factor of growth disturbance and delayed puberty.

Keywords: thalassemia, growth velocity, delayed puberty, ferritin, cross sectional

1. Pendahuluan

Thalassemia merupakan kelompok kelainan darah
yang bersifat genetik yang diturunkan secara autosomal
resesif yang ditandai dengan berkurangnya sintesis
rantai polipeptida ( atau ) yang membentuk molekul
normal hemoglobin pada sel darah merah. Gangguan
tersebut dapat menyebabkan keadaan hematopoiesis
yang tidak efektif dan peningkatan hemolisis sel darah
merah dengan berbagai derajat.
1
Berdasarkan data
World Health Organization (WHO) sekitar 5- 7%
penduduk dunia adalah carrier atau pembawa sifat
thalassemia. Sekitar 100.000 pasien dengan Thalassemia
membutuhkan transfusi secara regular. Thalassemia
juga banyak dialami anak-anak Indonesia. Prevalensi
Thalassemia dan berturut-turut adalah 1,2-11 % dan
3-10 % dan diperkirakan jumlah pasien Thalassemia
baru yang lahir setiap tahun di Indonesia cukup tinggi,
yakni sekitar 2.500 anak.
2
Thalassemia secara klinis akan tampak anemia
berat, hepatosplenomegali, gangguan makan dan
pertumbuhan terhambat. Thalassemia merupakan
penyakit yang memberikan manifestasi gangguan pada
tumbuh kembang. Terapi transfusi dan terapi kelasi besi
sekarang ini dapat meningkatkan prognosis jangka
panjang. Adanya peningkatan usia harapan hidup
mengindikasikan suatu fakta bahwa terapi modern
umumnya aman dan efektif namun komplikasi menjadi
sangat jelas pada anak thalassemia yang mendekati usia
pubertas, karena banyak yang mengalami hambatan
tumbuh dan kegagalan pubertas.
3
Komplikasi tersebut
timbul akibat hemosiderosis sekunder yang berimbas
pada kerusakan organ, terutama jantung, hati, kelenjar
endokrin sehingga dapat menyebabkan gangguan
tumbuh dan kegagalan pubertas.
1,4,5
Sebagian besar pasien akan mengalami
pertumbuhan normal pada masa anak-anak namun
selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan dan
keterlambatan pubertas. Hasil penelitian yang dilakukan
di India pada tahun 2011 menunjukkan bahwa kira-kira
1/3 (33,11 %) pasien Thalassemia mayor yang
bergantung dengan transfusi mengalami perawakan
pendek yang berhubungan dengan status kelebihan
besi.
6
Hasil penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa
perawakan pendek pada anak thalassemia lebih banyak
pada mereka yang berusia >10 tahun (83,3 %)
dibandingkan dengan anak yang usianya <10 tahun
(16,7 %).
7
Penelitian yang dilakukan di bagian anak
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung tahun 2007
dengan hasil sebanyak 76,4% subyek penelitian
mengalami gangguan kecepatan pertumbuhan.
8
Pubertas
terlambat juga dilaporkan pada 56% pasien di Jakarta.
9
Gagal tumbuh dan pubertas terlambat. pada pasien
Thalassemia mayor memang telah diketahui selama
bertahun-tahun dan tetap terjadi meskipun sudah
menerima transfusi. Patogenesis gagal tumbuh masih
multifaktorial dan faktor-faktor yang berhubungan
masih belum diketahui secara pasti. Masalah
fundamental adalah adanya besi bebas dan
hemosiderosis yang menginduksi kerusakan pada
kelenjar endokrin. Faktor faktor yang lain juga
berkontribusi seperti anemia dan hipoksia kronik yang
terjadi pada pasien Thalassemia, penyakit hati kronik,
defisiensi seng dan asam folat, penggunaan intensif dari
agen-agen kelasi besi seperti desferioksamin, faktor
emosional, endokrinopati (hipogonadisme, pubertas
terlambat, hipotiroid, gangguan hemostasis kalsium dan
penyakit tulang) dan yang terakhir adalah disregulasi
pada axis GH-IGF-1.
6
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pertumbuhan dan pubertas pada pasien thalassemia dan
hubungannya dengan hemoglobin, feritin, usia dan jenis
kelamin.

2. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-
analitik dengan rancangan cross sectional yang
berlangsung sejak Oktober sampai November 2013.
Subjek Penelitian adalah penderita thalassemia yang
dirawat di ruang thalassemia, Departemen Kesehatan
Anak, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang
memiliki data rekam medik lengkap seperti data tinggi
badan kunjungan 6 bulan-1 tahun terakhir, hemoglobin
pratransfusi selama 1 tahun dan feritin. Kriteria eksklusi
adalah penderita yang menderita penyakit kronik lain
seperti tuberkulosis paru dan menolak berpartisipasi
dalam penelitian. pada penelitian ini didapatkan jumlah
58 pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian.
Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan
pengukuran antropometri untuk mengetahui tinggi
badan dan berat badan. Status pubertas diperiksa dengan
menggunakan panduan stadium Tanner. Subjek
dikategorikan sebagai pubertas terlambat jika tidak ada
pembesaran payudara (M0-M1) pada perempuan usia 13
tahun atau tidak adanya peningkatan volume testis (<4
mL) pada laki-laki usia 14 tahun. Kecepatan tumbuh
dihitung dengan menghitung penambahan tinggi badan
dari tinggi badan lalu dalam selang waktu 6 bulan 1
tahun. Subjek dinyatakan mengalami penurunan
kecepatan tumbuh jika kecepatan tumbuh <persentil 5
pada kurva kecepatan tumbuh. Data usia, jenis kelamin,
jenis terapi kelasi besi didapatkan dari rekam medik.
Data rata-rata hemoglobin pratranfusi di bagi menjadi
dua kelompok, yakni <7 g/dL dan >7 g/dL. data feritin
juga dibagi menjadi dua kelompok, yakni <2000 ng/mL
dan >2000 ng/mL. Untuk keperluan analisis, usia dibagi
menjadi dua kelompok, yakni <10 tahun dan >10 tahun.
Untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen (usia, jenis kelamin, hemoglobin
pratransfusi dan feritin) terhadap variabel dependen
(kecepatan tumbuh dan status pubertas), dilakukan uji
Chi-square.

3. Hasil

Selama periode penelitian, terdapat 58 pasien
thalassemia yang terdiri dari 26 (44,8%) laki-laki dan
32 (55,2%) perempuan. usia subjek berkisar antara 3-20
tahun dan banyak jumlahnya pada kelompok usia 6-11
tahun (60,3%). Sebagian besar memiliki gizi baik
(48,3%) dan total 34,4% mengalami malnutrisi.
Terdapat 63,8% yang mengalami perawakan pendek
<persentil 5. Semua subjek sudah menerima terapi
kelasi dan sebagian besar mengonsumsi deferiprone
(98,3%).
Rerata kadar Hb pretransfusi masih rendah, yakni
6,56 1,231g/dL yang mana 62,1% subjek memiliki
kadar Hemoglobin 6-8 g/dL. Terdapat total 58,6 subjek
memiliki kadar feritin >2000 ng/mL kdengan rentang
283-12890 ng/mL. Rerata kadar feritin masih tinggi
subjek penelitian berada pada kadar 2675,92128,5
ng/mL.
Terdapat 63,8% subjek dengan kecepatan tumbuh
yang menurun dan 36,2% memiliki kecepatan tumbuh
yang normal. Untuk subjek yang sudah memasuki usia
pubertas, 40% sudah mengalami pubertas dan 60% yang
mengalami pubertas terlambat.
Berdasarkan hasil uji Chi-square terdapat hubungan
yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan
penurunan kecepatan tumbuh dengan masing-masing
nilai p adalah p=0,42 dan p=0,09. Terdapat hubungan
yang bermakna antara kadar feritin yang tinggi dan
penurunan kecepatan tumbuh (p=0,00; OR=85,7). Nilai
OR>1 menunjukkan bahwa pasien thalassemia yang
memiliki kadar feritin >2000 ng/mL 85 kali lebih
berisiko mengalami penurunan kecepatan tumbuh.
Kadar hemoglobin pratransfusi memiliki risiko 2 kali
lebih besar untuk mengalami penurunan kecepatan
tumbuh namun secara statistik hubungan tersebut tidak
bermakna (p=0,06; OR=2,8).
Ada hubungan yang bermakna antara kadar feritin
yang tinggi >2000 ng/mL dan pubertas terlambat
(p=0,00). Kadar hemoglobin pratransfusi merupakan
faktor risiko adanya pubertas terlambat namun secara
statistik hubungannya tidak bermakna (p=0,16; OR=5).
Berdasarkan hasil uji Chi-square terdapat hubungan
yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan
penurunan kecepatan tumbuh dengan masing-masing
nilai p adalah p=0,42 dan p=0,09. Terdapat hubungan
yang bermakna antara kadar feritin yang tinggi dan
penurunan kecepatan tumbuh (p=0,00; OR=85,7). Nilai
OR>1 menunjukkan bahwa pasien thalassemia yang
memiliki kadar feritin >2000 ng/mL 85 kali lebih
berisiko mengalami penurunan kecepatan tumbuh.
Kadar hemoglobin pratransfusi memiliki risiko 2 kali
lebih besar untuk mengalami penurunan kecepatan
tumbuh namun secara statistik hubungan tersebut tidak
bermakna (p=0,06; OR=2,8).
Ada hubungan yang bermakna antara kadar feritin
yang tinggi >2000 ng/mL dan pubertas terlambat
(p=0,00). Kadar hemoglobin pratransfusi merupakan
faktor risiko adanya pubertas terlambat namun secara
statistik hubungannya tidak bermakna (p=0,16; OR=5).

Tabel 1. Karakteristik Umum Subjek

Karakteristik n=58
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan

26 (44,8%)
32 (55,2%)
Usia
2-5 tahun
6-11 tahun
12-17 tahun
18-20 tahun

3 (5,2%)
35 (60,3%)
15 (25,9%)
5 (8,6%)
Tinggi Badan
Normal
Pendek
Sangat pendek

10 (17,2%)
11 (19%)
37 (63,8%)
Status Gizi
Obesitas
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Sedang
Gizi Kurang
Gizi Buruk

4 (6,9%)
6 (10,3%)
28 (48,3%)
16 (27,6%)
2 (3,4%)
2 (3,4%)
Terapi Kelasi besi
Deferiprone
Deferasirox

57 (98,3%)
1 (1,7%)

Tabel 2. Karakteristik Hasil Laboratorium



Karakteristik n=58 Total
(%) L P
Hb
Pratransfusi
RerataSD 6,56 1,231g/dL
Rentang 3,2-9,8 g/dL
<6 8 8
16
(27,6%)
6-8 17 19
36
(62,1%)
8-10 1 5
6
(10,3%)
Feritin
RerataSD 2675,92128,5 ng/mL
Rentang 283-12890 ng/mL
<2000 11 13
24
(41,4%)
2000-5000 11 15
26
(44,8%)
>5000 4 4
8
(13,8%)
Tabel 3. Karakteristik Khusus Subjek

Tabel 4. Analisis Bivariat Variabel Independen dan Kecepatan Tumbuh

Tabel 5. Analisis Bivariat Variabel Independen dan Status Pubertas

4. Pembahasan
Rata-rata kadar hemoglobin pratransfusi dalam satu
tahun berkisar antara 3,2-9,8 gr/dl dengan rerata sebesar
6,56 g/dL dan 62,1% pasien dengan kadar hemoglobin
berkisar 6-8 g/dL. Hasil tersebut menunjukkan masih
sedikitnya pasien yang menjaga kadar hemoglobinnya
tetap dalam batas >8,5 g/dL yang sangat kuat
pengaruhnya untuk pertumbuhan terutama pada dekade
pertama kehidupan. Rendahnya kadar hemoglobin
pratransfusi bisa dipengaruhi oleh faktor sosioekonomi,
faktor geografis, dan jarak rumah dengan rumah sakit
atau pusat transfusi. Di RSMH khususnya, rata-rata
pasien thalassemia termasuk dalam kategori
sosioekonomi rendah dan juga banyak yang berasal dari
daerah. Jarak yang jauh dapat mempengaruhi para orang
tua untuk menunda transfusi sampai gejala memang
benar terlihat sehingga kadar hb pratransfusi rendah.
Sebagian besar kadar feritin subjek masih tinggi
>2000 ng/mL. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh
dengan penelitian Pemde (2011) di India yang
melaporkan bahwa 31,21% pasien memiliki kadar
feritin <2000 ng/mL dan 69,79% pasien memiliki kadar
feritin >2000 ng/mL (Pemde,2011).
6
Rerata kadar feritin
dalam penelitian ini adalah 2675,99 ng/mL. Hasil
tersebut juga sesuai dengan penelitian di Hongkong
yang menunjukkan rerata kadar feritin pada pasien
thalassemia yang tidak jauh berbeda, yakni 2729
Karakteristik
n=58
Total (%)
Laki-laki Perempuan
Kecepatan Tumbuh Normal 13 (61,9%) 8 (38,1%) 21 (36,2%)
Menurun 13 (35,1%) 24 (64,9%) 37 (63,8%)
Status Pubertas Pubertas 7 (87,5%) 1(12,5%) 8 (40%)
Pubertas terlambat 4 (33,3%) 8 (66,7%) 12 (60%)
Variabel independen
Kecepatan Tumbuh
Nilai p
OR
(CI) Menurun Normal
Usia
10 tahun 20 13
0,42
0,724
(0,243-2,519) <10 tahun 17 8
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 13
0,09
0,333
(0,110-1,011) Perempuan 24 18
Kadar Feritin
>2000 ng/mL 30 1
0,00
85,714
(9,783
750,963)
2000 ng/mL 7 20
Kadar Hb
pratransfusi
7 g/dL 28 11
0,06
2,828
(0,905-8,835) >7 g/dL 9 10
Variabel independen
Status Pubertas
Nilai p
OR
(CI)
Terlambat Normal
Kadar Feritin
>2000 ng/mL 9 0
0,00
*
-
2000 ng/mL 3 8
Kadar Hb
Pratransfusi
7 g/dL 9 3
0,16
*
5,000
(0,720-34,726)
>7 g/dL 3 5
*Fisher Exact Test
ng/mL.
10
Semua subjek penelitian telah mendapat terapi
kelasi besi dengan 93,8% mengonsumsi deferiprone dan
hanya 1,7% deferasirox. Walaupun semua subjek sudah
mendapat terapi kelasi besi terlihat bahwa rerata kadar
feritin masih tinggi dan total hampir 58,6% subjek
memiliki kadar feritin >2000 ng/mL. Hal ini
menunjukkan adanya terapi kelasi besi yang tidak
adekuat yang dijalankan oleh subjek bisa dipengaruhi
oleh ketidakpatuhan dalam frekuensi konsumsi obat
dan dosis yang tidak sesuai sehingga kadar feritin masih
tinggi. Kadar feritin dipengaruhi oleh beberapa faktor
termasuk usia pertama kali menerima transfusi, usia saat
mendapat kelasi besi, dan kepatuhan dan keefektifan
dari kelasi besi .
6
Kelebihan besi, yang ditunjukkan
dengan feritin yang meningkat, berperan besar terhadap
adanya komplikasi pada pasien thalassemia. Selain itu,
kelasi besi yang tidak adekuat juga menjadi faktor
penyebab ganggguan tumbuh.
Lebih dari 50% subjek penelitian merupakan anak
dengan perawakan sangat pendek yakni 63,8 % (37
orang). Hasil penelitian ini juga sama hasilnya dengan
penelitian Hashemi (2011) di Iran yang melaporkan
bahwa sebagian besar pasien thalassemia memiliki
perawakan sangat pendek (65,71%) dan 34,29% pasien
merupakan pasien yang tinggi badannya normal dan
pendek.
11
Penelitian lain di Malaysia pada pasien
thalassemia berusia 2-24 tahun menunjukkan bahwa
54,5 % pasien mengalami perawakan sangat pendek.
7
Pada penelitian yang dilakukan Made dkk menunjukkan
26% anak perawakan pendek.
12
Pada Penelitian lain,
33,1% pasien mengalami perawakan pendek dan kadar
feritin secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan
perawakan pendek.
6
Penelitian Hashemi dkk
menunjukkan 65,71% pasien mempunyai tinggi badan
<persentil 5 (sangat pendek).
11
Adanya perawakan
pendek erat hubungannya dengan hipoksia kronis,
kelebihan besi, toksisitas agen kelasi besi, defisiensi
zink dan malnutrisi.
13
Malnutrisi merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap gangguan tumbuh
kembang yang dalam penelitian ini terdapat total 34,4%
pasien mengalami malnutrisi sedang hingga berat.

Kecepatan pertumbuhan pada anak sebelum usia
pubertas adalah 5-6 cm/tahun. Seorang anak bisa
dikatakan mengalami gangguan kecepatan pertumbuhan
jikalau pada usia 3 tahun hingga pubertas mengalami
kecepatan pertumbuhan <4,5 cm/tahun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penelitian, terdapat 63,8% pasien
yang memiliki kecepatan tumbuh yang
menurun/terganggu. Penelitian di Malaysia juga
menunjukkan hasil yang serupa bahwa terdapat 57,7 %
pasien thalassemia yang mengalami penurunan
kecepatan tumbuh.
7
Penelitian lain di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung melaporkan bahwa 76,4%
pasien thalassemia mengalami gangguan kecepatan
pertumbuhan.
8
Hasil analisis bivariat menunjukkan
kadar hemoglobin pratransfusi merupakan faktor risiko
penurunan kecepatan tumbuh namun secara statistik
tidak bermakna (p=0,069). Hal ini dibuktikan dengan
distribusi kecepatan tumbuh berdasarkan kadar
hemoglobin menunjukkan pasien yang memiliki
kecepatan tumbuh yang menurun terdapat 75,7%
dengan Hb pratransfusi 7 g/dL dan 24,3% yang
memiliki Hb pratransfusi >7 g/dL. Penelitian
sebelumnya oleh Auda dkk. melaporkan hasil yang
serupa. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
kadar Hb pratransfusi merupakan faktor risiko adanya
penurunan kecepatan tumbuh pada pasien thalassemia
namun secara statistik hubungan diantara keduanya
tidak bermakna (p=0,513).
14
Penelitian lain juga
membenarkan hasil tersebut seperti penelitian Ermaya
dkk. yang menunjukkan bahwa kadar Hb pratransfusi
merupakan faktor risiko penurunan kecepatan tumbuh
namun secara statistik hubungan diantara keduanya juga
tidak bermakna (p=117).
8
Hal tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kattamis (1990)
mengemukakan bahwa adanya faktor hipoksia kronis
terutama pada umur <10 tahun dapat menyebabkan
gangguan pada pertumbuhan.
15
Gangguan pertumbuhan akan mulai tampak
terutama pada usia >10. Pada usia >10 tahun kecepatan
tumbuh akan cenderung menurun sehingga tinggi final
anak tersebut akan lebih pendek dari tinggi yang
diramalkan berdasarkan genetik. Setelah usia 10 tahun,
walaupun kadar hemoglobin dijaga pada kadar yang
adekuat, banyak anak thalassemia masih mengalami
penurunan pertumbuhan. Pada anak yang memasuki
usia pubertas terdapat penurunan growth spurt yang
ditandai dengan adanya deselarisasi. Dalam hal ini,
faktor kelebihan besi sangat berpengaruh.
16
Dalam
penelitian ini, untuk distribusi kecepatan tumbuh
berdasarkan usia, terdapat 54,5% subjek dengan usia
>10 tahun mengalami penurunan kecepatan
pertumbuhan dan 45,5% % berusia >10 tahun. Hamidah
dkk juga mengemukakan hal yang demikian bahwa
gangguan tumbuh banyak pada pasien >10 tahun.
7

Walaupun demikian, dalam analisis bivariat, tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan
penurunan kecepatan tumbuh dalam penelitian ini
(p=0,424). Untuk analisis hubungan antara usia dan
kecepatan tumbuh didapatkan nilai p=0,562 (p>0,05),
yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara usia dan kecepatan tumbuh pada pasien
thalassemia. Penelitian yang dilakukan oleh Hamidah di
Malaysia pada 26 pasien thalassemia melaporkan hasil
yang serupa bahwa hubungan antara usia dan kecepatan
tumbuh tidak bermakna (p=0,27).
7
Namun terdapat
perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh
Hamidah dan peneliti. Dalam penelitian Hamidah,
subjek yang dimasukkan dalam penelitian adalah subjek
yang belum memasuki usia pubertas (<13 tahun). Disisi
lain, penelitian ini memasukkan subjek penelitian tidak
hanya yang belum memasuki usia pubertas saja namun
juga yang sudah memasuki usia pubertas dimasukkan
dalam subjek penelitian. Untuk penelitian lain yang
sesuai kriterianya dengan dengan penelitian ini belum
ditemukan.
Pada penelitian ini, penurunan kecepatan
pertumbuhan lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada laki-laki. Hubungan diantara kecepatan tumbuh
dan jenis kelamin tidak bermakna secara statistik
(p=0,090) dan bukan merupakan faktor risiko
(OR=0,33). Penelitian oleh Saxena melaporkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara kecepatan
tumbuh kelompok laki-laki dan perempuan. Hasil
penelitian mereka melaporkan bahwa setelah usia 11
tahun pada laki-laki dan 9 tahun pada perempuan
terdapat penurunan laju pertumbuhan yang berhubungan
dengan lambatnya pertumbuhan segmen atas. Tidak
terdapat laju pertumbuhan yang menanjak signifikan
pada laki-laki namun perempuan dapat mengalami laju
pertumbuhan yang tinggi setelah usia 15 tahun.
3
Dalam penelitian ini, feritin merupakan faktor
risiko terjadinya penurunan kecepatan tumbuh pada
pasien thalassemia (OR=85). Distribusi kecepatan
tumbuh berdasarkan kadar feritin didapatkan bahwa
terdapat 381% dengan feritin >2000 ng/mL dan hanya
19% dengan kadar feritin 2000 ng/mL memiliki
kecepatan tumbuh yang menurun. Penelitian Made juga
menunjukkan bahwa pasien yang memiliki kecepatan
tumbuh <5 cm/tahun semuanya memiliki kadar feritin
>2000 ng/mL.
12
Dalam penelitian ini, terdapat hubungan
yang bermakna antara feritin dan penurunan kecepatan
tumbuh (p=0,00). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya oleh Hamidah di Malaysia, yang
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
kadar feritin dan kecepatan tumbuh ( p = 0,02).
7
Kelebihan besi pada pasien thalassemia disebabkan
oleh transfusi darah yang multipel. Hal tersebut
disebabkan karena transfusi darah dapat mengganggu
keseimbangan besi dalam tubuh. Setiap unit PRC
(packed red blood cell) yang digunakan dalam transfusi
mengandung 200-250 mg besi sedangkan asupan besi
harian yang normal adalah sekitar 1-2 mg. Selain itu,
terdapat peningkatan absorbsi besi pada saluran cerna
sebagai efek dari eritropoiesis yang tidak efektif.
17
Hal
ini yang memicu terjadinya kelebihan besi. adanya
deposit besi dapat tersebar pada organ-organ terutama
hati, jantung dan terutama kelenjar endokrin.
1
Walaupun
mekanisme pasti belum dipastikan, kelebihan besi dapat
memicu adanya pembentukan radikal bebas dan
peroksidasi lipid sehingga dapat memicu adanya
kerusakan jaringan pada kelenjar endokrin. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya kelebihan besi dapat
menyebabkan fibrosis pada kelenjar endokrin yang
berpengaruh dalam insufisiensi endokrin).
18

Mekanisme gagal tumbuh akibat kelebihan besi
secara pasti masih belum diketahui namun banyak
penelitian menghubungkan dengan gangguan pada aksis
IGF-1 dan respon hormon pertumbuhan. beberapa
penelitian melaporkan adanya penurunan kadar IGF-1
dan IGFBP-3 pada pasien dengan perawakan pendek.
Penurunan tersebut berhubungan dengan penurunan
sintesis yang disebabkan oleh hemosiderosis hati,
namun penurunan IGF-1 bukan merupakan faktor utama
gangguan tumbuh.
19,20
Adanya penurunan IGF-1
berpengaruh pada pertumbuhan kartilago tulang. Peran
hormon pertumbuhan dalam gangguan tumbuh masih
kurang jelas. Sekresi hormon pertumbuhan pada pasien
dengan perawakan pendek sebagian besar normal
namun ada juga yang menurun. Pada pasien tersebut,
respon hormon pertumbuhan dengan GHRH subnormal
dan sangat terganggu terutama pada pasien dengan
pubertas terlambat.
19
Disfungsi sekresi hormon
pertumbuhan bukan temuan yang sering pada pasien
thalassemia dengan gangguan tumbuh namun
kemungkinan berhubungan dengan derajat kelebihan
besi pada pitutari.
3
Kelebihan besi merupakan faktor utama pubertas
terlambat dan hipogonadisme. Gonadotrop pituitari
sangat sensitif terhadap kerusakan oksidatif yang
disebabkan oleh kelebihan besi. Pencitraan dengan
menggunakan MRI pada anterior pituitary menunjukkan
adanya hemosiderosis. Respon Gonadotropin terhadap
GnRH berkorelasi dengan derajat deposit besi. Hal ini
yang agaknya berhubungan dengan insufisiensi dari
kelenjar pituitari yang bermanifestasi sebagai
hipogonadisme.
13,21
Deposit besi di ovarium dan testis
juga dapat menyebabkan pubertas terlambat akibat
kegagalan gonad.
22
Pada penelitian ini, sekitar 65,5 % subjek penelitian
termasuk dalam kategori prapubertas. Ada 13,8% yang
sudah memiliki ciri-ciri pubertas berdasarkan Tanner
Stage dan 20,7 % subjek yang sudah memasuki usia
pubertas namun belum memiliki tanda-tanda pubertas
(pubertas terlambat). Penelitian Batubara di RSCM
Jakarta melaporkan bahwa 56% pasien mengalami
keterlambatan pubertas.
9
Penelitian lain di RS Anak dan
Bunda Harapan Kita menunjukan 35,7 % subjek
mengalami pubertas terlambat.
23
Skordis
mengemukakan bahwa pubertas dan hipogonadisme
merupakan konsekuensi klinik utama dari keadaan
kelebihan besi. Adanya deposit besi pada pituitari
anterior menyebabkan adanya hipogonadotropin
hipogonadisme.
13
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat
dalam distribusi pubertas terlambat berdasarkan kadar
feritin, 75% yang memiliki kadar feritin >2000 ng/mL
dan 24% dengan kadar feritin 2000 ng/mL. Penelitian
di Bali menunjukkan hal yang sama bahwa 26% subjek
yang mengalami gangguan tumbuh kesemuanya
memiliki kadar feritin >2000 ng/mL.
13
Analisis bivariat
menunjukkan hubungan yang bermakna antara feritin
dan pubertas terlambat (p=0,00). Penelitian case
control yang dilakukan oleh Anggororini di Bandung
juga mendapatkan hasil serupa yakni terdapat hubungan
antara kadar feritin serum dan keterlambatan pubertas
(p=0,018).
23
Hasil penelitian oleh Moayeri dan Oloomi
di Iran juga melaporkan adanya hubungan yang
bermakna antara kadar feritin serum dan pubertas
terlambat.
24
Kadar Hb pratransfusi merupakan faktor risiko
keterlambatan pubertas pada pasien thalassemia. Namun
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar
hemoglobin pratransfusi dan pubertas terlambat
(p=0,344). Belum ditemukan penelitian yang
menghubungkan antara status pubertas dan kadar
hemoglobin pratransfusi. Menurut teori, penyebab
keterlambatan pubertas pada anak thalassemia adalah
multifaktorial. Menurut Kullin, pubertas pada anak
thalassemia dipengaruhi oleh kadar hemoglobin.
Anemia kronis menjadi salah satu penyebab adanya
keterlambatan pubertas. Namun, kelebihan besi masih
menjadi faktor utama yang sangat berpengaruh dalam
terjadinya keterlambatan pubertas pada anak
thalassemia. Oleh karena itu, anak thalassemia
dianjurkan untuk menjaga kadar hemoglobin diatas
kadar yang diajurkan (>8,5-10 g/dL ) untuk menjaga
pertumbuhan dan perkembangan pubertasnya.
13


5. Kesimpulan

Sebagian besar pasien thalassemia mengalami
perawakan pendek, penurunan kecepatan tumbuh dan
pubertas terlambat. Adanya kelebihan besi sangat
bermakna hubungannya dengan penurunan kecepatan
tumbuh dan pubertas terlambat. Faktor anemia kronis
bukan merupakan faktor risiko yang bermakna untuk
terjadinya penurunan kecepatan tumbuh dan pubertas
terlambat pada pasien thalassemia.

6. Terima Kasih

Terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah mambantu menyumbangkan tenaga dan
pikiran dan berpartisipasi dalam penelitian ini

7. Daftar Acuan

1. Philip et. al. Thalassemia. Clinical of Pediatric
Hematology and Oncology 5
th
edition. 2001.
2. Wahidayat, PA. Komplikasi pada talasemia mayor.
Dalam : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak X FK UNUD. Denpasar : Bagian
IKA FK UNUD. 2009.
3. Saxena, A. Growth retardation in thalassemia major
patient. Int J Hum Genet 2003;3(4):237-46
4. Maggio et. al. Clinical Aspect and Therapy of
Thalassemia. Proprieta letteraria riservata. 2004.
5. Permono, Bambang. Hemoglobin Abnormal :
Thalassemia. Dalam Buku Ajar Hematologi -
Onkologi Anak. TIF. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI. 2005.
6. Pemde et. al. Physical growth with children with
thalassemia. Dove press journal Pediatric Health,
Medicine and Therapeutics 2011;1319.
7. Hamidah et. al. Growth velocity in transfusion
dependent prepubertal thalassemia patients : result
from a thalassemia center in Malaysia. Southest
Asian J Trop Med Public Health 2008;39(5).
8. Ermaya YS, Dany H, Lelani R. Hubungan Kadar
Hemoglobin sebelum transfusi dan zat pengikat
besi dengan kecepatan pertumbuhan penderita
thalassemia mayor. Maj Kedokt Indon
2007;57(11):380-384.
9. Batubara J. 2004. Delayed puberty in thalassemia
major patient. Paeditrica Indonesiana 2004;44:7-8.
10. Low, LCK. Growth and endocrine function in -
thalassaemia major. Indian Journal Pediatri 2002:
411-415.
11. Hashemi A, Ghilian R, Golestan M, et.al. The study
of growth in thalassemic patients and its correlation
with serum ferritin level. Iranian journal of
pediatric Hematology Oncology 20011;1(4):147-
151.
12. Made A, Ariawati K. Profil pertumbuhan,
hemoglobin pre-transfusi, kadar feritin, dan usia
tulang anak pada thalassemia mayor. Sari Pediatri
2011;13(4):162-166.
13. Skordis N. The multifactorial origin of growth
failure in thalassemia. Pediatr Endocrinol rev
2011;8(2): 271-7.
14. Auda R. Pengaruh Berbagai Faktor Risiko
Terhadap Gangguan Tumbuh Pada Pasien
Thalassemia Mayor.Majalah Kedokteran Bandung
2006;43(1): 21-25.
15. Kattamis CA. Growth and development in children
with thalassemia major. Acta Paeditr Scand
1990;366: 111-7.
16. Spiliotis, Bessie E. -Thalassemia and Normal
Growth: Are They Compatible?. Europian Journal
of Endocrinology 199;138:143-144.
17. Kaushansky et. al. Williams hematology 9
th
edition.
The McGraw-Hill Companies, Inc.2010.
18. Weatherall DJ, Clegg JB. The Thalassemia
Syndrome Fourth Edition. Blackwell science 2001.
19. Low LCK Growth of children with beta-
thalassemia major. Indian J Pediatr 2005;72(2):
159-64.
20. Chrysis DC. Novel application of igf-1 and igfbp-3
generation tests in the diagnosis of the growth
hormone axis disturbances in children with -
thalassemia. Cin Endocrinool 2001;54:253-259.
21. Raiola G. Growth and puberty in thalassemia major.
J Pediatr Endocriol Metab 2003;16(2):259-266.
22. Moeryono HW, Fajar S, Aditya S. Pubertas
terlambat pada anak thalassemia di RSAB Harapan
Kita Jakarta. Sari Pediatri 2012;14(3): 162-166.
23. Anggororini D. Korelasi kadar feritin serum dengan
kematangan seksual ada anak penyandang
thalassemia mayor. Majalah Kedokteran Indonesia
2010;60(10):462-467.
24. Moayeri H, Oloomi Z. Prevalence of growth and
puberty failure with respect to growth hormone and
gonadotropin secretion in -thalassemia major.
Arch Iranian Med 2006;9:259-266

Você também pode gostar