Você está na página 1de 2

Angka Peroksida pada Minyak Kelapa Tradisional dan Pada Minyak Kelapa Curah yang

Beredar di Pasar Payangan


Latar Belakang
Minyak goreng adalah salah satu dari sembilan bahan pokok pangan yang digunakan
hampir di seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan penduduk yang pesat juga mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan pangan di masyarakat. Salah satunya adalah konsumsi minyak goreng.
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai pengolah bahan
makanan. Selain itu, minyak berperan penting dalam gizi karena merupakan sumber energi,
citarasa, serta pelarut vitamin A, D, E, dan K (Sudarmadji, 1996).
Tingginya permintaan minyak goreng di pasaran mengakibatkan banyaknya variasi
minyak goreng yang beredar dipasaran, mulai dari minyak goreng kelapa yang diolah secara
tradisional oleh masyarakat, minyak goreng kemasan pabrik, minyak goreng curah, dll. Dari
sekian banyak jenis minyak goreng masyarakat lebih sering menggunakan minyak goreng kelapa
curah yang harganya lebih terjangkau dan minyak goreng kelapa yang diolah secara tradisional
yang diyakni oleh masyarakat kualitasnya lebih bagus.
Namun pada umumnya minyak adalah suatu senyawa yang mudah mengalami kerusakan
karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik baik enzimatik maupun non enzimatik. Diantara
kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang dapat
terjadi karena penyimpanan minyak, proses pengolahan minyak yang kurang baik dan
penggunaan minyak yang berulangkali. Kerusakan akibat autooksidasi minyak ini merupakan
kerusakan yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan dari
oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau rancid
terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat
dinyatakan sebagai angka peroksida (Feri, 2010).
Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas. Dalam jangka
waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin
dalam bahan pangan berlemak. Peroksida mempercepat proses timbulnya bau tengik pada bahan
pangan dan minyak goreng. Apabila jumlah peroksida pada bahan pangan dan minyak goreng
tersebut melebihi standar mutu maka akan bersifat beracun dan tidak dapat dikonsumsi. Jika
minyak dan bahan pangan tersebut dikonsumsi, maka akan timbul gejala diare, kelambatan
pertumbuhan, pembesaran organ, deposit lemak tidak normal, kontrol tidak sempurna pada pusat
syaraf dan mempersingkat umur. Nilai gizi minyak goreng yang telah teroksidasi lebih rendah
dibandingkan dengan minyak goreng yang masih segar, sehingga dapat mengganggu kesehatan
dan pencernaan. Gangguan kesehatan yang terjadi antara lain gatal pada tenggorokan, iritasi
saluran pencernaan, dan kanker (Ketaren, 1986).

Você também pode gostar