Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh
Zufri Hasrudy Siregar,S.T.,M.Eng
I. PENDAHULUAN
a. Krisis Energi
Memasuki abad 21 ini, dunia mulai menghadapi masalah krisis bahan bakar
mineral (minyak bumi) dan pencemaran udara karena penggunaan bahan bakar
tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa sumber-sumber minyak bumi yang ada di dunia
telah eksploarasi semakin lama semakin berkurang dan pada suatu saat akan mencapai
puncaknya sedangkan permintaan akan bahan bakar terus meningkat dengan tajam,
sehingga cadangan minyak dunia semakin menipis.
Di sisi lain penggunaan bahan bakar minyak bumi akan menghasilkan
senyawa karbon yang dapat menimbulkan efek rumah kaca. Hal ini terjadi karena
senyawa karbon yang ada di udara dan lingkungan semakin banyak tanpa bisa
dikurangi. Untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan ini sangatlah penting
untuk dikaji adanya bahan bakar alternatif sebagai upaya pengendalian pencemaran
udara oleh sengawa karbon.
Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak
bumi juga diperkirakan akan mengimpor bahan bakar minyak pada 10 tahun
mendatang, karena produksi dalam negeri tidak dapat lagi memenuhi permintaan pasar
yang meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan penduduk dan industri. Sebagai
gambaran, pada tahun 2002 konsumsi bahan bakar minyak Indonesia sekitar 57,8 juta
kilo liter setiap harinya, sektor transportasi merupakan pengguna terbesar bahan bakar
minyak ini. Dari konsumsi sebanyak itu 30% diperoleh dari impor, sehingga
diperkirakan pada tahun 2015 Indonesia akan akan menjadi pengimpor penuh minyak
bumi (net import) (Elisabeth dan Haryati, 2005).
b. Alternatif Biodiesel
Menyadari berbagai isu tersebut perlu adanya upaya untuk menyediakan
bahan bakar alternatif yang memiliki performasi yang tetap baik tetapi ramah
lingkungan dan dapat diperbaharui (renewable). Upaya tersebut diantaranya
optimalisasi energi alam seperti energi angin, matahari, apnas bumi, basis air, tanaman
(biomassa, minyak nabati), biodiesel, biogas dan hasil fermentasi. Sumber-sumber energi
tersebut telah terdeteksi dan pengembangannya telah disusun oleh pemerintah
Indonesia dalam blue print pengelolaan energi nasional 2005-2025.
Biodiesel yaitu salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari asam
lemak nabati atau hewani yang diproses dengan atau tanpa esterisikasi. Biodiesel yang
dibuat dari minyak-minyak nabati umumnya diperoleh dengan cara transesterifikasi.
Proses transesterifikasi adalah proses pengkonversian ester-ester trigliseride
menjadi ester-ester alkyl (alkyl esters) atau biasa disebut biodiesel.
Adapun proses pembuatan biodiesel secara continuous adalah sebagai berikut :
Recycled Pharmaceu-
Methano tical Glycerin
l
Sisa pemakaian minyak goreng ini biasa disebut juga sebagai minyak jelantah..
Pada rumah tangga dan tenpat-tempat usaha makanan minyak jelantah ini merupakan
limbah yang dibuang karena sudah tidak sehat/layak untuk dikonsumsi. Oleh karena itu
sebagai upaya pemanfaatan limbah tersebut dan upaya penyediaan energi alternatif
maka minyak jelantah ini perlu diteliti pemanfaatannya sebagai bahan pembuatan
biodiesel.
2) Pembuatan larutan metoksid. Larutan dibuat dari methanol dan katalis yang telah
dipersiapkan, dan dilakukan dalam botol gelas yang tertutup rapat dari udara luar.
Untuk mempercepat dan menyempurnakan melarutnya katalis ke dalam methanol
dibantu dengan pengocokan seperlunya sampai katalis sempurna terlarut..
Adapun perbandingan larutan metoksid dengan minyak jelantah 1: 4 jumlah katalis
yang digunakan 1% dari berat minyak jelantah.
Berat Minyak Jelantah yang digunakan : 2 liter
Perhitungan volume minyak jelantah :
Berat Beker glass : 450 gram
Berat Beker glass + minyak : 2.250 gram
Berat minyak jelantah : 1800 gram
Katalis yang digunakan adalah NaOH, volume yang digunkan adalah:
Matanol : 25 % x 1800 gram = 450 gram
NaOH : 1 % x 1800 gram = 18 gram
Panaskan methanol dengan campuran KOH pada suhu 50°C
3) Pemanasan bahan baku (minyak). Minyak perlu dipanaskan agar terjamin dalam
bentuk cair dan agar lebih reaktif terhadap larutan metoksid. Pemanasan dilakukan
di kompor pemanas sampai suhu 60°C (dibawah suhu penguapan methanol pada
tekanan udara luar 1 atm)..
Pada praktikum ini pemanasan dilakukan pada suhu 46°C, waktu pemanasan 10
menit.
Panaskan minyak jelantah yang telah disaring
9) Washing. Selesai waktu settling, crude bio dipindahkan ke dalam botol gelas khusus
untuk proses washing. Proses pencucian diperlukan untuk menghilangkan atau
membersihkan sisa-sisa katalis yang masih ada. Rata-rata diperlukan pengulangan
pencucian lima kali. Selesai washing , crude bio diukur volumenya.
10) Drying/pengeringan. Sisa-sisa air pencuci dan metanol dihilangkan dengan cara
pemanasan. Suhu pemanasan tergantung dari jumlah sisa-sisa impurities yang ada.
Jadi tergantung dari kesempurnaan pencucian. Bila masih terdapat air, memansan
dapat sampai 1000C.
11) Selesai proses pengeringan, dilakukan pengukuran volume biodiesel yang diperoleh,
kemudian dipindah ke botol gelas yang telah dipersiapkan.
12) Volume biodisel yang diperoleh adalah 350 ml. Volume yang dihasilkan ini cukup
kecil. Hal ini disebabkan oleh peralatan yang digunakan masih dalam perbaikan
sehingga selisih suhu antara campuran metoksid dan minyak jelantah cukup tinggi,
akhirnya pencampuran keduanya dalam tangki reaktor tidak sempurna.
IV. KESIMPULAN
Secara keseluruhan penggunaan bahan bakar biodiesel dari berbagai minyak
nabati ditinjau dari berbagai parameter unjuk kerja mesin diesel adalah sedikit lebih rendah
bila dibanding menggunakan minyak solar (petroleum diesel). Hal ini sangat memuaskan
mengingat keunggulan-keunggulan lain yang dimiliki oleh biodiesel terutama sifat
renewable dan rendah polutan.
Apalagi mesin diesel yang digunakan untuk pengujian dirancang untuk bahan
bakar solar murni.
Unjuk kerja mesin diesel sebenarnya dapat dimaksimalkan dengan penggunaan
bahan bakar biodiesel dengan catatan mesin di rancang khusus untuk lebih berpihak pada
karakter dan propertis bawaan biodiesel.