Você está na página 1de 11

REVOLUSI BURUH DI DUNIA BAG.

I KOMUNE PARIS



Komune Paris tahun 1871 merupakan pemerintahan buruh yang pertama di dunia.
Selama 72 hari, kaum buruh menguasai dan menjalankan kota. Meskipun umurnya
singkat, Komune tersebut menunjukkan bahwa kelas pekerja mampu mengambil alih
kekuasaan dan menjalankannya secara demokratis dan kolektif demi kepentingan
mayoritas, kepentingan rakyat banyak, yaitu kelas buruh, kaum miskin, dan rakyat
tertindas. Hal ini menunjukkan kemampuan kelas pekerja untuk mengemansipasi diri
mereka sendiri. Peristiwa ini merupakan babakan pembebasan yang singkatsuatu
festival kaum tertindasdimana kelas pekerja menunjukkan keberanian, ketangkasan,
dan kekreatifitasannya.
Komune Paris merupakan suatu peristiwa penuh prospek dalam sejarah kelas pekerja
yang memberikan pelajaran-pelajaran berharga, baik positif maupun negatif, bagi kaum
sosialis revolusioner, mengenai bagaimana membangun suatu tatanan masyarakat
sosialis. Karl Marx menarik salah satu pemahaman teoritis yang paling berharga dari
pengamatan dekatnya terhadap Komune dan kemudian menerbitkannya dalam
pamfletnya yang mengagumkan berjudul Perang Saudara di Prancis. Sebagaimana
yang dituliskan pada seorang kameradnya, Dengan perjuangan di Paris, maka
perjuangan kelas pekerja melawan kelas kapitalis dan negara kapitalisnya telah
memasuki suatu tahapan baru. Apapun hasil terdekatnya nanti, suatu titik tolak yang
penting dalam sejarah dunia telah diraih.
Tema penting yang diangkat dalam kumpulan essei ini (yang pertama kali diterbitkan
sebagai suatu angkaian artikel dalam majalah Socialist Alternative) adalah tidak benar
kalau teori revolusioner sepenuhnya buah pikiran Max atau Lenin atau Luxemburg
melainkan merupakan hasil perkembangan dari pengalaman aktual perjuangan kelas
pekerja itu sendiri. Tradisi Marxis yang tulen telah berubah dan berkembang sesuai
dinamika perlawanan buruh terhadap sistem kapitalis. Tradisi ini merupakan buah
kerja para penulis dan aktivis, yang semuanya memusatkan teori politik dan praktek
mereka pada premis inti Marx dan Engels: bahwa sosialisme hanya dimungkinkan
ketika buruh memimpin suatu revolusi yang melibatkan semua kaum tertindas.
Namun akal sehat yang umum dijumpai di tatanan masyarakat kita adalah bahwa
semua hal ini merupakan impian utopis. Bagaimana mungkin buruh-buruh yang setiap
pagi berangkat kerja, menanggung penghinaan dari para majikan mereka, seringkali
dipaksa kerja dengan jam kerja yang panjang demi membeli komoditas-komoditas
yang berjejer di depan mata mereka, dan lain sebagainya, bagaimana mungkin buruh-
buruh ini bisa menciptakan revolusi? Bagaimana mungkin buruh yang menerima
pembagian yang diciptakan oleh kapitalisme seperti pekerja kerah putih vs pekerja
kerah biru, tenaga ahli vs tenaga tidak ahli, yang tidak pernah bicara tentang seksisme,
rasisme, kebencian berbasiskan SARA, dan homophobia, bisa memimpin suatu
perjuangan untuk tatanan masyarakat baru?
Banyak tuduhan yang mengklaim bahwa Marx merupakan seorang pemimpi tanpa
rencana praktis untuk mengubah masyarakat dan para pengikutnya hari ini sudah
tercerai dan tidak lagi bersentuhan dengan realitas. Kemudian ada pula pengalaman
Rusia di bawah rezim Stalin dan Tiongkok di bawah rezim Mao, yaitu dua contoh
negara birokratis besar bagaikan monster yang memakai kedok dan jubah Marxisme.
Tak heran banyak orang sangsi bahwa suatu revolusi buruh akan mewujudkan
sosialisme. Bagaimanapun, tidak benar tuduhan-tuduhan yang menganggap bahwa
Marx dan Engels, kawan perjuangan seumur hidupnya, merupakan para pemimpi
yang duduk di perpustakaan-perpustakaan dan mereka-reka gagasan-gagasan utopis.
Kenyataannya, Engels yang menulis buku berjudul Sosialisme Utopis dan Sosialisme
Ilmiah yang mana dia mengutarakan argumen kuatnya melawan kaum sosialis utopis
yang merumuskan rancangan-rancangan suatu masyarakat sempurna serta kemudian
berusaha menyakinkan para dermawan kaya untuk membantu mereka
mewujudkannya atau untuk menciptakan pulau-pulau utopia dalam masyarakat yang
ada. Sebaliknya, Marx dan Engels mendasarkan gagasan-gagasan mereka dengan tegas
di dunia sekitar. Mereka secara kritis menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis
terpenting dari perjuangan kelas pekerja dan kaum-kaum tertindas lain dalam
melawan kaum penindas.
Demi membangun tatanan masyarakat yang baru, revolusi harus menghancurkan
seluruh aparatus negara yang menopang penguasaan kapitalis. Sejak awal yang sangat
dini pada tahun 1848 dimana terdapat kekalahan revolusi-revolusi di Eropa, Marx dan
Engels memandang hal ini merupakan tindakan yang diperlukan. Selain itu buruh
tidak bisa bergantung pada kelas kapitalis, kaum borjuasi, untuk membela hak-hak
demokratis yang mendasar, apalagi mendukung perjuangan untuk memberikan rakyat
kendali sejati terhadap tatanan masyarakat. Namun Marx dan Engels sendiri belum
jelas mengenai bagaimana revolusi buruh demikian akan terjadi. Hingga pada tahun
1871 dimana massa rakyat Paris bangkit melawan para penguasa kapitalis dan
mendirikan Komune Paris, suatu institusi paling demokratis yang pernah ditemui umat
manusia sejak kemunculan kelas-kelas pada empat atau lima ribu tahun silam. Komune
Paris menghapuskan tentara reguler, serta aparat kepolisian, dan pengadilanyang
kesemuanya merupakan aparatus represif dari negaradan tatanan ditegakkan oleh
rakyat bersenjata. Hasilnya, tingkat kriminalitas menurun drastissebab kriminal
terbesar yaitu kaum kapitalis telah melarikan diri.

Bentuk pemerintahan parlementer juga dihapuskan. Semua keputusan dibuat dan
diterapkan oleh komite-komite yang terdiri dari para pengurus dan perwakilan yang
dipilih, dan mereka semua bisa ditarik (recall) dan digantikan sewaktu-waktu serta
dibayar tidak lebih dari upah rata-rata buruh. Dengan cara ini, massa mampu
mengontrol perwakilan-perwakilan mereka dan perwakilan-perwakilan tersebut bisa
dipertanggungjawabkan. Massa menjalankan kontrol langsung terhadap pemerintahan
mereka.
Dengan kata lain, hal ini telah menciptakan suatu negara jenis baru, suatu negara yang
dikenal sebagai negara buruh. Kaum pekerja Paris, dan bukannya para ahli teori atau
para pemimpi, yang telah menunjukkan bagaimana wujud suatu revolusi sosialis itu.
Marx menjelaskannya sebagai suatu produk perjuangan dari kelas penghasil melawan
kelas perampas, bentuk politik yang akhirnya ditemukan dan digunakan untuk
menjalankan emansipasi ekonomi buruh. Perkembangan serupa juga ditemukan
dalam berbagai kebangkitan revolusioner dari sejumlah perjuangan buruh pasca
Komune Paris. Seperti bangkitnya Soviet (Dewan-Dewan Pekerja) yang bangkit di
tahun 1905 dan muncul kembali di tahun 1917, dewan-dewan revolusioner di Itali pada
tahun 1920, di Hungaria pada tahun 1956, di Iran pada tahun 1979, dan di Polandia
selama kebangkitan Solidarnosc pada 1980.
Negara
Marx dan Engels telah mengamati bahwa negara adalah suatu alat penindasan kelas.
Sama sekali tidak netral dan tidak berdiri di atas kepentingan-kepentingan yang
saling bertentangan dalam masyarakat. Sebaliknya, negara mewakili kepentingan-
kepentingan kelas penguasa dan menyediakan mekanisme-mekanisme untuk
mempertahankan kekuasaan kapitalis. Dalam tatanan masyarakat kapitalis, parlemen
membuat hukum-hukum yang diterapkan oleh para pejabat yang tidak dipilih dan
aturan hukum tersebut diterapkan oleh sistem yudisial yang seolah-olah independen
yaitu polisi, pengadilan, dan penjara. Namun pemisahan kekuasaan hanyalah kedok
untuk menutupi kenyataan bahwasanya semua institusi ini dibuat dan mencerminkan
kepentingan-kepentingan kelas kapitalis. Tentara dibentuk untuk mempertahankan
kepentingan-kepentingan kapitalis dari ancaman saingan-saingan luar negerinya dan
juga dari penentangan dalam negeri, khususnya dari kelas pekerja.
Karena itu, Lenin, yang menarik pelajaran-pelajaran Marx dari 1871, menjelaskan
negara sebagai, badan khusus orang-orang bersenjata. Aparatus negara represif
demikian dibutuhkan karena kelas kapitalis merupakan suatu minoritas yang
memaksakan kehendaknya pada mayoritas.
Dalam Manifesto Komunis tahun 1848, Marx dan Engels bicara mengenai perlunya
memenangkan pertempuran demokrasi demi menaikkan kelas proletar ke posisi
kelas penguasa. Dengan kata lain, pertama-tama kelas buruh perlu merebut
kekuasaan politik sebelum mereka bisa memulai transformasi ekonomi masyarakat
dari kapitalisme menuju sosialisme. Melalui Komune Paris, mereka mendapat pelajaran
bahwa kelas pekerja tidak bisa memungut mesin negara yang sudah ada dan
menggunakannya untuk tujuan-tujuannya. Demi mengubah masyarakat, kelas pekerja
memerlukan suatu negara dengan jenis yang berbeda secara fundamental, suatu negara
seperti Komune.

Namun bilamana negara merupakan alat penindasan kelas, mengapa kita
menginginkan negara? Bukanlah lebih baik, sebagaimana argumen kaum Anarkis,
untuk menyingkirkan negara secara sepenuhnya? Hal ini merupakan suatu gagasan
utopis. Suatu masyarakat tanpa kelas, suatu masyarakat sosialis, tidak diciptakan
seketika pada saat revolusi. Kaum borjuasi tidak akan mundur secara demokratis
dengan begitu saja. Sebaliknya, kaum borjuasi masih menguasai sumber daya-sumber
daya ekonomi yang maha besar dan akan melakukan segala daya upaya untuk merebut
kembali kendalinya. Komune Paris menunjukkan dengan secara dramatis bahwasanya
kekuatan-kekuatan revolusioner harus diorganisir untuk mengalahkan semua upaya
kontra-revolusi.
Perbedaan inti antara suatu negara kapitalis dengan suatu negara buruh adalah negara
buruh bersifat demokratis: negara buruh eksis untuk kepentingan mayoritas. Fungsi-
fungsi represif suatu negara buruh dengan demikian sangatlah terbatas. Terlebih lagi
ada suatu perbedaan besar antara kelas pekerja bersenjataberdasarkan laskar-laskar
buruh paruh waktu atau temprorer, dengan para perwira yang bisa dipilih dan
digantikan kapanpundibandingkan dengan suatu tentara permanen yang tunduk
pada anggota-anggota kelas penguasa dan memandang dirinya sebagai sesuatu yang
terpisah dari masyarakat sipil dan berada dalam posisi memiliki kekuatan di atasnya.
Suatu negara buruh adalah tahapan transisional yang diperlukan antara kapitalisme
dan sosialisme. Seiring dengan berkembangnya masyarakat baru dan kelas pekerja
mengonsolidasikan kontrol terhadap ekonomi dan juga kehidupan politik, maka
kemampuan para kapitalis untuk kembali jadi menyusutbegitu pula kebutuhan
terhadap suatu negara, meskipun negara yang paling demokratis. Begitu negara buruh
aman dari kontra-revolusi dan perbedaan-perbedaan kelas mulai menghilang, dan
negara juga pada gilirannya akan melayu, sebagaimana yang dikatakan Marx, dan
sosialisme akan berjalan. Sebagaimana yang dikatakan Lenin dalam Negara dan
Revolusi:
Alih-alih institusi-institusi khusus dari suatu minoritas berhak-hak
istimewamayoritas bisa memenuhi semua fungsi ini secara langsung, dan lebih
banyak lagi fungsi-fungsi kekuasaan negara yang dijalankan oleh rakyat secara
keseluruhan, sehingga semakin kecil kebutuhan terhadap keberadaan kekuatan ini.
Sayangnya, Komune tidak sampai ke titik tersebut. Revolusi terisolasi di Paris dan
gagal menyebar sehingga kaum borjuasi mampu menghimpun kembali pasukan-
pasukannya. Akhirnya, meskipun muncul perlawanan gagah berani dari Kaum
Komunard (para pembela Komune), pemerintahan borjuis menang, dan melancarkan
balas dendam brutalnya, dengan menenggelamkan revolusi dalam lautan darah. Lebih
dari 30.000 orang dibantai dan 15.000 ditahan, serta banyak lainnya dibuang ke
pengasingan-pengasingan buruk seperti Devils Island (Pulau Setan). Keganasan
pembalasan dendam demikian mencerminkan teror kelas kapitalis yang bereaksi
terhadap unjuk kekuasaan buruh. Meskipun usia Komune Paris sangat pendek namun
Komune Paris membuktikan bahwa bukan saja kelas pekerja bisa menggulingkan
negara kapitalis serta merebut hak-hak dan kekuasaan ke tangan mereka sendiri,
namun juga membuktikan bahwa mereka bisa membangun suatu negaa demokratis
suatu bentuk politik akhirnya ditemukanuntuk melayani kebutuhan-kebutuhan
revolusi.
Selama abad 20, buruh menantang kekuasaan kapitalis hampir di tiap dekade. Tentu
saja, terdapat banyak gerakan buruh yang signifikan, gagah berani, dan menginspirasi.
Namun essei-essei berikut merupakan masa-masa dimana buruh menciptakan situasi
yang disebut Kaum Marxis sebagai kekuasaan ganda. Kekuasaan ganda muncul saat
semua maksud dan tujuan, negara kapitalis hancur atau dilemahkan secara seriusm
namun di sisi lain buruh belum mampu merebut kekuasaan dan mengamankannya
dengan erat dalam genggaman mereka serta menghapuskan kekuasaan kapitalis dari
masyarakat sepenuhnya. Situasi ini menyebabkan suatu kondisi berhadap-hadapan
dimana organ-organ kekuasaan pekerja hidup bersamaan dengan negara kapitalis yang
dilemahkan secara serius. Situasi ini sangat tidak stabil karena kapitalis-kapitalis selalu
berusaha melakukan segenap daya upaya untuk menghimpun kembali dan
menegakkan kembali kontrol mereka terhadap masyarakat dengan membangun
kembali institusi-institusi mereka seperti parlemen borjuis, dengan menunggangi gereja
untuk menundakkan mereka pada otoitas, mempertahankan hirarki-hirarki kekuasaan
di angkatan bersenjata dan polisi, serta membangun kembali pasukan-pasukan negara
demi menghancurkan kelas pekeja.
Dua kelas yang kepentingannya saling bertentangan tidak bisa berbagi kekuasaan.
Kelas pekerja menuntut hajat hidup, kehormatan, dan kontrol terhadap kerja mereka
seketika saat mereka tahu bahwa mereka mampu merebut segalanya ke tangan mereka
sendiri. Namun para kapitalis menuntut hak sewenang-wenangnya untuk berkuasa
dan setiap peningkatan terhadap kondisi para pekerja merupakan ancaman bagi
keuntungan dan laba kapitalis. Kekuasaan ganda demikian tidak mungkin akan
bertahan lama.
Peran Kaum Sosialis dalam Revolusi
Essei-essei ini menunjukkan bahwa erupakan krisis-krisis dan kengerian yang
seringkali muncul dari rahim kapitalisme, seperti perang dan kemiskinan, yang
mendorong kelas pekerja untuk memperjuangkan hak-hak mereka, biasanya sebelum
mereka memiliki gagasan jernih menganai sistem apa yang akan mereka dirikan bila
mereka mampu menggulingkan sistem kapitalisme. Hal ini memunculkan tantangan-
tantangan besar namun tidak mustahil diatasi oleh kelas pekerja, sebagaimana yang
ditunjukkan kelas pekerja di Rusia pada tahun 1917. Bagaimanapun juga faktor utama
yang menentukan kemenangan ataukah kekalahan kelas pekerja adalah politik,
strategi, dan teknik, yang diajukan oleh pimpinan gerakan. Hal ini tergambar secara
dramatis oleh nasib revolusi-revolusi yang melanda Eropa setelah 1917, khususnya di
Jerman. Hanya di Rusia dimana terdapat suatu organisasi revolusioner yang mengakar
di kelas pekerja dan suatu sejarah organisasi dan partisipasi dalam perjuangan-
perjuangan yang dibangun selama puluhan tahun sebelum revolusi meletus.
Bila tidak ada organisasi kuat kaum sosialis revolusioner yang memikirkan isu-isu
demikian, yang memahami kekuasaan ganda dan tugas-tugas yang dihadapi kelas
pekerja, maka organisasi-organisasi lain yang lebih konservatif yang mengingsi
kekosongan ini dengan argumen-argumen kompromi dan moderasi. Strategi-strategi
ini selalu membawa malapetaka di setiap masa. Pertumpahan darah yang seringkali
dikait-kaitkan orang dengan revolusi selalu terjadi paling parah saat kelas penguasa
telah mencengkeram kembali kekuasaan dengan cakar-cakar mereka dan
menghancurkan semua capaian revolusi. Bahkan kelas penguasa ini mampu meraih
dukungan dari partai-partai seperti Partai Buruh, sebagaimana yang terjadi di Jerman
pada tahun 1919, untuk menghancurkan semua sisa-sisa kontrol buruh. Karena dalam
situasi kekuasaan ganda, bila kau tidak berpihak di pihak kelas pekerja maka kau akan
berakhir di pihak kaum kapitalis. Jurang diantara keduanya tidak akan menyisakan
tempat bagi orang-orang bimbang dan para kompromis.
Bahan dasar untuk revolusi masihlah ada saat ini: suatu sistem kapitalis yang
melahirkan krisis-krisis, perang, dan barbarisme yang bengis. Kita memiliki kelas
pekerja di seluruh dunia, yang memang mengalami perubahan semenjak masa Lenin
masih hidup, namun tumbuh semakin kuat. Perjuangan-perjuangan kelas pekerja
menunjukkan ciri-ciri yang sama sebagaimana yang diamati Marx 150 tahun lalu:
dorongan terhadap pengambilan keputusan secara kolektif dan demokratis, penekanan
pada solidaritas dan bukannya persaingan, serta nilai-nilai atas harkat dan martabat
manusia. Semua ini meletakkan dasar bagi suatu masyarakat barukalau saja kita bisa
merebut kontrol sumber daya mahaluas dunia dari tangan mereka yang
menggunakannya untuk menumpuk kekuasaan dan keuntungan pribadi serta
menyebabkan kehancuran lingkungan dalam prosesnya.
Kebutuhan terhadap suatu revolusi bahkan lebih mendesak dibandingkan saat Marx
dan Engels masih hidup. Semua permasalahan yang mereka jelaskan, seperti
kemiskinan, perang, penindasan seksual, degradasi lingkungan, pengingkaran
terhadap kebebasan manusia, dan lainnya, kini tidak hanya terjadi di Eropa namun di
seluruh penjuru dunia. Kemungkinan revolusi bahkan lebih besar, secara paradoks
akibat ekspansi ini. Kelas pekerja menjadi suatu mayoritas untuk pertama kalinya
dalam sejarah umat manusia. Pertanyaan yang menghadapi kita bukan lagi apa
melainkan kapan kelas pekerja akan menciptakan revolusi lagi, Bahkan lebih krusial
lagi, akankah kita sudah membangun suatu organisasi revolusioner yang bisa
membimbing kelas pekerja untuk mencapai kesimpulan sukses, atau akankah kelas
kapitalis menenggelamkan massa ke dalam lautan darah sekali lagi demi
mempertahankan kekuasaannya yang penuh kehancuran.
Terlepas apakah revolusi akan mulai terjadi di negara tertentu yang kita tinggali,
keberadaan suatu organisasi revolusioner yang mempelajari pelajaran-pelajaran
perjuangan-perjuangan silam dan yang berdiri tanpa tergoyahkan berpihak pada
kekuasaan buruh melawan kelas kapitalis akan menimbulkan perbedaan besar dan
menentukan kemenangan ataukah kekalahan berdarah-darah. Tahun 1956 dan sekali
lagi di tahun 1980-1981 saat para pekerja bangkit melawan kediktatoran Stalinis, kalau
saja ada organisasi signifikan di Barat yang mendukung mereka sepenuhnya, maka
mereka pasti akan menampik strategi dan taktik para intelektual di negeri mereka
sendiri, intelektual yang memang pada akhirnya meninggalkan kelas pekerja
bersimbah kekalahan. Sayangnya Kaum Kiri Barat membikin konsesi-konsesi atas dasar
bahwasanya raksasa birokrasi Stalinis yang bagaikan monster ini seakan-akan suatu
jenis sosialisme. Saat kelas buruh bangkit di Chile pada 1972-1973 atau di Iran pada
1979, ketiadaan organisasi signifikan di dunia yang memahami situasi kekuasaan
ganda, tidak bersandar kepada partai-partai reformis, dan mendukung kelas pekerja
merebut kekuasaan ke tangan mereka sendiri, bisa mempengaruhi para pekerja
revolusioner di negara-negara tersebut dan menimbulkan suatu perbedaan terhadap
hasil yang terjadi.
Kalau essei-essei ini berhasil meyakinkan kalian, atau bahkan mendorong kalian
mencari tahu mengenai tradisi revolusioner sejati, maka hubungi kami dan
bergabunglah dalam perjuangan, bukan untuk suatu utopia, namun untuk suatu
masyarakat yang mungkin terwujud bilamana kelas pekerja memenangkan
pertempuran revolusi selanjutnya yang tak pelak lagi akan mengguncang kapitalisme
sampai ke akar-akarnya
*ditulis oleh Sandra Bloodworth pada September 2005 sebagai Pengantar pamflet
Workers Revolutions of The 20th Century A Socialist Alternative Pamphlet.
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dipublikasikan ulang melalui Bumi
Rakyat, bumirakyat.wordpress.com.

Você também pode gostar