Você está na página 1de 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Keperawatan Komunitas II yang membahas tentang Asuhan Keperawatan Pada Lansia
dengan Gangguan Biologis.
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki
masih sangat terbatas, akan tetapi penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyusun makalah mata kuliah ini dengan sebaik-baiknya, sehingga penulis berharap ini
dapat bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan.
Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun akan penulis terima.



Makassar, 02 April 2014


Penulis














BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan pengetahuan yang berkembang dalam pembahasan tentang teori proses
menjadi tua (menua) yang hingga saat ini dianut oleh gerontologis, maka penting juga
bagi perawat dalam tingatan kompetensinya untuk mengembangkan konsep dan teori
keperawatan serta sekaligus praktik keperawatan yang didasarkan atas teori proses
menjadi tua (menua) tersebut. Perkembangan ilmu keperawatan perlu diikuti pula dengan
pengembangan praktik keperawatan, yang pada akhirnya mampu memberikan kontribusi
terhadap masalah-masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat.
Secara umum, implikasi/praktek keperawatan yang dapat dikembangkan dengan
proses menua dapat didasarkan pada teori menua menurut/secara biologis, Psikologis,
dan sosial.
Berikut akan diuraikan tentang perubahan-perubahan fisiologi yang terjadi pada
lansia yang berhubungan dengan sistem reproduksi, respirasi, gastrointestinal dan sensori
serta bentuk asuhan keperawatannya.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas III
b. Agar mahasiswa mampu memahami perubahan fisiologis yang terjadi pada
lansia yang menyangkut sistem reproduksi, gastrointestinal, sensori dan respirasi.
c. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan pada
Lansia dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia yang menyangkut
sistem reproduksi, gastrointestinal, sensori dan respirasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengenal perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia yang menyangkut sistem
reproduksi, gastrointestinal, sensori dan respirasi.
b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
c. Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia.
d. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga
dapat meningkatkan kesehatan lansia.

C. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengenal perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia yang
menyangkut sistem reproduksi, gastrointestinal, sensori dan respirasi.
2. Mahasiswa dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia
3. Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu
suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Dewasa lanjut (Late adult hood) atau
lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode dimana seseorang telah mencapai
usia diatas 45 tahun.
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban daripada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan
masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan
masyarakat Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum
muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh
terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia berdasarkan
karakteristiknya digolongkan menjadi 4, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun
4. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.


B. Teori Proses Menua
Teori penuaan secara umum menurut Lilik Marifatul (2011) dapat dibedakan menjadi
dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial
1. Teori Biologi
a. Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan
selsel tubuh diprogram untuk membelah 50 kali. Jika sel pada lansia dari
tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu diobrservasi, jumlah selsel yang akan
membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Pada beberapa
sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada
jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang
karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak
sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah, 2011)
b. Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein
(kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk
dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak
kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya
serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia (Tortora dan
Anagnostakos, 1990). Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan
perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan cenderung
berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada system
musculoskeletal (Azizah, 2011).
c. Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk
mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar
yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksink tersebut membuat struktur membran sel
mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik (Tortora dan
Anaggnostakos, 1990). Membran sel tersebut merupakan alat untuk
memfasilitas sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga
mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di
dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting
bagi proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi
dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis
yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah, 2011).
d. Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem
limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan
protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat
menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagai selasing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang
menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh
sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya
serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa
membelah-belah (Azizah, 2011).
e. Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004),
pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah
kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau
beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.
2. Teori Psikologis
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya
setelah menua.Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap
terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah meraka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah,
2011).
b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara
hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat,
kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah, 2011).
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan
tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri
dari pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011).

C. Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain:
1. Permasalahan umum
a. Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
2. Permasalahan khusus :
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.


D. Perubahan Fisiologi Pada Usia Lanjut Pada Sistem Reproduksi, Gastrointestinal, Sensori
Dan Respirasi
1. Sistem Reproduksi
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan
sexual, dapat di bedakan menjadi 3 bagian yaitu :
a. Fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara biologis melalui organ
kelamin yang berhubungan dengan proses reproduksi.
b. Rohani, Secara rohani tertuju pada orang lain sebagai manusia, dengan tujuan
utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas melalui pola pola yang baku
seperti binatang.
c. Sosial, Secara sosial kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain
yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani sexualitas.
Pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari
sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda.
Juga sebagai pihak yang lebih tua tanpa harus berhubungan badan, masih banyak
cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan. Pernyataan pernyataan lain yang
menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan
sexualitas dalam pengalaman sex.
Perubahan biologis pada sistem reproduksi lansia antara lain :
a. Wanita
1) Vagina
Vagina berangsur-angsur mengalami atropi, meskipun pada wanita yang
belum pernah melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan berhenti berfungsi.
Mukosa genitalia menipis, begitu pula jaringan sub mukosa tidak lagi
mempertahankan elastisitasnya akibat fibrosis.
2) Uterus
Uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan dindingnya menipis,
miometrium menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks
menyusut tidak menonjol, bahkan lama-lama akan merata dengan dinding
jaringan.
3) Ovarium
Setelah menopause, ukuran sel telur mengecil dan permukaannya menjadi
keriput sebagai akibat atrofi dari medula, bukan akibat dari ovulasi yang
berulang sebelumnya, permukaan ovarium menjadi rata lagi oleh karena
tidak terdapat folikel. Secara umum, perubahan fisik genetalia interna dan
eksterna dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila ovarium berhenti berfungsi,
pada umumnya terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang
pertumbuhannya oleh hormon estrogen dan progesteron.
4) Payudara (Glandula Mamae)
Payudara akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada wanita yang
gemuk, dimana payudara tetap besar dan menggantung. Keadaan ini
disebabkan oleh karena atrofi hanya mempengaruhi kelenjar payudara saja.
5) Menopouse
Menopause pada wanita merupakan bagian universal dan ireversibel dari
keseluruhan proses penuaan yang melibatkan sistem reproduksi, dengan hasil
akhir seorang wanita tidak lagi mengalami menstruasi. Seorang wanita
dikatakan menopause minimal 12 bulan setelah menstruasinya yang terakhir,
ditandai dengan gejala-gejala vasomotor dan urogenital, misalnya kering
vagina dan dispareunia. Masa sekitar 12 bulan itu dinamakan klimakterium.
Sementara sebelum benar-benar menopause, 5-10 tahun sebelumnya gejala-
gejala vasomotor dan mens yang ireguler ini sudah mulai muncul, dinamakan
fase perimenopause. Menopause itu sendiri terjadi secara fisiologis,
akibatnya hilang atau berkurangnya sensitivitas ovarium terhadap stimulasi
gonadotropin, yang berhubungan langsung dengan penurunan dan disfungsi
folikuler. Oosit di dalam ovarium akan mengalami atresia ketika siklus
reproduksi wanita. Selain itu folikel juga mengalami penurunan kualitas dan
kuantitas, itu sebabnya pada fase perimenopause dapat terjadi siklus
menstruasi yang ireguler. Selain itu iregularitas menstruasi juga terjadi akibat
fase folikuler pada fase siklus menstruasi yang juga memendek.
b. Pria
1) Produksi testoteron menurun secara bertahap
Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat dan
kesejahteraan. Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular
testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan
proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak
mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum.
2) Kelenjar prostat biasanya membesar.
Hipertrofi prostat jinak terjadi pada 50% pria di atas usia 40 tahun dan
90% pria di atas usia 80 tahun. Hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi
lebih lanjut.
3) Respon seksual terutama fase penggairahan (desire), menjadi lambat dan
ereksi yang sempurna mungkin juga tertunda.
Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum berkurang,
mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan tidak sadar
serta ereksi mungkin kurang kaku dibandingkan pada usia yang lebih muda.
Dan juga dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk
menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk
periode yang lebih lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya
pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
4) Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari
Intensitas sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi
serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa
adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria
disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari
kurangnya pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan
vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik
frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
5) Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang
tidak biasa. Frekuensi kontraksi sfingter ani selama orgasme menurun.
6) Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada
umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda
yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
7) Ereksi pagi hari (morning erection) semakin jarang terjadi.
Hal ini tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya potensi
seksual. Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat
menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi seksual pada seorang
pria. Penelitian Kinsey, dkk, menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-
rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70
tahun menjadi 0,50 perminggu.
8) Masalah-masalah seksual lain yang sering pula terjadi pada lansia pria
diantaranya:
a. Disfungsi Ereksi (Impotensia)
b. Male Hypogonadism
c. Andropause

Diagnosa Keperawatan :
Disfungsi seksual b/d perubahan biopsikososial seksualitas
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan fungsi
seksual, yang dibuktikan dengan:
a. Selalu menunjukkan penerimaan terhadap pasang
b. Mengungkapkan secara verbal cara beradaptasi dengan model ekspresi
seksual untuk mengakomodasi perubahan fisik akibat usia atau akibat
penyakit.
Intervensi :
1) Kaji kebutuhan dan fungsi seksual klien lansia
2) Beri informasi kepada klien tentang perubahan normal seiring penuaan,
seperti penurunan lubrikasi vagina pada wanita dan ereksi yang kurang kuat
pada pria.
3) Anjurkan metode untuk meningkatkan fungsi seksual (misalnya,
penggunaan pelumas larut air atau senam kegel untuk wanita)

2. Sistem Gastrointestinal
Sistem gastrointersinal mengalami beberapa perubahan sesuai proses penuaan.
Proses mekanik dan kimia pencernaan yang dimulai dari mulut dapat terganggu
karena kehilangan gigi dan menurunnya sekresi saliva. Banyak orang tua mengalami
penurunan rasa pengecapan dan bau yang dapat menyebabkan menurunnya asupan
makanan. Menjadi makin lambatnya peristaltik mempengaruhi proses menelan,
pengosongan lambung, dan pengeluaran usus besar. Penurunan asam hidroklorida,
enzim pencernaan dan empedu menambah penurunan proses pencernaan makanan.
Penurunan faktor intrinsik pada beberapa orang tua menyebabkan penurunan sintesis
vitamin B12 dan dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
Penurunan mobilitas usus besar mungkin bukan yang menyebabkan konstipasi
pada orang tua aktif. Akan tetapi bila sementara tirah baring dan penurunan
pemasukan makanan dan cairan, pasien akan mengalami konstipasi dan infaksi.
Penggunaan laksatip tergantung hasil pengkajian sat riwayat kesehatan diambil,
intervensi keperawatan untuk perubahan gastrointestinal dimulai dengan
pengambilan riwayat kesehatan secara hati hati. Kebiasaan makan, termasuk waktu
dan frekuensi makan, penyiapan makanan, kebiasaan yang dimakan, tidak toleran
terhadap makanan, dan keutuhan rasa pengecap dan bau harus dikaji. Penggunaan
laksatif, enema, dan suplemen vitamin harus diketahui, evaluasi terhadap gigi dan
gusi membantu mengetahui seberapa baik proses metanikal, pada perencaan
keperawtan, perawt harus mempertimbangkan bahwa tirah baring menurunkan
peristaltik, dan kondisi lain yang memperburuk motilitas. Pemasukan cairan adekuat,
bulk pada makanan, penggunaan laksatik alami (jeruk dan air hangat), dan latihan
aktif sesuai kondisi pasien memungkinkan mempertahankan pola yang normal untuk
depekasi.

Diagnosa Keperawatan 1:
Gangguan menelan b/d perubahan biologis gastrointestinal
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan adanya
kenyamanan dalam proses menelan (gangguan menelan berkurang)
Intervensi :
1) Beri waktu yang adekuat untuk makan; jangan paksa pasien makan
terburu-buru
2) Kaji gigi geligi pasien
3) Beri perawatan mulut

Diagnosa Keperawatan 2:
Konstipasi b/d kelemahan otot abdomen ; aktivitas fisik yang tidak memadai
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan perubahan
pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan, feses lunak dan berbentuk.
Intervensi :
1) Kaji adanya impaksi
2) Kaji ada atau tidak ada bising usus dan distensi abdomen pada keempat
kuadran abdomen
3) Identifikasi faktor tirah baring yang dapat menyebabkan atau berkontribusi
terhadap konstipasi
4) Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi defekasi pasien.

3. Sistem Sensori
a. Kehilangan Pendengaran
Kehilangan pendengaran terjadi secara bertahap, kehilangan konduktif dan
sensorineureal (perseptif) merupakan 2 tipe masalah pendengaran utama pada
lansia. Pasien lansia dapat tetap mendengar tekanan suara rendah, tetapi bila
suara ini dikelompokan dalam bentuk kata kata, kemampuan untuk memahami
dan merasakan suara ini secara jelas mungkin hilang. Lingkungan bising juga
menghambat kemampuan untuk mendengar bunyi.
b. Gangguan Penglihatan
Seperti sistem tubuh lain, mata dipengaruhi oleh proses penuaan. Perubahan
struktur dan fungsi terjadi dengan lambat dan bertahap. Pesepsi penglihatan
bergantung pada integrasi sistem neurosensori dan struktur sesuai beda rentan
usia. Kemungkinan kehilangan fungsi penglihatan ini adalah karena lansia,
proses penuaan lensa menjadi kurang fleksibel dan tak mudah merubah
ketajaman dari kerja pemfokusan otot. Adaptasi terhadap gelap terang melambat
sesuai dengan melambatnya gerak pupil dan degenarsi rod. Selain perubahan
normal pada penglihatan, ada peningkatan insiden beberapa keadaan patologis
sistem visual sesuai dengan pertambahan usia-katarak-glaukoma-degenerasi
makular sentil dan retinopati diabetik.
c. Perubahan Sensori Lain
Meskipun pendengaran dan penglihatan merupakan perubahan sensori
yang diteliti pada lansia, pasien pasien juga dapat mengalami penurunan pada
tiga sensori lain. Sensori pengecap dilaporkan menurun sesuai pertambahan
usia, berhubungan penurunan kemampuan untuk mengecap beberapa substansi.
Rasa manis dan asin lebih dapat dideteksi sesuai pertambahan usia. Penurunan
penciuman dapat terjadi karena atropi organ olfaktori dan peningkatan
pertumbuhan rambut dirongga hidung. Hilangnya pengecap dan penciuman
mempengaruhi kemampuan lansia untuk mengidentifikasi makanan dan
membedakan bau bauan.
Ambang raba bervariasi sesuai rangsangan bagian tubuh. Ada kehilangan
sensasi raba sesuai pertambahan usia, lansia dapat tidak merasakan efek dari
berbaring pada satu sisi dalam waktu yang lama, kunci imtervensi keperawatan
adalah untuk mengubah posisi lansia yang terimobilisasi.
Diagnosa :
Resiko jatuh b/d usia lanjut
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko jatuh akan menurun atau
terbatas.
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan yang aman
2) Identifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap jatuh
3) antarkan pasien selama aktivitas di luar rumah
4) Berikan penerangan yang cukup
5) Hindari cedera fisik akibat jatuh

4. Sistem Respirasi
Penurunan ekspansi dan pleksibilitas struktur paru menyebabkan penurunan
pertukaran volume. Selain itu, silia hilang dan surfaktan berkurang dikantung
alveoli; produksi mukosa dapat meningkat. Jumlah alveoli diperkirakan tetap kecuali
pada penyakit paru, lansia dengan sistem pernafasan sehat akan mengalami sedikit
kesulitan pernafasan saat melakukan aktivitas, ada kemungkinan terjadi masalah
pernafasan dalam berolahraga sehubungan dengan penurunan pertukaran gas.
Pada beberapa pasien lansia perubahan yang berhubungan dengan penyakit
meningkat karena kerusakan paru akibat merokok, polusi lingkungan, atau infeksi,
ketidak normalan tulang seperti kiposis dapat juga menyebabkan retriksi pernapasan,
penurunan ekspansi toraks, meningkatnya sekreksi dan penurunan jumlah silia
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi pernafasan, selain itu penurunan respon
imun pada lansia dapat menambah peningkatan kejadian infeksi pernafasan.
Perhatian terhadap nutrisi, khususnya asupan kalori, protein dan cairan
diperlukan untuk menurunkan risiko infeksi, perubahan posisi yang sering juga
membantu membersihkan sekresi dari alat bantu napas dan perfusi paru.
Diagnosa :
Ketidak efektifan pola nafas b/d penurunan disfungsi neuromuscular
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan pola
pernanapasan yang efektif
Intervensi:
1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
2. Informasikan pada pasien dan keluarga keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas
3. Ajarkan bagaimana batuk efektif



























BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang
pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric harus sudah
merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini
pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan
salah satu di antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan
dasar psikogeriatri oleh karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesmen
geriatric, antara lain mengenai pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan
beberapa pemeriksaan lain.























DAFTAR PUSTAKA


Beare,Patricia Gauntlett. 2007. Buku ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC


Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA


Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC


Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.

http://nuiiners.blogspot.com/2013/04/teori-penuaandan-perubahan-fisiologis.html

Você também pode gostar