Você está na página 1de 33

1

BAB I
Pendahuluan

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi susunan saraf pusat merupakan
masalah yang serius. Diagnosis yang terlambat dan penatalaksanaan yang tidak sesuai akan
berakhir dengan kematian atau disabilitas yang serius. Diagnosis yang ditegakkan sedini
mungkin serta terapi yang cepat dan tepat dapat membantu mengurangi angka kematian.
1

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya
gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai
peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari
gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan
manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik
memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus,
gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.
Encephalitis adalah suatu infeksi akut pada jaringan otak yang disebabkan oleh
berbagai macam kausa terutama virus yang ditandai dengan gejala-gejala gangguan fungsi
otak seperti kesadaran yang menurun, suhu yang mendadak naik, kejang-kejang, tanda-tanda
kenaikan tekanan intrakranial dan tanda serebral lainnya.Ensefalitis adalah infeksi jaringan
otak oleh berbagai macam mikro-organisme. Ensefalitis ditegakkan melalui pemeriksaan
mikroskopis jaringan otak. Dalam prakteknya di klinik, diagnosis sering dibuat berdasarkan
manifestasi-manifestasi neurologis dan temuan-temuan epidemiologis, tanpa bahan
histologis.
Meningitis dan Ensefalitis merupakan infeksi pada otak yang sering terjadi, oleh
karena itu penulis merasa perlu untuk memaparkan kedua kedua penyakit ini. Dalam refrat ini
akan dibahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis, serta terapi yang dapat diberikan pada
kedua penyakit yang mengenai otak ini.


2


BAB II
Pembahasan
2.1 Meningitis
Definisi
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya
gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai
peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari
gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan
manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik
memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus,
gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.
2
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak
yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah
sel dan protein yang meningkat disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang
paling sering dijumpai adalah kuman tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau
meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus
serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang sering terjadi.
2
Klasifikasi meningitis

Meningitis bakterial
Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang susunan
saraf pusat, mempunyai resiko tinggi dalam menimbulkan kematian, dan kecacatan.
Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri.
4

Meningitis bakterial selalu bersifat purulenta.Pada umumnya meningitis purulenta
timbul sebagai komplikasi dari septikemia. Pada meningitis meningokokus, prodomnya ialah
infeksi nasofaring, oleh karena invasi dan multiplikasi meningokokus terjadi di nasofaring.
3

Meningitis purulenta dapat menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman-kuman
tersebut
Etiologi dari meningitis bakterial antara lain :
1. S. pneumonie : Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun
anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan
rongga hidung (sinus)
2. N. meningitis :Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah streptococcus
pneumonie terjadi akibat adanya ISPA dan kemuadian bakteri masuk kedalam peredaran
darah
3. Group B streptococcus atau S. agalactiae
4. L. monocytogenes : Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan
meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan
yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging
sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan)
5. H. influenza : Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat
menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian
atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah
membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri
jenis ini.
6. Staphylococcus aureus

Bacterial meningitis merupakan tipe meningitis yang paling sering terjadi. Tetapi
tidak setiap bakteri mempunyai cara yang sama dalam menyebabkan meningitis. H. influenza
dan N. meningitidis biasanya menginvasi dan membentuk koloni di sel-sel epitel faring.
Demikian pula S. pneumonie, hanya saja S. pneumonie dapat menghasilkan immunoglobulin
A protease yang mengnonaktifkan antibodi local.
4
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah S. pneumonie dan N.
meningitis. Bakteri tersebut menginisiasi kolonisasi di nasofaring dengan menempel di sel
epitel nasofaring. Bakteri tersebut berpindah menyeberangi sel epitel tersebut menuju ke
ruang intravaskular atau menginvasi ruang intravaskular dengan menciptakan ruang di tight
junction dari sel epitel kolumnar. Sekali masuk aliran darah, bakteri dapat menghindari
4

fagositosis dari neutrofil dan komplemen dengan adanya kapsul polisakarida yang
melindungi tubuh mereka. Bloodborne bacteria dapat mencapai fleksus koroideus
intraventrikular, menginfeksi langsung sel epitel fleksus koroideus, dan mencapai akses ke
cairan serebrospinal. Beberapa bakteri seperti S. pneumonie dapat menempel di sel endotelial
kapiler serebral dan bermigrasi melewati sel tersebut langsung menuju cairan serebrospinal.
Bakteri dapat bermultiplikasi dengan cepat di cairan serebrospinal karena kurang efektifnya
sistem imun di cairan serebrospinal (CSS). Cairan serebrospinal (CSS) normal mengandung
sedikit sel darah putih, sedikit protein komplemen, dan immunoglobulin. Kekurangan
komplemen dan immunoglobulin mencegah opsonisasi dari bakteri oleh neutropil.
Fagositosis bakteri juga diganggu oleh bentuk cair dari cairan cerebrospinal itu sendiri
4
Peristiwa yang penting dalam patogenesis meningitis bacterial adalah reaksi inflamasi
diinduksi oleh bakteri. Manifestasi-manifestasi neurologis yang terjadi dan komplikasi akibat
meningitis bacterial merupakan hasil dari respon imun tubuh terhadap zat patogen yang
masuk dibandingkan dengan kerusakan jaringan langsung oleh bakteri. Sehingga cedera
neurologis dapat terus terjadi meskipun bakteri telah ditangani dengan antibiotik
Lisis dari bakteri dan dilepaskannya komponen-komponen dinding sel di ruang
subaraknoid merupakan langkah awal dari induksi respon inflamasi dan pembentukan
eksudat di ruang subarakhnoid. Komponen dinding sel bakteri, seperti molekul
lipopolisakarida (LPS) bakteri gram negatif dan asam teikhoic dan peptidoglikan S.
pneumonie, menginduksi inflamasi selaput meningens dengan menstimulasi produksi sitokin-
sitokin inflamasi dan kemokin-kemokin oleh mikroglia, astrosit, monosit, dan sel leukosit
CSS. Kemudian, setelah 1-2 jam LPS dilepaskan di cairan serebrospinal (CSS), sel sel
endotelial dan meningeal, makrofag, dan mikroglia akan mengeluarkan Tumor Necrosis
Factor (TNF) dan Interleukin-1 (IL-1) Lalu kemudian setelah dilepaskannya sitokin tersebut,
akan terjadi peningkatan kandungan protein CSS dan leukositosis. Kemokin (yang turut
menginduksi migrasi leukosit) dan berbagai sitokin inflamasi lainnya juga diproduksi dan
diskresi oleh leukosit dan jaringan yang diinduksi oleh IL-1 dan TNF .
Kebanyakan patofisiologi dari bacterial meningitis merupakan akibat dari
meningkatnya sitokin CSS dan kemokin. TNF dan IL-1 bekerja sinergis meningkatkan
permeabilitas Blood-Brain Barrier (BBB), yang mengakibatkan edema vasogenik, bocornya
protein serum ke ruang subarakhnoid. Eksudat di ruang subarakhnoid mengganggu aliran
CSS di sistem ventrikular dan mengurangi reabsorbsi dari CSS di sinus dura, sehingga dapat
menyebabkan communicating edema dan concomitant interstitial edema.
5

Gambaran Klinik yang didapatkan yaitu penyakit berjalan akut, dan pasien tampak
sakit berat. Gejala dimulai dengan demam, muntah-muntah, nyeri kepala, kejang-
kejangrangsang meningen, penurunan kesadaran. Pada meningitis meningokokkus disertai
ptechiae, purpura, syok dan DIC. Ini disebut sebagai waterhouse Frederiksen Syndrome.
4
Pemeriksaan Penunjang dilakukan untuk mencari focus infeksi. Pada pemeriksaan
darah dapat ditemukan leukositosis, peningkatan LED dan pada hitung jenis ditemukan
predominan PMN. Protein meningkat sampai 100-500 mg%, Pada fungsi lumbal bakteri
positif pada pewarnaan gram.
Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
1. Sefalosporin generasi ke 3
2. ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.
3. Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
1. Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
2. Sefalosforin generasi ke 3.
3. Penisilin untuk infeksi meningokokkus
4. Gentamisin untuk Eschericia coli

Meningitis Tuberkulosa
Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia karena
morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat
komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis
tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen,
melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung
tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.Pada
pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis.
Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat
terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan
obstruksi pada sisterna basalis. Etiologi dari meningitis tuberkulosa adalah Mycobacterium
tuberculosis hominis (terbanyak) dan Mycobacterium tuberculosis bovis (5%).
6

Patofisiologi terjadinya meningitis tuberculosis dapat dijelaskan dalam beberapa
hipotesis antara lain
Hipotesis RICH M. Tuberculosis keruang subaracnoid
Fokus RICH adalah focus perkijuan local di otak
Penyebaran M. Tuberculosis dari focus yang dekat menuju ke vertebra menuju ke
ruang subaraknoid
Meningitis TBC adalah reaksi radang akut di leptomening dengan eksudat kuning
kehijauan di bassis otak.


BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi, jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru/focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif/dorman
Bila daya tahan tubuh lemah

Ruptur tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarakhnoid

Meningitis

Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di leptomeningen (piamater dan arakhnoid) dan
korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung terkumpul di daerah basal
otak.
7


Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium yaitu :

Stadium I atau stadium prodormal selama 1-3 minggu dengan gejala ringan dan
nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut,
sering tanpa demam,muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,
mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa
apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang
nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala
penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai
kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata,
seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat.

Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran sampai koma.Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga
minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah akan didapatkan
peningkatan LED dan hitung jenisnya terdapat peningkatan limfosit. Pemeriksaan lumbal
fungsi didapatkan warna jernih/opalesen, tampak Cob Web bila didiamkan selama 24 jam,
peningkatan protein lebih dari 75%, gula menurun sampai kurang dari 40 mg% tetapi tidak
sampai 0. Perwarnaan Ziehl Nielsen terdapat BTA positif.
Diagnostik dapat ditegakkan bila ditemukan kuman TBC positif dari pewarnaan LCS
atau kultur. Permasalahannya M. Tuberculosis yang terdapat dalam LCS hanya sedikit dan
kultur memerlukan aktu yang lama yaitu 6-8 minggu, sedangkan penundaan terapi akan
meningkatkan morbiditas. Sehingga untuk dapat memulai terapi dengan segera diagnosis
ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis sebagai berikut:
a. terdapat gejala perangsangan meningen
b. pemeriksaan LCS sesuai
c. adanya riwayat kontak dengan penderita TBC
Pengelolaan
Perawatan umum
8

Jaga fungsi vital
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Mencegah dan mengatasi timbulnya decubitus
Simptomatik
antikonvulsan
antipiretik
Terapi kausal
Obat anti TBC golongan primer : efektif dan toksisitas rendah (INH dan Rifampisin)
OAT golongan sekunder : efektifitas rendah dan toksisitas tinggi. Biasa digunakan
untuk mencegah resistensi, contohnya kanamisin
Dosis dan efek samping
1. INH: 10-15 mg/kgBB/hari. Efek samping: Neuropati. Untuk mencegah neupati,
sebaiknya ditambah vitamin B6 50 mg/hari
2. Rifampisin: 600 mg (BB > 50 kg), 450 mg (BB < 50 kg). Efek samping : gangguan
fungsi hepar
3. Etambutol: 25 mg/kgBB/hari. Efek samping: gangguan fungsi hepar
4. Streptomisin: 1 gr/hari (1,5-2,5/kgBB/hari). Efek samping: tuli
5. Pirazinamid: 20-35 mg/kgBB/hari
6. Terapi tambahan : kortikosteroid
7. Meningitis TBC stadium II-III. Prednison selama 3-4 minggu lalu di tapering off.
8. Dexametason 10 mg IV kemudian 4 mg tiap 6 jam.

Prognosis meningitis TBC dengan diagnosis dan terapi dini prognosisnya baik. Bila
pasien dalam stadium III, angka kematian 30-40 %. Sebab kematiannya adalah proses
kerusakan otak oleh M. Tuberculosis, hydrosefalus.
5

Meningitis Virus

Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari
berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks, dan
herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan
cairan serebrospinal (CSS) tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks
serebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung
9

dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme
sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzim neurotransmiter,
dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan
neurologis
Etiologi dari meningitis viral antara lain :
Tabel 1. Virus yang dapat menyebabkan meningitis
COMMON
NONARTHROPOD VI RUSES
Picornavirus (RNA)
Enterovirus
Echovirus
Coxsackie A
Coxsackie B
Enterovirus 70, 71
Poliovirus
Herpes simplex type 2 (HSV-2) (DNA)

ARTHROPOD-BORNE VI RUSES (ARBOVI RUSES)
Togavirus (Alphavirus, RNA)
Eastern equine encephalitis (EEE)
Western equine encephalitis (WEE)
Venezuelan equine encephalitis (VEE)
Flavivirus (RNA)
St. Louis encephalitis (SLE)
West Nile virus (WNV)
Bunyavirus (RNA)
California encephalitis

UNCOMMON
Arenavirus (RNA)
Lymphocytic choriomeningitis (LCM)
Paramyxovirus RNA)
10

Mumps
Retrovirus (RNA)
Human Immunodeficiency virus (HIV-1)

RARE
Herpes virus (DNA)
Herpes simplex type 1 (HSV-1)
Epstein-Barr virus (EBV)
Cytomegalovirus (CMV)
Varicella-Zoster virus (VZV)
Human herpes virus type 6 (HHV-6)
Adenovirus (DNA)
Coltivirus (RNA)
Colorado tick fever
Bunyavirus (RNA)
Toscana virus (a Phlebovirus)



Ada 2 rute virus menyerang sistem saraf pusat manusia, yaitu hematogenus (infeksi
enterovirus) dan limfogenus (infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV)). Enterovirus pertama
kali menuju ke lambung, bertahan dari keasaman asam lambung, dan berlanjut ke saluran
pencernaan di bawahnya lagi. Beberapa virus bereplikasi di nasofaring dan menyebar ke
kelenjar limfe regional. Setelah virus menempel ke reseptor di enterosit, virus menembus
lapisan epitelialnya dan melakukan replikasi di sel enterosit tersebut. Dari situ, virus menuju
peyer patches, dimana replikasi yang lebih lanjut terjadi. Kemudian dari situ viremia
enterovirus berkembang ke sistem saraf pusat (SSP), hati, jantung, dan sistem
retikuloendotelial. Dan kemudian virus bereplikasi dengan cepat di tempat-tempat tersebut.
Mekanisme enterovirus memasuki SSP diduga dengan cara menembus BBB tight junction
dan memasuki cairan serebrospinal (CSS)
Berlawanan dengan enterovirus, infeksi HSV mencapai SSP dengan jalur neuronal.
Pada HSV-1 ensepalitis, virus masuk lewat jalur oral menuju nervus trigeminal dan olfaktori,
sedangkan di HSV-2 aseptic meningitis, virus menyebar dari lesi genital menuju sacral nerve
11

roots menuju meninges. Dari situ, HSV-2 menjadi fase laten dan menunggu untuk reaktivasi
menjadi episode aseptik meningitis.
Gambaran Klinik yang didapatkan demam, nyeri kepala, tanda perangsangan
meningen, umumnya penyakitnya ringan.
Pada pemeriksaan LCS didapatkan warna jernih, jumlah sel normal, peningkatan
limfosit, glukosa normal, protein meningkat. Pengobatanya simptomatik dan obat- obat
antivirus.

Meningitis Jamur

Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang ditemukan,
namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka kejadian meningitis
jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh para klinisi adalah ketepatan diagnosa
dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab
gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering ditemukan dalam cairan serebrospinal (CSS)
pasien yang terinfeksi oleh karena jamur hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai
minggu pertumbuhannya
Etilogi dari meningitis jamur antara lain:
1. Cryptococcus neoformans
2. Coccidioides immitris
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu : meningitis kronis,
vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan menunjukkan adanya
meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi
jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran likuor dari foramen luschka dan magendi
sehingga terjadi hidrosepalus. Pada jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang
subarakhnoid dan kista kecil di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis
pada distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis.
Infiltrat meningens terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan
Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi
inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada Mycobacterium
tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya.
5


12

Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak
Otak dikelilingi oleh lapisan mesodermal yang disebut dengan meningens.
Lapisan terluar disebut dura mater, lapisan tengah disebut arachnoid, dan lapisan terdalam
disebut pia mater.
6
A. Lapisan dura mater
merupakan lapisan yang terkuat dan melekat ke tengkorak.Durameter merupakan
tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,sumsum tulang belakang, cairan
serebrospinal dan pembuluh darah.
Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang
tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak
untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
6
B. Lapisan Arakhnoid
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Lapisan
tengah/arachnoid ini penting untuk aliran normal dari cairanserebrospinal (CSS).
6
C. Lapisan Piameter
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat
dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan
piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.
Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.Bagian
terdalam/piamater INI penting untuk mengarahkan pembuluh darah di otak.
6
Lapisan diantara arachnoid dan piamater diisi oleh cairan serebrospinal (CSS),
yang melindungi otak dari trauma.





13






Gambar 1. Gambaran lapisan meningens























Gambar 2. Aliran cairan serebrospinal dari pembentukan sampai penyerapan di sinus dura




14

Patofisiologi Meningitis

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,Bronchopneumonia dan
Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan
organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak,misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-
kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS
(CairanSerebrospinal) dan sistem ventrikulus.
7
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga
terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak
dan degenerasi neuron- neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-
purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
7
Secara umum patofisiologi dari meningitis adalah sebagai berikut
Agen penyebab

Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarakhnoid

Respon inflamasi di piamater, arakhnoid, cairan serebrospinal, dan ventrikuler

Eksudat menyebar di seluruh saraf kranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologis

15

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur, maupun protozoa, masuknya kuman juga
dapat melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah. Penyebab lainnya
adalah adanya rhinorhea, otorhea pada basis kranial yang memungkinkan kontaknya CSS
dengan lingkungan luar.
7

Manisfestasi klinis

Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernigs
dan Brudzinky positif.
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,letargi,
muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
(CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa
sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran
kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat.
Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit
kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.
Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada
palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala,
muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan
konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami
lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus.
8
Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan
bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
16

malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau
purulen.
8
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium yaitu :

Stadium I atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan
nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut,
sering tanpa demam,muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,
mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa
apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang
nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala
penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai
kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata,
seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat.

Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran sampai koma.Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga
minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

1. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.


2. Pemeriksaan Tanda Kernig

17

Pasien berbaring terlentang diluruskan tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa
nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135
(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri







Gambar 3. Kernigs sign


3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan
tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada
sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada leher.








Gambar 4. Bruzinskis neck sign


4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
18

panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.







Gambar 5. Bruzinski Kontralateral Tungkai


Pencegahan Meningitis
Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar
dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus
influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal
polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR
(Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai
sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT,
Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis
Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO,
pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2
dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis
imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum
dapat membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis
(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin
yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. meningitis TBC dapat
dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi
dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak
19

over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan
pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan
penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan
seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara
meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan
setelah dari toilet.

Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan
penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan
segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga
untuk mengenali gejala awal meningitis.Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan
dengan pemeriksaan fisik,pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi
test darah danpemeriksaan X-ray (rontgen) paru .Selain itu juga dapat dilakukan surveilans
ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya
untuk menemukan penderita secara dini. Penderita juga diberikan pengobatan dengan
memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
Meningitis Purulenta
Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.
Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.

Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang beratdapat ditambahkan
etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednisone digunakan sebagai anti
inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.

Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan
untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
20

untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi
kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau
ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah
dan mengurangi cacat.
Komplikasi
Hidrosefalus obstruktif
MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
Efusi subdural
Kejang
Edema dan herniasi serebral
Cerebral palsy
Gangguan mental
Gangguan belajar
Attention deficit disorder
Prognosis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama
penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua
mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan
kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis
purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian,
keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita
mengalami kematian Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC
dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan.Penderita
dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.Penderita meningitis karena virus biasanya
menunjukkan gejala klinis yang lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan.
21

Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam
1 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.

2.2 Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak.(4,5) Ensefalitis merupakan suatu inflamasi
atau peradangan dari otakoleh berbagai macam mikro-organisme. Ensefalitis memang jarang
terjadi, tetapi merupakan suatu penyakit yang serius. Apabila terdapat satu kasus ensefalitis
pada suatu masyarakat, diperlukan penanganan yang sesuai secepatnya untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari penyakit ini.
9

Etiologi
Etiologi ensefalitis bermacam- macam yaitu :
- Bakteri
- Virus
- Parasit
- Fungus
- Riketsia.(1,2,3,4,5)

Insidensi Ensefalitis
Ensefalitis merupakan penyakit yang jarang terjadi 0,5 / 100.000 individu. Ensefalitis biasa
terjadi pada kondisi- kondisi sebagai berikut
Usia
Ensefalitis biasanya lebih sering pada anak- anak dan orang tua
Melemahnya sistem imun
Seseorang dengan defisiensi system imun , contohnya HIV atau AIDS biasanya lebih
sering terkena ensefalitis. Selain itu seseorang yang sedang menjalani pengobatan
kanker atau yang mendapatkan transplantasi organ juga lebih sering terkena.
Letak geografis
Dengan mengunjungi atau tinggal didaerah dimana virus- virus pada vector terdapat
meningkatkan resiko terkena ensefalitis epidemic.
Aktivitas luar ruangan
22

Jika seseorang memiliki kebiasaan atau biasa bekerja di luar ruangan atau di udara
terbuka seperti berkebun, jogging dan lain- lain harus lebih berhati- hati terutama saat
epidemic ensefalitis.
Musim
Pada bulan- bulan dimana cuacanya hangat, seperti dimusim panas merupakan waktu
yang sesuai untuk perkembangan vector- vector ensefalitis. Karena itu biasanya
ensefalitis lebih banyak terjadi pada bulan juli sampai September dibanyak daerah di
Amerika Serikat.

KLASIFIKASI
Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus,
E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media,mastoiditis,sinusitis,atau
dari piema yang berasal dari radang, abses didalam paru, bronchiektasi, empiema,
osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan
tromboflebitis.Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah
edema,kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah
yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila
kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
1.Demam
2.Kejang
3.Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda
meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema
papil.Tanda-tanda deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.
9,10





23

Ensefalitis Sypilis
Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya
sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di
sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia.
Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema
pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian- bagian lain susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
1. Gejala-gejala neurologist
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia,
kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil Agryll- Robertson,nervus opticus
dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang
progresif.
2. Gejala-gejala mental
Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang mundur perlahan-lahan
yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya
ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.
9,10


Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
1. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, virus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
2. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,
virus Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS


24

Manifestasi klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, kesadaran menurun,
timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis bulbaris.
9,10


Ensefalitis karena Parasit

1. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama terdapat
didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium
falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan
penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus
ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan
neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
2. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala- gejala
kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit
ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
3. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air
yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya
adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
4. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk
kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi
sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya
tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan
membentuk kapsula disekitarnya.Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada
lokasi kerusakan.
9

Ensefalitis karena Jamur
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang
25

ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor
yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.
9

Riketsia Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan
Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel
mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam
pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala,
demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala
neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
9

Patofisiologi

Virus / Bakteri


Mengenai CNS


Ensefalitis


Kejaringan susunan saraf pusat


TIK meningkat Kerusakana susunan saraf pusat



nyeri kepala - gangguan penglihatan kejang spastic
- gangguan bicara

mual, muntah - gangguan pendengaran resiko cedera
- kelemahan gerak


BB turun
- gangguan sensorik
motorik
nutrisi kurang

Gambar 4. Patofisiologi Ensefalitis
( Dikutip dari kepustakaan 6 )


26

Patogenesis dari encephalitis mirip dengan pathogenesis dari viral meningitis, yaitu
virus mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen) dan melalui saraf
(neuronal spread)
2
. Penyebaran hematogen terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung
melalui arteri intraserebral. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai,
misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat
tiba di likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia mater.

Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui neuron,
misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua penyakit tersebut,
virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port dentry dan bergerak secara
retrograd mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-
saraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat.
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus dihancurkan.
Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk membuat protein yang
menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan
sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah
membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi

Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat dihancurkan.
Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi
dan penyebaran virus berhasil, timbullah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian
disususl oleh manifestasli lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala,
demam, dan lemas-letih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan
susunan saraf pusat berupa gannguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan
berbicara,gannguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis
yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehinga terjadi
penurunan berat badan.



Pemeriksaan Penunjang
Biakan:
1. Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
2. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran
jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
27

3. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif
4. Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif.
5. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM
dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
6. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
7. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
8. EEG/ Electroencephalography
EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran
yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah,
abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola
normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
9. CT scan
Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat
hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada
kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.

Penatalaksanaan
I solasi
Isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
Terapi antimikroba :
1. Ensefalitis supurativa
Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
28

Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
Ensefalitis syphilis
- Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
- Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x
500mg oral selama 14 hari.
Bila alergi penicillin :
- Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
- Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
- Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
- Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
- Ensefalitis virus
Pengobatan simptomatis:
Analgetik dan antipiretik: Asam mefenamat 4 x 500 mg
Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-
varicella:
Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral tiap 4
jam selama 10 hari.
- Ensefalitis karena parasit
- Malaria serebral
Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
Toxoplasmosis
Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Spiramisin 3 x 500 mg/hari
29

Amebiasis
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
Ensefalitis karena fungus
Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu
Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
Riketsiosis serebri
Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, management edema otak :
Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
Glukosa 20%, 10ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan.
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak
Non farmakologis
1. Fisioterapi dan upaya rehabilitative
2. Makanan tinggi kalori protein
Lain-lain: perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk pernapasan
buatan
Pencegahan
1. Imunisasi, seperti MMR atau HiB
2. Status gizi juga harus baik
3. Melindungi diri dari organisme vektor. Vektor utama nyamuk Culex dengan
memusnahkan nyamuk dewasa dan tempat pembiakannya. Vektor komponen
fisik/alam (udara dan air) memastikan tidak terpapar langsung
4. Operasi Seksio sesaria pada ibu dengan infeksi HSV



30

Komplikasi
a. Susunan saraf pusat : kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan
pendengaran
b. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara
menetap
c. Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid),
hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.
d. Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena
kerusakan SSP berat

Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak
pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan
penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti
perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya
sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada
susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP
meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum,
ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan
atrofi serebral.

Prognosis
Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan dan
penyulit yang muncul.
1. Sembuh tanpa gejala sisa
2. Sembuh dengan gangguan tingkah laku/gangguan mental
3. Kematian bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita




31


2.3 Perbedaan Ensefalitis dengan Meningitis
Encephalitis

Meningitis
Kesadaran Kesadaran relatif masih baik
Demam Demam
Lokasi terinfeksi di jaringan otak Lokasi terinfeksi di selaput otak
Banyak disebabkan virus Banyak disebabkan bakteri

















32


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat.Penyakit ini dapat
disebabkan oleh mikroorganisme,luka fisik,kanker,obat obatan tertentu. Sedangkan
ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Meskipun penyebabnya berbeda, manifestasi klinis dari kedua penyakit ini hampir
sama dan khas. Yaitu pusing, demam, dan kejang. Oleh karena itu
penatalaksanaannya pun hampir sama, terdiri dari terapi farmakologi dan non
farmakologi.














33



DAFTAR PUSTAKA
1. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department of
Medicine. Mayo Clinic College of Medicine.
www.emedicine.com/med/topic2613.htm. di unduh tanggal 13 Juli 2014, pukul 18.00
2. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. Erlangga : Jakarta
3. Encephalitis. Available from: www.medlinux.com/2007/09/encephalitis.html.
Diunduh tanggal 13 Juli 2014, pukul 18.00 WIB
4. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library
5. Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wahyu IW, Wiwiek S. Kapita selekta Kedokteran edisi
ketiga jilid kedua.media aesculapius. FKUI. Jakarta 2007.p 140-45
6. Snell RS. Pembagian utama susunan saraf pusat. Neuroanatomi klinik edisi 5.
Penerbit buku kedokteran: EGC. Jakarta.2007.p 4-14
7. Price SA, Wilson LM. Gangguan sistem neurologik. Patofisiologi volume 2. Penerbit
buku kedokteran: EGC. Jakarta.2006, p1148-54
8. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme infeksi susunan syaraf. Neurologi Klinis Dasar.
Dian Rakyat.Jakarta.2010, p303-15
9. Mardjono,Mahar dan Sidarta,Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. 2003.
Hal. 313-314, 421, 327-333.
10. Markam,Soemarmo. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Madah University Press. Edisi
Ke Dua.2003. Hal.155-162

Você também pode gostar