Você está na página 1de 24

PROPOSAL RISET KEPERAWATAN

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU TENTANG THALASEMIA PADA


ANAK USIA DI BAWAH 10 TAHUN
DI RUANGAN NUSA INDAH BAWAH
RSUD Dr.SLAMET GARUT








Disusun oleh:
Muhammad Zaky Maulani
NIM : 0124023





AKADEMI KEPERAWATAN BIDARA MUKTI
PRODI DIII KEPERAWATAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Thalasemia adalah penyakit keturunan terbanyak di dunia. Data WHO
menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik thalasemia dan 80-
90 juta membawa genetik thalasemia beta (Yunanda 2008).
Thalasemia beta diturunkan dari kedua orang tua pembawa thalasemia dan
menunjukkan gejala klinis yang paling berat, keadaan ini disebut juga thalasemia
mayor. Penderita thalasemia mayor akan mengalami anemia dikarenakan
penghancuran hemoglobin dan membuat penderita harus menjalani transfusi darah
seumur hidup setiap bulan sekali. Transfusi darah yang terus menerus seumur hidup
mengakibatkan penumpukan zat besi pada organ hati dan ginjal, sehingga dapat
mengganggu fungsi organ tersebut. Penderita thalasemia semakin lama mendapat
transfusi akan semakin berpengaruh terhadap fungsi organ tersebut (Yunanda 2008).
Gangguan fungsi hati dapat dideteksi dengan pemeriksaan SGOT (serum
glutamate oxaloacetat transaminase) dan SGPT (serum glutamate piruvate
transaminase), sedangkan gangguan pada ginjal dapat dideteksi melalui pemeriksaan
ureum dan kreatinin (Kartoyo.P dan Purnamawati.SP 2003).
RSUD Garut merupakan salah satu rumah sakit yang mengikuti program
JAMPELTAL (jaminan pelayanan thalasemia) (PERMENKES 2011).
Penderita thalasemia mayor di RSUD Garut pada tahun 2010 berjumlah 15
orang dan sampai bulan Desember 2012 mengalami peningkatan menjadi 30 orang
(Data RSUD Garut 2012). Program JAMPELTAL sangat membantu penderita
thalasemia mayor karena seluruh biaya ditanggung oleh pemerintah, dengan adanya
program ini dapat meringankan beban penderita yang sebagian besar berasal dari
1
kalangan kurang mampu. Penderita juga diharapkan rutin melakukan pengobatan
setiap bulannya sehingga dapat meminimalkan terjadinya komplikasi.
Kami selaku penulis ingin menganalisis kadar SGOT, SGPT, ureum dan
kreatinin penderita thalasemia mayor berdasarkan lama transfusi darah.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka masalah penelitian
yang dapat di rumuskan adalah bagaimana Bagaimana Gambaran Tingkat
Kecemasan Ibu Tentang Thalasemia Pada Anak Usia di Bawah 10 Tahun.

1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk
mengetahui gambaran tingkat kecemasan ibu tentang thalasemia pada anak
usia di bawa 10 tahun di Nusa Indah Bawah RSUD Dr.Slamet Garut.
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengetahuan ibu tentang pengertian Thalasemia di Wilayah
Kerja Ruangan Nusa Indah Bawah RSUD Dr.Slamet Garut Tahun 2014.
2) Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyebab Thalasemia pada anak di
Wilayah Kerja Ruangan Nusa Indah Bawah RSUD Dr.Slamet Garut Tahun
2014.
3) Mengetahui pengetahuan ibu tentang pencegahan Thalasemia pada anak di
Wilayah Kerja Ruangan Nusa Indah Bawah RSUD Dr.Slamet Garut Tahun
2014.
4) Mengetahui tingkat kecemasan ibu tentang Thalasemia pada anak di
Wilayah Kerja Ruangan Nusa Indah Bawah RSUD Dr.Slamet Garut Tahun
2014.


1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
Dengan penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang berkaitan antara lain :
1.4.1. Untuk RSUD Dr.Slamet Garut Khusunya Ruangan Nusa Indah Bawah
1) Hasil penelitian ini akan memperoleh gambaran tingkat kecemasan ibu
tentang thalasemia pada anak yang bisa digunakan sebagai dasar untuk
rencana pemberian penyuluhan di ruangan khusus thalasemia.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pemikiraan untuk
ruangan Nusa Indah Bawah RSUD Dr.Slamet Garut dalam peningkatan
keperawatan pada anak yang mengalami thalasemia.
1.4.2. Untuk Peneliti Selanjutnya
Pengembangan ilmu pengetahuan, hasil peneliti ini diharapkan dapat
memberikan informasi awal untuk melakukan penelitian lanjutan yang
berhubungan dengan thalasemia pada anak.
1.4.3. Untuk Masyarakat Khususnya Ibu
Diharapkan peneliti ini dapat menjadi dasar bagi para ibu sebagai
informasi tentang penanganan thalasemia pada anak.


1.4.4. Untuk Akademik
1) Menambah wawasan dan mengetahui perkembangan kesehatan
keseluruhan umumnya dan di Kota Garut khususnya.
2) Sebagai bahan contoh untuk adik - adik tingkat dalam penyusunan Skripsi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP KECEMASAN
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya, pengetahuan tersebut baik dari pengalaman langsung maupun
melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia sekedar
menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan
sebagainya, pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu
(Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Bagaimana Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokan menjadi dua yakni :
1. Cara memperoleh kebenaran non ilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum di temukannya metode ilmiah atau metode
penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non ilmiah, tanpa
melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini
antara lain meliputi :
a. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara coba ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan
dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
b. Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja
oleh orang yang bersangkutan.
c. Cara kekuasaan atau otoritas
Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama,
maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme
yang sama didalam penemuan pengetahuan. Prinsip inilah orang lain
menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai
otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya,
baik berdasarkan data empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut
menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah benar.
d. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah
ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan oleh sebab itu, pengalaman pribadi
pun digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
e. Cara akal sehat
Akal sehat kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.
f. Kebenaran melalui wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari
Tuhan melalui Para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini
oleh pengikut-pengikut agama bersangkutan.
g. Kebenaran secara intuitif
Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara
hati atau bisikan hati saja.
h. Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir
manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
i. Induksi
Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari
pertanyaan-pertanyaan khusus ke pertanyaan yang bersifat umum.
j. Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan
umum ke khusus.

2. Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan
3. Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian.

2.2 KONSEP DIARE
2.2.1 Pengertian Diare
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada
bayi dan lebih dari tiga kali pada anak; konsistensi feses encer, dapat berwarna
hijau atau terdapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah,
2005).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
berak lebih dari biasanya (tiga atau lebih per hari) yang disertai perubahan dan
konsistensi dari penderita (Depkes RI, 2002).
Diare adalah mencret lebih dari tiga kali, kotorannya cair atau tidak
berbentuk (MT Indiarti, 2007).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah
buang air besar yang frekuensi lebih dari tiga kali pada anak dan lebih dari
empat kali pada bayi, yang mengakibatkan kehilangan cairan elektrolit dengan
bentuk tinja encer dan berwarna hijau dapat pula disertai lendir dan darah.

2.2.2 Penyebab Diare
Menurut Ngastiyah (2005) dapat dibagi dalam beberapa faktor antara lain :
1 Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis,
Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides);
protozoa (Entamoeba histolytica, giardia lambia,Trichomonas
hominis); jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti :
otitis Media Akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
2 Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
Malabsorbsi lemak
Malabsorbsi protein
3 Faktor Makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4 Faktor Psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar) (Ngastiyah, 2005).
2.2.3 Patofisiologi
Bagan 2.1 Patofisiologi Diare
Virus, Bakteri

Enterosit (sel epitel usus halus)

Infeksi dan kerusakan fili usus halus

Enterosit rusak diganti oleh enterosit baru (kuboid / sel epitel gepeng yang
belum matang

Fungsi belum baik

Fili usus atropi

Tidak dapat mengabsorbsi makanan dan cairan belum baik

Tekanan koloid osmotik

Motilitas

Diare

(Shahid NS)
2.2.4 Gambaran Klinis
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair,
mungkin disertai lendir atau lendir darah. Warna tinja makin lama berubah
kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi
oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare
dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan
cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak; yaitu berat badan turun,
turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi),
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya
cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Bila
berdasarkan tonsisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan
hipertonik.

2.2.5 Komplikasi Kehilangan Cairan Akibat Diare
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktase.
6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat,
dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi berat,
volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan
gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah
menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, kadang
sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguria sampai
anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik terjadi karena (1) Kehilangan
NaHCO
3
melalui tinja diare, (2) Ketosis kelaparan, (3) Produk-produk
metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena oliguria/anuria),
(4) Berpindahnya ion Natrium dan cairan ekstrasel ke cairan intrasel, (5)
Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan).
Tabel 2.1 Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah usia
2 tahun
Derajat Dehidrasi PWL NML CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang
Berat
75
125
100
200
25
25
200
350

Tabel 2.2 Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5
tahun
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan
Sedang
Berat
30
50
80
80
80
80
25
25
25
135
155
183

PWL Previous Water Loss (ml/kg bb) cairan yang hilang karena muntah, NWL
Normal Water Loss (ml/kg bb) (cairan yang hilang melalui urine, kulit,
pernafasan), CWL Concomitant Water Loss (ml/kg bb) (cairan yang hilang
karena muntah hebat) (Ngastiyah, 2005).
2.2.6 Pencegahan Diare
Program pemberantasan penyakit diare menurut WHO :
1) Pemberian ASI penuh sampai berusia 4-6 bulan, selanjutnya diberikan
bersama makanan lain.
2) Memperbaiki cara penyapihan.
3) Penggunakan air bersih.
Penyakit diare merupakan penyakit yang di tularkan melalui mulut
(oral-fekal), antara lain melalui makanan / minuman yang tercemar tinja dan
atau kontak langsung dengan tinja penderita, salah satu prilaku khusus yang
dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik adalah menggunakan air
minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja. Jika jarak dari
sumber air bersih dengan WC < 10 meter maka akan terjadi kontaminasi air
tersebut oleh kuman dari WC melalui perembesan.
4) Mencuci tangan.
5) Menggunakan jamban.
6) Membuang tinja bayi secara baik dan benar.
7) Imunisasi campak
Insiden diare meningkat pada waktu serangan campak selama 4
minggu setelah timbulnya penyakit dan kemungkinan sampai 6 bulan setelah
episode campak. Diare yang berhubungan dengan campak sering kali lebih
berat dan lebih lama. Resiko kematian biasanya juga lebih tinggi daripada
diare yang tidak berhubungan dengan campak dan kemungkinan lebih berat
bila anak juga kurang gizi. Mekanismenya melalui efek langsung virus pada
epitelium mukosa usus atau virus menginduksi imunosupresi yang dapat
berakhir dalam beberapa bulan setelah episode campak dan mengurangi daya
tahan anak terhadap bermacam-macam bakteri patogen dan protozoa.
Imunisasi campak oleh karenanya merupakan cara yang penting untuk
mencegah episode diare dan kematian yang berhubungan dengan diare.

2.3 Dehidrasi
Dehidrasi adalah ketidakseimbangan fisiologi cairan dan elektrolit yang
disebabkan oleh hilangnya cairan dan elektrolit dalam jumlah besar karena diare,
muntah, dan lain-lain (Ditjen PPM dan PLP, 1999).
2.3.1. Derajat Dehidrasi
Pengukuran berat badan sangat penting dilakukan dalam
penatalaksanaan diare, untuk menghitung presentase penurunan berat badan
sakit terhadap berat badan sebelum sakit sehingga dapat ditentukan derajat
dehidrasi, selanjutnya berguna dalam rencana rehidrasi yang akan dilakukan.
1) Tanpa dehidrasi : Berat badan turun 05%
2) Dehidrasi ringan-sedang : Berat badan turun 6-9%
3) Dehidrasi berat : Berat badan turun > 10%
Tingkat dehidrasi menurut WHO :
Tabel 2.3 Tingkat Dehidrasi
Pemeriksaan A B C
Keadaan umum Baik Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum biasa Haus, minum
banyak
Malas minum/tidak
bisa minum
Periksa turgor
kulit
Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Derajat dehidrasi TANPA
DEHIDRASI
DEHIDRASI
RINGAN-
SEDANG bila
ada satu tanda di
tambah > 1 tanda
lain
DEHIDRASI BERAT
Bila ada satu tanda
ditambah > 1 tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

2.3.2. Upaya Rehidrasi Berdasarkan Derajat Dehidrasi
1. Rencana Terapi A
a. Beri minum sebanyak-banyaknya cairan rumah tangga, bila ada
ORALIT berikan dengan dosis :
Umur Setiap Mencret Dalam 24 jam
< 1 tahun gelas 400ml (2 bks )
1 5 tahun 1 gelas 600-800ml (3-4 bks)
5 12 tahun 1 gelas 800-1000ml (4-5 bks)
Dewasa 2 gelas 1000-1200 ml (6-10 bks

b. Berikan makanan yang bergizi, lunak, mudah dicerna, tidak
merangsang, lebih sering (biasanya 6 kali), teruskan susu formula
dengan diencerkan setengahnya.
c. Bawa ke petugas kesehatan apabila : diare bertambah sering dan
banyak, sering muntah, sangat haus, malas minum/makan, demam, tinja
berdarah.
2. Rencana Terapi B
a. Berikan ORALIT dosis rehidrasi awal sesuai umur dalam 3 jam pertama
dengan dosis 75 cc/kgBB dan teruskan ASI, dosis ORALIT :
Umur Setiap Mencret
< 1 tahun 1 gelas
1 5 tahun 3 gelas
5 12 tahun 6 gelas
Dewasa 12 gelas

b. Observasi : usahakan ORALIT yang harus diminum sesuai dalam
pemberian dan dosisnya.
c. Setelah 3-4 jam, nilai kembali untuk melanjutkan rencana terapi.
d. Bila penderita pulang : beritahukan jumlah ORALIT yang harus
diminum, berikan oralit untuk 2 hari, terangkan cara membuat
ORALIT, terangkan 3 aturan rencana terapi A.

3. Rencana Terapi C
a. Berikan cairan IV, jika bisa minum berikan ORALIT. Beri 100ml/kgBB
larutan Ringer laktat dibagi :
Umur Pemberian I 30ml/kgBB Pemberian II 70ml/kgBB
< 1 tahun 1 jam 5 jam
>1 tahun 30 menit 2 jam

Diulang jika denyut nadi masih sangat lemah/tidak teraba.
b. Nilai penderita tiap 1 2 jam.
c. Setelah dapat minum ORALIT (kurang lebih 5 ml/kgBB).
d. Nilai kembali setelah 6 jam (bayi), atau 3 jam (anak > 1 tahun) untuk
melanjutkan terapi.
Pemberian Gastric Drip :
a. Mulai rehidrasi melalui pipa NGT dengan larutan ORALIT 20
ml/kgBB/jam (total dari 120 ml/kgBB).
b. Nilai setiap 1 2 jam.
c. Lanjutkan terapi setelah 6 jam.
Pemberian makanan lunak yang rendah serat dan kalori tinggi, bergizi, mudah
dicerna, tidak merangsang, lebih sering dengan porsi kecil (biasanya 6 kali), teruskan
susu formula dengan diencerkan setengahnya (WHO, 1988).



2.4 Masa Tumbuh Kembang Anak 0 5 Tahun
2.4.1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan merupakanbertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh
bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai
melalui tumbuh kematangan dan belajar (Whalley dan Wong, 2000).
2.4.2. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Pola Pertumbuhan Fisik yang Terarah
Pada pola ini terdapat dua prinsip atu hukum perkembangan yaitu prinsip
chepalo-caudal dan prinsip proximodistal (Wong, 1995). Pertama,
Cephalocaudal atau head to tail direction (dari arah kepala kemudian ke
kaki). Pola pertumbuhan dan perkembangan ini dimulai dari kepala yang
ditandai dengan perubahan ukuran kepala yang lebih besar, kemudian
berkembang kemampuan untuk menggerakan lebih cepat dengan
menggelengkan kepala dan dilanjutkan ke bagian ekstermitas bawah
lengan, tangan, dan kaki. Hal tersebut merupakan pola searah dalam
pertumbuhan dan perkembangan, yang tampak pada pertumbuhan pra natal
yaitu pada janin saat bayi yang dilahirkan pada bagian kepala atau alat
yang ada di kepala tampak lebih matang lebih dahulu. Kedua, proksimal
distal atau near to far direction (Wong, 1995). Pola ini dimulai dengan
menggerakan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat/sumbu tengah
kemudian baru menggerakan anggota gerak yang lebih jauh atau ke arah
bagian tepi, seperti menggerakan bahu dahulu kemudian baru jari-jari. Hal
tersebut juga dapat dilihat pada perkembangan berbagai organ yangada di
tengah seperti jantung, paru, pencernaan, dan yang lain akan lebih dahulu
mencapai kematangan dari pada organ yang berada ditepi seperti bagian
ekstremitas.
2. Pola Perkembangan dari Umum ke Khusus
Pola ini dikenal dengan nama pola mass to specific atau complex (Wong,
1995), pola pertumbuhan dan perkembangan ini dapat dimulai dengan
menggerakan daerah yang lebih umum (sederhana) dahulu baru kemudian
daerah yang lebih kompleks (khusus), seperti melambaikan tangan
kemudian baru memainkan jarinya atau menggerakan lengan atas, bawah
telapak tangan sebelum menggerakan jari tangan, akan menggerakan badan
atau tubuhnya sebelum mempergunakan kedua tungkainya untuk
menyangga, melangkah dan mampu berjalan.
3. Pola Perkembangan Berlangsung dalam Tahapan Perkembangan
Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahapan perkembangan,
yang dapat digunakan untuk mendeteksi perkembangan selanjutnya,
seperti seorang anak pada umur empat tahun mengalami kesulitan dalam
berbicara, mengemukakan sesuatu atau terbatas dalam perbendaharaan
kata, maka dapat diramalkan akan mengalami kelambatan pada seluruh
aspek perkembangannya diantaranya, 1) masa pra lahir, terjadi
pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan jaringan tubuh, 2) masa
neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan diluar rahim dan
hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan, 3) masa bayi
terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya
dan memiliki kemampuan untuk melindungi dan menghindari dari hal
yang mengancam dirinya, 4) masa anak, terjadi perkembangan cepat dalam
aspek sifat, sikap, minat dan cara penyesuaian dengan lingkungan dalam
hal ini keluarga dan teman sebayanya, dan 5) masa remaja akan terjadi
perubahan kearah dewasa sehingga kematangan pada tanda-tanda pubertas
(Gunarsa, 1997).
4. Pola Perkembangan Dipengaruhi oleh Kematangan dan Latihan (Belajar)
Proses kematangan dan belajar pada pola ini selalu mempengaruhi
perubahan dalam perkembangan anak, antara kematangan proses belajar
terjadi interaksi yang kuat dalam mempengaruhi perkembangan anak.
Terdapat saat yang siap untuk menerima sesuatu dari luar untuk mencapai
proses kematangan yang dicapainya dapat di sempurnakan melalui
rangsangan yang tepat. Masa itulah dikatakan sebagai masa kritis yang
harus dirangsang agar mengalami pencapaian perkembangan selanjutnya,
melalui proses belajar (Gunarsa, 1997).
Perkembangan kognitif pada anak menurut Piaget meliputi :
1. Tahap Sensori Motor, (umur 0-2 tahun) dengan perkembangan
kemampuan sebagai berikut, anak mempunyai kemampuan dalam
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi dengan cara melihat,
mendengar, menyentuh dan aktivitas motorik. Semua gerakan pada
masa ini akan diarahkan kemulut dengan merasakan keingintahuan
sesuatu dari apa yang dilihat, didengar, disentuh, dan lain-lain. Gerakan
fisik tersebut menunjukan sifat egosentris dari pikiran anak.
2. Tahap Praoprasional, (umur 2-7 tahun) dengan perkembangan
kemampuan sebagai berikut anak belum mampu
mengoprasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui tindakan dalam
pikiran anak, perkembangan anak masih bersifat egosentrik, seperti
dalam penelitian Piaget anak selalu menunjukkan egosentrik seperti
anak yang memilih sesuatu atau ukuran yang besar walaupun isi sedikit.
Masa ini sifat pikiran bersifat transduktif menganggap semuanya sama,
seperti apabila anak terbentur benda mati maka anak akan memukulnya
ke arah benda tersebut.
Pada perkembangan psikosexual anak pertama kali dikemukakan oleh
Sigmund Freud yang merupakan proses dalam perkembangan anak dengan
pertambahan pemetangan fungsi struktur serta kejiwaan yang dapat
menimbulkan dorongan untuk mencari rangsangan dan kesenangan secara
umum untuk menjadikan diri anak menjadi dewasa. Dalam perkembangan
psikoseksual anak dapat melalui tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Oral terjadi pada umur 0-1 tahun dengan perkembangan sebagai
berikut, kepuasan dan kesenangan, kenikmatan dapat melalui dengan cara
menghisap, menggigit, mengunyah atau bersuara, ketergantungan sangat
tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Masalah
yang diperoleh pada tahap ini adalah masalah menyapih dan makan.
2. Tahap Anal terjadi pada umur 1-3 tahun dengan perkembangan sebagai
berikut, kepuasan pada fase ini adalah pengeluaran tinja, anak akan
menunjukan keakuannya dan sikapnya sangat narsistik yaitu cinta terhadap
dirinya sendiri dan sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya.
Pada fase ini tugas yang dapat di laksanakan anak adalah latihan
kebersihan. Masalah yang dapat diperoleh pada tahap ini adalah bersifat
obsesif atau gangguan pikiran, pandangan sempit, introvet dan dapat
bersikap ekstrovet impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi,
kurang pengendalian diri.
3. Tahap Oedipal/Phalik terjadi pada umur 3-5 tahun dengan perkembangan
sebagai berikut, kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotic
yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya,
suka pada yang lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya dari
pada ayahnya demikian sebaliknya anak perempuan senang pada ayahnya.
Perkembangan anak yang ditinjau dari aspek psikososial, perkembangan
ini dikemukakan oleh Erikson bahwa anak dalam perkembangannya selalu
dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan untuk mencapai kematangan
kepribadian anak perkembangan psikososial anak dapat meliputi :
1. Tahap Percaya dan Tidak Percaya
Ini terjadi pada umur 0 1 tahun (bayi) dengan perkembangan
sebagai berikut tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada
seseorang baik orangtua maupun orang yang mengasuhnya ataupun juga
perawat yang merawatnya, kegagalan pada tahap ini apabila terjadi
kesalahan dalam mengasuh atau merawat maka akan dapat timbul rasa
tidak percaya.
2. Tahap Kemandirian, Rasa Malu, dan Ragu
Terjadi pada umur 1 3 tahun (todler) dengan perkembangan
sebagai berikut anak sudah mulai mencoba dalam mandiri dalam tugas
tumbuh kembang seperti dalam motorik dan bahasa, anak sudah mulai
latihan jalan sendiri, berbicara dan pada tahap ini pula anak akan
merasakan malu apabila orang tua terlalu melindungi atau tidak
memberikan kemandirian atau kebebasan anak dan menuntut tinggi
harapan anak.
3. Tahap Inisiatif, Rasa Bersalah
Terjadi pada umur 4 6 tahun (prasekolah) dengan perkembangan
sebagai berikut anak akan melalui inisiatif dalam belajar mencari
pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktivitasnya, dan apabila
pada tahap ini anak dilarang atau di cegah maka akan tumbuh perasaan
bersalah pada diri anak.

Você também pode gostar