Você está na página 1de 23

BAB I

PENDAHULUAN
Abortus adalah pengakhiran kehamilan dengan cara apapun sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan dengan berat janin kurang dari 500 gram atau pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu.
Menurut Eastman abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana
fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus dengan berat antara 400-1000 gram, atau
usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Sedangkan menurut Jeffcoat, abortus adalah
pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum
viable by law . Beda lagi menurut Holmer, abortus terjadi sebelum kehamilan minggu ke-
16. kesimpulan dari beda pendapat di atas adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.

Insiden abortus spontan umumnya tercatat sebesar 10% dari seluruh kehamilan.
Gambaran ini diperoleh dari data yang memiliki paling tidak dua kelemahan, yaitu
ketidakmampuan mengenali abortus secara dini, sehingga terlewatkan dan
dicantumkannya kasus induksi abortus ilegal yang dinyatakan sebagai abortus spontan.
Insiden abortus spontan sulit ditentukan secara tepat karena belum adanya
kesepakatan yang dicapai mengenai kapan kehamilan itu sesungguhnya dimulai dan
pertimbangan mengenai kecermatan dalam teknik yang digunakan untuk penentuan
kehamilan tersebut. Dengan penggunaan uji yang dapat menentukan sejumlah kecil hCG
(human Chorionic Gonadotropin), frekuensi abortus akan lebih tinggi dibandingkan
penentuan diagnosis abortus berdasarkan konfirmasi histologik saja. Di Amerika Serikat
abortus spontan yang diperkirakan 10-15% dari kehamilan meningkat insidennya menjadi
50% apabila pemeriksaan biokimiawi hCG dalam darah 7-10 hari setelah konsepsi ikut
diperhitungkan. Abortus spontan di Indonesia diperkirakan sekitar 10-15% dari 6 juta
kehamilan setiap tahunnya atau sekitar 600-900 ribu, sedangkan abortus buatan sekitar
750.000-1,5 juta per tahunnya.
Abortus spontan dapat terjadi pada trimester pertama kehamilan yang meliputi
85% dari kejadian abortus spontan dan cenderung disebabkan oleh faktor-faktor fetal.
Sementara abortus spontan yang terjadi pada trimester kedua lebih cenderung disebabkan
oleh faktor-faktor maternal termasuk inkompetensia serviks, anomali kavum uterus yang

kongenital atau didapat, hipotiroid, diabetes mellitus, nefritis kronik, infeksi akut oleh
penggunaan kokain, gangguan immunologi, dan gangguan psikologis tertentu.
Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering pula terdapat
rasa mulas. Kecurigaan tersebut dapat diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda
pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini)
atau imunologi (Pregnosticon, Gravindex) bilamana hal itu dikerjakan. Harus
diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, dan adanya jaringan
dalam kavum uterus atau vagina.
Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup. Terlihatnya gambaran USG yang menunjukkan cincin gestasional dengan
bentuk yang jelas dan memberikan gambaran ekho dibagian sentral dari bayangan embrio
berarti hasil konsepsi dapat dikatakan sehat.
Kantong gestasional tanpa gambaran ekho sentral dari embrio atau janin
menunjukkan kematian hasil konsepsi. Bila abortus tidak dapat dihindari, diameter
kantong gestasional seringkali lebih kecil dari yang semestinya untuk umur kehamilan
yang sama. Lebih lanjut, pada umur kehamilan 6 minggu dan sesudahnya, gerakan
jantung janin akan dapat dilihat secara jelas menggunakan USG.














BAB II
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS
Nama : Ny. T
Umur : 23 tahun
Alamat : unit 1
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
CM : 20.11.96

ANAMNESIS
Seorang pasien wanita berumur 23 tahun masuk kamar bersalin RSUD Arga
Makmur pada tanggal 26 Juni 2014 dengan :
Keluhan utama : Keluar darah dari kemaluan sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluar darah dari kemaluan sejak 3 hari yang lalu, awalnya keluar darah sedikit
berupa flek kecoklatan, 1 hari SMRS darah yang keluar menjadi banyak berwarna
merah kehitaman disertai gumpalan seperti daging dan nyeri perut bagian bawah.
Sejak usia kehamilan 4-5 minggu sering keluar flek dan saat kontrol ke poliklinik
kebidanan dianjurkan untuk bedrest dan diberi obat penguat kandungan.
Keluar gelembung seperti mata ikan tidak ada
HPHT 8 Mei 2014
Kehamilan yang kedua
Riwayat trauma (-), demam (-), keputihan (-)
Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
BAK dan BAB biasa
Riwayat menstruasi : menarche umur 12 tahun, teratur 1 x 28 hari, lama 6-8 hari,
2-3 x ganti duk tiap hari, nyeri haid (-)



Riwayat Penyakit dahulu :
Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keturunan, atau kejiwaan.

Riwayat kehamilan dan sosial ekonomi :
Riwayat perkawinan : 1 x tahun 2011
Riwayat kehamilan/ abortus/persalinan : 2/1/0
1. Abortus/ usia kehamilan 3 bulan/ tahun 2012/kuret
2. Hamil ini
Riwayat KB : (-)
Riwayat Imunisasi : (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 x permenit
Suhu : 36,6
0
C
Frekuensi nafas : 20 x permenit
Berat Badan : 46 kg
Tinggi badan : 149 cm
Kulit : sianosis (-)
Kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Pupil bulat isokor, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
refleks cahaya langsung/tak langsung +/+,eksoftalmu(-)
THT : Telinga normotia, konka eutrofi, tonsil-faring tidak hiperemis
Leher : Trakea lurus ditengah, KGB dan tiroid tidak teraba membesar


Thoraks
Mammae : Simetris, areola mammae hiperpigmentasi
Jantung : BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Sn vesikuler N, ronkhi -/-, wheezing (-)
Abdomen : status obstetri
Genitalia : status obstetri
Ekstremitas : edema -/-, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-

STATUS OBSTETRIKUS
Muka : kloasma gravidarum (+)
Mammae : membesar, A/P hiperpigmentasi
Abdomen :
Inspeksi : simetris, datar, striae gravidarum (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio supra simfisis, tinggi fundus uteri
tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia :
Inspeksi : v/u : perdarahan (+) tidak aktif, oedem (-), varises (-)
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam :
- Vaginal Toucher
Vulva : oedem (-)
Vagina : elastis, massa (-), darah (+)
Portio : membuka, jaringan (+), nyeri goyang (-)
Cavum douglasi : Tidak menonjol
Uterus sesuai kehamilan 6 minggu
Sarung tangan: Darah berwarna merah kehitaman




Laboratorium : (26 Juni 2014)
Hematologi Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12,5 P 12-14 g/dl
Leukosit 10.200 4.500-10.000 sel/mm3
Eritrosit 4,6 P 4-5 juta/mm3
Trombosit 225.000 150.000-400.000 sel/mm3
Hematokrit 37 P 34-45 %
CT 4 < 15 menit
BT 3 1-6 menit
Diff Count
- Basophil 0 0-1 %
- Eosinophil 0 1-3%
- N. Staaf 0 2-6 %
- N. Segment 75 50-70 %
- Limphosit 25 20-40 %
- Monosit 0 2-8 %
Golongan darah B
HBsAg Negatif

Pemeriksaan tambahan : plano tes (+)
USG
Kesan : Sisa hasil konsepsi

Diagnosis kerja : G
2
P
0
A
1
gravid 6-7 minggu + abortus inkomplit
Diagnosis banding :
Abortus Incomplete
Mola hidatidosa
Kehamilan ektopik terganggu
Rencana : kuretase


Terapi :
- Observasi tanda vital dan perdarahan
- IVFD Ringer Laktat 20 tts/ mnt
- Persiapan Kuret (Informed consent, Konsul anestesi, Puasa)
- Dilakukan kuretase (tanggal 26 Juni 2014)
Laporan kuretase :
1. Pasien dalam posisi litotomi dengan anestesi umum
2. Antisepsis pada vulva vagina dan sekitarnya
3. Kosongkan kandung kemih
4. Dipasang spekulum bawah vagina
5. Portio ditampakkan dan dijepit dengan tenakulum pada jam 11
6. Dilakukan sondase sedalam 10 cm
7. Dilakukan kuretase secara sistematis searah jarum jam
8. Dikeluarkan jaringan berupa jaringan 30 cc dan darah 50 cc
9. Kuretase selesai

- Post kuretase:
- Injeksi pospargin 1 ml (0,2 mg) im
- Observasi tanda vital dan perdarahan baik pasien pulang
- Medikamentosa
cefadroxil 2x500 mg
asam mefenamat 3x500 mg
Metilat 2x1 tablet
- Kontrol poli
Edukasi bahwa pasien baru dapat hamil kembali setidaknya 3 bulan ke depan dan dalam
tenggang waktu tersebut pasien diberi KB pil atau kondom





Follow Up post kuretase :













PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanasionam : dubia ad bonam













27 Juni 2014
S
o Nafsu makan baik
o Perdarahan (-)
O TD : 100/70 mmHg
A Post kuretase a.i ab.inkomplit
P
Aff infuse
Aff DC
Obat teruskan
Kontrol ke poli kebidanan
Boleh pulang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Abortus didefinisikan sebagai pengeluaran kehamilan dengan cara apapun
sebelum janin cukup berkembang untuk dapat bertahan hidup di luar kandungan. Di
Amerika Serikat definisi ini dikhususkan untuk pengakhiran kehamilan sebelum 20
minggu atau berat badan janin lebih kecil dari 500 gram yang didasarkan pada tanggal
hari pertama menstruasi normal terakhir.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan batasan abortus. Eastman mengatakan
abortus adalah terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di
luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000
gram, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Menurut Jeffcoat, abortus adalah
pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu yaitu fetus belum dapat
hidup menurut aturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Holmer memberi
batasan yang lebih rendah yaitu 16 minggu.

3.2 Epidemiologi
Insiden abortus spontan umumnya tercatat sebesar 10% dari seluruh kehamilan.
Gambaran ini diperoleh dari data yang memiliki paling tidak dua kelemahan, yaitu
ketidakmampuan mengenali abortus secara dini, sehingga terlewatkan dan
dicantumkannya kasus induksi abortus ilegal yang dinyatakan sebagai abortus spontan.
Insiden abortus spontan sulit ditentukan secara tepat karena belum adanya
kesepakatan yang dicapai mengenai kapan kehamilan itu sesungguhnya dimulai dan
pertimbangan mengenai kecermatan dalam teknik yang digunakan untuk penentuan
kehamilan tersebut. Dengan penggunaan uji yang dapat menentukan sejumlah kecil hCG
(human Chorionic Gonadotropin), frekuensi abortus akan lebih tinggi dibandingkan
penentuan diagnosis abortus berdasarkan konfirmasi histologik saja. Di Amerika Serikat
abortus spontan yang diperkirakan 10-15% dari kehamilan meningkat insidennya menjadi
50% apabila pemeriksaan biokimiawi hCG dalam darah 7-10 hari setelah konsepsi ikut
diperhitungkan.

Abortus spontan di Indonesia diperkirakan sekitar 10-15% dari 6 juta kehamilan
setiap tahunnya atau sekitar 600-900 ribu, sedangkan abortus buatan sekitar 750.000-1,5
juta per tahunnya.

3.3 Etiologi
Abortus spontan dapat terjadi pada trimester pertama kehamilan yang meliputi
85% dari kejadian abortus spontan dan cenderung disebabkan oleh faktor-faktor fetal.
Sementara abortus spontan yang terjadi pada trimester kedua lebih cenderung disebabkan
oleh faktor-faktor maternal termasuk inkompetensia serviks, anomali kavum uterus yang
kongenital atau didapat, hipotiroid, diabetes mellitus, nefritis kronik, infeksi akut oleh
penggunaan kokain, gangguan immunologi, dan gangguan psikologis tertentu.


1. Faktor fetal
Sekitar 2/3 dari abortus spontan pada trimester pertama merupakan anomali
kromosom dengan dari jumlah tersebut adalah trisomi autosom dan sebagian lagi
merupakan triploidi, tetraploidi, atau monosomi 45X.
Menurut Eiben dkk (1990), Zhou (1990), dan Ohno dkk (1991) mayoritas abortus
spontan berhubungan dengan abnormalitas kromosom, terutama trisomi. Suatu penelitian
sitogenetik mendapatkan abnormalitas kromosom antara 21-50% pada abortus spontan di
trimester pertama (Boue dkk, 1975; Chua dkk, 1989; Eiben dkk 1990) dengan lebih dari
separuhnya tidak mengandung bagian-bagian embrionik untuk pemeriksaan (Kalousek
dkk, 1993). Sebuah penelitian lain mendapatkan 70% dari missed abortion merupakan
abnormalitas kromosom (Phillp dan Kalousek, 2002).


2. Faktor maternal
a. Faktor-faktor endokrin
Beberapa gangguan endokrin telah terlibat dalam abotus spontan berulang, termasuk
diantaranya adalah diabetes mellitus tak terkontrol (Mestman, 2002), hipo dan
hipertiroid (Fedele dan Bianchi, 1995; Lazarus dan Kokandi, 2000), oligomenorrhea
(Hasegawa dkk, 1996), hipersekresi luteinezing hormone, insufisiensi korpus luteum
atau disfungsi fase luteal (Fritz, 1988; Dlugi, 1998), dan penyakit polikistik ovarium
(Homburg dkk, 1988; Regan dkk, 1990). Pada perkembangan terbaru peranan

hiperandrogenemia (Tulppala dkk, 1993; Okok dkk, 1998) dan hiperprolaktinemia
(Hirahara dkk, 1998) telah dihubungkan dengan terjadinya abortus yang berulang.
b. Faktor-faktor anatomi
Anomali uterus termasuk malformasi kongenital, defek uterus yang didapat
(Asthermans syndrome dan defek sekunder terhadap dietilestilbestrol), leiomyoma,
dan inkompentensia serviks (Garcia-Enguidanos dkk, 2002). Meskipun anomali-
anomali ini sering dihubungkan dengan abortus spontan, insiden, klasifikasi dan
peranannya dalam etiologi masih belum diketahui secara pasti (Bulletti dkk, 1996).
Abnormalitas uterus terjadi pada 1,9% dalam populasi wanita, dan 13 sampai 30%
wanita dengan abortus spontan berulang (Bulletti dkk, 1996; Garcia-Enguidanos dkk,
2002). Penelitian lain menunjukkan bahwa wanita dengan anomali didapat seperti
Ashermans syndrome, adhesi uterus, dan anomali didapat melalui paparan
dietilestilbestrol memiliki angka kemungkinan hidup fetus yang lebih rendah (Garcia-
Enguidanos dkk, 2002) dan meningkatnya angka kejadian abortus spontan (Herbs
dkk, 1981).
c. Faktor-faktor immunologi
Pada kehamilan normal, sistem imun maternal tidak bereaksi terhadap spermatozoa
atau embrio. Namun 40% pada abortus berulang diperkirakan secara immunologis
kehadiran fetus tidak dapat diterima (Giacomucci dkk, 1994). Respon imun dapat
dipicu oleh beragam faktor endogen dan eksogen, termasuk pembentukan antibodi
antiparental, gangguan autoimun yang mengarah pada pembentukan antibodi
autoimun (antibodi antifosfolipid, antibodi antinuclear, aktivasi sel B poliklonal),
infeksi, bahan-bahan toksik, dan stress (Giacomucci dkk, 1994; Thellin dan Heinen,
2003).
d. Trombofilia
Trombofilia merupakan keadaan hiperkoagulasi yang berhubungan dengan
predisposisi terhadap trombolitik. Kehamilan akan mengawali keadaan
hiperkoagulasi dan melibatkan keseimbangan antara jalur prekoagulan dan
antikoagulan (Kujovich, 2004). Trombofilia dapat merupakan kelainan yang herediter
atau didapat. Terdapat hubungan antara antibodi antifosfolipid yang didapat dan
abortus berulang (Rand, 1998; Branch, 1998; Vinatier dkk, 2001) dan semacam terapi

dan kombinasi terapi yang melibatkan heparin dan aspirin telah direkomendasikan
untuk menyokong pemeliharaan kehamilan sampai persalinan (Empson dkk, 2002).
Pada sindrom antifosfolipid, antibodi antifosfolipid mempunyai hubungan dengan
kejadian trombosis vena, trombosis arteri, abortus atau trombositopenia. Namun,
mekanisme pasti yang menyebabkan antibodi antifosfolipid mengarah ke trombosis
masih belum diketahui. Pada perkembangan terbaru, beberapa gangguan trombolitik
yang herediter atau didapat telah dihubungkan dengan abortus berulang termasuk
faktor V Leiden, defisiensi protein antikoagulan dan antitrombin,
hiperhomosistinemia, mutasi genetik protrombin, dan mutasi homozigot pada gen
metileneterhidrofolat reduktase (Kujovich, 2004).
e. Infeksi
Infeksi-infeksi maternal yang memperlihatkan hubungan yang jelas dengan abortus
spontan termasuk sifilis, parvovirus B19, HIV, dan malaria (Garcia-Enguidanos dkk,
2002). Brusellosis, suatu penyakit zoonosis yang paling sering menginfeksi manusia
melalui produk susu yang tidak dipasteurisasi juga dapat menyebabkan abortus
spontan (Mandell dkk, 2000). Suatu penelitian retrospektif terbaru di Saudi Arabia
menemukan bahwa hampir separuh (43%) wanita hamil yang didiagnosa menderita
brusellosis akut pada awal kehamilannya mengalami abortus spontan pada trimester
pertama atau kedua kehamilannya (Khan dkk, 2001).
f. Faktor-faktor eksogen, meliputi:
Bahan-bahan kimia:
- Gas anestesi
Nitrat oksida dan gas-gas anestesi lain diyakini sebagai faktor resiko untuk
terjadinya abortus spontan (Aldridge dan Tunstall, 1986). Pada suatu tinjauan
oleh Tannenbaum dkk (Tannenbaum dan Goldberg, 1985), wanita yang
bekerja di kamar operasi sebelum dan selama kehamilan mempunyai
kecenderungan 1,5 sampai 2 kali untuk mengalami abortus spontan. Pada
suatu penelitian meta analisis yang lebih baru, hubungan antara pekerjaan
maternal yang terpapar gas anestesi dan resiko abortus spontan (Bolvin, 1997)
digambarkan adalah 1,48 kali daripada yang tidak terpapar.
- Air yang tercermar

Beberapa penelitian epidemiologi telah mendapatkan data dari fasilitas-
fasilitas air di daerah perkotaan untuk mengetahui paparan lingkungan (Bove
dkk, 2002). Suatu penelitian prospektif fi California (Waller dkk, 1998)
menemukan hubungan bermakna antara resiko abortus spontan pada wanita
yang terpapar trihalometana dan terhadap salah satu turunannya,
bromodikhlorometana. Demikian juga wanita yang tinggal di daerah Santa
Clara, daerah yang dengan kadar bromida pada air permukaan paling tinggi
tersebut, memiliki resiko 4 kali lebih tinggi untuk mengalami abortus spontan.
- Dioxin
Dioxin telah terbukti menyebabkan kanker pada manusia dan binatang, dan
menyebabkan anomali reproduksi pada binatang (McNulty, 1985). Beberapa
penelitian pada manusia menunjukkan hubungan antara dioxin dan abortus
spontan. Pada akhir tahun 1990, dioxin ditemukan di dalam air, tanah, air
minum, di kota Chapaevsk Rusia. Kadar dioxin dalam air minum pada kota itu
merupakan kadar dioxin tertinggi yang ditemukan di Rusia, dan ternyata
frekuensi rata-rata abortus spontan pada kota tersebut didapatkan lebih tinggi
dari kota-kota yang lain (Revich dkk, 2001).
- Pestisida
Resiko abortus spontan telah diteliti pada sejumlah kelompok pekerja yang
menggunakan pestisida. Suatu peningkatan prevalensi abortus spontan terlihat
pada istri-istri pekerja yang menggunakan pestisida di Italia (Petrelli dkk,
2000), India (Rupa dkk, 1991), dan Amerika Serikat (Gary dkk, 2002),
pekerja rumah hijau di Kolombia (Restrepo dkk, 1990) dan Spanyol (Parron
dkk, 1996), pekerja kebun di Argentina (Matos dkk, 1987), petani tebu di
Ukraina (Kundiev, 1994), dan wanita yang terlibat di bidang agrikultural di
Amerika Serikat (Engel dkk, 1995) dan Findlandia (Hemminki dkk, 1980).
Suatu peningkatan prevalensi abortus yang terlambat telah diamati juga di
antara wanita peternakan di Norwegia (Kristensen dkk, 1997), dan pekerja
agrikultural atau hortikultural di Kanada (McDonald dkk, 1988).
Gaya hidup seperti merokok dan alkoholisme.

Penelitian epidemiologi mengenai merokok tembakau dan abortus spontan
menemukan bahwa merokok tembakau dapat sedikit meningkatkan resiko untuk
terjadinya abortus spontan. Namun, hubungan antara merokok dan abortus
spontan tergantung pada faktor-faktor lain termasuk konsumsi alkohol, perjalanan
reproduksi, waktu gestasi untuk abortus spontan, kariotipe fetal, dan status
sosioekonomi (Werler, 1997). Peningkatan angka kejadian abortus spontan pada
wanita alkoholik mungkin berhubungan dengan akibat tak langsung dari
gangguan terkait alkoholisme (Abel, 1997).
Radiasi
Radiasi ionisasi dikenal menyebabkan gangguan hasil reproduksi, termasuk
malformasi kongenital, restriksi pertumbuhan intrauterine, dan kematian embrio
(UNSCEAR, 1993). Pada tahun 1990, Komisi Internasional Terhadap
Perlindungan Radiasi menyerankan untuk wanita dengan konsepsi tidak terpapar
lebih dari 5mSv selama kehamilan (Clarke, 1990). Penelitian-penelitian mengenai
kontaminasi radioaktif memperlihatkan akibat Chernobyl yang meningkatkan
angka kejadian abortus spontan di Finlandia dan Norwegia (Auvien dkk, 2001;
Ulstein dkk, 1990).

3.4 Klasifikasi Abortus :
Abortus menurut kejadiannya dibagi atas abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari luar
sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-
obatan ataupun secara mekanis dengan bantuan alat.
1. Abortus provokatus
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan menggunakan obat-obatan atau alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi :
a. Abortus medisinalis(abortus therapheutica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
b. Abortus kriminalis.

Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis.
2. Dalam perjalanan klinisnya abortus spontan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Abortus imminens (threatened)
Suatu abortus imminens dicurigai bila terdapat pengeluaran vagina yang
mengandung darah, atau perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan.
Suatu abortus imminens dapat atau tanpa disertai rasa mulas ringan, sama dengan
pada waktu menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Perdarahan pada abortus
imminens seringkali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari
atau minggu.
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak adanya pembukaan
serviks. Sementara pemeriksaan dengan real time ultrasound pada panggul
menunjukkan ukuran kantong amnion normal, jantung janin berdenyut, dan kantong
amnion kosong.
b. Abortus insipiens (inevitable)
Merupakan suatu abortus yang tidak dapat dipertahankan lagi ditandai dengan
pecahnya selaput janin dan adanya pembukaan serviks. Pada keadaan ini didapatkan
juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pada pemeriksaan
vagina memperlihatkan dilatasi ostium serviks dengan bagian kantong konsepsi
menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih
berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau
perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah.
c. Abortus inkompletus (incomplete)
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam uterus. Pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam
kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Pada
USG didapatkan endometrium yang tipis dan irreguler.
d. Abortus kompletus (complete)

Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan menjadi
negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong.
e. Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati
itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
f. Abortus habitualis (habitual abortion)
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau
lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, namun kehamilannya
berakhir sebelum 28 minggu.

3.5 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan pada desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales
belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8-14 minggu, villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas, umumnya yang dikeluarkan
setelah ketuban pecah adalah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera lepas dengan lengkap. Hasil konsepsi dapat
dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di
dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah
mati lama (missed abortion).
Bila kantong ketuban dibuka umumnya ditemukan cairan yang mengelilingi janin
kecil yang telah mengalami maserasi atau kemungkinan lain dijumpai janin yang tidak
tampak dalam kantong ketuban, keadaan terakhir disebut blighted ovum. Dengan

mikroskop untuk pembedahan terlihat villi plasenta yang sering kali menebal serta
meragng karena cairan, dan ujung villi tersebut tampak bercabang sehingga menyerupai
bentuk kantong sosis yang kecil. Cairan yang mengisi tersebut mengalami degenerasi
molar karena penyerapan cairan jaringan.
Pada abortus setelah janin mencapai ukuran yang cukup besar dapat terjadi
beberapa kemungkinan. Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Dalam keadaan
seperti ini tulang tengkorak kepala janin dapat kolaps, abdomen mengalami distensi
karena adanya cairan yang mengandung darah, dan seluruh tubuh janin berwarna merah
gelap. Pada saat yang sama, kulit menjadi lunak dan akan mengelupas di dalam uterus
atau dengan sentuhan yang sangat ringan sehingga yang tertinggal hanya lapisan korium.
Organ-organ dalam akan mengalami degenerasi dan nekrosis, menjadi rapuh dan
kehilangan kemampuannya untuk menyerap zat warna histologi yang biasa. Cairan
amnion dapat diabsorbsi bila janin tertekan sampai pipih dan mengering sehingga
membentuk fetus compressus. Kadangkala, janin menjadi sedemikian keringnya dan
pipih sedemikian rupa sehingga menyerupai kertas, dan disebut fetus papyraceus. Hasil
akhir ini relatif sering terjadi pada kehamilan kembar, yaitu jika salah satu janin mati
pada awal masa kehamilan sedangkan janin yang lain tetap berkembang penuh.

3.6 Gejala Klinis
Abortus imminens
Jika seorang wanita yang hamil muda mengeluarkan darah sedikit pervaginam maka ia
diduga menderita abortus imminens. Secara ikhtisar abortus imminens kita diagnosis
kalau pada kehamilan muda terdapat :
1. Perdarahan pervaginam yang sedikit
2. Nyeri memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali.
3. Pada pemeriksaan dalam belum ada pembukaan.
4. Tidak ditemukan kelainan pada serviks.
Pada abortus imminens masih ada harapan bahwa kehamilan masih berlangsung terus.

Abortus incipiens
Tanda-tandanya adalah:

1. Perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah.
2. Nyeri karena kontraksi rahim kuat
3. Akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan.
4. Hasil konsepsi masih dalam uterus.

Abortus incompletes
Jika sebagian telur telah lahir, tetapi sebagian tertnggal (biasanya jaringan
plasenta) maka ini dinamakan abortus inkompletus. Gejala yang timbul pada abortus
inkomplitus antara lain perdarahan. Perdarahan pada abortus inkomplit bisa sedikit
sampai banyak dan dapat bertahan selama beberapa hari atau minggu. Abortus inkomplit
dapat diikuti oleh nyeri kram ringan yang mirip nyeri menstruasi atau nyeri pinggang
bawah. Nyeri pada abortus dapat terletak disebelah anterior dan berirama seperti nyeri
pada persalinan biasa.
Serangan nyeri tersebut bisa berupa nyeri pinggang bawah yang persisten yang
disertai perasaan tekanan pada panggul, atau nyeri tersebut bisa berupa nyeri tumpul atau
rasa pegal pada garis tengah pada daerah suprasimfisis yang disertai dengan nyeri tekan
didaerah uterus. Bagaimanapun bentuk nyeri yang terjadi, kelangsungan kehamilan
dengan perdarahan dan rasa nyeri memperlihatkan prognosa yang jelek. Namun
demikian, pada sebagian wanita yang menderita nyeri dan terancam mengalami abortus,
perdarahan bisa berhenti, rasa nyeri hilang dan kehamilan yang normal dapat dilanjutkan.
Tanda-tandanya adalah:
1. Terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan dan perdarahan masih
berlangsung terus.
2. Cervix tetap terbuka karena masih ada benda didalam rahim yang dianggap
corpus alienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
mengadakan kontraksi.

Abortus completes
Dikatakan apabila hasil konsepsi telah lahir lengkap. Pada abortus komplit perdarahan
segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalm 10 hari
perdarahan berhenti sama sekali. Cervix juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10

hari setelah abortus masih ada perdarahan juga maka disebut abortus inkomplit atau
endometritis post aborum harus dipikirkan.

3.7 Diagnosis
Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering pula terdapat
rasa mulas. Kecurigaan tersebut dapat diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda
pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini)
atau imunologi (Pregnosticon, Gravindex) bilamana hal itu dikerjakan. Harus
diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, dan adanya jaringan
dalam kavum uterus atau vagina.
3.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup. Terlihatnya gambaran USG yang menunjukkan cincin gestasional dengan
bentuk yang jelas dan memberikan gambaran ekho dibagian sentral dari bayangan embrio
berarti hasil konsepsi dapat dikatakan sehat.
Kantong gestasional tanpa gambaran ekho sentral dari embrio atau janin
menunjukkan kematian hasil konsepsi. Bila abortus tidak dapat dihindari, diameter
kantong gestasional seringkali lebih kecil dari yang semestinya untuk umur kehamilan
yang sama. Lebih lanjut, pada umur kehamilan 6 minggu dan sesudahnya, gerakan
jantung janin akan dapat dilihat secara jelas menggunakan USG.

3.9 Penatalaksanaan
Jika perdarahan tidak banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, pengeluaran
hasil konsepsi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui servik. Jika perdarahan berhenti,
beri ergometrin 0,2mg I.M atau misoprosotol 400mcg per oral.
Jika perdarahan banyak atau perdarahan berlangsung terus dan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:

Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan metode terpilih. Evakuasi dengan
kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak
tersedia.
Jika evakuasi belum dapat segera dilakukan, beri ergometrin 0,2mg I.M
(diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprosotol 400mcg per oral
(dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu)
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500ml cairan I.V (garam fisologik atau
Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi
Jika perlu berikan misoprosotol 200mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800mcg)
Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertingal dalam uterus
Apabila disertai dengan syok karena perdarahan
Segera harus diberikan infus cairan NaCl fisiologis atau Ringer yang disusul
dengan transfusi. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan. Setelah tindakan
disuntikkan ergometrin I.M untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.

Berdasarkan jenis Abortus :
Abortus imminens
Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka dianjurkan:
Tirah baring
Diberi sedativa seperti luminal, codein, morphin
Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi
kerentanan otot-otot rahim.
Abortus incipiens
Untuk mempercepat pengosongan rahim, diberikan infus oksitosin 20 unit dalam
500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/ menit yang dapat dinaikkan hingga 40
tetes/menit.
Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan sedativa.
Ergometrin 0,2 mg IM dapat diberikan dan diulangi 15 menit kemudian.

Misoprostol 400 mg po jika diperlukan diulangi 4 jam kemudian.
Abortus incompletes
Harus segera dibersihkan dengan kuretase karena selama masih ada sisa plasenta
akan terus terjadi perdarahan. Perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg IM atau
Misoprostol 400 mg po
Bila tidak ada tanda infeksi beri antibiotik profilaksis (Ampisilin 500 mg po atau
doksisiklin 100 mg).
Bla terjadi infeksi beri Ampisillin 1 gr dan Metronidazol 500 mg setoap 8 jam.
Bila pasien anemia sedang beri SF 600 mg/hari (2 minggu) jika berat, trasfusi.
Abortus komplit
Kondisi baik: tablet ergometrin 3x1 tablet/ hari untuk 3 hari
Anemia sedang SF 600 mg/hari (2 minggu) dengan anjuran makan makanan
bergizi seperti susu, telur, tahu, tempe.

3.10 Komplikasi
Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang tidak aman
(unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada abortus spontan.
Komplikasi dapat berupa perdarahan, kegagalan ginjal, infeksi, syok akibat perdarahan
dan infeksi sepsis.
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti jika ada
tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada
abortus yang dikerjakan oleh seorang awam menimbulkan persoalan gawat karena
perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi pada kandung kemih atau usus.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera

dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-
tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya
didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang
tidak aman (unsafe abortion)
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).























DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : obstetri fisiologi, obstetri patologi. Edisi 2. jilid
1. Jakarta: EGC.
3. Norwitz, E. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
4. Prawirohardjo, S. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
5. Sastroasmoro, S. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSCM. Jakarta.
6. Cunningham. 2010. Williams Obstetrics, Twenty-Third Edition. United states of
America : The McGraw-Hill Companies

Você também pode gostar