Você está na página 1de 6

Alergi Obat

Definisi menurut WHO :


- Suatu efek dari obat yang berbahaya yang tidak diinginkan dan tidak dapat diprediksi
sebelumnya yang terjadi pada saat obat diberikan untuk pencegahan, diagnosis dan
pengobatan dengan dosis yang sesuai aturan.
*Epidemiologi :
Dalam sebuah penelitian meta analysis pasien menderita alergi obat 15,6 % saat mereka
berada dirumah sakit dan 6,7 % menderita alergi obat yang serius
*Klasifikasi :
Klasifikasi alergi obat secara garis besar dibagi menjadi 2 :
1. Predictable (tipe A) ------ reaksi dari obat yang dapat kita prediksi, contoh :
efek samping obat, interaksi obat, overdosis, efek sekunder dan biasa terjadi
pada orang normal.
2. Unpredictable (tipe B)---- terjadi karena idiosinkrasi, intoleransi obat yang
tidak bisa kita prediksi sebelumnya dan terjadi hanya pada orang orang
tertentu. Dapat juga terjadi karena metabolisme, eksresi,bioavaibilitas yang
abnormal dari obat tersebut.

Goombs dan Cell membagi 4 tipe rekasi alergi, yaitu :
1. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 : diperantarai oleh IgE
2. Reaksi hipersensitivitas tipe 2 : diperantarai oleh IgG dan IgM
3. Reaksi hipersensitivitas tipe 3 : diperantarai oleh IgG,IgM dan complemen
4. Delayed Hipersensitivity (tipe 4) : melibatkan eosinofil, CD4, dan neutrofil
Sebagian besar jenis alergi obat memlaui tahap tersebut akan tetapi tidak semua alergi
obat melalui tahap tersebut
*Manifestasi klinis : yang paling sering adalah lesi berupa exantema morbiliformis, kemudian
urticaria, angioedema dan klinis yang biasanya dapat menyebabkan kematian yaitu DRESS, SJS
dan TEN.

Reaksi alergi Klinis penyebab
Exantema morbiliformis Macula eritematus yang luas
hamper seluruh tubuh
Penicillin, allopurinol,
sulfonamid
Urticaria Urticaria di seluruh tubuh Penicillin, ACE inhibitor
Fixed drug eruption Plak hiperpigmentasi pada
kulit dan mukosa
Tetracycline, NSAIDs,
carbamazepine
Pustula Acne pustular Antibiotic, calcium channel
blocker
SJS Demam, stomatitis Sulfonamide, antikejang,
NSAIDs, allopurinol
TEN Hampir sama dengan SJS
namun mukosa tidak terkena
dan terdapat pengelupasan
epidermis
Sama dengan SJS

DRESS ( drug rash eosinofilia and systemic symptoms)
- Adalah suatu sindrom noncutaneus yang mengancam jiwa ditandai oleh ruam kulit,
demam, leukositosis, eosinofilia, inflamasi multi organ dan pembesaran KGB. Terjadi
pada 2-8minggu setelah obat masuk dan dapat bertahan walau obat sudah distop.
- Klinis : macula eritematus meluas, demam 38-40c. lesi awal muncul di wajah kemudian
ke ekstremitas, limfadenopati (70%) daerah servikal.
- Penanganan : steroid dosis tinggi
*Obat-obatan yang sering menyebabkan alergi :
- Antibiotic golongan penicillin
- Sulfonamide
- Alopurinol
- NSAID
- Obat2an kanker ex cisplatin
- Muscle relaxant
- Obat anti konvulsi ex carbamazepine

*Differential diagnosis untuk alergi obat :
- SLE
- Campak
- Mononucleosis infeksiosa
*Laboratorium :
- Ditemukan eosinofilia walau tidak selalu
- Pemeriksaan imunoglobulin IgG, IgA dan IgM menurun pada awal gejala kemudian
IgG naik pada 1-2 minggu setelah gejala muncul
- Tes aktivasi basophil untuk melihat CD63 dan CD20
- untuk alergi obat jenis lesi cutaneus menggunakan drug patch test
Penanganan pada Alergi obat
Penanganan pada alergi obat tentu tidak mudah. Ada banyak faktor yang harus kita teliti
dan cermati dalam menangani kasus ini, misalnya faktor pasien itu sendiri, faktor obat itu sendiri
,dll. Ada beberapa cara yang dapat digunakan agar kita dapat meminimalisir kejadian alergi obat.
Salah satunya dengan uji provokasi dan memberikan obat alternative lain. Disini akan dibahas
penanganan masing2 pada obat2an tertentu.

Uji Provokasi
Merupakan suatu tindakan pencegahan untuk alergi obat dengan cara pemberian obat
secara terkontrol untuk mendiagnosis reaksi dari obat tersebut baik yang diperantarai imun
ataupun tidak. Dosis yang diberikan lebih rendah dari dosis normal untuk meminimalisir efek
jika terjadi reaksi. Sevagai contoh : untuk uji skintest antibiotic jika tidak tersedia maka kita
dapat menggunakan uji provokasi dengan memberikan per oral dosis rendah. Tentunya cara ini
harus disertai pengawasan yang cukup. Kontra indikasi untuk uji provokasi adalah pasien dengan
riwayat alergi sebelumnya seperti SJS, TEN, DRESS.

Manajemen Alergi pada spessifik agen :
1. Penicillin ( beta lactam)
Merupakan golongan yang paling sering menyebabkan alergi. Diduga tersering
jenis peniciloyl dan penilloate. Penegakan diagnose alergi penicillin dengan skin test
ternyata tidak akurat. Dalam sebuah studi pasien dengan skin test (-) kemungkinan
10% masih rentan alergi penicillin. Penanganannya kita bisa berikan antibiotic dari
golongan cephalosporin. Golongan cephalosporin yang tidak boleh dipakai adalah
golongan R-group ex cefadroxil,cefproziol,cefatrizine.

2. ` Sulfonamide
Merupakan golongan tersering kedua yang dapat menyebabkan alergi obat, klinis
yang paling sering erupsi morbiliformis, SJS, TEN. Pasien dengan HIV juga beresiko
terkena cutaneus lesi karena sulfonamide. Dalam penelitian yang dilakukan
penggunaan TMP-SMX dapat menyebabkan erupsi makulopapular (40-80%).

3 Obat anestesi local
Jarang terjadi. Anestesi local secara garis besar dibagi 2 golongan benzoate ester
dan amides. Cara untuk mengetahui pasien ini alergi apa tidak dengan melakukan skin prick test.
Caranya dengan injeksi intradermal 0,04 ml epinephrine. Jika respon negative selama 20 menit,
kita masukkan 1ml injeksi subkutan larutan saline, jika reaksi masih negative selama 20 menit
kita masukkna anestesi local 1ml dan pasien diobservasi 20 menit.
4 Media radiocontras
Terjadi pada 1%-3% pasien. Biasanya yang terjadi berupa reaksi anafilaktik.
Faktor resiko yang memperberat jika pasien mempunyai riwayat asma, perempuan, gangguan
jantung. Reaksi alergi pada radiocontras media tidak diperantarai oleh IgE, akan tetapi
merupakan efek langsung ke sel mast dan basofil yang menyebabkan degranulasi sel mast dan
mengeluarkan mediator2. Penanganan pada kasus seperti ini adalah :
1. Menjelaskan ke pasien tentang segala resiko tindakan
2. Menggunakan radiocontras jenis nonionic.
3. Menggunakan pretreatment. Adalah pemberian obat yang dapat memblok reseptor sel
mast dan basofil. Caranya dengan memberikan prednisone 50 mg 1 jam sebelum
tindakan atau pemberian 25 mg ephedrine atau 4 mg albuterol 1 jam sebelum
tindakan dilakukan.
Reaksi alergi pada penggunaan media radiocontras dapat terjadi 1 minggu setelah
tindakan (delayed) terjadi pada2% pasien.

5 Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor)
Mempunyai 2 efek yaitu batuk dan angioedema. Untuk batuk insidennya 5-35%
pada pasien dengan gejala tenggorokan terasa kering dan gatal. Biasanya keluhan ini akan hilang
dalam 3 bulan. Untuk insidens angioedema terjadi pada 1:1000 pasien dengan ras resiko tertinggi
afrika-amerika. Reaksi yang disebabkan ACE inhibitor diperantarai oleh mediator bradikinin.
Pada angioedema dapat terjadi laring oedem yang berujung kematian. Penanganan yang tepat
pada kasus ini adalah memkai obat alternative lain seperti golongab Angiotensin Receptor
blocker.

6 obat anti inflamasi NSAID
Obat NSAID dapat menyebabkan reaksi alergi, tetapi dapat juga menyebabkan
penyakit2 yang sudah ada pada pasien sejak lama kambuh kembali seperti infeksi saluran
pernafasan, asma, sinusitis, urticaria,angioedema. Contoh obat NSAID yang paling sering
menyebabkan reaksi ini adalah aspirin. Penggunaan aspirin ternyata dapat menyebabkan asma
kambuh, rinosinusitis eksaserbasi akut dll. Mediator yang memperantarai reaksi obat pada
NSAID yang berperan adalah cystenil leukotriene. Diagnosa pasti untuk kasus ini tidak ada
hanya berdasarkan riwayat pasien mengkonsumsi obat ini sebelumnya. Penanganan yang tepat
adalah hindari obat2 jenis NSAID.

7 Cancer Chemotherapeutic Agents
Pada pasien2 kanker yang menggunakan obat anti kanker sebanyak 30%
mengalami reaksi alergi. Reaksi alerginya berupa ringan seperti lesi kutaneus dan dapat fatal
seperti reaksi anafilaktik. Contoh obat seperti docetaxel, cisplatin dapat langsung menyebabkan
reaksi alergi dalam penggunaan pertama. Penanganan yang tepat adalah dengan melakukan
pretreatment dengan memberikan antihistamin dan kortikosteroid sebelum pemberian
obatkanker. Hasil ini berhasil mencegah sebanyak 90% kasus alergi obat kanker.

Você também pode gostar