Você está na página 1de 8

AUTOIMUNITAS

VI. Mekanisme Kerusakan Jaringan


Kerusakan pada penyakit autoimun terjadi melalui antibody (tipe II dan
III), Tipe IV yang mengaktifkan sel CD4
+
atau sel CD8
+
(Tabel 12.14).
Kerusakan organ dapat juga terjadi melalui autoantibody yang mengikat
tempat fungsional self antigen seperti reseptor hormone, reseptor
neurotransmitor dan protein plasma. Autoantibody tersebut dapat menyerupai
atau menghambat efek ligan endogen untuk self protein yang menimbulkan
gangguan fungsi tanpa terjadinya inflamasi atau kerusakan jaringan.
Fenomena ini jelas terlihat pada autoimunitas endokrin dengan autoantibody
yang menyerupai atau menghambat efek hormone seperti TSH, yang
menimbulkan aktifitas berlebih atau kurang dari tiroid.
Banyak akibat yang berat dan irefersibel penyakit autoimun disebabkan oleh
endapan matriks protein ektraseluler di organ yang terkena. Proses fibrosi ini
dapat menimbulkan gangguan fungsi mislanya di paru (fibrosis paru), hati
(sirosis), kulit (sklerosis sistemik) dan ginjal (fibrosis interstisial dan
glomerular).
Untuk fibrosis tidak ada pengobatan yang efektif.





Tabel 12.14 Mekanisme hipersensifitas yang predominan pada penyakit autoimun.
Hipersensifitas Penyakit
Tipe IIA Trombositopenia idiopatik purpura
Anemia hemolitik autoimun
Miastenia gravis
Penyakit membrane basal glomurelus
Tipe IIB^ Penyakit grave
Syndrome antibody reseptot insulin
Miastenia gravis
Tipe III LES
Krioglobulinemia campuran
Beberapa bentuk vaskulitis (vaskulitis reumatoid)
Tipe IV IDDM
Tiroiditis hashimoto
RA
Sklerosis multiple
Catatan :
* berbagai aspek penyakit yang sama (RA) dapat memiliki mekanisme patogenik
yang berbeda
^ hipersensitifitas tipe II dibagi menurut antibody yang menginduksi kerusakan sel
(MA) atau stimulasi reseptor atau blockade (MB) pada beberapa penyakit
ditemukan kedua mekanisme.

VII. Diagnosis aotuimunitas
A. Antibody dalam serum
Menemukan auto-antibodi dalam serum pada umumnya dilakukan dengan
4 cara yaitu RIA (Tabel 12.15), ELISA (Tabel 12.16), imunoflouresensi,
electrophoresis countercurrent. Imuno-flouresensi merupaka-
VIII. Prinsip pengobatan
Tabel 12.15 Beberapa antibody yang ditemukan dengan RIA
Antibody Metoda Hasil Relevansi klinis
dsDNA
125
l-DNA-ikatan direk Persentase ikatan atau
IU/ml
LES
Hepatitis kronis aktif
Antibodi
reseptor
asetilkolin
Ikatan direk dengan
125l-bungarotoksin
dengan asetilkolin
Ikatan dilaporkan
sebagai fmol/l dari
reseptor antibody
spesifik asal cell line
Miatenia gravis

Tabel 12.16 Beberapa autoantibody yang ditemukan dengan ELISA
Antibody Autoantigen sasaran Relevansi klinis
Ab mikrosom tiroid Peroksidase tiroid Penyakit tiroid autoimun
Ab mitikondria (M2) Kompleks E2 piruvat
dehidrogenase
Sirosis biller primer
Ab membrane basal
glomerulus
Terminal C kolagen tipe IV Sindrom goodpasteur
Nefritis membrane basal
antiglomurelus
Antibody sitoplasma
antineutrotil

cANCA Proteinase 3 Granulotamatosis
Wegener
pANCA Mieloperoksidase Poliarteritis mikroskopis
dsDNA dsDNA LES
Ab fosfolipid Kardiopilin Sindrom antibody
fosfolipid primer

Memerlukan reagens mahal. ELISA menghindari penggunakan
radioisotope, tetapi memerlukan peralatan khusus. Elektroforessis
countercurrent mudah dikerjakan, murah, tetapi relative intensitif.
B. Imunoflouresensi
IFT digunakan untuk menemukan banyak autoantibody dalam serum
(Tabel 12.17 dan 12.18). specimen biopsy dapat diperiksa dengan cara
imunohistikimia. Endapan imunoglobin yang terjadi karena reaksi dengan
organ atau antigen spesifik untuk jaringan. Cara ini terutama penting untuk
diagnosis penyakit anbibodi basal membrane glomerulus dan penyakit
bulosa kulit.
Jaringan hewan dapat digunakan bila mengandung antigen sama dengan
manusia, tetapi beberapa autoantigen terbatas pada jaringan manusia atau
cell line manusia. Jaringan yang dibuat dengan kriostat dan seger
dibekukan (-20
0
C). gambaran nukleas untuk ANAS berguna tetapi tidak
diagnostic (Tabel 12.19).
C. Pemeriksaan komplemen
Meskipun kadar komplemen normal, namun konsumsinya dapat diketahui
dengan mengukur pecahan atau produk aktivasinya (Tabel 12.20).
Tabel 12.17 IFT indirek untuk antibody nonorgan spesifik yang jarang
Autoantibody Substrat khas Gambaran pewarnaan Relevansi klinis utama
ANA Human cell line
(HEp2 atau hati
tikus)
Semua nukleus Tes skrining untuk
penyakit reumatik
Sentromer Hep2 Sentromer kromosom
manusia
Sklerosis sistemik terbatas
(sindrom CREST)
SMA Lambung, hati,
ginjal tikus
Otot polos mis.
Membrane mukosa,
otot kelenjar
intergastrik dan tunika
media arteri
Hepatitis kronik aktif

Kerusakan hati nonspesifik
(lemah)
AMA Ginjal, hati,
lambung tikus
Semua mitokondria
terutama tubulus distal
ginjal
Sirosis biller primer
Antibody
indomosial
Esophagus kera Sarkolemna fibril otot
polos
Penyakit celiac, dermatitis
herpetiformis
ANCA Neutrofil
manusia
Sitoplasmik (cANCA) Granulomatosis wegener;
poliarteritis mikroskopik
perinuklear (pANCA) Banyak bentuk vaskulitis




Tabel 12.18 IFT indirek untuk antibody organ spesifik yang penting yang sering
Autuantibodi Substrat khas Gambaran
pewarnaan
Relevansi klinis utama
(referensi kasus)
Antibody sel
parital gaster
Lambung tikus Hanya sel paritel Anemia pernisiosa
Antibody
adrenal
Adrenal manusia Sel kortikal
adrenal
Penyakit Addison idiopatik
Antibody sel
pulau
pankreas
Pancreas manusia Pulau sel-
pankreas
IDDM
Antibody kulit Kulit manusia atau
bibir kelinci
Semen interseluler
intra-epidermal
Pemfigus vulgaris
Membrane basal
epidermal
Pemfigois bulosa

Tabel 12.19 Gambaran pewarnaan IFT untuk antibody antinuklear
Gambaran Hubungan dengan penyakit
Bentuk rim (anular perifer) LES
Nukleolar LES

Tabel 12.20 Interpretasi perubahan komplemen pada penyakit
Ambang komponen
Jalur aktivasi Contoh
C4 C3 Factor B
N Klasik LES, vaskulitis
Klasik dan alternatif Bacteria gram-negatif,
beberapa kasus LES
N Alternative Autoantibody C3 NeF
N N Klasik untuk C4 dan
C2 saja
Anigoedema herediter
(defisiensi inhibitor CT)
Peningkatan sintesis
komponen
Inflamasi akut dan kronis


PENYAKIT AUTOIMUN
Pengobatan penyakit autoimun pada umumnya belum memuaskan. Dua strategi
utama (Gambar 12.7) adalah menekan respon imun atau menggantikan fungsi
organ yang terganggu/rusak. Pada banyak penyakit yang organ spesifik,
mengontrol metabolismenya biasanya sudah cukup, misalnya pemberian tiroksin
pada miksedem primer, insulin pada DM juvenile, vitamin B12 pada anemia
pernisiosa dan obat anti tiroid pada penyakit Grave. Pada banyak penyakit
autoimun seperti LES, AR, imunosupresan mungkin merupakan cara utama yang
dapat mencegah cact yang berat atau kematian. Namun imunosupresan yang ada
masih terbatas karena kurang spesifik dan efek sampingnya yang toksik. Berbagai
cara masih dikembangkan.
Autoimunitas merupakan kegagalan























Gambar 12.7 ringkasan strategi pengobatan penyakit autoimun
Modulasi antigen spesifik yang berperan pada toleransi masih merupakan
eksperimen

Perbaikan toleransi perifer antigen spesifik

Reinduksi anergi Menghilangkan kostimulasi
(mis, beberapa terapi peptida) (mis, antibody anti CD28)

Pencegahan induksi sel T inhibitor
nonspesifik (mis, asupan oral antigen)
fungsi limfosit
(mis, bat sitotoksik,
siklosporin,GKS) kerusakan jaringan bahan anti inflamasi
(mis, GKS)
Disfungsi organ Replacement therapy
(mis, tiroksin, insulin,
dialysis ginjal,
penggantian sendi).


Llimfosit
self-
reactive
BUTIR-BUTIR PENTING :
Mekanisme toleransi yang efektif terhadap antigen self
- Factor genetic dan lingkungan berperan dalam timbulnya penyakit
- Jumlah relative Th1 dan Th2 berperan dalam penentuan terjadinya penyakit
autoimun: sel Th1 memacu perkembangan autoimunitas sedangkan Th2
menghambat terjadunya dan perkembangan penyakit autoimun.
- Ada beberapa mekanisme mengenai induksi autoimunitas, antara lain
penglepasan antigen sekuester, kemiripan molecular dan ekspresi MHC-II
yang tidak sesuai
- Penyakit autoimun dapat dibagi dalam organ spesifik dan sistemik. Organ
spesifik melibatkan respon autoimun terutama terhadap organ tunggal atau
kelenjar. Penyakit sistemik diarahkan ke jaringan dengan spectrum luas.
- Ada model hewan baik spontan maupun eksperimental. Penyakit autoimun
spontan disebabkan oleh defek genetic dan model eksperimental pada hewan
telah dikembangkan dengan imunisasi yang menggunakan self antigen dan
ajuvan.

Você também pode gostar