Você está na página 1de 34

B AB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Virologi ialah cabang Microbiologi yang mempelajari makhluk
suborganisme,terutama virus. Dalam perkembangannya. Virologi
memiliki posisi strategis dalam kehidupan dan banyak dipelajari
karena bermanfaat bagi industri farmasi dan pestisida. Virologi juga
menjadi perhatian pada bidang kedokteran, kedokteran hewan,
peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang
ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi.
Pada pertengahan abad ke 19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk
bakteri, jamur dan protozoa telah mampu di-buktikan. Pada masa
tersebut, pemakaian postulat Koch yang menyatakan bahwa suatu
penyebab penyakit harus :
1. Dapat ditemukan pada lesi penyakit
2. Dapat dibuat biakan murni,
3. Menimbulkan penyakit yang sama jika diinokulasikan pada
pejamunya,
4. Dapat diisolasi kembali dari lesi eksperimental tersebut, telah
secara luas
diterima ilmuwan sebagai dogma.
Pada periode tersebut, Jacob Henle mengajukan hipotesis bahwa di
dunia ini terdapat makhluk yang sangat kecil dan tidak mampu
diamati dengan mikroskop biasa serta mampu menyebabkan penyakit;
tetapi karena tiadanya bukti-bukti ilmiah yang meyakinkan, hipotesis
ini banyak sekali ditentang.
Pada akhir abad ke 19, Adolf Mayer dan Dimitri Ivanofsky berhasil
menginfeksi tembakau sehat dengan filtrat tembakau sakit yang telah
dilewatkan pada saringan yang mampu
menahan bakteri. Walaupun demikian mereka tidak menyimpulkan
bahwa etiologi penyakit tersebut adalah organisma yang lebih kecil
dari bakteri. Bukti awal bahwa etiologi penyakit tersebut merupakan
organisma submikroskopik dideskripsikan oleh Martinus Bei-jerinck.
Beijerinck membuktikan bahwa infektifitas etiologi penyakit mosaik
tembakau yang telah berulang kali diencerkan akan meningkat
kembali jika dipasasi pada tanaman hidup. Bukti ini diperkuat dengan
Felix DHerelle tentang titrasi virus bakteri dengan cara esai plaque
pada tahun 1917 dan keberhasilan memvisualisasikan virion dengan
mikroskop elektron pada tahun 1939. Fase berikutnya dari
perkembangan virologi adalah fase pemahaman pada tingkat
biokimiawi.
Pada tahun 1947, Seymour Cohen dan kawan melakukan penelitian
tentang infeksi bakteriofaga pada sintesis DNA dan RNA. Cohen
menemukan bahwa terjadi perubahan dramatik
pada inetabolisme RNA, DNA dan protein pada sel pejamu yang
terinfeksi virus. Penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi virus
mampu menimbulkan tatanan baru dalam sintesa makromolekul oleh
set pejamu. Pada periode yang hamper bersamaan ditemukan
teknologi pembiakan virus pada biakan sel sebagai pengganti binatang
hidup dan telur berembrio. Temuan ini memung-kinkan
pengendalian variabel penelitian lebih baik. Temuan dalam bentuk
teknologi dan bahan serta ide yang dikem-bangkan daripadanya
terbukti berdampak luas, misalnya saja dalam hal pembuatan vaksin.
Jika antara tahun 1798-1949, semua vaksin dibuat dalam telur
berembrio, setelah periode tersebut banyak vaksin dibuat dalarn
biakan sel dengan scaling up yang lebih efisien dan efek samping
vaksin yang lebih kecil.
Pada sisi lain, pemakaian biakan sel memungkinkan virus V dapat
dipakai sebagai pelacak untuk mengetahui berbagai fenomena
biologis. Dengan menggunakan sel yang diinfeksi oleh virus, dapat
diketahui lebih jauh bagaimana pemrosesan pascatranlasi protein, baik
berupa pemecahan atau peng-gabungan, penambahan gugus
karbohidrat ataupun terjadinya fosforilasi. Dengan kata lain, banyak
pengetahuan tentang inetabolisme sel baik yang normal maupun yang
tidak normal berasal dari penelitian interaksi virus dan sel dan dengan
dasar itu pula terbuka kemungkinan untuk merekayasa fungsi sel.

I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang disusun adalah sebagai berikut :
Bagaimana sejarah munculnya dan perkembangan virus dari waktu ke
waktu, dan untuk memahami tentang virus sebagai bagian dari biologi
dan juga bagian dari kehidupan.
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah biologi dasar dan untuk
memahami dunia mikro yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa,
melainkan harus menggunakan alat bantu, kaerna pada dasarnya
walaupun tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetapi mempunyai
nilai-nilai positif untuk dipelajari dan juga sangat bermanfaat.



1.1 Latar belakang
Virologi ialah cabang Microbiologi yang mempelajari makhluk
suborganisme,terutama virus. Dalam perkembangannya. Virologi
memiliki posisi strategis dalam kehidupan dan banyak dipelajari
karena bermanfaat bagi industri farmasi dan pestisida. Virologi juga
menjadi perhatian pada bidang kedokteran, kedokteran hewan,
peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang
ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi.
Pada pertengahan abad ke 19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk
bakteri, jamur dan protozoa telah mampu di-buktikan. Pada masa
tersebut, pemakaian postulat Koch yang menyatakan bahwa suatu
penyebab penyakit harus :
1. Dapat ditemukan pada lesi penyakit
2. Dapat dibuat biakan murni,
3. Menimbulkan penyakit yang sama jika diinokulasikan pada
pejamunya,
4. Dapat diisolasi kembali dari lesi eksperimental tersebut, telah
secara luas
diterima ilmuwan sebagai dogma.
Pada periode tersebut, Jacob Henle mengajukan hipotesis bahwa di
dunia ini terdapat makhluk yang sangat kecil dan tidak mampu
diamati dengan mikroskop biasa serta mampu menyebabkan penyakit;
tetapi karena tiadanya bukti-bukti ilmiah yang meyakinkan, hipotesis
ini banyak sekali ditentang.
Pada akhir abad ke 19, Adolf Mayer dan Dimitri Ivanofsky berhasil
menginfeksi tembakau sehat dengan filtrat tembakau sakit yang telah
dilewatkan pada saringan yang mampu
menahan bakteri. Walaupun demikian mereka tidak menyimpulkan
bahwa etiologi penyakit tersebut adalah organisma yang lebih kecil
dari bakteri. Bukti awal bahwa etiologi penyakit tersebut merupakan
organisma submikroskopik dideskripsikan oleh Martinus Bei-jerinck.
Beijerinck membuktikan bahwa infektifitas etiologi penyakit mosaik
tembakau yang telah berulang kali diencerkan akan meningkat
kembali jika dipasasi pada tanaman hidup. Bukti ini diperkuat dengan
Felix DHerelle tentang titrasi virus bakteri dengan cara esai plaque
pada tahun 1917 dan keberhasilan memvisualisasikan virion dengan
mikroskop elektron pada tahun 1939. Fase berikutnya dari
perkembangan virologi adalah fase pemahaman pada tingkat
biokimiawi.
Pada tahun 1947, Seymour Cohen dan kawan melakukan penelitian
tentang infeksi bakteriofaga pada sintesis DNA dan RNA. Cohen
menemukan bahwa terjadi perubahan dramatik
pada inetabolisme RNA, DNA dan protein pada sel pejamu yang
terinfeksi virus. Penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi virus
mampu menimbulkan tatanan baru dalam sintesa makromolekul oleh
set pejamu. Pada periode yang hamper bersamaan ditemukan
teknologi pembiakan virus pada biakan sel sebagai pengganti binatang
hidup dan telur berembrio. Temuan ini memung-kinkan
pengendalian variabel penelitian lebih baik. Temuan dalam bentuk
teknologi dan bahan serta ide yang dikem-bangkan daripadanya
terbukti berdampak luas, misalnya saja dalam hal pembuatan vaksin.
Jika antara tahun 1798-1949, semua vaksin dibuat dalam telur
berembrio, setelah periode tersebut banyak vaksin dibuat dalarn
biakan sel dengan scaling up yang lebih efisien dan efek samping
vaksin yang lebih kecil.
Pada sisi lain, pemakaian biakan sel memungkinkan virus V dapat
dipakai sebagai pelacak untuk mengetahui berbagai fenomena
biologis. Dengan menggunakan sel yang diinfeksi oleh virus, dapat
diketahui lebih jauh bagaimana pemrosesan pascatranlasi protein, baik
berupa pemecahan atau peng-gabungan, penambahan gugus
karbohidrat ataupun terjadinya fosforilasi. Dengan kata lain, banyak
pengetahuan tentang inetabolisme sel baik yang normal maupun yang
tidak normal berasal dari penelitian interaksi virus dan sel dan dengan
dasar itu pula terbuka kemungkinan untuk merekayasa fungsi sel.

I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang disusun adalah sebagai berikut :
Bagaimana sejarah munculnya dan perkembangan virus dari waktu ke
waktu, dan untuk memahami tentang virus sebagai bagian dari biologi
dan juga bagian dari kehidupan.
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah biologi dasar dan untuk
memahami dunia mikro yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa,
melainkan harus menggunakan alat bantu, kaerna pada dasarnya
walaupun tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetapi mempunyai
nilai-nilai positif untuk dipelajari dan juga sangat bermanfaat.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Struktur dan karakteristik Virus
Virus selalunya terdiri daripada lapisan protein sebagai pelindung
(sampul), teras protein yang menyimpan gen virus, dan gen virus itu
sendiri. Sampul yang selalunya dihasilkan daripada membran sel
perumah, melindungi genom virus dan memberikan mechanisme (the
involuntary and consistent response of an organism to a given
stimulus) kepada virus tersebut.
1. Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu
unit protein yang menyusun kapsid disebut kapsomer.
2. Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas
kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein monomer yang yang
terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk
virus sekaligus sebagai pelindung virus dari kondisi lingkungan yang
merugikan virus.
3. Isi tubuh
Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja.
Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi
genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi
yang dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus
T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain
itu di dalam isi virus terdapat beberapa enzim.
4. Ekor
Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus
terdiri atas tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut.
Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai ekor.


2.2 Ukuran Virus

Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein
nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada
virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam
basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer.
Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut
nukleokapsid. Pada virus campak,
nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari
sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada
selubung lipid tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan
pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.
Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan
tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks.
Struktur ini bias bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400
nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk
simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk
membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu
sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka
T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk
heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan
lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam
penginfeksian sel.
2.3 Taksonomi Virus

Pengklasifikasian virus yang meliputi banyak hal yaitu mulai dari
karakteristik
(morfologi, genom,fisika-kimia,dan sifat fisiologisnya, protein,
antigenic, dan sifat biologisnya) hingga tingkatan ordo, famili, genus,
dan spesies



1. Ordo virus:

Merupakan pengelompokan famili virus yang memiliki banyak
kesamaan karakteristik. Ordo ditandai dengan akhiran Virales.
Salah satu virus yang telah diberi penamaan oleh ICTV (International
Commitee on Taxonomy of Virus) adalah Mononegavirales,yang
terdiri dr family paramyxoviridae,Rhabdoviridae,dan Filoviridae
2. Famili virus:

Merupakan pengelompokan genus virus yang memiliki byk kesamaan
karakteristik dan dibedakan dr anggota famili lainnya. Famili virus
ditandai dengan akhiran Viridae. Contohnya: Picornaviridae,
Togaviridae, Poxviridae, Herpesviridae, dan Paramyxoviridae. Pada
beberapa family (misalnya:Herpesviridae) terdapat hubungan antara
individu-individunya
mempunyai 1 subfamili, yang ditandai dengan akhiran virinae.
Herpesviridae diklasifikasikan ke dalam Alphaherpesvirinae (mis:
Herpessimplex virus), Betaherpesvirinae (Cytomegalovirus), dan
Gammaherpesvirinae (misal:Epstein-Barr Virus).
3. Genus virus:
Merupakan pengelompokan spesies virus yang memiliki banyak
kesamaan karakteristik. Genus virus ditandai dengan tambahan
Virus. Ditandai dengan akhiran Virus (misal: Genus Simplex
virus dan genus Varicellovirus pada Alphaherpesvirinae).
4. Spesies virus:

menggambarkan suatu klas polythetic pada virus yang
merupakan replikasi keturunan dan menempati bagian relung
ekologinya.
2.4 Pengelompokkan Virus
Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu virus ARN (ribovirus) dan virus ADN
(deoksiribovirus). Berikut ini beberapa contoh dari kedua kelompok
virus tersebut dan penyakit yang ditimbulkannya

Virus ARN

Virus ADN

Nama

Penyakit

Nama

Penyakit
Virus orthomyxo Influenza Virus mozaik Bercak-bercak
pada
daun tembakau
Virus rhabdo Rabies Virus herpes Herpes
Virus hepatitis Hepatitis Virus pox Cacar
Virus paramyxo Pes pada hewan
ternak
Virus papova Kutil pada
manusia
Selain berdasarkan asam nukleatnya, virus dapat dikelompokkan
berdasarkan bagian-bagian tubuh yang diserangnya, antara lain:

Bagian tubuh yang diserang

Penyakit yang ditimbulkan
Saluran pernapasan Pilek, influenza, dan batuk.
Kulit Kutil, cacar, dan campak
Organ dalam Hepatitis, kanker, dan AIDS.
Saraf pusat Rabies dan polio.
Umumnya virus hanya menyerang dan berkembang pada sel yang
spesifik. Misalnya irus mozaik tembakau hanya menyerang tumbuhan,
virus rabies hanya menyerang mamalia, bakteriofage hanya
menyerang bakteri. Untuk mendapatkan gambaran tentang siklus
hidup bakteriofag, perlu ditinjau tingkatan-tingkatan yang terjadi pada
waktu phage menyerang bakteri:
1. Pada permulaannya phage melekat dengan bagian ekornya pada
bagian tertentu dari sel (fase adsorpsi phage pada sel).
2. DNA phage dimasukkan ke dalam sel melalui tubus ekornya, DNA
phage merusak DNA bakteri sehingga proses di dalam sel
dikendalikan oleh DNA phage, kemudian akan terbentuk protein
(selubung) phage dan DNA phage yang baru (faseperkembangan
phage).
3. Yang terakhir ialah keluarnya partikel-partikel virus
(bekteriophage) dari sel. Sel Bakteri mengalami lisis (bakteriolisis/
fase pembebasan phage). Ada pula yang sifatnya lebih spesifik seperti
virus hepatitis hanya menyerang sel-sel hati, virus influenza
menyerang saluran pernapasan atas, virus HIV hanya menyerang sel
darah putih.
2.5 Reproduksi Virus

Reproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu litik dan
lisogenik. Proses-proses
pada siklus litik: pertama, virus akan mengdakan adsorpsi atau
attachment yang ditandai dengan menmpelnya virus pada dinding sel,
kemudian pada virus tertentu (bakteriofage), melakukan penetrasi
yaitu dengan cara melubangi membran sel dengan menggunakan
enzim, setelah itu virus akan memulai mereplikasi materi genetik dan
selubung protein, kemudian virus akan
memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami lisis.
Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari siklus litik ke
profage( dimana materi genetiak virus dan sel inang bergabung),
bakteri mengalami pembelan binner, dan profage keluar dari
kromosom bakteri. Siklus litik:Waktu relative singkat, Menonaktifkan
bakteri, Berproduksi dengna bebas tanpa terikat pada kromosom
bakteri siklus lisogenik,Waktu relatif lama Mengkominasi materi
genetic bakteri dengn virus, Terikat pada kromosom bakteri.
1. Daur litik (litic cycle)
a. Fase Adsorbsi (fase penempelan)
dengan melekatnya ekor virus pada sel bakteri. Setelah menempel
virus mengeluarkan enzim lisoenzim (enzim penghancur) sehingga
terbentuk lubang pada dinding bakteri untuk memasukkan asam inti
virus.
b. Fase Injeksi (memasukkan asam inti)
Setelah terbentuk lubang pada sel bakteri maka virus akan
memasukkan asam inti (DNA) ke dalam tubuh sel bakteri. Jadi kapsid
virus tetap berada di luar sel bakteri dan berfungsi lagi.
c. Fase Sintesis (pembentukan)
DNA virus akan mempengaruhi DNA bakteri untuk mereplikasi
bagian-bagian virus, sehingga terbentuklah bagian-bagian virus. Di
dalam sel bakteri yang tidak berdaya itu disintesis virus dan protein
yang dijadikan sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus.
d. Fase Asemblin (perakitan)
Bagian-bagian virus yang telah terbentuk, oleh bakteri akan dirakit
menjadi virus sempurna. Jumlah virus yang terbentuk sekitar 100-200
buah dalam satu daur litik.
e. Fase Litik (pemecahan sel inang)
Ketika perakitan selesai, maka virus akan menghancurkan dinding sel
bakteri dengan enzim lisoenzim, akhirnya virus akan mencari inang
baru.
2. Daur lisogenik (lisogenic cycle)
a. Fase Penggabungan
Dalam menyisip ke DNA bakteri DNA virus harus memutus DNA
bakteri, kemudian DNA virus menyisip di antara benang DNA bakteri
yang terputus tersebut. Dengan kata lain, di dalam DNA bakteri
terkandung materi genetik virus.
b. Fase Pembelahan
Setelah menyisip DNA virus tidak aktif disebut profag. Kemudian
DNA bakteri mereplikasi untuk melakukan pembelahan.
c. Fase Sintesis
DNA virus melakukan sintesis untuk membentuk bagian-bagian virus
d. Fase Perakitan
Setelah virus membentuk bagian-bagian virus, dan kemudian DNA
masuk ke dalam akan membentuk virus baru
e. Fase Litik
Setelah perakitan selesai terjadilah lisis sel bakteri. Virus yang
terlepas dari inang akan mencari inang baru
2.6 Kultur sel dan Pertumbuhan Virus

1. Metode Kultur Sel
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu
menumbuhkan
sel yang terinfeksi virus secara invitro. Perbanyakan sel dilakukan di
atas tabung gelas atau flask (labu plastik) dengan ukuran yang
beragam sesuai kebutuhan atau di dalam bejana yang luas. Tekhnik ini
dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas dari
kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui
konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang
sesuai, kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (biasanya 370C)
dengan posisi mendatar. Sel akan melekat pada permukaan dan mulai
bereplikasi membentuk sel monolayer (satu lapis) yang saling
berikatan satu dengan lainnya. Setelah beberapa hari medium yang
digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme sel akan habis, dan
jika tidak diganti maka sel akan mengalami kerusakan dan akan mati.
Sel monolayer diberi perlakuan dengan tripsin dan atau larutan
versene untuk mendapatkan sel tunggal.
Sel ini kemudian ditumbuhkan pada flask yang baru. Sel monolayer
digunakan untuk menumbuhkan dan menguji beberapa aspek interaksi
virus dengan inang. Selain untuk menumbuhkan sel monolayer,
beberapa tipe sel juga dapat ditumbuhkan di dalam larutan dimana sel
tersebut tidak menempel pada permukaan flask dan tidak menempel
satu dengan lainnya, misalnya sel hibridoma yang mengsekresikan
antibodi monoklonal.
2. Media dan Buffer

Kebanyakan media pertumbuhan yang digunakan merupakan media
kimiawi, tetapi ditambahkan dengan serum 5-20% yang mengandung
stimulan yang penting untuk pembelahan sel. Media yang bebas serum
dengan tambahan stimulan tertentu digunakan untuk beberapa tujuan.
Media mengandung larutan garam isotonis, asam amino, vitamin, dan
glukosa, sontohnya Eagles Minimal Esential Medium (MEM) yang
diformulasikan oleh Eagle th 50-an. Selain mengandung serum, MEM
juga diperkaya dengan antibiotik (biasanya penicillin dan
streptomycin) untuk membantu mencegah kontaminasi bakteri.
Umumnya pertumbuhan sel
yang baik terjadi pada pH 7,0-7,4. Media juga ditambah fenol red
sebagai indikator pH yang akan berwarna merah pada pH 7,4, orange
pH 7,0, dan kuning pH 6,5, kebiru-biruan pH 7,6 dan ungu pH 7,8.
Media tumbuh juga membutuhkan penyangga di antara dua kondisi,
yaitu:
a. Penggunaan flask terbuka menyebabkan masuknya O2 dan
meningkatnya pH
b. Konsentrasi sel yang tinggi menyebabkan diproduksinya CO2 dan
asam laktat menyebabkan turunnya pH.
Kedua kondisi ini dihadapi dengan dengan memberikan buffer ke
dalam media dan ke dalam inkubator dialirkan CO2 dari luar. Buffer
yang biasanya digunakan adalah sistem bikarbonat-CO2, sehingga ke
dalam media pertumbuhan ditambahkan larutan bikarbonat. Reagent
yang digunakan di dalam media dan kultur sel harus disterilisasi
dengan autoclave (uap panas), hot-air oven (panas kering), membrane
filtration, atau diirradiasi untuk peralatan plastik.
3. Pertumbuhan Virus di dalam Kultur

Kebanyakan penelitian dalam virologi dilakukan dengan
menumbuhkan virus di dalam suatu kultur, mekipun saat ini banyak
penelitian yang dilakukan seluruhnya bersandarkan pada gen yang
dikloning dan protein yang diekspresikan di luar kultur sel. Virus yang
dapat tumbuh di dalam kultur dapat dipelajari lebih detail.
Ketidakmampuan untuk tumbuh secara in vitro sangat membatasi
kemajuan penelitian, misalnya pada penelitian produksi vaksin dan
pengembangan obat-obatan anti virus untuk hepatitis B dan C.
Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan
stock virus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C
dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst., tergantung
pada jumlah peremajaannya.
Virus stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity
of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel.
Virus melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di
dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media
ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah
lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau
dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung
dengan infectivity assay.
Jika diperlukan virus dengan jumlah yang banyak, misalnya pada
pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi, seperti
10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel akan
terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan
virus segera dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi
menghasilkan progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus
per sel.
4. Penggunaan Telur berembrio

Untuk beberapa virus, kultur sel bukan merupakan pilihan tepat untuk
menumbuhkan virus sehingga digunakanlah fertilized embrio ayam.
Fertilized embrio memiliki berbagai membran dan rongga yang dapat
mendukung pertumbuhan virus. Aliquot kecil dan virus diinokulasikan
ke dalam rongga allantoic telur. Virus kemudian menempel dan
bereplikasi di
dalam rongga yang dihasilkan dan sel epitel. Virus kemudian
menempel dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel
epitel.
Virus dilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan
selama sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza
diperbanyak dengan cara sama seperti ini. Berbagai contoh virus yang
dapat ditumbuhkan secara kultur dan atau melalui embrio, antara lain:
a. Virus herpes simplex, dapat tmbuh pada bermacam-macam kultur
dan pada membran chorio-allantoic
b. Virus Varicella-zoster, dapat tumbuh lambat dalam kultur sel
manusia (jaringan kulit, paru-paru, dan otot embrio manusia), dan
pada sel ginjal kera *Cytomegalovirus, dapat tumbuh lambat dalam
kultur jaringan sel paru-paru embrio manusia
c. Virus Epstein-Barr, dapat tumbuh pada kultur suspensi dari
limfoblas manusia
d. Virus influenza, dapat tumbuh pada kantung korioalantois telur
berembrio






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dunia mikroba adalah dunia organisma yang sangat kecil, sehingga
tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang. Walupun sudah agak
lama dikenal, namun dunia mikroba baru mulai terbuka secara luas
sejak manusia menemukan sebuah alat yang disebut mikroskop, hasil
temuan Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723).
Mikroskop tersebut sangat sederhana, hanya memiliki satu lensa, dan
mencapai pembesaran kurang dari 200 kali. Tetapi dengan mikroskop
sederhana tersebut misteri tentang bentuk mikroba yang sebelumnya
masih merupakan rahasia besar mulai terungkap. Virus adalah parasit
berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organism biologis. Virus
hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi
dan mengendalikan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki
perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Istilah virus biasanya
merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota
(organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal),
sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang
menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang
tidak berinti sel).
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau
RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam
bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau
kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang
digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang
dibutuhkan dalam daur hidupya.





DAFTAR PUSTAKA
Brooks, F Geo dkk, 2005. Microbiologi kedokteran Jakarta :
Salemba Medika
Pelczar, J Michael. 1988. Dasar Dasar Mikrobiologi Jakarta ; UI
Press
Wikipedia, 2008. Virus. http://id.wikipedia.org/wiki/Virus (Diakses
pada tanggal 28 November 2008).
http://rahma02.wordpress.com/2007/10/31/virologi/ (Diakses pada
tanggal 28
November 2008).
Sumarsih, 2007. Buku Ajar Mikrobiologi.
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2007/12/buku-ajar-
mikrobiologi.pdf

B AB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Virologi ialah cabang Microbiologi yang mempelajari makhluk
suborganisme,terutama virus. Dalam perkembangannya. Virologi
memiliki posisi strategis dalam kehidupan dan banyak dipelajari
karena bermanfaat bagi industri farmasi dan pestisida. Virologi juga
menjadi perhatian pada bidang kedokteran, kedokteran hewan,
peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang
ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi.
Pada pertengahan abad ke 19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk
bakteri, jamur dan protozoa telah mampu di-buktikan. Pada masa
tersebut, pemakaian postulat Koch yang menyatakan bahwa suatu
penyebab penyakit harus :
1. Dapat ditemukan pada lesi penyakit
2. Dapat dibuat biakan murni,
3. Menimbulkan penyakit yang sama jika diinokulasikan pada
pejamunya,
4. Dapat diisolasi kembali dari lesi eksperimental tersebut, telah
secara luas
diterima ilmuwan sebagai dogma.
Pada periode tersebut, Jacob Henle mengajukan hipotesis bahwa di
dunia ini terdapat makhluk yang sangat kecil dan tidak mampu
diamati dengan mikroskop biasa serta mampu menyebabkan penyakit;
tetapi karena tiadanya bukti-bukti ilmiah yang meyakinkan, hipotesis
ini banyak sekali ditentang.
Pada akhir abad ke 19, Adolf Mayer dan Dimitri Ivanofsky berhasil
menginfeksi tembakau sehat dengan filtrat tembakau sakit yang telah
dilewatkan pada saringan yang mampu
menahan bakteri. Walaupun demikian mereka tidak menyimpulkan
bahwa etiologi penyakit tersebut adalah organisma yang lebih kecil
dari bakteri. Bukti awal bahwa etiologi penyakit tersebut merupakan
organisma submikroskopik dideskripsikan oleh Martinus Bei-jerinck.
Beijerinck membuktikan bahwa infektifitas etiologi penyakit mosaik
tembakau yang telah berulang kali diencerkan akan meningkat
kembali jika dipasasi pada tanaman hidup. Bukti ini diperkuat dengan
Felix DHerelle tentang titrasi virus bakteri dengan cara esai plaque
pada tahun 1917 dan keberhasilan memvisualisasikan virion dengan
mikroskop elektron pada tahun 1939. Fase berikutnya dari
perkembangan virologi adalah fase pemahaman pada tingkat
biokimiawi.
Pada tahun 1947, Seymour Cohen dan kawan melakukan penelitian
tentang infeksi bakteriofaga pada sintesis DNA dan RNA. Cohen
menemukan bahwa terjadi perubahan dramatik
pada inetabolisme RNA, DNA dan protein pada sel pejamu yang
terinfeksi virus. Penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi virus
mampu menimbulkan tatanan baru dalam sintesa makromolekul oleh
set pejamu. Pada periode yang hamper bersamaan ditemukan
teknologi pembiakan virus pada biakan sel sebagai pengganti binatang
hidup dan telur berembrio. Temuan ini memung-kinkan
pengendalian variabel penelitian lebih baik. Temuan dalam bentuk
teknologi dan bahan serta ide yang dikem-bangkan daripadanya
terbukti berdampak luas, misalnya saja dalam hal pembuatan vaksin.
Jika antara tahun 1798-1949, semua vaksin dibuat dalam telur
berembrio, setelah periode tersebut banyak vaksin dibuat dalarn
biakan sel dengan scaling up yang lebih efisien dan efek samping
vaksin yang lebih kecil.
Pada sisi lain, pemakaian biakan sel memungkinkan virus V dapat
dipakai sebagai pelacak untuk mengetahui berbagai fenomena
biologis. Dengan menggunakan sel yang diinfeksi oleh virus, dapat
diketahui lebih jauh bagaimana pemrosesan pascatranlasi protein, baik
berupa pemecahan atau peng-gabungan, penambahan gugus
karbohidrat ataupun terjadinya fosforilasi. Dengan kata lain, banyak
pengetahuan tentang inetabolisme sel baik yang normal maupun yang
tidak normal berasal dari penelitian interaksi virus dan sel dan dengan
dasar itu pula terbuka kemungkinan untuk merekayasa fungsi sel.

I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang disusun adalah sebagai berikut :
Bagaimana sejarah munculnya dan perkembangan virus dari waktu ke
waktu, dan untuk memahami tentang virus sebagai bagian dari biologi
dan juga bagian dari kehidupan.
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah biologi dasar dan untuk
memahami dunia mikro yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa,
melainkan harus menggunakan alat bantu, kaerna pada dasarnya
walaupun tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetapi mempunyai
nilai-nilai positif untuk dipelajari dan juga sangat bermanfaat.



1.1 Latar belakang
Virologi ialah cabang Microbiologi yang mempelajari makhluk
suborganisme,terutama virus. Dalam perkembangannya. Virologi
memiliki posisi strategis dalam kehidupan dan banyak dipelajari
karena bermanfaat bagi industri farmasi dan pestisida. Virologi juga
menjadi perhatian pada bidang kedokteran, kedokteran hewan,
peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang
ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi.
Pada pertengahan abad ke 19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk
bakteri, jamur dan protozoa telah mampu di-buktikan. Pada masa
tersebut, pemakaian postulat Koch yang menyatakan bahwa suatu
penyebab penyakit harus :
1. Dapat ditemukan pada lesi penyakit
2. Dapat dibuat biakan murni,
3. Menimbulkan penyakit yang sama jika diinokulasikan pada
pejamunya,
4. Dapat diisolasi kembali dari lesi eksperimental tersebut, telah
secara luas
diterima ilmuwan sebagai dogma.
Pada periode tersebut, Jacob Henle mengajukan hipotesis bahwa di
dunia ini terdapat makhluk yang sangat kecil dan tidak mampu
diamati dengan mikroskop biasa serta mampu menyebabkan penyakit;
tetapi karena tiadanya bukti-bukti ilmiah yang meyakinkan, hipotesis
ini banyak sekali ditentang.
Pada akhir abad ke 19, Adolf Mayer dan Dimitri Ivanofsky berhasil
menginfeksi tembakau sehat dengan filtrat tembakau sakit yang telah
dilewatkan pada saringan yang mampu
menahan bakteri. Walaupun demikian mereka tidak menyimpulkan
bahwa etiologi penyakit tersebut adalah organisma yang lebih kecil
dari bakteri. Bukti awal bahwa etiologi penyakit tersebut merupakan
organisma submikroskopik dideskripsikan oleh Martinus Bei-jerinck.
Beijerinck membuktikan bahwa infektifitas etiologi penyakit mosaik
tembakau yang telah berulang kali diencerkan akan meningkat
kembali jika dipasasi pada tanaman hidup. Bukti ini diperkuat dengan
Felix DHerelle tentang titrasi virus bakteri dengan cara esai plaque
pada tahun 1917 dan keberhasilan memvisualisasikan virion dengan
mikroskop elektron pada tahun 1939. Fase berikutnya dari
perkembangan virologi adalah fase pemahaman pada tingkat
biokimiawi.
Pada tahun 1947, Seymour Cohen dan kawan melakukan penelitian
tentang infeksi bakteriofaga pada sintesis DNA dan RNA. Cohen
menemukan bahwa terjadi perubahan dramatik
pada inetabolisme RNA, DNA dan protein pada sel pejamu yang
terinfeksi virus. Penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi virus
mampu menimbulkan tatanan baru dalam sintesa makromolekul oleh
set pejamu. Pada periode yang hamper bersamaan ditemukan
teknologi pembiakan virus pada biakan sel sebagai pengganti binatang
hidup dan telur berembrio. Temuan ini memung-kinkan
pengendalian variabel penelitian lebih baik. Temuan dalam bentuk
teknologi dan bahan serta ide yang dikem-bangkan daripadanya
terbukti berdampak luas, misalnya saja dalam hal pembuatan vaksin.
Jika antara tahun 1798-1949, semua vaksin dibuat dalam telur
berembrio, setelah periode tersebut banyak vaksin dibuat dalarn
biakan sel dengan scaling up yang lebih efisien dan efek samping
vaksin yang lebih kecil.
Pada sisi lain, pemakaian biakan sel memungkinkan virus V dapat
dipakai sebagai pelacak untuk mengetahui berbagai fenomena
biologis. Dengan menggunakan sel yang diinfeksi oleh virus, dapat
diketahui lebih jauh bagaimana pemrosesan pascatranlasi protein, baik
berupa pemecahan atau peng-gabungan, penambahan gugus
karbohidrat ataupun terjadinya fosforilasi. Dengan kata lain, banyak
pengetahuan tentang inetabolisme sel baik yang normal maupun yang
tidak normal berasal dari penelitian interaksi virus dan sel dan dengan
dasar itu pula terbuka kemungkinan untuk merekayasa fungsi sel.

I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang disusun adalah sebagai berikut :
Bagaimana sejarah munculnya dan perkembangan virus dari waktu ke
waktu, dan untuk memahami tentang virus sebagai bagian dari biologi
dan juga bagian dari kehidupan.
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah biologi dasar dan untuk
memahami dunia mikro yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa,
melainkan harus menggunakan alat bantu, kaerna pada dasarnya
walaupun tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetapi mempunyai
nilai-nilai positif untuk dipelajari dan juga sangat bermanfaat.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Struktur dan karakteristik Virus
Virus selalunya terdiri daripada lapisan protein sebagai pelindung
(sampul), teras protein yang menyimpan gen virus, dan gen virus itu
sendiri. Sampul yang selalunya dihasilkan daripada membran sel
perumah, melindungi genom virus dan memberikan mechanisme (the
involuntary and consistent response of an organism to a given
stimulus) kepada virus tersebut.
1. Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu
unit protein yang menyusun kapsid disebut kapsomer.
2. Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas
kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein monomer yang yang
terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk
virus sekaligus sebagai pelindung virus dari kondisi lingkungan yang
merugikan virus.
3. Isi tubuh
Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja.
Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi
genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi
yang dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus
T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain
itu di dalam isi virus terdapat beberapa enzim.
4. Ekor
Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus
terdiri atas tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut.
Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai ekor.


2.2 Ukuran Virus

Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein
nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada
virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam
basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer.
Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut
nukleokapsid. Pada virus campak,
nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari
sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada
selubung lipid tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan
pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.
Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan
tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks.
Struktur ini bias bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400
nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk
simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk
membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu
sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka
T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk
heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan
lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam
penginfeksian sel.
2.3 Taksonomi Virus

Pengklasifikasian virus yang meliputi banyak hal yaitu mulai dari
karakteristik
(morfologi, genom,fisika-kimia,dan sifat fisiologisnya, protein,
antigenic, dan sifat biologisnya) hingga tingkatan ordo, famili, genus,
dan spesies



1. Ordo virus:

Merupakan pengelompokan famili virus yang memiliki banyak
kesamaan karakteristik. Ordo ditandai dengan akhiran Virales.
Salah satu virus yang telah diberi penamaan oleh ICTV (International
Commitee on Taxonomy of Virus) adalah Mononegavirales,yang
terdiri dr family paramyxoviridae,Rhabdoviridae,dan Filoviridae
2. Famili virus:

Merupakan pengelompokan genus virus yang memiliki byk kesamaan
karakteristik dan dibedakan dr anggota famili lainnya. Famili virus
ditandai dengan akhiran Viridae. Contohnya: Picornaviridae,
Togaviridae, Poxviridae, Herpesviridae, dan Paramyxoviridae. Pada
beberapa family (misalnya:Herpesviridae) terdapat hubungan antara
individu-individunya
mempunyai 1 subfamili, yang ditandai dengan akhiran virinae.
Herpesviridae diklasifikasikan ke dalam Alphaherpesvirinae (mis:
Herpessimplex virus), Betaherpesvirinae (Cytomegalovirus), dan
Gammaherpesvirinae (misal:Epstein-Barr Virus).
3. Genus virus:
Merupakan pengelompokan spesies virus yang memiliki banyak
kesamaan karakteristik. Genus virus ditandai dengan tambahan
Virus. Ditandai dengan akhiran Virus (misal: Genus Simplex
virus dan genus Varicellovirus pada Alphaherpesvirinae).
4. Spesies virus:

menggambarkan suatu klas polythetic pada virus yang
merupakan replikasi keturunan dan menempati bagian relung
ekologinya.
2.4 Pengelompokkan Virus
Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu virus ARN (ribovirus) dan virus ADN
(deoksiribovirus). Berikut ini beberapa contoh dari kedua kelompok
virus tersebut dan penyakit yang ditimbulkannya

Virus ARN

Virus ADN

Nama

Penyakit

Nama

Penyakit
Virus orthomyxo Influenza Virus mozaik Bercak-bercak
pada
daun tembakau
Virus rhabdo Rabies Virus herpes Herpes
Virus hepatitis Hepatitis Virus pox Cacar
Virus paramyxo Pes pada hewan
ternak
Virus papova Kutil pada
manusia
Selain berdasarkan asam nukleatnya, virus dapat dikelompokkan
berdasarkan bagian-bagian tubuh yang diserangnya, antara lain:

Bagian tubuh yang diserang

Penyakit yang ditimbulkan
Saluran pernapasan Pilek, influenza, dan batuk.
Kulit Kutil, cacar, dan campak
Organ dalam Hepatitis, kanker, dan AIDS.
Saraf pusat Rabies dan polio.
Umumnya virus hanya menyerang dan berkembang pada sel yang
spesifik. Misalnya irus mozaik tembakau hanya menyerang tumbuhan,
virus rabies hanya menyerang mamalia, bakteriofage hanya
menyerang bakteri. Untuk mendapatkan gambaran tentang siklus
hidup bakteriofag, perlu ditinjau tingkatan-tingkatan yang terjadi pada
waktu phage menyerang bakteri:
1. Pada permulaannya phage melekat dengan bagian ekornya pada
bagian tertentu dari sel (fase adsorpsi phage pada sel).
2. DNA phage dimasukkan ke dalam sel melalui tubus ekornya, DNA
phage merusak DNA bakteri sehingga proses di dalam sel
dikendalikan oleh DNA phage, kemudian akan terbentuk protein
(selubung) phage dan DNA phage yang baru (faseperkembangan
phage).
3. Yang terakhir ialah keluarnya partikel-partikel virus
(bekteriophage) dari sel. Sel Bakteri mengalami lisis (bakteriolisis/
fase pembebasan phage). Ada pula yang sifatnya lebih spesifik seperti
virus hepatitis hanya menyerang sel-sel hati, virus influenza
menyerang saluran pernapasan atas, virus HIV hanya menyerang sel
darah putih.
2.5 Reproduksi Virus

Reproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu litik dan
lisogenik. Proses-proses
pada siklus litik: pertama, virus akan mengdakan adsorpsi atau
attachment yang ditandai dengan menmpelnya virus pada dinding sel,
kemudian pada virus tertentu (bakteriofage), melakukan penetrasi
yaitu dengan cara melubangi membran sel dengan menggunakan
enzim, setelah itu virus akan memulai mereplikasi materi genetik dan
selubung protein, kemudian virus akan
memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami lisis.
Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari siklus litik ke
profage( dimana materi genetiak virus dan sel inang bergabung),
bakteri mengalami pembelan binner, dan profage keluar dari
kromosom bakteri. Siklus litik:Waktu relative singkat, Menonaktifkan
bakteri, Berproduksi dengna bebas tanpa terikat pada kromosom
bakteri siklus lisogenik,Waktu relatif lama Mengkominasi materi
genetic bakteri dengn virus, Terikat pada kromosom bakteri.
1. Daur litik (litic cycle)
a. Fase Adsorbsi (fase penempelan)
dengan melekatnya ekor virus pada sel bakteri. Setelah menempel
virus mengeluarkan enzim lisoenzim (enzim penghancur) sehingga
terbentuk lubang pada dinding bakteri untuk memasukkan asam inti
virus.
b. Fase Injeksi (memasukkan asam inti)
Setelah terbentuk lubang pada sel bakteri maka virus akan
memasukkan asam inti (DNA) ke dalam tubuh sel bakteri. Jadi kapsid
virus tetap berada di luar sel bakteri dan berfungsi lagi.
c. Fase Sintesis (pembentukan)
DNA virus akan mempengaruhi DNA bakteri untuk mereplikasi
bagian-bagian virus, sehingga terbentuklah bagian-bagian virus. Di
dalam sel bakteri yang tidak berdaya itu disintesis virus dan protein
yang dijadikan sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus.
d. Fase Asemblin (perakitan)
Bagian-bagian virus yang telah terbentuk, oleh bakteri akan dirakit
menjadi virus sempurna. Jumlah virus yang terbentuk sekitar 100-200
buah dalam satu daur litik.
e. Fase Litik (pemecahan sel inang)
Ketika perakitan selesai, maka virus akan menghancurkan dinding sel
bakteri dengan enzim lisoenzim, akhirnya virus akan mencari inang
baru.
2. Daur lisogenik (lisogenic cycle)
a. Fase Penggabungan
Dalam menyisip ke DNA bakteri DNA virus harus memutus DNA
bakteri, kemudian DNA virus menyisip di antara benang DNA bakteri
yang terputus tersebut. Dengan kata lain, di dalam DNA bakteri
terkandung materi genetik virus.
b. Fase Pembelahan
Setelah menyisip DNA virus tidak aktif disebut profag. Kemudian
DNA bakteri mereplikasi untuk melakukan pembelahan.
c. Fase Sintesis
DNA virus melakukan sintesis untuk membentuk bagian-bagian virus
d. Fase Perakitan
Setelah virus membentuk bagian-bagian virus, dan kemudian DNA
masuk ke dalam akan membentuk virus baru
e. Fase Litik
Setelah perakitan selesai terjadilah lisis sel bakteri. Virus yang
terlepas dari inang akan mencari inang baru
2.6 Kultur sel dan Pertumbuhan Virus

1. Metode Kultur Sel
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu
menumbuhkan
sel yang terinfeksi virus secara invitro. Perbanyakan sel dilakukan di
atas tabung gelas atau flask (labu plastik) dengan ukuran yang
beragam sesuai kebutuhan atau di dalam bejana yang luas. Tekhnik ini
dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas dari
kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui
konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang
sesuai, kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (biasanya 370C)
dengan posisi mendatar. Sel akan melekat pada permukaan dan mulai
bereplikasi membentuk sel monolayer (satu lapis) yang saling
berikatan satu dengan lainnya. Setelah beberapa hari medium yang
digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme sel akan habis, dan
jika tidak diganti maka sel akan mengalami kerusakan dan akan mati.
Sel monolayer diberi perlakuan dengan tripsin dan atau larutan
versene untuk mendapatkan sel tunggal.
Sel ini kemudian ditumbuhkan pada flask yang baru. Sel monolayer
digunakan untuk menumbuhkan dan menguji beberapa aspek interaksi
virus dengan inang. Selain untuk menumbuhkan sel monolayer,
beberapa tipe sel juga dapat ditumbuhkan di dalam larutan dimana sel
tersebut tidak menempel pada permukaan flask dan tidak menempel
satu dengan lainnya, misalnya sel hibridoma yang mengsekresikan
antibodi monoklonal.
2. Media dan Buffer

Kebanyakan media pertumbuhan yang digunakan merupakan media
kimiawi, tetapi ditambahkan dengan serum 5-20% yang mengandung
stimulan yang penting untuk pembelahan sel. Media yang bebas serum
dengan tambahan stimulan tertentu digunakan untuk beberapa tujuan.
Media mengandung larutan garam isotonis, asam amino, vitamin, dan
glukosa, sontohnya Eagles Minimal Esential Medium (MEM) yang
diformulasikan oleh Eagle th 50-an. Selain mengandung serum, MEM
juga diperkaya dengan antibiotik (biasanya penicillin dan
streptomycin) untuk membantu mencegah kontaminasi bakteri.
Umumnya pertumbuhan sel
yang baik terjadi pada pH 7,0-7,4. Media juga ditambah fenol red
sebagai indikator pH yang akan berwarna merah pada pH 7,4, orange
pH 7,0, dan kuning pH 6,5, kebiru-biruan pH 7,6 dan ungu pH 7,8.
Media tumbuh juga membutuhkan penyangga di antara dua kondisi,
yaitu:
a. Penggunaan flask terbuka menyebabkan masuknya O2 dan
meningkatnya pH
b. Konsentrasi sel yang tinggi menyebabkan diproduksinya CO2 dan
asam laktat menyebabkan turunnya pH.
Kedua kondisi ini dihadapi dengan dengan memberikan buffer ke
dalam media dan ke dalam inkubator dialirkan CO2 dari luar. Buffer
yang biasanya digunakan adalah sistem bikarbonat-CO2, sehingga ke
dalam media pertumbuhan ditambahkan larutan bikarbonat. Reagent
yang digunakan di dalam media dan kultur sel harus disterilisasi
dengan autoclave (uap panas), hot-air oven (panas kering), membrane
filtration, atau diirradiasi untuk peralatan plastik.
3. Pertumbuhan Virus di dalam Kultur

Kebanyakan penelitian dalam virologi dilakukan dengan
menumbuhkan virus di dalam suatu kultur, mekipun saat ini banyak
penelitian yang dilakukan seluruhnya bersandarkan pada gen yang
dikloning dan protein yang diekspresikan di luar kultur sel. Virus yang
dapat tumbuh di dalam kultur dapat dipelajari lebih detail.
Ketidakmampuan untuk tumbuh secara in vitro sangat membatasi
kemajuan penelitian, misalnya pada penelitian produksi vaksin dan
pengembangan obat-obatan anti virus untuk hepatitis B dan C.
Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan
stock virus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C
dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst., tergantung
pada jumlah peremajaannya.
Virus stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity
of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel.
Virus melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di
dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media
ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah
lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau
dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung
dengan infectivity assay.
Jika diperlukan virus dengan jumlah yang banyak, misalnya pada
pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi, seperti
10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel akan
terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan
virus segera dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi
menghasilkan progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus
per sel.
4. Penggunaan Telur berembrio

Untuk beberapa virus, kultur sel bukan merupakan pilihan tepat untuk
menumbuhkan virus sehingga digunakanlah fertilized embrio ayam.
Fertilized embrio memiliki berbagai membran dan rongga yang dapat
mendukung pertumbuhan virus. Aliquot kecil dan virus diinokulasikan
ke dalam rongga allantoic telur. Virus kemudian menempel dan
bereplikasi di
dalam rongga yang dihasilkan dan sel epitel. Virus kemudian
menempel dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel
epitel.
Virus dilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan
selama sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza
diperbanyak dengan cara sama seperti ini. Berbagai contoh virus yang
dapat ditumbuhkan secara kultur dan atau melalui embrio, antara lain:
a. Virus herpes simplex, dapat tmbuh pada bermacam-macam kultur
dan pada membran chorio-allantoic
b. Virus Varicella-zoster, dapat tumbuh lambat dalam kultur sel
manusia (jaringan kulit, paru-paru, dan otot embrio manusia), dan
pada sel ginjal kera *Cytomegalovirus, dapat tumbuh lambat dalam
kultur jaringan sel paru-paru embrio manusia
c. Virus Epstein-Barr, dapat tumbuh pada kultur suspensi dari
limfoblas manusia
d. Virus influenza, dapat tumbuh pada kantung korioalantois telur
berembrio






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dunia mikroba adalah dunia organisma yang sangat kecil, sehingga
tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang. Walupun sudah agak
lama dikenal, namun dunia mikroba baru mulai terbuka secara luas
sejak manusia menemukan sebuah alat yang disebut mikroskop, hasil
temuan Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723).
Mikroskop tersebut sangat sederhana, hanya memiliki satu lensa, dan
mencapai pembesaran kurang dari 200 kali. Tetapi dengan mikroskop
sederhana tersebut misteri tentang bentuk mikroba yang sebelumnya
masih merupakan rahasia besar mulai terungkap. Virus adalah parasit
berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organism biologis. Virus
hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi
dan mengendalikan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki
perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Istilah virus biasanya
merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota
(organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal),
sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang
menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang
tidak berinti sel).
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau
RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam
bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau
kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang
digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang
dibutuhkan dalam daur hidupya.





DAFTAR PUSTAKA
Brooks, F Geo dkk, 2005. Microbiologi kedokteran Jakarta :
Salemba Medika
Pelczar, J Michael. 1988. Dasar Dasar Mikrobiologi Jakarta ; UI
Press
Wikipedia, 2008. Virus. http://id.wikipedia.org/wiki/Virus (Diakses
pada tanggal 28 November 2008).
http://rahma02.wordpress.com/2007/10/31/virologi/ (Diakses pada
tanggal 28
November 2008).
Sumarsih, 2007. Buku Ajar Mikrobiologi.
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2007/12/buku-ajar-
mikrobiologi.pdf

Você também pode gostar