Você está na página 1de 23

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.S DENGAN


DIAGNOSA OS CAROTID CAVERNOUS FISTULA
DI BANGSAL BUGENFIL 4 RSUP DR.SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah IV





Disusun oleh:
1. Febrianti Eka Wulandari NIM. P07120112059
2. Normalasari Dwinugraheni NIM. P07120112067
3. Tri Erawati Lafrana NIM. P07120112078



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2014
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.S DENGAN
DIAGNOSA OS CAROTID CAVERNOUS FISTULA
DI BANGSAL BUGENFIL 4 RSUP DR.SARDJITO


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah IV

Disusun oleh:
1. Febrianti Eka Wulandari NIM. P07120112059
2. Normalasari Dwinugraheni NIM. P07120112067
3. Tri Erawati Lafrana NIM. P07120112078



Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal November 2014

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan




Pembimbing Akademik




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Carotid Cavernous Fistulas (CCF) merupakan hubungan yang tidak
normal / komunikasi abnormal antara system karotis (arteri karotis interna /
eksterna ) dan sinus kavernosa. fistula carotid cavernous dapat diartikan
sebagai perubahan perpindahan atau pergeseran arteri vena di dura. angka
kejadianya mewakili sekitar 12 % dari semua arterivenousa dural. Secara
luas, carotid cavernous diklasifikasikan menjadi langsung maupun tidak
langsung. Klasifikasi lain dari carotid cavernous fistula juga didasarkan pada
etiologi (traumatic dengan spontan) kecepatan aliran darah (tinggi dengan
rendah) dan anatomi (langung dengan dural atau carotid internal dengan
carotid eksternal)
1
. Manifestasi klinis dari carotid cavernous sering
melibatkan kelainan ophthalmologic. Sebanyak 90% dari pasien CCF
langsung kemungkinan kehilangan visi jika tidak dirawat. 20 50% pasien
dari CCF tidak langsung dapat selesai secara spontan. Pasien dengan CCF
dural jika tidak diobati sebanyak 20 -30 % akan mengalami kemunduran
pengelihatan. Sampai saat ini tidak ada latar belakang ras tertentu yang
terbukti berkorelasi dengan kecenderungan untuk pengembangan CCF
karena insiden meningkat karena trauma sedangkan wanita yang menopause
lebih mungkin untuk pengembangan CCF dural yang spontan. Walaupun
kejadian atau kondisi sensungguhnya pada CCF tidak diketahui atau dikenali,
perkiraan terbanyak menempatkan kasus ini pada tingkat 5 -20 % dari semua
cranial vascular malformation. Fitur radiologi dapat membantu dalam
mengkonfirmasi diagnosis dan menentukan intervensi yang mungkin dapat
dilakukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan CTA (computed
tomography malformation), MRA (magnetic resonansi angiography) atau
arteriography arteri carotis
.


B. Anatomi
Sistem vena otak merupakan system vena yang terdiri dari pembuluh
vena yang mengalirkan darah dari vena cranial, vena serebral, vena vena
di fossa posterior, vena diploic, vena meningeal , sinus dura, vena orbita,
vena jugular interna dan vena jugular eksterna. Pada peredaran darah balik
(vena) aliran darah akan bermuara ke dalam sinus sinus duramater. Sinus
merupakan saluran pembuluh darah yang terdapat dalam struktur duramater.
Sinus duramater adalah pembuluh darah vena yang menerima darah
vena dari otak, duramater dan vena diploic. Sinus duramater berada antara
dua lapisan duramater yang secara nyata tidak mempunyai katup. Sinus
duuramater terdiri dari sel endotel yang merupakan jaringan penghubung dari
vena. Secara garis besar sinus dura mater terbagi atas dua , yaitu kelompok
sinus antero inferior dan supero posterior
Sinus kavernosus merupakan sinus duramater yang termasuk dalam
kelompok sinus antero inferior. Sinus kavernosus merupakan saluran atau
kantung vena yang dipisahkan dan dibagi dua oleh duramater. Di dinding
lateral sinus kavernosus berjalan nervus okulomotor, trokhlear, oftalmika dan
nervus maksilaris. Sedangkan arteri karotis interna dan nervus abdusen
menembus dan berjalan di dalam sinus kavernosus.

Gambar 1. Sinus Vena Dura Potongan sagital
Sumber : http://ourhumananatomy.blogspot.com/2009/10/41-venous-sinuses-of-
brain.html




1. Sinus Vena Dura
Sinus vena dura adalah ruangan antara endosteal dan lapisan
meningen dari duramater. Sinus vena terdiri dari darah vena yang
membentuk bagian dari otak atau rongga kranial.
Sinus duramater adalah pembuluh darah vena yang menerima
darah vena dari otak, duramater dan vena diploic
Sinus terdiri dari garis endotelial yang berlanjut ke vena yang
membentuk struktur sinus. Bagian darah vena yang terbanyak yang
mengalir ke sinus bersumber dari vena jugular interna.
Sinus vena dura secara umum dibagi atas dua kelompok besar,
yaitu :
a. Sinus postero superior
1) Sinus Sagitalis Superior
2) Sinus Sagitalis Inferior
3) Sinus Straight
4) Sinus Transversal
b. Sinus Antero Inferior
5) Sinus Cavernosus
6) Sinus Intracavernosus
7) Sinus Petrosal Superior
8) Sinus Petrosal Inferior

Sinus postero superior berlokasi diatas sebelah belakang dari
tulang kranial dan kelompok antero inferior berada pada dasar tulang
kranial.
Sinus sagitalis superior berada pada batas atas falx cerebri dan
dimulai dari crista galli. Sinus sagitalis superior diisi oleh darah dari vena
sentralis superior dan berakhir pada pertemuan sinus dekat tonjolan dari
oksipitalis interna.
Sinus sagitalis inferior berlokasi pada batas bawah yang bebas
dari falk cerebri antara 2 hemisfer cerebri. Sinus ini dimulai dari depan
(anterior ) dan berakhir pada persimpangan dengan sinus straight.
Sinus straight terdiri dari gabungan vena serebral besar dan sinus
sagitalis inferior. Sinus ini berjalan kearah belakang pada persimpangan
dari falx cerebri dan tentorium cerebelli dan kemudian berlanjut dengan
satu sinus transversal ( bagian paling banyak ke sebelah kiri ).
Sinus petrosal superior berlokasi diujung dari tentorium serebelli,
pada bagian punggung dari bagian petrous dari tulang temporal. Darah
dari sinus petrosal inferior akan mengalir kearah sinus transversal
Sinus petrosal inferior berada pada dasar bagian petrous dari
tulang temporal pada fossa kranial posterior, dimana sinus ini kosong
kearah vena jugular interna. Sinus basilar berhubungan dengan sinus
petrosal inferior dan pleksus vertebral interna.
Sinus transversal berada sebelah lateral dari sinus dekat
tentorium cerebelli. Sinus transversal berjalan kearah ventral untuk
bergabung dengan sinus sigmoid pada masing masing sisinya.
Sinus sigmoid menikung seperti kurva huruf S dan berlanjut ke
vena jugular interna melalui foramen jugular.
Sinus oksipitalis berlokasi dibatas posterior dekat perlengketan
dengan falx cerebri. Sinus oksipitalis mempunyai hubungan kearah
superior dengan aliran sinus dan kearah inferior dengan pleksus vertebra
interna.

Gambar 2. Veins of head and neck
Sumber : http://www.rci.rutgers.edu/~uzwiak/AnatPhys/Blood_Vessels.html

Gambar 3. Sinus Vena Dural
Sumber : http://what-when-how.com/neuroscience/blood-supply-of-the-central-
nervous-system-gross-anatomy-of-the-brain-part-2/

2. Sinus Kavernosus
Sinus kavernosus adalah suatu trabekula sinus vena yang
berlokasi antara selubung dari duramater dan bersebelahan dengan sela
tursika. Substansi dari sinus berjalan ke ujung dalam sinus kavernosus
dari arteri karotis interna, dan dikelilingi oleh pleksus parasimpatis.
Selanjutnya yang berjalan keluar dari sinus sebelah lateral dari arteri
karotis adalah nervus trokhlearis (IV). Nervus kranial ketiga dan keempat
berlokasi di dalam duramater dan dinding lateral dari sinus kavernosus,
sepanjang nervus V.1 pada duramater. Nervus V.2 berjalan di duramater
pada fossa tengah lateral dari sinus kavernosus.


Sinus kavernosus termasuk dalam kelompok sinus vena dura
antero inferior, bilateral kiri dan kanan. Masing-masing sinus terletak pada
tulang sphenoidalis, dan berada dari fissura orbitalis superior ke arah
puncak dari portio petrous tulang temporal, dengan jarak kira-kira lebih
dari 2 cm. Sinus sphenoidalis dan kelenjar hipofisis berada di medial dari
sinus kavernosus dan sebelah lateralnya adalah fossa kranial media dan
lobus temporal.
Sinus kavernosus bukanlah rongga vena yang besar. Biasanya
sinus ini terdiri dari beberapa pleksus vena yang bervariasi ukurannya.
Dimana pleksus ini ada yang terbagi, menyatu dan menjadi lengkap di
sekeliling daerah kavernosus dari arteri karotis, menjadikan daerah
kavernosus ini tidak terurai, tidak terpisah, sehingga membentuk
anyaman vena. Sinus kavernosus terbagi atas empat ruangan vena
dengan parameter jarak daerah kavernosus dengan arteri karotis. Yaitu :
a. Medial
b. Antero inferior
c. Postero superior
d. Lateral
Bagian medial dari sinus kavernosus ini terletak antara glandula
hipofisis dan arteri karotis interna. Daerah ini mempunyai lebar 7 mm,
tetapi bisa tidak nyata apabila arteri berliku-liku. Bagian antero inferior
berada pada kelengkungan dibawah kurva pertama dari portio
intrakavernosus dan arteri karotis. Nervus abdusen memasuki daerah ini
setelah melewati keliling arteri sebelah lateral. Bagian postero superior
berada antara arteri karotis dan sebelah posterior, setengahnya adalah
atap dari sinus kavernosus. Percabangan arteri meningohipofisis dari
arteri karotis interna terjadi didaerah ini. Ketiga daerah diatas lebih besar
dibandingkan dengan bagian lateral dari sinus kavernosus. Bagian lateral
lebih sempit, ketika nervus abdusen melewati daerah ini, nervus ini
melekat ke arteri karotis interna dan sebelah lateralnya adalah dinding
sinus. Daerah kavernosus dari arteri karotis dan nervus abdusen
berlokasi dekat dengan badan sinus kavernosus dan merupakan trunkus
okulosimpatis.
Sinus kavernosus dinamakan seperti ini karena sinus ini
membentuk suatu struktur yang retikular .Sinus ini juga membentuk suatu
garis melintang dengan filamen yang menjalin. Sinus membentuk struktur
iregular dimana lebih besar bagian samping dibandingkan dengan bagian
depan, dan terletak diatas sisi tulang sphenoidalis, memanjang dari
fissura orbitalis superior ke bagian apeks (puncak) dari portio petrous dari
tulang temporal. Masing-masing sinus terbuka kesamping ke arah sinus
petrosal. Pada dinding medial dari masing-masing sinus berjalan arteri
karotis interna, bergabung dengan filamen dari pleksus karotis. Berjalan
dekat dengan arteri ini adalah nervus abdusen, didinding bagian lateral
adalah nervus okulomotor (N III) dan nervus trochlearis (N IV), berjalan
juga seiring adalah nervus oftalmika dan nervus maksilaris yang
merupakan divisi dari nervus trigeminus .



Gambar.4 Anatomi sinus kavernosus (potongan melintang)
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Cavernous_sinus


Gambar.5. Anatomi sinus kavernosus (potongan memanjang)
Sumber : American Academy of Ophtalmology, Basic and Clinical Science
Course, Orbit, Eyelids and Lacrimal sistem, Section 7, 2005 2006. p. 6 -12

Struktur dari bagian sinus dipisahkan dengan adanya aliran darah
sepanjang aliran sinus dengan mengaliri membran dari sinus. Sinus kavernosus
menerima aliran darah dari :

a. Vena orbitalis superior melalui fissura orbitalis superior.
b. Vena serebralis dari sinus sphenoidalis yang kecil dimana berjalan
sepanjang bagian bawah dari bagian sayap kecil tulang sphenoidalis. Ini
juga berhubungan dengan sinus transverse dengan memakai sinus petrosal
superior.
c. Vena jugularisiInterna melalui sinus petrosal inferior.
d. Pleksus vena melalui foramen vasalii, foramen ovale dan foramen Lacerum.
e. Vena vena angularis melalui vena ophtalmika.
Masing-masing sinus berhubungan melalui sinus intrakavernosus anterior
dan posterior.

Gambar 6. Sistem vena menuju sinus cavernosus
Sumber : Tasman W. Duanes Clinical Ophthalmology, Vol.4. Lippincott Raven
Publishers. Philadelphia. New York. 1997. p. 1 25.

Vena oftalmika superior dan vena oftalmika inferior sama sekali tidak
mempunyai katup. Vena oftalmika superior mulai dari sudut sebelah dalam dari
orbita berada pada bahagian dalam dari vena yang dinamakan naso frontal
yang berhubungan dengan anterior dengan vena angular, bagian ini mengikuti
posisi yang sama seperti arteri oftalmika, dan menerima anak-anak cabang dari
cabang pembuluh yang membentuk sebuah rangkaian tunggal yang pendek.
Bagian ini lewat antara dua ujung dari m. rektus superior dan m. oblig superior
dan melewati bagian medial dari fisura orbitalis superior dan berakhir pada sinus
kavernosus.


Vena oftalmika inferior, berjalan mulai dari jaringan vena pada bagian
depan dari lantai orbita, bagian ini menerima vena dari M. rektus inferior, M.
obliqus superior, sakus lakrimali, dan kelopak mata yang berjalan ke belakang
pada bagian bawah dari orbita dan membagi dalam dua cabang. Salah satu dari
vena tersebut berjalan melewati fissura orbitalis superior dan bergabung dengan
pleksus vena pterigoid, dimana yang lain masuk tulang kranial melalui fissura
orbitalis superior dan berakhir pada sinus kavernosus.


Masing-masing sinus kavernosus mempunyai hubungan bilateral melalui
sinus intra kavernosus dan sinus basilar. Sinus intra kavernosus ada dua bagian,
yaitu bagian anterior dan posterior, yang bejalan menggabungkan kedua sinus
melalui garis tengah. Bagian anterior berjalan melalui bagian depan melalui
hipofisis serebral dan bagian posterior disamping hipofisis serebri yang akhirnya
membentuk siklus sinus kavernosus (sinus siklus) yang mengelilingi hipofisis.
3,12



Gambar .7. Sinus intra kavernosus
Sumber : Khurana AK Professor. Comprehensive Ophtalmology. Fourth edition
New age international cpj limited publisher.2007. p. 387 391

Dalam kerangka anatominya, sinus kavernosus sangat sulit untuk pecah/
ruptur karena struktur trabekulanya, tetapi studi terbaru menunjukkan sinus
kavernosus adalah pleksus vena dengan ukuran yang bervariasi,dimana sinus ini
bercabang dan bersatu.
4,12


C. Definisi
Carotid cavernosus fistula adalah hubungan yang tidak normal /
komunikasi abnormal antara arteri karotis internal/eksternal dan sinus
kavernosa. Fistula Carotid cavernosus dapat diartikan sebagai
perubahan, perpindahan atau pergeseran arteri vena di dura.










Gambar 8 : Carotid Cavernous Fistula (CCF)
Sumber :
http://www.doereport.com/generateexhibit.php?ID=1898&ExhibitKeywordsR
aw=&TL=&A=

D. Epidemiologi
Frekuensinya di Amerika serikat dan internasional termasuk
jarang. Hampir semua pasien dengan direct fistula carotid cavernous
mengalami komplikasi ocular yang progresif jika fistula ini tidak diobati.
Peningkatan proptosis , chemosis konjungtiva, dan hilangnya
pengelihatan yang terjadi selama beberapa bulan sampai tahun dengan
oklusi vena retina sentral dan glaucoma sekunder merupakan komplikasi
ocular yang paling parah. CCF mewakili sekitar 12% dari semua fistula
arteriovenosa dural. Tipe A lebih sering terjadi pada laki-laki muda. Jenis
B, C, dan D lebih sering terjadi pada wanita yang lebih tua dari 50 tahun,
dengan rasio perempuan : laki-laki sekitar 7:1. Tidak ada latar belakang
ras tertentu yang terbukti bekolerasi dengan kecenderungan untuk
pengembangan CCF. Laki-laki lebih mungkin untuk pengembangan CCF
karena insiden meningkat karena trauma sedangkan wanita yang
menopause lebih mungkin untuk pengembangan CCF dural yang
spontan. Carotid cavernous fistula merupakan kelainan yang umumnya
karena traumatik pada kepala atau wajah dengan gambaran klinis yang
khas, kejadian akut dan progressif. Sekitar 25% CCF terjadi secara
spontan, terutama pada perempuan berusia paruh baya hingga
perempuan berusia tua, dan mungkin terkait dengan aterosklerosis,
hipertensi sistemik, penyakit kolagen vaskular, kehamilan, gangguan
jaringan ikat (misalnya, Ehlers-Danlos), dan trauma minor. Sekitar 75%
CCF diakibatkan oleh trauma serebral seperti kecelakaan kendaraan
bermotor, perkelahian, dan jatuh. Luka yang terjadi dapat berupa luka
penetrans atau nonpenetrans dan mungkin berhubungan dengan fraktur
tulang wajah atau basis tengkorak. CCF iatrogenik juga dilaporkan
setelah pembedahan trans-sphenoidal hipofisis, endarterektomi, operasi
sinus ethmoidal, dan prosedur perkutaneus gasserian dan retro-
gasserian.

E. Klasifikasi
Kelainan tersebut terjadi karena hubungan atau fistulasi antara arteri
carotis interna atau externa dan sinus cavernous. CCF ini terbagi atas
beberapa tipe :
1. Tipe-A fistula berasal langsung dari a carotis interna dengan sinus
cavernosus (direct)
2. Tipe-B fistula berasal dari cabang meningeal dari a carotis interna
dengan sinus cavernosus (indirect)
3. Tipe-C fistula berasal dari dari cabang meningeal dari a. carotis
externa dengan sinus cavernosus (indirect)
4. Tipe-D fistula berasal dari cabang meningeal a. carotis interna dan
a. carotis externa dengan sinus cavernosus (B+C) (indirect)
Tipe tipe tersebut dapat secara luas diklasifikasikan lagi menjadi
14

1. Carotid cavernosus fistula Direct
Carotid cavernosus fistula direct adalah adanya hubungan
langsung antara aliran tinggi arteri karotis interna secara langsung
ke dalam sinus cavernosus sehingga menyebabakan aliran darah
vena vena yang bermuara ke sinus kavernosus mengalami
gangguan. CCF direct disebabkan oleh trauma pada 75% kasus.
Fraktur basal kranium dapat menyebabkan arteri karotis di sinus
intrakavernosus robek. Ruptur spontan arteri karotis dapat terjadi
pada aneurisme atau dengan aterosklerosis arteri. Berikut ini adalah
beberapa tanda dan gejala klinis :
a. Gejala dapat muncul setelah beberapa hari atau beberapa
minggu setelah cedera kepala dengan trias klasik yaitu
proptosis berpulsasi, kemosis konjungtiva dan suara bruit yang
terdengar oleh pasien di dalam kepala.


b. Tanda yang muncul biasanya ipsilateral dari fistula, namun
dapat terjadi bilateral maupun kontralateral, sebab terdapat
hubungan silang antar kedua sinus kavernosus kiri dan kanan.
Tanda yang muncul dapat berupa:
1) Proptosis yang berpulsasi berhubungan dengan adanya
bruit dan thrill
2) Meningkatnya tekanan intraokular karena meningkatnya
tekanan vena episkleral dan kongesti orbital
3) Iskemik segmen anterior, ditandai dengan udem epitel
kornea, sel-sel inflamasi pada aquos humor dan atrofi iris
(pada kasus yang parah), katarak dan rubeosis iridis
4) Oftalmoplegi mucul pada 60-70% kasus yang disebabkan
keruskan nervus motorik okular disebabkan oleh trauma
atau karena aneurisma intravascular atau karena fistula
yang terjadi. N. VI yang paling sering terlibat karena
belokasi di dalam sinus kavernosus.
5) Pada pemeriksaan fundus didapatkan pembengkakan
diskus optikus, dilatasi vena dan perdarahan intraretinal
dan gangguan aliran darah retina.
6) Gangguan penglihatan: kehilangan penglihatan yang
terjadi langsung disebabkan oleh kerusakan Nervus
optikus akibat trauma kepala. Kehilangan penglihatan
yang terjadi kemudian dapat terjadi karena keratopati
eksposur, glaukoma sekunder, oklusi vena retina
sentralis, iskemik segmen anterior.
2. Carotid cavernosus fistula Indirect
Carotid cavernosus fistula Indirect atau yang disebut sebagai dural
shunt. Pada fistula ini areteri karotis internal yang berada pada
sinus kavernosus intak. Aliran darah arteri yang melalui cabang
meningeal dari artari karotis interna atau eksterna secara tidak
langsung masuk ke dalam sinus kavernosus. Oleh karena alirannya
lambat, gejala klinis biasanya lebih ringan dibandingkan dengan
fistula direk.

Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala klnis :
a. Gejala muncul bertahap dengan gejala mata merah unilateral
atau bilateral.
b. Tanda yang dapat ditemukan adalah:


1) injeksi epibulbar ringan dengan atau tanpa kemosis
2) pulsasi okular yang dapat dinilai dengan menggunakan
tonometri applanasi
3) peningkatan tekanan intraokular
4) proptosis ringan dengan bruit yang ringan
5) oftalmoplegia akibat palsi nervus kranialis VI, atau
pembengkakan padan muskulus ekstraokular.
6) Pemeriksaan fundus dapat normal atau terdapat dilatasi
vena.
F. Patogenesis
Carotid cavernous fistula biasanya terjadi karena adanya peristiwa
traumatic atau robekan spontan pada dinding arteri karotis interna atau
cabang cabangnya di intracavernosus. Hal ini mengakibatkan hubungan
arus pendek dari darah arteri ke dalam system vena daris sinus
kavernosus.
Etiologi dari bermacam-macam carotid cavernosus fistulas belum
sepenuhnya dijelaskan. Carotid cavernosus fistulas bisa menjadi baik
langsung maupun tidak langsung. Direct fistulas, seperti yang diketahui
pada namanya mengandung atau menggabungkan sebuah hubungan
langsung diantara arteri carotid itracavernous dan sinus cavernous,
dimana indirect fistulas terbentuk dari hubungan antara cabang-cabang
pada internal dan external arteri carotid dan sinus cavernous. Direct
fistulas biasanya akibat dari trauma, kerusakan spontan pada aneurisma
pada cavernous segmen arteri carotid internal. Dalam kasus ini, sebuah
hubungan langsung meningkat diantara arteri carotid dan sinus
cavernous. Indirect fistulas dianggap untuk meningkatkan seperti hal-hal
penting lainnya dalam DAVMs, arterivena berpindah sejalan dengan
lembaran-lembaran pada dura ke sebelah sinus cavernous, fossa cranii
medial dan orbital apek.
Karena etiologi, patoghenesis, dan, anatomi dari lesi dirasa sangat
berbeda, beberapa sudah menetapkan menyebut direct lessions carotid
cavernous fistulas (CCFs) dan indirect lessions carotid cavernous dural
arteriovenous malformations ( CCDAVMs ). Etiologi dari DAVMs tidak
sepenuhnya dipahami, meskipun hal ini jelas bahwa diantaranya adalah
bermasalah dan yang lainnya telah diketahui. DAVMs yang muncul pada
masa neonatal dan anak-anak akan menjadi penyakit yang serius. Lesi
tersebut mengandung arti hal tersebut terhubung dengan
ketidakabnormalan susunan ( pembuluh darah pada galan aneurysm atau
sinus atresia ), spesifik sindrom ( seperti klippel, trenauray syndrome ).
Hal-hal utama pada CCF dan DAVMs yang perlu dikenali yaitu
sinus thrombosis, trauma dan pembedaan telah diimplikasikan sebagai
karena ambil bagian dan mungkin mengakibatkan pembentukan DAVMs.
Dalam hal ini sinus thrombosis adalah sebagai penemuan yang telah
paling banyak dilaporkan. Dengan aliran regional vena yang rendah
dikendalikan oleh sinus thrombosis, komunikasi micro arterivena yang
rumit sebelumnya dilapisan membran otak yang mengelilinginya. Sebuah
model percobaan pembentukan CCF dan DAVM telah terlebih dahulu
dikembangkan membuktikan secara jelas mengenai pathoetilogi
mekanisme tersebut. Pada kasus lainnya, DAVMs menunjukkan adanya
peningkatan trauma yang mengikutinya. Lesi tersebut diketemukan pada
tempat direct injury ( seperti penetrating trauma, depressed skull racture,
post surgical durotomy ) hal-hal utama yang pada posttraumatic DAVm
muncul. Hal ini mungkin terjadi bahwa trauma mempengaruhi regional
dural hyperemia, mungkin akan berakibat maturation of zones.

G. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Pada CCF direk, gejala biasanya muncul beberapa hari atau
beberapa minggu setelah trauma dengan trias gejala proptosis
pulsatil, kemosis konjungtiva, dan adanya bruit.
b. Adanya riwayat trauma atau riwayat operasi
c. Riwayat aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit kolagen
vaskular, Pseudoxanthoma elasticum, penyakit jaringan ikat
(misalnya, sindrom Ehlers-Danlos), atau kehamilan
d. Keluhan bisa berupa
1) Mata merah
2) Diplopia
3) Bruit (suara dengung atau desah)
4) Penurunan visus
5) Bulging pada mata
6) Nyeri pada kepala dan daerah orbita

2. Gejala Klinis
a. Proptosis: ~ 75%
b. Chemosis dan perdarahan subkonjungtiva
c. Hilangnya penglihatansecara progresif: 25 - 32%
d. Tinnitus (biasanya objektif)
e. Peningkatan tekanan intracranial
f. Perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral, otorrhagia,
epistaksis: ~ 2,5 - 8,5%
Pasien dengan carotid cavernous DAVMs sering menderita
manifestasi ocular, dimana hal tersebut dengan lateral tentorial lesi
sering mengeluhkan tinnitus. Yang termasuk paling umum
menunjukkan symptomatology: pulsatile tinnitus, keluhan pada
penglihatan ( misal diplopia, proptosis, chemosis, injected sclera,
papil edema ) dan sakit kepala. Sedikitnya, pasien datang dengan
hemorrhage ( subarachnoid atau itraparenchymal ), seizure, facial
pain, focal neurologic deficit atau myelopathy.









Gambar 10: Type-D fistula caroticocavernous: mata menunjukkan proptosis,
chemosis, dan edema scleral. Pasien tidak dapat menutup mata.
Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/250591-overview


Gambar 11 ; pasien dengan carotid cavernous fistula menunjukkan
arterialisasai klasik dari pembuluh darah pada konjungtiva
Sumber : http://www.med.umich.edu/rad/neurointer/patient/carotid-c.htm
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
CT Scan, MRI, dan angiograpi orbital untuk memastikan
diagnosis. Hasilnya akan menunjukkan adanya pembesaran
muskulus ekstraokuler, pelebaran vena ophthalmic superior, dan
pelebaran sinus kavernosus yang terkena. Pemahaman yang akurat
mengenai CCF morfologi membutuhkan explorasi angiography
secara terperinci. Catheter angiography juga berguna untuk
menyanggah pengertian diagnosa CCF pada kasus-kasus tersebut
dimana diagnosis itu didasarkan pada sejarah klinis dan atau evaluasi
radiography (e.g MRI atau CT ). MRI menyediakan test pencitraan
yang baik untuk pasien diduga dengan diagnosis tersebut. Apabila
MRI menunjukkan tanda kebenaran dugaan klinis, catheter
angiography diindikasikan untuk digunakan.Arteriogram penting
dalam menentukan lokasi yang tepat dari fistula, suplai arteri, dan
pola drain vena.
b. CT-Scan
CT scanning memiliki keterbatasan sensitivitas dalam
mengevaluasi pasien untuk CCF. Karena keterbatasannya dalam
menunjukkan letak anatomy dibandingkan MRI, CT tidak
danjurkan sebagai penanganan tidak juga sebagai sebuah alat
atau cara bagi pasien dengan diagnosa CCF.
Pada hasil CT dapat ditemukan
1) Proptosis
2) Pembesaran vena oftalmik superior
3) Otot ekstra okular mungkin membesar
4) Edema orbita
5) Mungkin terlihat SAH / ICH dari pecahnya vena kortikal
c. MRI
MRI menyediakan atau memberikan test pencitraan yang
baik untuk pasien yang diduga dengan diagnosa CCF. MRI adalah
sebuah penangan terbaik dengan diagnosis CCF yang muncul. Ini
kebanyakan benar karena MRI dapat menunjukkan keberadaan
parenkimal hemorrhage atau leptomeningeal venous drainage.

d. DSA Angiography
1) Rapid Shunting dari Interna Carotid Artery ke sinus
kavernosus
2) Pembesaran pembuluh darah vena
3) Aliran retrograde dari sinus kavernosus , biasanya
mengalir ke dalam vena oftalmika.

e. Ultrasound
1) Arterialisasi dari vena oftalmika dapat terlihat dengan US-
doppler.

f. Pemeriksaan lain: Tonometri (sebaiknya dengan
pneumotonometer) biasanya menunjukkan pulsase amplitudo
yang lebih besar pada sisi lesi
H. Terapi
a. Terapi Medis
Dalam keadaan akut dari penurunan pegelihatan dan atau
kelumpuhan saraf cranial, glukokortikoid (misalnya deksametason)
dapat digunakan sambil menunggu studi diagnostic definite dan
perawatan . selain itu tujuan tatalaksana farmakologi adalah untuk
mengurangi angka morbiditas dan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Obat-obat yang digunakan untuk menurunkan produksi
aqueous humor adalah beta-blocker, inhibitor karbonik anhidrase
(topikal atau oral), dan alpha2-agonis.
1) Beta blocker

Menurunkan tekanan intra okuler dengan cara mengurangi
produksi aqueous humor. Obat-obat golongan beta blocker adalah
Timolol 0,25% atau 0,5%, Levobunolol 0,25% atau 0,5%,
Metipranolol 0,3%, Carteolol 1,0%, Betaxolol ophthalmic.
2
2) Inhibitor karbonik anhidrase

Meurunkan tekana intra okuler dengan cara menurunkan sekresi
aqueous humor. Obat-obat golongan Inhibitor karbonik anhidrase
adalah Dorzolamide 2%, Brinzolamide 1%, Acetazolamide, dan
Methazolamide.

3) Alpha2-agonis
Obat-obat golongan Alpha2-agonis adalah Brimonidine dan
Apraclonidine 0,5% atau 1%.
2
b. Terapi Bedah
Manajemen definitif dari CCF adalah obliterasi dari koneksi
fistulous dengan restorasi aliran arteri dan vena yang normal. Hal
ini dicapai paling sering melalui pendekatan endovascular. bedah
endovascular merupakan salah satu bentuk bedah akses minimal
yang dibuat untuk memasuki pembuluh darah besar guna
mengatasi berbagai penyakit pada pembuluh darah. Setelah
penggambaran lengkap dari saluran fistulous, pendekatan dapat
direncanakan untuk menutup fistula.
Tipe fistula A dapat ditindaki dengan endovaskular
embolisasi pada fistula dengan menggunakan detachable ballon,
posisi detachable ballon untuk mengoklusi fistula dan
mempertahankan patensi dari arteri carotis interna. Keadaan
pembuluh darah vena yang mengalir ke jugular interna dan sinus
petrosal tidak lagi mendapat akses dari fistula tapi dari sinus
cavernosus sendiri
Tipe fistula B, C dan D yang mempunyai fistula kecil
sehingga dengan memberikan tekanan sendiri pada arteri carotis
20-30 detik 4 kali perjam untuk menimbulkan trombosis pada
fistula. Penderita di instruksikan menekan a. carotis communis sisi
yang sakit (ipsilateral) dengan tangan (kontralateral) dan jangan
sampai terjadi iskemia selama penekanan. Jika kompresi ini tidak
efektif dapat dilakukan selective endovascular embolization pada
fistula arteri carotis externa. Pilihan material embolik yang
available yaitu polyvinyl alcohol
CCF tipe langsung jarang mengalami sembuh spontan
tanpa pengobatan , akhirnya meyebabkan kerusakan pada mata
dari 80-90%kasus. Resiko yang lebih tinggi untuk komplikasi
antara lain seperti epistaksis, perdarahan intraserebral dan
kematian. CCF tidak langsung dapat diatasi secara spontan dari
20-50% kasus. teknik pada saat ini yang dilakukan dengan
melepaskan oklusi balon dan embolisasi dengan kombinasi koil
dan balon.
OKLUSI BALON.
Kebanyakan penyumbatan pada CCF dapat dikurangi
dengan menggunakan balon, melalui perjalanan arteri balon
dapat meningkat melebihi diameter sehingga mencegah
pergeseran. Penyebab kegagalan dari terapi ini karena
masuknya balon terhadap sebuah vena terlalu kecil untuk
memungkinkan sesuai inflasi balon atau karena spikula tulang
yang dapat menusuk balon tersebut.
EMBOLISASI KOIL.
Embolisasi adalah tindakan terapi dengan invasive
yang minimal, untuk tujuan menyumbat pembuluh darah.
Teknik ini merupakan alternative yang valid bila penderita
dengan terapi oklusi balon tidak berhasil. Dalam fistula yang
lama, redistribusi aliran darah dari orbita, petrosal, dan
sphenoparietal memburuk sehingga menimbulkan kerusakan
pada mata,. Posedur ini ini dilakukan melalui jalur transvenous
setelah akses vena diperoleh melalul vena femoralis. Sinus
cavernous dapat disumbat melalui kateterisasi dari sinus
petrosal inferior. Pengobatan tromboemboli dan kejadian
iskemik terkait dengan balon dan manipulasi kateter dpat
menyebabkan perdarahan, edema dan kerusakan pada mata.

I. Komplikasi
Komplikasi jarang dilaporkan, biasanya selama proses terapi.
Embolisasi dari CCF dapat memberikan komplikasi yang menetap atau
karena pembukaan kembali fistula

J. Prognosis
Carotid cavernosus fistula direk jarang membuka kembali setelah
penutupan menggunakan teknik balon. Pada dural carotid cavernosus
fistulae dapat terjadi rekanalisasi atau terbentuk vesikel baru setelah
embolisasi. Amplitudo pulsasi okular harus diperiksa pascaoperasi pada
semua pasien, sebaiknya menggunakan pneumotonometer.
2

Setelah fistula ditutup, gejala dan tanda-tanda biasanya mulai
untuk meningkat dalam beberapa jam sampai hari. Tingkat perbaikan
berhubungan dengan tingkat keparahan tanda-tanda dan waktu
munculnya fistula.

Sebanyak 90% pasien dengan CCF direk ataupun
indirek jika tidak diobati akan mengalami kemunduran penglihatan.





DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology, Basic and Clinical Science Course, Orbit,
Eyelids and Lacrimal sistem, Section 7, 2005 2006. p. 6 -12.

Cavernous sinuses diakses dari : http://google.com/wikipedia/the free
encyclopedia. p. 1 -4.

Cerebrovascular disease, BY :K.M.A Welch, Louis R Caplan, Donald j.REIS, BO
K. Siesjo, Bryce Weir

Chaudry, A Imtiaz, et all. 2009. Carotid Cavernous Fistula : Ophtalmological
Implications. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2813585/

Dudi. 2013. Carotid Cavenous Fistula. Diunduh pada tanggal 30 Oktober 2014
dari alamat web https://www.scribd.com/doc/115411728/CAROTICO-
COVERNOSUS-FISTULA
Hashimoto Masako. Journal Of Neuro-Ophthalmology. A Case Of Posterior
Ischemic Optic Neuropathy in a Posterior Draining Dural Cavernous
Sinus Fistula. September 2005. Vol 25. No.3
Kanski JJ. Clinical Ophthalmology A Systematic approach. Seventh Ed. UK:
Elsevier; 2011: 58
Levin. A.Leonard. Neuro Ophthalmology The Practical Guide, Thieme Medical
Publishers, Inc, New York, 2005. p.296 303.
Mashi, B ; DSouza, D. Caroticocavernous fistula . [online]
http://radiopaedia.org/articles/caroticocavernous_fistula

Riordan P. Vaughan & Asburys. General Opthalmology. McGraw Hill
Companies, Inc. 2004. p. 1 7.

Scott IU. Carotid cavernous fistula [online]. 2012. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1217766-overview

Tasman W. Duanes Clinical Ophthalmology, Vol.4. Lippincott Raven
Publishers. Philadelphia. New York. 1997. p. 1 25.

Walsh and Hoyts, Clinical Neuro Ophtalmology, Volume three, Fifth Edition,
Wiiliam & Wilkins A Warely Company, Baltimore, 1982, p. 2869 2970

Wilson II M Fred, Practical Opththalmology A manual For Beginning Residents,
Fourth Edition, American Academy of Ophthalmology, 1996. p.167
172.

Wilson L. Cranial Nerves. Anatomy and Clinical Comments. BC Decker Inc.
Toronto Philadelphia. 1988. p.26 78.

Você também pode gostar