Você está na página 1de 9

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Definisi
Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin atau hematokrit kurang dari batas
normal sesuai usia (bayi dan anak) atau jenis kelamin (dewasa). Akibatnya,
berkurangnya

kemampuan

menghantarkan

oksigen

yang

dibutuhkan

untuk

metabolisme tubuh yang optimal. 9


Anemia defisiensi besi ialah anemia yang secara primer disebabkan oleh
kekurangan zat besi dengan gambaran darah yang beralih secara progresif dari
normositer normokrom menjadi mikrositik hipokrom dean memberi respon terhadap
pengobatan dengan senyawa besi (WHO). 9
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan

besi

tubuh

(depleted

iron

store)

sehingga

penyediaan

besi

untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)


berkurang. 10
Epidemiologi
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun)
di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan remaja 26%. Di Amerika Serikat
sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang 9% remaja
wanita kekurangan besi, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya
berkurang saat pubertas. 9
Etiologi
Pada bayi dan anak anemia defisiensi besi disebabkan oleh faktor nutrisi,
dimana intake makanan yang mengandung besi heme kurang, seperti daging sapi,
ayam, ikan, telur sebagai protein hewani yang mudah diserap. Serta kurangnya intake
besi non heme seperti sereal, gandum, jagung, kentang, ubi jalar, talas, beras merah,
beras putih, kismis, tahu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan (kurma, apel,
jambu, alpukat, nangka, salak). Selain itu anak terkadang sering mengkonsumsi
makanan yang menghambat absorpsi besi seperti polifenol, kalsium dan protein
kedelai.10
Penyebab utama anemia defisiensi pada anak di negara berkembang adalah
infeksi cacing. Setiap cacing dapat mengakibatkan perdarahan kronis dan dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi. 10

Pemakaian obat-obatan yang dapat mengganggu agregasi trombosit, misalnya


aspirin dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang akan berakhir menjadi
anemia defisiensi besi. Penyebab lain perdarahan gastrointestinal dan malaria
terutama di daerah endemik. Pada masa pubertas terutama perempuan perdarahan
karena haid yang berlebihan (>80 ml/hari) dapat juga menyebabkan anemia defisiensi
besi. 10
Patofisiologi
A. Pembentukan Hemoglobin
Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam keadaan biasa
(tidak ada anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum tulang), sumsum tulang
memproduksi 500 x109 sel dalam 24 jam. Hb merupakan unsur terpenting dalam
plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari : globin, protoporfirin, dan besi (Fe).
Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar
mitokondria. Besi didapat dari transferin. 10
Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah sel
berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya tampak
berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid.10
Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin. Gangguan
dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya
eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb di
dalamnya (hipokrom).10
B. Metabolisme Besi
Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin merupakan suatu
ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi dalam beberapa tingkatan. Besi
dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar di dalam lambung besi
akan dibebaskan menjadi ion feri oleh pengaruh asam lambung (HCl). Di dalam usus
halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang
kemudian diabsorpsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai
persenyawaan feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah yang berikatan
dengan protein, disebut transferin. Selanjutnya transferin ini dipergunakan untuk
sintesis hemoglobin.10
Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron
pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makan

mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang
larut , sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi.10
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan
hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron
pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis hemoglobin. Jadi di dalam tubuh yang
normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja,
keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan sangat sedikit. Oleh karena
itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya
hemosiderosis.10
C. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap defisiensi besi, yaitu:10
I.

Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan

berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi
protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi
non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.
II.

Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron

limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun
dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC)
meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
III.

Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila

besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik
yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia
defisiensi besi yang lebih lanjut.
Tabel . Tahapan kekurangan besi
Hemoglobin

Tahap I

Tahap II

Tahap III

Cadangan besi (mg)


Fe serum (ug/dl)
TIBC (ug/dl)
Saturasi transferin
(%)
Feritin serum
(ug/dl)
Sideroblas (%)
FEP (ug/dl eritrosit)
MCV

(Normal)

(sedikit menurun)

<100
Normal
360-390
20-30

0
<60
>390
<15

(menurun jelas)
Mikrositik hipokrom
0
<40
>410
<10

<20

<12

<12

40-60
>30
Normal

<10
>100
Normal

<10
>200
Menurun

Manifestasi klinis
Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl
terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila
kadar Hb turun berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik.
Namun kadang-kadang jika telah terkompensasi, beratnya gejala ADB sering tidak sesuai
dengan kadar Hb. 10
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi
seperti:
1. Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku
konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papila lidah, dan perubahan mukosa lambung
dan usus halus.
2. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh
3. Termogenesis yang tidak normal : terjadi ketidakmampuan untuk mempertahankan
suhu tubuh normal pada saat udara dingin
4. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi leukosit
yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai kemampuan untuk
fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli dan S. aureus menurun.
5. Iritabel berupa berkurangnya nafsu makan dan berkurangnya perhatian terhadap
sekitar tapi gejala ini dapat hilang setelah diberi pengobatan zat besi beberapa
hari.
6. Pada beberapa pasien menunjukkan perilaku yang aneh berupa pika yaitu gemar
makan atau mengunyah benda tertentu karena rasa kurang nyaman di mulut yang
disebabkan enzim sitokrom oksidase yang mengandung besi berkurang.
Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium yang
meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit ditambah pemeriksaan

indeksentrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, Total
ironbinding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.10
Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb dan atau PCV merupakan
hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan
diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar
dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena
perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan
hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target,
ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).10
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama dapat
terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi cacing sering ditemukan
eosinofilia. Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal. Trombositosis hanya
terjadi pada penderita dengan perdarahan yang masif. Kejadian trombositopenia
dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian
trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis
sekitar 35% dan trombositopenia 28%.10
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC
meningkat. Pemeriksan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada
transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang berada
dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang
dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x 100%, merupakan suatu nilai
yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik
untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. ST
<7%>dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah
atau pemeriksaan lainnya.10
Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang
dapat diketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP). Pada
pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk
heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin
didalam sel. Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun
merupakan tanda ADB yang progresif. Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui
dengan memeriksa kadar feritin serum. Pada pemeriksaan apus sumsum tulang dapat
ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia sistem eritropoitik dan

berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui
dengan pewarnaan Prussian blue.10
Diagnosis
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan
ADB: 10
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO :
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia.
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%
3. Kadar Fe serum <50
4. Saturasi transferin (ST) <15%
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen:
1.

Anemia hipokrom mikrositik

2.

Saturasi transferin <16%

3.

Nilai FEP >100 ug/dl

4.

Kadar feritin serum <12

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, Feritin serum, FEP) harus
dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:1
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar
MCV,MCH, dan MCHC yang menurun.
2. FEP meningkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat,ST <16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
- Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian
preparat besi.
- Kadar Hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl perhari atau PCV
meningkat 1% perhari
6. Sum-sum tulang :
- Tertundanya maturasi sitoplasma
- Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat
besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat

respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat mudah,
praktis, sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita
ADB. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu
terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan
menderita ADB.10
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85%
penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat.
Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih
aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian
secara parenteral dilakuka pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau
kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan
pencernaan. 10
Pemberian preparat besi
a.

Pemberian preparat besi peroral


Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.

Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai
adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat
dan ferous suksinatdiabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa
tetes (drop).10
Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg
besi/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada dalam
garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%. Dosis obat
yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak
memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada
saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek
samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi
absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan
tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan
penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada
penderita teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara
klinis dan dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di bawah ini.10

Preparat terapi besi per oral : 10


- Fe sulfat (20 % Fe)
- Fe fumarat (33 % Fe)
- Fe succinate (12 % Fe)
- Fe gluconate (12 % Fe)
Respons terhadap pemberian besi pada ADB
Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang
dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat sementara. 10
Tabel 3: Respons pemberian besi
Waktu setelah Pemberian besi
12-24 jam

Respons
Penggantian enzim besi intraselular,
keluhan subjektif berkurang, nafsu makan

36-48 jam

bertambah
Respons awal dari sumsum tulang

48-72 jam

hiperplasia eritroid
Retikulosis, puncaknya pada hari ke 5-7

b.

Pemberian preparat besi parenteral


Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya

mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan


untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering
dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung
berdasarkan:10
Dosis besi (mg) BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
c.

Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada

keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi
respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah
akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung.
Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan
kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi.10
Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

Você também pode gostar