Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MENINGITIS
NAMA PEMBIMBING :
Dr. Edi Prasetyo, Sp.S
DISUSUN OLEH
Gwendry Ramadhany
1102010115
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Meningitis. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam
kepaniteraan Fakultas Kedokteran Universitas YARSI pada bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Subang.
Penyusun menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan tinjauan pustaka ini.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing atas segala bimbingan,
motivasi, serta ilmu yang diberikan sehingga penyususn dapat menyelesaiakan tugas pustaka
ini. Besar harapan penyusun semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak.
Subang, November 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan
medula spinalis yang dikenal sebagai meningens. Inflamasi dari meningens dapat disebabkan
oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain dan penyebab paling jarang adalah
karena obat-obatan. Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah kondisi
kegawatdaruratan.
Klasifikasi meningitis dibuat berdasarkan agen penyebabnya, yaitu meningitis
bakterial, meningitis viral, meningitis jamur, meningitis parasitik dan meningitis non
infeksius. Meningitis dapat juga dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang
jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus.
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan
menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.
Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem saraf pusat di Asia,
pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis
tuberkulosis. Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan
droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan
tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit
ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan
dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke
dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan
peradangan pada selaput otak dan otak.
1.2.Tujuan
Memaparkan epidemiologi, etiologi, patogenesis, patofisiologis, manifestasi klinis,
pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan, prognosis dan
pencegahan mengenai meningitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medula spinalis yang superfisial1. Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari
meninges, lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang
punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis1.
2.2. Epidemiologi
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih
nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena
sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna2.
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara
berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi
pada anak usia 6-12 bulan3.
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang bayi di
bawah usia dua tahun. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih
besar pada anak kulit hitam dibandingkan yang berkulit putih. Meningitis Tuberkulosa dapat
terjadi pada setiap kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun dan jarang pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian
Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux
positif dan terjadinya gejala meningitis setelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.
Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa muda
(12-18 tahun). Meningitis virus dapat terjadi waktu orang menderita campak, Gondongan
(Mumps) atau penyakit infeksi virus lainnya. Meningitis Mumpsvirus sering terjadi pada
kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan3.
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah,
lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), dan penyakit
ISPA. Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang
dibandingkan pada negara maju3.
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis bakteri
yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan dengan kebersihan
yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup serumah dengan penderita infeksi
saluran pernafasan.Risiko penularan meningitis Meningococcus juga meningkat pada
4
lingkungan yang padat seperti asrama, kampkamp tentara dan jemaah haji. Pada umumnya
frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding dengan frekuensi infeksi Tuberculosa
paru. Jadi dipengaruhi keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini
kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosial ekonomi rendah, lingkungan
kumuh dan padat, serta tidak mendapat imunisasi3.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus-kasus
infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi
Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah SubSahara puncaknya terjadi pada musim kering. Meningitis karena virus berhubungan dengan
musim, di Amerika sering terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering
terpapar agen pengantar virus3.
2.3. Etiologi
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus,
parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal.
Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS,
keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat obatan tertentu yang dapat melemahkan
sistem imun (imunosupresif)4. Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri,
jamur maupun parasit :
a. Virus :
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa
pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama musim panas
disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang berkembang menjadi
meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis, yakni :
Virus Mumps
Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,
Measles, and Influenza
Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)
Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),
disebarkan melalui tikus.4
b. Bakteri :
Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa
muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis disebabkan oleh
bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus. Bakteri penyebab meningitis juga
bervariasi menurut kelompok umur.4 Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan
meningitis pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu,
Streptococcus group B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis
pada kelompok ini kadang-kadang dapat karena Haemophilus influenza dan patogen lain
ditemukan pada penderita yang lebih tua.
5
Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan 12 tahun biasanya karena H. influenzae
tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang disebabkan
oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi sebelum usia 2
tahun.
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan Mycobacterium
tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter diversus merupakan
penyebab abses otak yang penting.
Tabel 1. Bakteri Penyebab Tersering Menurut Umur dan Faktor Predisposisi
Bacterial Pathogen
Streptococcus agalactiae (group B
streptococci)
E coli K1
Listeria monocytogenes
S agalactiae
E coli
H influenzae
S pneumoniae
N meningitides
N meningitidis
S pneumoniae
H influenza
S pneumoniae
N meningitidis
H influenza
S pneumoniae
N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli
S pneumoniae
Immunocompromised state
N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli
Staphylococcus aureus
Intracranial manipulation,
including neurosurgery
Coagulase-negative staphylococci
Aerobic gram-negative bacilli, including
P aeruginosa
S pneumoniae
H influenzae
Group A streptococci
Coagulase-negative staphylococci
CSF shunts
S aureus
Aerobic gram-negative bacilli
Propionibacterium acnes
c. Jamur :
Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu, jamur patogenik dan
opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang dapat menginfeksi
manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah, manusia dengan
penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih rentan terserang infeksi jamur
dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis,
coccidiodomycosis dan paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur
apportunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini
adalah aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan
nocardiosis.
Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis akut, subakut
dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama anak dengan leukemia
dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten. Cryptococcus neoformans dan
Coccidioides immitis adalah penyebab utama meningitis jamur pada anak imunokompeten.
Candida sering pada anak dengan imunosupresi dengan penggunaan antibiotik multiple,
penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan neonatus kritis yang menggunakan
kateter vaskular dalam waktu lama. Berikut beberapa patogen jamur :4
2.4.
Patogenesis
Meningitis Bakterial 6
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :
1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis,
endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman
yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak.
2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari
sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.
3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan
mielokel.
4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena:
Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kumankuman yang normal ada pada jalan lahir
Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.
(fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih
lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi
SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan
penyebaran langsung sepanjang akson saraf.
Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan
saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi hospes terhadap antigen
virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi virus secara langsung,
sedangkan respon jaringan hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran
vaskuler serta perivaskuler dan (3) oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.
Meningitis Jamur
Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar. Pada
saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar yang resisten
terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi fisiologis karbondioksida
dalam paru. Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi sangat baik dalam host mamalia.
Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe (primary lung
lymp node complex) yang biasanya membatasi penyebaran organisme.
Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi seperti
gejala pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi beratnya. Keadaan ini
biasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan dengan atau tanpa
pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi pulmonar fokal atau nodular.
Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai pertahanan host melemah.
Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfenodus torakal ke aliran darah
terutama pada host yang sistem kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama
infeksi primer atau selama masa reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi
jauh, maka tempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana
predileksi infeksi ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan.
Ada beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus
neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif karakteristik
yang dikatakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat seperti, produksi
phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida,dan kemampuan untuk berkembang dengan cepat
pada suhu tubuh host. Informasi terakhir mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai
antioksidan yang melindungi organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor
karakteristik lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan tubuh
terutama fagositosis dan kemampuan jamur untuk hidup dan berkembang pada suhu tubuh
manusia.
11
2.5. Patofisiologi
Meningitis Bakterial6
Akhir akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis bakterial,
yaitu suatu proses yang kompleks, komponen komponen bakteri dan mediator inflamasi
berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan
perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah
ada bakteriemia atau embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam
susunan saraf pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempat tempat
yang lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media
pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera
setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri
dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis
dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid.
Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan melepaskan
dinding sel atau komponen komponen membran sel (endotoksin, teichoic acid) yang
menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan di selaput otak
(meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam skema tersebut di bawah, sehingga
timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada waktu lisis akan melepaskan
lipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif akan melepaskan teichoic acid (asam
teikoat).
Produk produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan makrofag di
susunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator inflamasi seperti
Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator inflamasi berperan dalam
proses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial,
yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran darah otak. Pada meningitis bacterial
dapat juga terjadi syndrome inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan
oleh karena proses peradangan akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran
vasopressin endogen sistem supraoptikohipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar, dan
SIADH ini menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan osmolaritas urine meskipun
osmolaritas serum menurun, sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu
mengantuk, iritabel dan kejang.
Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah kaudal dan
terjepit pada tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke kaudal ini menyebabkan
herniasi dari gyri parahippocampal, cerebellum, atau keduanya. Perubahan intrakranial ini
secara klinis menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran dan refleks postural. Pergeseran
ke kaudal dari batang otak menyebabkan lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jika
tidak diobati, perubahan ini akan menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan cepat
dan progresif menyebabkan henti nafas dan jantung.
Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak yang juga
disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan adanya penurunan
autoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang. Akibat lain adalah penurunan
tekanan perfusi serebral yang juga dapat disebabkan oleh karena penurunan tekanan darah
sistemik 60 mmHg sistole. Dalam keadaan ini otak mudah mengalami iskemia, penurunan
autoregulasi serebral dan vaskulopati. Kelainan kelainan inilah yang menyebabkan
kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa. Adanya gangguan aliran darah
otak, peningkatan tekanan intrakranial dan kandungan air di otak akan menyebabkan
gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar
asam laktat dan penurunan pH cairan srebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan
metabolisme anaerob, keadaan ini menyebabkan penggunaan glukosa meningkat dan
berakibat timbulnya hipoglikorakia.
Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia sistemik dan
demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial adalah peradangan pada
selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan bahan toksis bakteri. Peradangan
selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris, akibatnya terjadi refleks
kontraksi otot otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit, sehingga timbul tanda Kernig dan
Brudzinksi serta kaku kuduk. Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan selaput
otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit kepala. Gejala gejala
tersebut dapat juga disebabkan karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila disertai
dnegan distorsi dari nerve roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia.
Pada fase akut, bahan bahan toksis bakteri mula mula menimbulkan hiperemia
pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang subaraknoid, dan selanjutnya
merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah hingga
mempermudah adesi sel fagosit dan sel polimorfonuklear, serta merangsang sel
13
polimorfonuklear untuk menembus endotel pembuluh darah melalui tight junction dan
selanjutnya memfagosit bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang
subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak tempat CSS
diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta sisterna basalis dan
sekitar serebelum.
Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang memfagosit
bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit, monosit dan histiosit
yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi eksudasi fibrinogen. Dalam
minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan dalam proses organisasi
eksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput otak yang menyebabkan perlekatan
perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah sisterna basalis, maka akan menimbulkan
hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di aquaductus Sylvii, foramen Luschka dan Magendi
maka terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam pertama arteri subaraknoid juga
mengalami pembengkakan, proliferasi sel endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan
adventisia, sehingga timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang
menyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan trombus
dapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah, sehingga keadaan
tersebut menyebabkan aliran darah otak menurun, dan dapat menyebabkan terjadinya infark.
Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau
deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa hari
pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol, kejang
menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama dirawat dengan
penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan menyebakan manifestasi sisa
yang menetap. Kejang fokal dan kejang yang berkepanjangan merupakan petunjuk adanya
gangguan pembuluh darah otak yang serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul
sebelum dirawat sering menyebakan gangguan pendengaran atau tuli yang menetap.
Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik korteks serebri.
Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena hipoksia, invasi kuman
akan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dan gangguan fungsi motorik berupa
paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang timbul setelah minggu I-II; selain itu
juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi intelek berupa retardasi mental dan
gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek merupakan akibat kerusakan otak karena
proses infeksinya, syok dan hipoksia. Kerusakan langsung pada selaput otak dan vena di
duramater atau arakhnoid yang berupa trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasan
infeksi araknoid menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruang
subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan manifestasi
neurologis fokal, demam yang lama, kejang dan muntah.
Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood brain barrier)
menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu atau hidrosefalus
akan menyebabkan terjadinya edema interstitial.
Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi dan
penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan vaskulitis;
kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena adanya peradangan lokal
pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf cranial, terutama saraf VI, III
14
dan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf kranial VI dan VII merupakan akibat
infiltasi kuman ke selaput otak di basal otak, sehingga menimbulkan kelainan batang otak.
Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradangan ke mastoid,
sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe konduktif. Kelain
saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan tetapi dapat juga
disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri, sehingga terjadi buta kortikal.
Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh trombosis arteri dan vena di
korteks serebri akibat edema dan peradangan yang menyebabkan infark serebri, dan adanya
manifestasi ini merupakan petunjuk prognosis buruk, karena meninggalkan manifestasi sisa
dan retardasi mental.
Meningitis Tuberkulosis 6
Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis primer,
dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokud infeksi primer di paru, namun Blockloch
menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1% di kelenja limfe leher dan
1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari focus infeksi primer, basil masuk ke
sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan
infeksi berat berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase
yang biasanya tenang.
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich pada tahun 1951,
yakni bahwa terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk tuberkel di otak,
selaput otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi
primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul
meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena
rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor imunologis. Basil kemudian langsung masuk
ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera setelah dibentuknya lesi
atau setelah periode laten beberapa bulan atau beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien
yang sudah tersensitisasi, maka masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi
peradangan yang menyebabkan perubahan pada cairan cerebrospinal. Reaksi peradangan ini
mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput
otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan
komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan arteria dan
vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan cerebrospinal.. perlengketan yang
sama dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.
Meningitis Virus
Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau
neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi
neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes
(HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan
beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang
signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan
kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal (seperti
mukosa sistem respiratorius atau gastrointestinal) dan mencapai akses ke pembuluh darah.
15
Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar
limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia
sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP. Replikasi
viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host.
Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya
dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau
melalui defek natural (area post trauma dan tempat lain yang kurang BBB). Respon inflamasi
terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan
jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit
dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga
merupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus.
Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP dengan
transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah
melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal
frontal dan lobus temporal anterior.
Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.
Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadangkadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran
seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah
kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh
darah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal
disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis.
Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karena
terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf saraf kranial VI, VII, dan IV adalah yang
paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal atau
vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral
menyebabkan kejang dan hemiparesis.
Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:7
1. Gejala infeksi akut
a. Lethargy.
b. Irritabilitas.
c. Demam ringan.
d. Muntah.
e. Anoreksia.
f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).
g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).
2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.
a. Muntah.
b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).
c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)
d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.
e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.
f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.
g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.
h. Crack pot sign.
i. Pernafasan Cheyne Stokes.
j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).
3. Gejala ransangan meningeal.
a. Kaku kuduk positif.
b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas
terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.
Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan
sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal
untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).
17
walaupun kadang-kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang
ditemukan pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku
kuduk. Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan
kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi
tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai
tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat
disertai ruam dengan panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan
ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif.
Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :
Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus
Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak dan
enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi coxsackie
virus A
Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV
Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV
Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps
Meningitis Jamur
Gejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis lainnya; namun,
gejalanya sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari gejala klasik meningitis seperti sakit
kepala, demam, mual dan kekakuan leher, orang dengan meningitis jamur juga mengalami
fotofobia, perubahan status mental, halusinasi dan perubahan personaliti.
2.7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri.
Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki
tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa
nyeri.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala
dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat
kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada leher.
20
b. Pemeriksaan Penunjang
Pungsi Lumbal 6
Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering
dilakukan pada segala umur, dan relatif aman
Indikasi
1. Kejang atau twitching
2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI
3. Koma
4. Ubun-ubun besar membonjol
5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
6. TBC milier
7. Leukemia
8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis
9. Sepsis
Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dan pada
pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada
meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan serebrospinal
dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan sakit pinggang. Pungsi
lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn
intracranial hypertension), pungsi lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat
tertentu.
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar tempat
pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak ruang
dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum diobati.
Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis) bukan
kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati.
Komplikasi
Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila penggunaan jarum pungsi
tidak kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum pungsi karena penusukan
tidak tepat yaitu kearah lateral dan menembus saraf di ruang ekstradural.
Alat dan Bahan
1. Sarung tangan steril
2. Duk berlubang
3. Kassa steril, kapas, dan plester
4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet
21
protein lebih tinggi lagi rata-rata 100 mg/dl. Kadar protein yang tinggi pada neonatus
mungkin disebabkan oleh fungsi sawar darah otak yang belum matang dan adanya
perdarahan-perdarahan kecil saat partus.
Glukosa
Kadar normal glukosa dalam LCS antara - 2/3 kadar glukosa plasma, biasanya 5090 mg/dl. Bila memeriksa kadar glukosa LCS perlu pula ditentukan kadar glukosa plasma
dan kedua nilai ini dibandingkan. Bila kadar glukosa LCS kurang dari 50% kadar glukosa
plasma, maka dapat dikatakan bahwa kadar glukosa dalam LCS merendah. Penurunan kadar
glukosa dalam LCS didapati pada pasien dengan meningitis bakterial, karsinomatosis selaput
otak dan lain-lain.
Mikroorganisme
Pemeriksaan mikroorganisme perlu dilakukan yang pertama-tama dengan pewarnaan
gram. Dengan melihat bentuk kuman dan gram dapat diduga diagnosisnya secara cepat.
Biakan LCS dalam media dan uji sensitivitas terhadap obat dapat menentukan kuman
penyebab yang sebenarnya dan obat yang serasi.
Meningitis bakterial 9
- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada
indikasi.
- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi :
Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++).
Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear,
protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat
normal dengan predominan limfosit.
Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak spesifik.
- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian
antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali
identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)
- Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan berhati-hati.
Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.
- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala peningkatan
tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.
- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga ada
komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak)
- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.
Meningitis Tuberkulosis 9
- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah. Leukosit
darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan hiponatremia
dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat.
24
Pungsi lumbal :
Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom
Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3.
Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan
polimorfonuklear.
Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35 mg/dl,
rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal
Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.
Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan dapat
memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di
cairan serebrospinal (bila memungkinkan).
Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat menunjukkan
lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus.
Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.
Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis
Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan
perlambatan gelombang irama dasar.
Meningitis Viral
- Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
- Pemeriksaan LCS merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan penyebab
meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan tanda neurologis
abnormal untuk menyingkirkanlesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif sebelum
pungsi lumbal (LP). Kultur LCSD tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau
piogendari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari meningitis
bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal
berikut ini merupakan karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis
meningitis viral:
Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x 109/L darah
telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan
aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung
sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral.
Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana
mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel;
hal ini merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.
Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari
normal hingga setinggi 200 mg/dL.
- Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat
termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan
gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi
intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan
25
Meningitis Jamur
Selain gejala klinis, sangat penting dilakukan pemeriksaan radiologis paru-paru dan
organ lainnya, skin test,antibodi serum dan pemeriksaan cairan serebrospinal. Isolasi kuman
dari lesi dan cairan serebrospinal merupakan pembantu diagnostik yang penting. Pada
meningitis, perlu dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI. Perubahan cairan serebrospinal
pada meningitis jamur seperti pada meningitis tuberkulosis. Tekanan meningikat bervariasi,
pleiositosis moderat, biasanya kurang adri 1000 sel/mm3, dengan predominan limfosit.
Kecuali pada kasus yang akut, sel dapat meningkat lebih dari 1000/mm3 dengan predominan
polimorfonuklear. Glukosa bisanya agak menurun (subnormal) dan protein meningkat
kadang-kadang sampai pada kadar yang sangat tinggi.
2.8. Diagnosis
Meningitis Bakterial
Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan
tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan adanya
tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada meningismus, meningitis
TBC dan meningitis aseptic. Hamper semua penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti
meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi
lumbal. Oleh Karena itu setiap pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi
lumbal.9
Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada stadium
dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya didapatkan
positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang sebagian besar
terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini didapatkan jumlah sel hanya
ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh
26
karena itu pada keadaan sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk
menegakkan diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium
penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar gula menurun
tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah.7
Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat ditemukan
kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi kuman yang dapat
dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan percobaan binatang. Tidak
ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah kontra-indikasi terhadap diagnosis. Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri (Shift to
the left). Umumnya terdapat anemia megaloblastik.7
Meningitis Tuberkulosis
Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah
gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis dalam
CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto roentgen thorak
dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji
tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis sering negatif karena reaksi anergi (false-negative),
terutama dalam stadium terminalis.9
Meningitis Viral
Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam prakteknya,
pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya jenis virus yang dapat
menyebabkan penyakit ini.
Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS dan
perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan penyebab
mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira, mikobakterium) agar kemungkinan
mikroorganisme penyebab lain dapat disingkirkan. Selain biakan CSS, pemeriksaan lain
seperti uji tuberkulin, foto Roentgen thorak, mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan
agar dapat menyingkirkan kemungkinan meningitis tuberkulosa.
Meningitis Jamur
Diagnosis spesifik dapat dibuat dari hapusan cairan serebrospinal dan dari kultur dan
juga dengan menemukan antigen spesifik dengan immunodifusion latex particle aggregation
atau perbandingan antigen recognition test. Pemeriksaan cairan serebrospinal harus termasuk
pemeriksaan tubercle basilli dan leukosit abnormal oleh karena banyak terjadi infeksi
bersama jamur dengan tuberkulosa dan leukemia atau limfoma
Abses otak
Encephalitis
Herpes Simplex
Herpes Simplex Encephalitis
Neoplasma
27
Kejang demam
Subarachnoid Hemorrhage
Tabel. 3 Analisis Cairan Serebrospinal
2.10. Komplikasi
Komplikasi dini :
Syok septik, termasuk DIC
Koma
Kejang (30-40% pada anak)
Edema serebri
Septic arthritis
Efusi pericardial
Anemia hemolitik
Komplikasi lanjut :
Gangguan pendengaran samapi tuli
Disfungsi saraf kranial
Kejang multipel
Paralisis fokal
Efusi subdural
Hidrocephalus
Defisit intelektual
Ataksia
Buta
Waterhouse-Friderichsen
syndrome
Gangren periferal
28
2.11. Penatalaksanaan
Meningitis Bakterial10
Dewasa
Anak
29
30
Pemeriksaan CSS ulang harus dilakukan pada setiap pasien yang tidak berespon
secara klinis setelah pemberian terapi antimikroba selama 48 jam.
31
Mikroorganisme
Pneumokokus
Meningokokus
Streptokokus
Stafilokokus
H. influenza
E. coli
Kuman yang tidak dikenal
Antibiotika
Penicilin G
Ampicilin
dikombinasi dengan
Chloramphenicol
Dosis/cara pemberian
Dewasa : 1 jt unit/1-2 jam,
i.m atau i.v
Anak : 1 jt unit i.m/i.v,
selanjutnya 500rb unit i.m/2
jam
Neonatus : 50-100 ribu
unit/Kg/BB/hari
Dewasa : 1 gr i.m, sebagai
suntikan I,selanjutnya 1
gr i.m/3 jam
Anak : 300400mg/Kg/BB/hari
i.m,dibagi dalam dosis
angsuran 3 jam sekali
Neonatus : dosis anak
Dewasa : 1 gr i.m/6 jam
Anak : 100 mg/kgBB/hari
dibagi
dalam
angsuran
suntikan i.m/6 jam
Neonatus : dosis anak
Meningitis Tuberkulosa10
The British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan pengobatan MT mengikuti
model kemoterapi TB paru fase intensif dengan pemberian 4 obat diikuti dengan 2 obat pada
fase lanjutan. Jika diagnosis MT meragukan, dapat diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya seftriakson 2x2 gr).
Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan sebelum atau dalam waktu 2 jam setelah
pemberian antibiotik. Evaluasi klinis dilakukan selama 48 jam dan sebaiknya dilakukan
pungsi lumbal kedua. Setelah pemberian antibiotik spektrum luas dalam 48 jam, lakukan
evaluasi untuk kemungkinan diagnosis MT. Pasien kemungkinan didiagnosis MT jika,
32
riwayat nyeri > 7 hari, neutrofil darah < 80%, neutrofil CSS < 80% dan peningkatan
perbandingan glukosa di CSS/darah < 100%.
Tabel 8. Panduan Terapi Meningitis Tuberkulosa
sumber daya, agen-agen yang digunakan adalah amfoterisin B dan flukonazol. Go to HIV-1
SSP Kondisi Asosiasi - Meningitis untuk informasi lengkap tentang topik ini.
Tanpa AIDS
Untuk terapi induksi dan konsolidasi, amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / hari) plus flusitosin (100
mg / kg / hari) selama paling sedikit 4 minggu. Ini dapat diperpanjang sampai 6 minggu
komplikasi neurologis. Kemudian, flukonazol (400 mg / d) untuk minimal 8 minggu.Pungsi
lumbar dianjurkan setelah 2 minggu untuk mendokumentasikan sterilisasi dari CSS. Jika
infeksi berlanjut, terapi induksi lagi dianjurkan (6 minggu).
2.12. Prognosis
Meningitis bakterial 9
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:
1. Umur pasien
2. Jenis mikroorganisme
3. Berat ringannya infeksi
4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang
menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC mempunyai
prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang adekuat dapat
menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang
resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan
pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun
kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan,
tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan
meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens
sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera
dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain
disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.
Meningitis Tuberkulosis 7
Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis
hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun
masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat.
Gejala sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang
berobat dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata
dan pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan
hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan
pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.
Meningitis Viral 9
Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada
kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat.
35
Meningitis Jamur
Pada pasien yang tidak diobati, biasanya fatal dalam beberapa bulan tetapi kadangkadang menetap sampai beberapa tahun dengan rekuren,remisi dan eksaserbasi. Kadangkadang jamur pada cairan serebrospinal ditemukan selama tiga tahun atau lebih. Telah
dilaporkan beberapa kasus yang sembuh spontan.
2.13. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat
membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae
type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide
vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan
Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2
bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan
MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib
hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada
bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2
dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis
imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum
dapat membentuk antibodi3.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis
(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin
yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. Meningitis TBC dapat
dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi
dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak
over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan
pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan
di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan
cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan
setelah dari toilet3.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih
tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan
penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan
segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga
untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi
test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru3.
36
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita,
rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini.
Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
penyebab meningitis yaitu :3
Meningitis Purulenta
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
2. Nelson. 1996. Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2. Jakarta : Kedokteran EGC
3. Maria mesranti. 2011. Menignitis. Available at http://repository.usu.ac.id/bitstream (last
update 2014, August 30)
4. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Available at
http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html (Last update 2009, August 6)
5. Tan TQ. 2003. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric
Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins; h. 443-6
6. Saharso D, dkk. 1999. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael
S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; h. 40-6, 339-71
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta:
Bagian Kesehatan Anak FKUI; h.558-65, 628-9.
8. Cordia
W,dkk.
Meningitis
Viral.
Available
at
38