Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DEFINISI
Akalasia merupakan suatu gangguan motilitas primer esofagus yang ditandai oleh
kegagalan sfingter esofagus bagian distal yang hipertonik untuk berelaksasi pada waktu
menelan makanan dan hilangnya peristalsis esofagus. Kelainan ini menyebabkan
obstruksi fungsional dari batas esofagus dan lambung. Akibatnya, terjadi stasis makanan
dan selanjutnya timbul dilatasi esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan
komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis
akalasia dibagi menjadi akalasia primer dan sekunder yang dihubungkan dengan
etiologinya.1,4,10,14,16
INSIDENS
Insidens terjadinya akalasia adalah 1 dari 100.000 jiwa pertahun dengan perbandingan
jenis kelamin antara pria dan wanita 1 : 1. Akalasia lebih sering ditemukan orang dewasa
berusia 20 - 60 tahun dan sedikit pada anak-anak dengan persentase sekitar 5% dari
total akalasia.2,4,6,15
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini relatif jarang dijumpai. Dari data divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (19841988). Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun. Suatu
penelitian internasional melaporkan bahwa dari 28 populasi di 26 negara, angka
kematian tertinggi tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian standar 239 dan
yang terendah dengan angka kematian standar 0. Angka ini diperoleh dari seluruh kasus
akalasia baik primer maupun sekunder. Kelainan akalasia tidak diturunkan dan biasanya
memerlukan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gejala.4,11
ETIOLOGI
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti bahwa
degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan neurologis. Beberapa
teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan autoimun, penyakit infeksi atau
kedua-duanya. 1,4,6,16
Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu : 4,11
Akalasia primer (yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas tidak
diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada
nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus.
Disamping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
Akalasia sekunder (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh
infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan
Menurut Castell ada dua defek penting pada pasien akalasia :4,11
Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan sfingter
esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di atas normal dan gagalnya SEB untuk
relaksasi sempurna. Beberapa penulis menyebutkan adanya hubungan antara
kenaikan SEB dengan sensitifitas terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia
adalah 3-5 cm sedangkan tekanan SEB basal normal rata-rata 20 mmHg. Pada
akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50
mmHg.
Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan sebesar 30-40% yang
dalam keadaan normal turun sampai 100% yang akan mengakibatkan bolus
makanan tidak dapat masuk ke dalam lambung. Kegagalan ini berakibat
tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidakmampuan relaksasi
sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila tekanan hidrostatik
disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan dapat
masuk ke dalam lambung.
Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik dan
dilatasi bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak
terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus
makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya penelitian ke arah motilitas,
secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada
keadaan normal dan akalasia.
DIAGNOSIS
Gambaran Klinik
Gejala utama akalasia berupa disfagia yang sering diperburuk oleh stress emosional
ataupun makan yang terburu-buru. Penderita mula-mula mengeluh terasa ditikam oleh
bolus makanan, resa penuh terasa di bagian bawah sternum. Sifatnya pada permulaan
hilang timbul yang dapat terjadi bertahun-tahun sebelum diagnosis ditegakkan.
Serangan ini datang berulang kali dan makin sering. Pasien akan makan secara perlahanlahan dan selalu minum yang banyak. Gejala ini didapatkan pada 90% kasus.1,4,9,11
Gejala lain yang sering didapatkan adalah regurgitasi pada sekitar 70% kasus. Regurgitasi
ini berhubungan dengan posisi pasien dan sering terjadi pada malam hari oleh karena
adanya akumulasi makanan pada esofagus yang melebar. Hal ini berhubungan dengan
posisi berbaring pasien. Sebagai tanda bahwa regurgitasi berasal dari esofagus adalah
pasien tidak merasa asam atau pahit.4,9,11
Penurunan berat badan merupakan gejala ketiga yang sering ditemukan. Hal ini
disebabkan pasien takut makan akibat timbulnya odinofagi. Bila keadaan ini berlangsung
lama akan dapat terjadi kenaikan berat badan kembali karena pelebaran esofagus akibat
retensi makanan. Keadaan ini akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan
melebihi tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Gejala ini berlangsung dalam 1-5
tahun sebelum diagnosis ditegakkan dan ditemukan pada 50% kasus.4,11
Sekitar 25 50 % kasus dengan disfagia juga disertai dengan nyeri dada yan biasanya
tidak begitu dirasakan oleh pasien. Sifat nyeri dengan lokasi substernal dan dapat
menjalar ke belakang . bahu, rahang, dan tangan yang biasanya dirasakan bila minum air
dingin.4,11
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah komplikasi retensi makanan dalam bentuk
batuk-batuk dan pneumonia aspirasi. Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam
menentukan gejala objektif yang nyata.4,9,11
Gambaran Radiologi
Pada pemeriksaan dengan foto polos dada akan menunjukkan gambaran kontur ganda
di atas mediastinum bagian kanan, seperti mediastinum melebar dan adanya gambaran
batas cairan udara (air fluid level ) tampak retrocardia yang didapatkan pada pasien
stadium lanjut.4,11,16,17
Gambaran gelembung udara dalam lambung akan berkurang akibat volume udara yang
melewati sfingter esofagus bagian bawah berkurang.16
Pada pemeriksaan dengan barium kontras terlihat gambaran penyempitan dan stenosis
pada
kardia
esofagus
dengan
dilatasi
esofagus
bagian
proksimal.
Pada akalasia berat akan terlihat dilatasi esofagus , sering berkelok-kelok dan
memanjang dengan ujung distal yang meruncing disertai permukaan yang halus
memberikan gambaran paruh burung ( birds beak appearrance ). Bagian esofagus yang
berdilatasi tampak hipertropi dengan dinding yang menipis dan pada stadium lanjut
menunjukkan tanda elongasi.12,13,16
Terracol dan sweet membagi akalasia atas dua tipe yaitu tipe sigmoidal dan fusiform.
Perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut.3
Tabel
1
Tipe
Dilatasi,
Otot-otot
Tidak
Segmen
Perbandingan
akalasia
tipe
sigmoidal
hipertrofi,elongasi
sigmoidal
dan
Tipe
,bentuk
bawah
hipertrofi,
Hiperperistaltik
Nyeri
Segmen bawah
atrofi
Dilatasi,
bentuk
tak
menyempit
dengan
hipertrofi
tipe
serabut
fusiform
fusiform
sigmoidal
atoni
nyeri
fusiform
menentu
esofagospastik
otot sirkuler.
Pada pemeriksaan dengan fluoroskopi terlihat tidak adanya kontraksi korpus esofagus.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah skintigrafi dengan memberikan makanan
yang mengandung radioisotop dan akan memperlihatkan dilatasi esofagus tanpa
kontraksi. Di samping itu, terdapat pemanjangan waktu pemindahan makanan ke dalam
lambung
akibat
gangguan
pengosongan
esofagus.(13,16,17)
Gambar 6 ( dikutip dari kepustakaan 10) Esofagografi menunjukkan gambaran esofagus
yang
mengalami
dilatasi
.
Pada kebanyakan pasien, dengan pemeriksaan esofagoskopi ditemukan gambaran
mukosa normal, kadang-kadang didapatkan hiperemia ringan difus di bagian distal
esofagus. Juga didapatkan gambaran bercak putih pada mukosa, erosi dan ulkus akibat
retensi makanan. Dengan pemeriksaan ini dapat disingkirkan kelainan karena striktur
atau keganasan. Endoskopi pada akalasia selain untuk diagnosis juga dapat membantu
terapi,sebagai alat pemasangan kawat penunjuk arah sebelum tindakan dilatasi
pneumatik.(4,11)
3.
Patologi
Anatomi
Gambaran histopatologik akalasia ditandai dengan degenerasi ganglia pleksus Auerbach
yang mengatur motilitas esofagus. Selain itu, terjadi dilatasi dan hipertrofi esofagus.
Gambar 7 (dikutip dari kepustakaan 10) Ketiadaan ganglia pada pleksus Auerbach di
gastro-esophageal junction. a)tampak sedikit infiltrasi limfosit. b) inflamasi ringan
pleksus mienterikus Auerbach. Infiltrasi sedang limfosit, sel ganglion dapat
teridentifikasi. c) inflamasi sedang : tampak infiltrasi limfosit. Hilangnya sel ganglion. d)
Radang
berat
mienterikus
dengan
gambaran
limfosit
banyak.
Bila hasil dalam pemeriksaan radiologi masih membingungkan, maka dapat dilakukan
pemeriksaan
manometri.(4,11)
Kriteria
Manometrik
:
a.
Keadaan
normal
:
Tekanan
SEB
10-26
mmHg
dengan
relaksasi
normal
Amplitudo
peristaltik
esofagus
distal
50-110
mmHg
Tidak
dijumpai
kontraksi
spontan,
repetitif,
atau
simultan
Gelombang
tunggal
5 waktu gelombang peristaltik esofagus distal rata-rata 30 detik
b.
Pada
akalasia
:
Tekanan
SEB
meningkat
>26
mmHg
atau
>30
mmHg
Relaksasi
SEB
tidak
sempurna
Aperistaltik
korpus
esofagus
Tekanan
intraesofagus
meningkat
(>lambung)
H.
Diagnosis
banding
DIAGNOSIS
akalasia
primer
adalah
BANDING
:
(4)
Penyakit Chagas juga dapat memberikan gambaran akalasia, akan tetapi biasanya
disertai
megakolon,
megaureter,
dan
penyakit
miokardial.
Skleroderma juga dapat memberikan gambaran seperti akalasia, akan tetapi
gangguannya
hanya
pada
kontraksi
saja
tanpa
gangguan
SEB.
Akalasia sekunder seperti adenokarsinoma gaster yang meluas ke esofagus. Untuk
dapat membedakan akalasia primer dan akalasia sekunder dapat dilihat dari gejala
klinisnya
seperti
pada
tabel
berikut.
Tabel
Perbandingan
Gejala
Klinis
Akalasia
Primer
dan
Sekunder
Gejala
klinis
Akalasia
Primer
Sekunder
Disfagia ringan-berat (>1 tahun) sedang-berat (<6>2 kali) dilatasi pneumatik tidak
berhasil
Adanya
ruptur
esofagus
karena
dilatasi
Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang sangat
hebat
Tidak
dapat menyingkirkan kemungkinan adanya tumor esofagus
Akalasia
pada
anak
berumur
dibawah
12
tahun
Operasi esofagomiotomi distal (prosedur Heller) juga memberikan hasil yang
memuaskan. Perbaikan gejala didapatkan pada 80-90 % kasus. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah masih menetapnya gejala-gejala disfagia karena miotomi yang tidak
adekuat
atau
refluks
gastroesofageal.
J.
KOMPLIKASI
DAN
PROGNOSIS
Pasien akalasia mempunyai respon yang baik terhadap pengobatan. Sehingga bila
ditangani secara dini, prognosis pasien baik. Komplikasi yang paling sering muncul pada
akalasia
yang
lama
adalah
karsinoma
esofagus.(4,11)
DAFTAR
PUSTAKA
(1). Achalasia. [Online]. 2007 Feb 10 [cited 2007 September 29]; Available from:
URL:http://en.wikipedi.org/wiki/achalasia
(2). Achalasia. [Online ]. 2007 September 29 ; Available from; URL:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000267.htm
(3). Adnan,Misbahuddin, Frans Liyadi S. Radiologi 3. Makassar ; Bagian Radiologi
FKUH.1980.
p.12.
(4). Bakry F. Akalasia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Jakarta: Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu
penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 322-324. (vol 1).
(5). Ekayuda I. Radiology anak. Radiologi diagnostic. 2nd ed. Jakarta; 2005. p. 393-394.
(6). Fisichella, P Marco. Achalasia. [Online] 2006 Oct 10 [cited 2007 Sept 29]. Available
from
URL:
http://www.emedicine.com/med/topic16.htm
(7). Forbes A, MisiewiczJJ, Compton CC, Levine MS, Quraishy MS, Rubesin SE, et al. The
esophagus. Atlas of clinical gastroenterology. 3rd ed. Edinburgh: Elsevier Mosby; 2005.
p.
23-26.
(8). Goyal,Ray K. Disease of the Esofagus. Principles of the Internal Medicine vol 2. 16th
ed.
New
York
;
Mac
Graw-Hill
Book
Company;
2000.
p.
(9). Hafid A, Syukur A, Achmad IA, Ridad AM, Ahmadsyah I, Airiza AS, et al. Esofagus dan
diafgagma. Buku ajar ilmu bedah. Sjamsuhidajat R, de JonG W, editors. 2nd ed. Jakarta:
Penerbit
Buku
Kedokteran
EGC;
2005.
p.
499.
(10). Hirano,Ikuo. Pathophysiology of achalasia and diffuse esophageal spasm.
[Online]cited
2007
September
29;
Available
from
:
http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo22.html#f1
(11). Manan, Chudahman. Akalasia. Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta : CV
Infomedika
;
1990.
p.
141-146.
(12). Meschan I. Oropharynx, laringopharynx, and esophagus. Roentgen sign in
diagnostic imaging. 2nd ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company; 1984. p. 522,525526.
(Abdomen;
vol
1).
(13). Paul and Juhls. The Abdomen and Gastrointestinal Tract. Essential of Rontgen
Interpretation. 4th ed. Cambridge : Harper & Row Publishers ; 1981. p.529-530.
(14). Price SA, Wilson LM. Esofagus. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. p. 357-358,363-365. (vol 1).
(15). Robbins SL, Kumar V. Traktus gastrointestinalis. Buku ajar patologi II. 4th ed.
Jakarta:
Penerbit
Buku
Kedokteran
EGC;
1995.
p.
235-236.
(16). Sawyer MAJ. Achalasia. [Online]. 2006 Jun 22 [cited 2007 September 29]; Available
from:
URL:
http://www.emedicine.com/radio/topic6.htm
(17). Teplick,J.George, Marvin E. Haskin. Disease of the Digestive System. Rontgenologic
Diagnosis vol 2. 3rd ed.Phyladelphia; WB Saunders Company ; 1976. p.889 891.
(18). Achalasia.[Online]. Cited 2007 September 29. Available from URL:
http://www.med.wayne.edu/diagRadiology/TF/GI/GI09.html