Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LANDASAN TEORI
II.1.
Tinjauan Pustaka
Sumber: http://www.virtualmedicalcenter.com
1. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai,
dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior (Snell, 2006).
Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh membrana timpanika. Membran timpani
dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari
kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana timpani tidak tegak
lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar
kemuka dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya. Peka terhadap nyeri karena dipersarafi oleh n.
Auriculotemporalis dan ramus percabangan dari nervus vagus (Soepardi, 2007; Snell,
2006).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum (Soepardi, 2007).
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis
dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang) (Snell, 2006).
Korda timpani
memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior (Snell, 2006).
Pleksus Timpanikus
Berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus
karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna
(Snell, 2006).
Saraf Fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui
meatus akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari
dua komponen yang berbeda, yaitu :
1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal)
yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m. stapedius.
2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis (Snell, 2006).
Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. Bentuknya
seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan
dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm (Snell,
2006).
endolimfe dan membran basal kearah bawah, perilimf dalam skala timpani akan bergerak
sehingga tingkap (forame rotundum) terdorong ke arah luar. Skala media yang menjadi
cembung mendesak endolimf dan mendorong membran basal, sehingga menjadi
cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat
ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel
rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium
dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang
kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40)
melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis. (Sherwood, 2001; Guyton, 1997).
10
Silia pada sel-sel epitel berdenyut secara sinkron, sehingga ujungnya dijumpai
pada fase gel dan menyebabkannya bergerak ke arah mulut, membawa partikel dan debris
seluler bersamanya (transpor mukosilier atau bersihan).
Mukus (sekret kelenjar) dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar
submukosa. Unsur utamanya adalah glikoprotein kaya karbohidrat yang disebut musin
yang memberikan sifat seperti gel pada mukus. Fluiditas dan komposisi ionik fase sol
dikontrol oleh sel-sel epitel. Mukus mengandung beberapa faktor yang dihasilkan oleh
sel-sel epitel dan sel lain atau yang berasal dari sel plasma: antiprotease seperti 1antitripsin yang menghambat aksi protease yang dilepaskan dari bakteri dan neutrofil
yang mendegradasi protein, defisiensi 1-antitripsin merupakan predisposisi terjadinya
gangguan elastin dan perkembangan emfisema. Protein surfaktan A, terlepas dari aksinya
pada tegangan permukaan, memperkuat fagositosis dengan menyelubungi atau
mengopsonisasi bakteri dan partikel-partikel lain. Lisozim disekresi dalam jumlah besar
pada jalan napas dan memiliki sifat antijamur dan bakterisidal; bersama dengan protein
antimikroba, laktoferin, peroksidase, dan defensin yang berasal dari neutrofil, enzim
tersebut memberikan imunitas non spesifik pada saluran napas. (Rooland, 1996)
II.1.5.2. Epidemiologi
Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 1 tahun sekitar 62%,
sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75%
anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
11
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak
mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun (Abidin, 2008).
II.1.5.3. Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan
salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri
piogenik,
seperti
Streptococcus
hemoliticus,
Haemophilus
Influenzae
(27%),
Beberapa literatur juga menyebutkan riwayat penyakit ISPA dalam jangka waktu
dekat juga mempunyai faktor resiko tinggi untuk terkena OMA.
Didapatkan sekitar 30% penderita ISPA terkena OMA (Soepardi, 2007; Natal,
2010; Boeis, 1997)
Hiperemis.
Supurasi
Perforasi
nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis venavena kecil (Soepardi, 2007).
Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada
membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang
telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali
sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa
tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi (Soepardi, 2007).
d. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu menurun dan bisa tidur nyenyak (Soepardi, 2007).
Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap
berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih
1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK)
(Soepardi, 2007).
e. Stadium Resolusi
Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi.
Stadium ini berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh
baik, dan virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang
berkurang sampai mongering (Soepardi, 2007).
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani tetap
14
perforasi dan sekret tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul
(Soepardi, 2007).
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis
media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani
tanpa mengalami perforasi membran timpani (Soepardi, 2007).
II.1.5.6. Patofisologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Faktor pertahanan tubuh seperti silia dari mukosa tuba
Eustachius, enzim, dan antibodi. Faktor ini akan mencegah masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah. Penyebab utamanya adalah tersumbatnya tuba Eustachius sehingga
pencegahan invasi kuman terganggu. Faktor pencetus terjadinya otitis media supuratif
akut (OMA), yaitu : infeksi saluran nafas atas (common cold) yang terjadi terutama pada
pasien anak-anak Bayi lebih mudah menderita otitis media supuratif akut (OMA) karena
letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan lebih horisontal (Fadliya, 2010).
Tersumbatnya tuba eustachius ini terjadi akibat leukosit yang bekerja saat
serangan akut bermigrasi kejaringan setempat dan leukosit banyak yang mati sehingga
terbentuklah pus yang mengumpul di belakang telinga. Selain itu pembengkakan jaringan
sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Terkumpulnya pus dan lendir tersebut di belakang membran impani yang
menyebabkan nyeri dan tersumbatnya getaran suara untuk masuk, sehingga terjadilah
gangguan pendengaran.
Proses terjadinya OMA yang disebabkan oleh ISPA adalah sebagai berikut: pada
sebagian anak dimulai oleh infeksi, sehingga terjadi kongesti pada mukosa saluran nafas
atas, termasuk nasofaring dan tuba eustachius. Tuba eustachius menjadi sempit, sehingga
terjadi sumbatan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama
maka akan mengakibatkan aspirasi bahan yang mengandung patogen (virus dan bakteri)
15
dari nasofaring kedalam telinga tengah, atau dapat juga menyebabkan efusi telinga tengah
yang steril. Bila tuba eustachius tersumbat, drainase telinga tengah akan terganggu
kemudian mengalami infeksi serta akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi
profilasi mikroba patogen pada sekret (Titisari, 2005).
Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 390C (khas), sulit
tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang
memegang telinga yang sakit. Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya
rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek.
Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan
pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang) (Soepardi, 2007).
II.1.5.8. Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal (American Academy of
pediatrics and America Academy of Family Physician, 2004).
16
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik
daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam,
sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya
cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat
didasarkan pada riwayat semata. (American Academy of pediatrics and America Academy
of Family Physician, 2004).
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga (American Academy of pediatrics and
America Academy of Family Physician, 2004).
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi
dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali
dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop
biasa (American Academy of pediatrics and America Academy of Family Physicians,
2004).
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga).6 Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang
anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia
enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan
kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik,
atau dengan gejala sangat berat dan komplikas. (American Academy of pediatrics and
America Academy of Family Physicians, 2004).
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara OMA dengan Otitis Media Dengan Efusi
17
OMA
+/-
+/-
rewel
Gendang yang
menggembung
Gerakan gendang
berkurang
Berkurangnya pendengaran
II.1.5.9. Penatalaksaan
Sebagian besar kasus OMA sembuh sendiri. Alasan pengobatan pada OMA
adalah menghindari komplikasi intrakranial dan ekstrakranial, mengobati gejala penyakit
dengan efektif memperbaiki fungsi tuba eustachius menghindari
perforasi membran
Dokter memeriksa
adanya nyeri
18
3
4
100
00
Amoxicillin 80-90
mg/kgbb/hari
tidak
ya
110
00
120
00
Diberikan anti
bakteri yang
cocok. Lihat tabel
6
Ke kotak 13
Dokter memeriksa
kembali
tidak
19
ya
140
00
170
00
160
00
Apakah pasien
menderita OMA
Pasien di follow up
tidak
ya
180
00
Dokter harus
memeberikan terapi yang
sesuai baik antibakteril
ataupun untuk
menghilangkan gejala
klinis sesuai dengan tabel
6
20
Temperatur
39 dan
atau otalgia
berat
Dianjurkan
Alternatif jika
ada alergi
penisilin
Dianjurkan
Tidak
Non-Tipe I:
cefdinir,
cefuroxime
Tipe I:
chlarithromicy
n
Amoksisilin
80-90
mg/kgbb/hari
Ya
Amoksisilinklavulanat,
90mg/kgbb/hari
untuk
amoksisilin dan
6,4
mg/kgbb/hari
untuk klavulanat
Ceftriaxone, 1
atau 3 hari
Amoksisilinklavulanat,
90mg/kgbb/hari
untuk
amoksisilin dan
6,4
mg/kgbb/hari
untuk
klavulanat
Alternatif
jika ada
alergi
penisilin
Non-Tipe I:
cefdinir,
cefuroxime
Tipe I:
chlarithromi
cyn
Ceftriaxone,
1 atau 3 hari
II.1.5.10. Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
21
II.1.5.11. Komplikasi
Otitis media kronik ditandai dengan riwayat keluarnya cairan secara kronik dari
satu atau dua telinga.
Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, risiko infeksi menjadi
sangat umum.
Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah,
termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.
Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yangt idak
diobati.
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen.
Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran
anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.
Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah
selama 3 bulan atau lebih.
sakit kepala
22
II.2.
Kerangka Teori
Faktor internal
- usia
- jenis kelamin
- pendidikan
- pekerjaan
- penghasilan
- pengetahuan
- sikap
Oitis Media Akut
Faktor eksternal
- Trauma
- Status Gizi
- Riwayat ISPA
II.3.
Kerangka Konsep
1. Usia
2. Jenis kelamin
OMA
3. Riwayat ISPA
23