Você está na página 1de 20

BAB II

LANDASAN TEORI
II.1.

Tinjauan Pustaka

II.1.1. Anatomi Telinga Tengah


Telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar (outer ear), telinga tengah (middle
ear), dan telinga dalam (inner ear). Gambar dibawah menunjukkan bagian-bagian dari
telinga.

Sumber: http://www.virtualmedicalcenter.com

Gambar 1 : Anatomi Telinga

Telinga tengah adalah organ fungsi pendengaran dan pengatur keseimbangan.


Sedang telinga tengah terdiri atas: (Soepardi, 2007)
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
4

1. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai,
dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior (Snell, 2006).

Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh membrana timpanika. Membran timpani
dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari
kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana timpani tidak tegak
lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar
kemuka dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya. Peka terhadap nyeri karena dipersarafi oleh n.
Auriculotemporalis dan ramus percabangan dari nervus vagus (Soepardi, 2007; Snell,
2006).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum (Soepardi, 2007).
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis
dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang) (Snell, 2006).

Atap kavum timpani.


Dibentuk segmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan
lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal
dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama (Snell, 2006)
Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus
jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah
merembet ke bulbus vena jugularis. (Snell, 2006).
Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga
merupakan dinding lateral dari telinga dalam (Snell, 2006).
Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum.
Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus
sigmoid (Snell, 2006).
Dinding anterior
Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari
lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang
tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani
karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus
timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding
anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius (Snell, 2006).
Kavum timpani terdiri dari :
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :


1. Malleus (hammer / martil): adalah tulang pendengaran terbesar terdiri dari kaput,
kolum dan processu longum.
2. Inkus (anvil/landasan) salah satu dari tulang pendengaran yang mempunyai corpus
yang besardan dan dua crus. Crus longum dan crus breve.
3. Stapes (stirrup / pelana) mempunyai caput, collum, dua lengan dan satu basis
(Snell, 2006; Listin dan Duvall, 1997).
Otot-otot pada kavum timpani.
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulus stapedius) (Snell, 2006).
Saraf Korda Timpani
Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari analikulus
posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga
mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah
sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular.

Korda timpani

memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior (Snell, 2006).
Pleksus Timpanikus
Berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus
karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna
(Snell, 2006).
Saraf Fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui
meatus akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari
dua komponen yang berbeda, yaitu :
1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal)
yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m. stapedius.
2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis (Snell, 2006).
Tuba Eustachius

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. Bentuknya
seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan
dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm (Snell,
2006).

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :


1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga (Snell, 2006).
Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral
fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.
Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prosesus Mastoideus Kompakta (sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar (Snell,
2006).

II.1.2. FISIOLOGI PENDENGARAN


Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan
ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes
menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam
skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissener yang mendorong

endolimfe dan membran basal kearah bawah, perilimf dalam skala timpani akan bergerak
sehingga tingkap (forame rotundum) terdorong ke arah luar. Skala media yang menjadi
cembung mendesak endolimf dan mendorong membran basal, sehingga menjadi
cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat
ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel
rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium
dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang
kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40)
melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis. (Sherwood, 2001; Guyton, 1997).

II.1.3. FISIOLOGI KESEIMBANGAN


Pengaturan keseimbangan di dalam telinga dalam diatur oleh aparatus vetibularis
yang memberikan informasi penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi
gerakan-gerakan mata dan posisi tubuh. Aparatus vetibularis terletak di dalam tulang
temporalis di dekat koklea-kanalis semisirkularis dan organ otolit yaitu sakulus dan
utrikulus (Sherwood, 2001).
Kanalis semisirkularis terdiri dari tiga saluran semisirkuler yang tersusun dari tiga
dimensi bidang yang tegak lurus satu sama lain di dekat koklea jauh di dalam tulang
temporalis. Ini berfungsi sebagai mendeteksi akselerasi, deselerasi rotasional atau angular
(Sherwood, 2001).
Utrikulus mempunyai struktur seperti kanting di rongga bertulang antara koklea
dan kanalis semi sirkularis. Ini mempunyai fungsi sebagai mendeteksi perubahan kepala
menjauhi sumbu vertikal dan mengerahkan akselerasi dan deselerasi linear secara
horizontal (Sherwood, 2001).
Sakulus terletak di samping utrikulus. Ini mempunyai fungsi mendeteksi
perubahan posisi kepala menjauhi sumbu horisontal dan menarahkan akselerasi dan
deselerasi linear secara vertikal (Sherwood, 2001).

II.1.4 HISTOLOGI SALURAN PERNAFASAN BAGIAN ATAS

Sistem pernafasan yang berhubungan langsung dengan lingkungan diluar tubuh


memerlukan mekanisme pertahanan dari benda asing. Tubuh memiliki cara untuk
membentuk mekanisme pertahanan saluran nafas atas. (Roland, 1996)
Peran hidung dalam pertahanan saluran pernafasan
Hidung merupakan hubungan utama udara dan tubuh yang masuk pertama kali.
Dalam sehari, kita menghirup sekitar 10.000-20.000 liter udara. Fungsi hidung selain
sebagai jalan masuk udara, menghangatkan udara, dan melembabkan udara, juga sebagai
penyaring udara. Mekanisme pertahanan utama dari saluran napas adalah epitel
permukaannya yang cukup istimewa yaitu epitel respiratorius atau epitel bertingkat
(berlapis semu) silindris bersilia dan bersel goblet. Epitel ini terdiri dari lima macam jenis
sel yaitu:
1. Sel silindris bersilia: sel terbanyak (1 sel mengandung 300 silia). Silia ini terus
bergerak utuk menangkap dna mengeluarkan partikel asing.
2. Sel goblet mukosa: bagian apikal mengandung droplet mukus yang terdiri dari
glikoprotein.
3. Sel sikat (brush cells): sel yang memiliki ujung saraf aferen pada permukaan
basal (reseptor sensorik penciuman).
4. Sel basal (pendek)
5. Sel granul kecil: mirip sel basal tetapi mempunyai banyak granul dengan bagian
pusat yang padat. (Rooland, 1996)
Lamina propria dibawah dari epitel ini banyak mengandung pembuluh darah yang
berguna untuk menghangatkan udara masuk serta dibantu dengan silia yang
membersihkan udara dari partikel asing dan kelenjar serosa dan mukosa yang
melembabkan udara masuk. Kombinasi hal ini memungkinkan tubuh untuk mendapatkan
udara lembab, hangat serta bersih. (Roland, 1996)
Selain itu, epitel respiratorius dilapisi oleh 5-10 m lapisan mukus gelatinosa (fase
gel) yang mengambang pada suatu lapisan cair yang sedikit lebih tipis (fase sol). Lapisan
gel/mukus dan cair/sol mengandung mekanisme pertahanan imunitas humoral dan
seluler.(Rooland, (!996)

10

Silia pada sel-sel epitel berdenyut secara sinkron, sehingga ujungnya dijumpai
pada fase gel dan menyebabkannya bergerak ke arah mulut, membawa partikel dan debris
seluler bersamanya (transpor mukosilier atau bersihan).
Mukus (sekret kelenjar) dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar
submukosa. Unsur utamanya adalah glikoprotein kaya karbohidrat yang disebut musin
yang memberikan sifat seperti gel pada mukus. Fluiditas dan komposisi ionik fase sol
dikontrol oleh sel-sel epitel. Mukus mengandung beberapa faktor yang dihasilkan oleh
sel-sel epitel dan sel lain atau yang berasal dari sel plasma: antiprotease seperti 1antitripsin yang menghambat aksi protease yang dilepaskan dari bakteri dan neutrofil
yang mendegradasi protein, defisiensi 1-antitripsin merupakan predisposisi terjadinya
gangguan elastin dan perkembangan emfisema. Protein surfaktan A, terlepas dari aksinya
pada tegangan permukaan, memperkuat fagositosis dengan menyelubungi atau
mengopsonisasi bakteri dan partikel-partikel lain. Lisozim disekresi dalam jumlah besar
pada jalan napas dan memiliki sifat antijamur dan bakterisidal; bersama dengan protein
antimikroba, laktoferin, peroksidase, dan defensin yang berasal dari neutrofil, enzim
tersebut memberikan imunitas non spesifik pada saluran napas. (Rooland, 1996)

II.1.5. OTITIS MEDIA AKUT


II.1.5.1. Definisi
Otitis media akut adalah infeksi yang terjadi pada bagian tengah yang
berlangsung kurang dari 2 bulan. Telinga tengah yang biasanya dalam keadaan steril
karena secara fisiologik terdapat system pertahanan tubuh non-spesifik yang mencegah
masuknya mikroba yang berasal dari faring dan nasofaring ke telinga tengah yang berupa
silia yang mengandung enzim dan antibodi (Soepardi, 2007).

II.1.5.2. Epidemiologi
Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 1 tahun sekitar 62%,
sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75%
anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir

11

setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak
mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun (Abidin, 2008).

II.1.5.3. Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan
salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri
piogenik,

seperti

Streptococcus

hemoliticus,

Haemophilus

Influenzae

(27%),

Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus


(Fairbanks, 2007).
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal (Taufik, 2008).

II.1.5.4. Faktor Resiko


Faktor resiko OMA antara lain:

Anak-anak lebih sering daripada orang dewasa.

Laki-laki lebih sering daripada perempuan.

Perokok atau tinggal di lingkungan dengan asap rokok

Orang dengan pekerjaan di tempat sering terjadinya perubahan tekanan udara:


penyelam dan penerbang.

Beberapa literatur juga menyebutkan riwayat penyakit ISPA dalam jangka waktu
dekat juga mempunyai faktor resiko tinggi untuk terkena OMA.

Didapatkan sekitar 30% penderita ISPA terkena OMA (Soepardi, 2007; Natal,
2010; Boeis, 1997)

II.1.5.5. Stadium OMA


Ada 5 stadium otitis media supuratif akut berdasarkan perubahan mukosa telinga
tengah, yaitu :

Oklusi tuba Eustachius.


12

Hiperemis.

Supurasi

Perforasi

Resolusi (Soepardi, 2007).

a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Stadium oklusi tuba Eustachius terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai
oleh retraksi membrana timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah
karena terjadinya absorpsi udara. Selain retraksi, membrana timpani kadangkadang tetap normal atau hanya berwarna keruh pucat atau terjadi efusi. Stadium
oklusi tuba Eustachius dari otitis media supuratif akut (OMA) sulit kita bedakan
dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan alergi (Soepardi,
2007).
b. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)
Stadium hiperemis (pre supurasi) akibat pelebaran pembuluh darah di
membran timpani yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis,
edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terliha. (Soepardi,
2007).
c. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen
(nanah). Selain itu edema pada mukosa telinga tengah makin hebat dan sel epitel
superfisial hancur. Ketiganya menyebabkan terjadinya bulging (penonjolan)
membrana timpani ke arah liang telinga luar. Pasien akan tampak sangat sakit,
nadi & suhu meningkat dan rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Anak selalu
gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak
tertangani dengan baik akan menimbulkan ruptur membran timpani akibat
timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Daerah nekrosis
terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan. Nekrosis ini disebabkan oleh
terjadinya iskemia akibat tekanan kapiler membran timpani karena penumpukan
13

nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis venavena kecil (Soepardi, 2007).
Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada
membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang
telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali
sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa
tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi (Soepardi, 2007).
d. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu menurun dan bisa tidur nyenyak (Soepardi, 2007).
Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap
berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih
1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK)
(Soepardi, 2007).

e. Stadium Resolusi
Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi.
Stadium ini berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh
baik, dan virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang
berkurang sampai mongering (Soepardi, 2007).
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani tetap

14

perforasi dan sekret tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul
(Soepardi, 2007).
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis
media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani
tanpa mengalami perforasi membran timpani (Soepardi, 2007).

II.1.5.6. Patofisologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Faktor pertahanan tubuh seperti silia dari mukosa tuba
Eustachius, enzim, dan antibodi. Faktor ini akan mencegah masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah. Penyebab utamanya adalah tersumbatnya tuba Eustachius sehingga
pencegahan invasi kuman terganggu. Faktor pencetus terjadinya otitis media supuratif
akut (OMA), yaitu : infeksi saluran nafas atas (common cold) yang terjadi terutama pada
pasien anak-anak Bayi lebih mudah menderita otitis media supuratif akut (OMA) karena
letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan lebih horisontal (Fadliya, 2010).
Tersumbatnya tuba eustachius ini terjadi akibat leukosit yang bekerja saat
serangan akut bermigrasi kejaringan setempat dan leukosit banyak yang mati sehingga
terbentuklah pus yang mengumpul di belakang telinga. Selain itu pembengkakan jaringan
sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Terkumpulnya pus dan lendir tersebut di belakang membran impani yang
menyebabkan nyeri dan tersumbatnya getaran suara untuk masuk, sehingga terjadilah
gangguan pendengaran.
Proses terjadinya OMA yang disebabkan oleh ISPA adalah sebagai berikut: pada
sebagian anak dimulai oleh infeksi, sehingga terjadi kongesti pada mukosa saluran nafas
atas, termasuk nasofaring dan tuba eustachius. Tuba eustachius menjadi sempit, sehingga
terjadi sumbatan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama
maka akan mengakibatkan aspirasi bahan yang mengandung patogen (virus dan bakteri)

15

dari nasofaring kedalam telinga tengah, atau dapat juga menyebabkan efusi telinga tengah
yang steril. Bila tuba eustachius tersumbat, drainase telinga tengah akan terganggu
kemudian mengalami infeksi serta akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi
profilasi mikroba patogen pada sekret (Titisari, 2005).

II.1.5.7. Gejala Klinis


Gejala Klinis otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit
dan usia penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh
menurun pada stadium perforasi. Gejala Klinis otitis media supuratif akut (OMA)
berdasarkan usia penderita, yaitu :

Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 390C (khas), sulit
tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang
memegang telinga yang sakit. Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya
rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek.

Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan
pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang) (Soepardi, 2007).

II.1.5.8. Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

Penyakitnya muncul mendadak (akut)

Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di


telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

menggembungnya gendang telinga

terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

cairan yang keluar dari telinga

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya


salah satu di antara tanda berikut:
o

kemerahan pada gendang telinga

nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal (American Academy of
pediatrics and America Academy of Family Physician, 2004).
16

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik
daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam,
sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya
cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat
didasarkan pada riwayat semata. (American Academy of pediatrics and America Academy
of Family Physician, 2004).
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga (American Academy of pediatrics and
America Academy of Family Physician, 2004).
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi
dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali
dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop
biasa (American Academy of pediatrics and America Academy of Family Physicians,
2004).
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga).6 Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang
anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia
enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan
kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik,
atau dengan gejala sangat berat dan komplikas. (American Academy of pediatrics and
America Academy of Family Physicians, 2004).
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara OMA dengan Otitis Media Dengan Efusi

17

Gejala dan tanda

OMA

Otitis media dengan


efusi

Nyeri telinga, demam,

Efusi telinga tengah

Gendang telinga suram

+/-

+/-

rewel

Gendang yang
menggembung
Gerakan gendang
berkurang
Berkurangnya pendengaran

II.1.5.9. Penatalaksaan
Sebagian besar kasus OMA sembuh sendiri. Alasan pengobatan pada OMA
adalah menghindari komplikasi intrakranial dan ekstrakranial, mengobati gejala penyakit
dengan efektif memperbaiki fungsi tuba eustachius menghindari

perforasi membran

timpani, memperbaiki sistem imun lokal dan sistemik (Titisari, 2005).


Perbaikan lebih cepat didapatkan dan komplikasi dihindari, bila diberikan anti
mikroba sejak awal. Anak-anak usia krang dari 2 tahun mempunyai faktor resiko lebih
tinggi terhadap OMA yang disebabkan oleh pneumococcus. Komplikasi sepsis dan
mningitis sering terjadi, sehingga perlu diberi antibiotik (Titisari, 2005).
Pemilihan antimikroba berdasarkan pada perkiraan penyebab, usia pasien, lama
penyakit dan perlu ditambahkan anti alergi (Titisari, 2005)

Anak berusia kurang dari 12 tahun


dating ke Klinis

Dokter memeriksa
adanya nyeri

18

3
4

100
00

Ada demam 39> atau otalgia


sedang sampai berat

Amoxicillin 80-90
mg/kgbb/hari
tidak

ya
110
00
120
00

Diberikan anti
bakteri yang
cocok. Lihat tabel
6

Ke kotak 13

*kriteria untuk terapi antibakteri atau obesrvasi pasien anak tidak


demam
1. < 6 bulan: terapi antibakteri
2. 6 bulan 2 tahun: diterapi dengan diagnosis pasti atau keluhan
utama atau dengan obeservasi diagnosis sementara
3. > 2 tahun: terapi anti bakteri apa bila keluhannya berat atau
obeservasi dengan kuluhan yg tidak berat dengan diagnosis pasti
Perawat anak telah diinformasikan dan setuju untuk
mengobeservasi anak dan dapat memonitor kemungkinan yang
terburuk
13
150
00

Apakah pasien berespon terhadap


terapi intervensi pertama (baik
antibakteri ataupun gejala klinis)

Dokter memeriksa
kembali
tidak

19

ya
140
00

170
00

160
00

Apakah pasien
menderita OMA

Pasien di follow up

Cari penyebab keluhan


dari penyakit lain

tidak

ya
180
00

Dokter harus
memeberikan terapi yang
sesuai baik antibakteril
ataupun untuk
menghilangkan gejala
klinis sesuai dengan tabel
6

Bagan 1. Protokol Pengobatan OMA (American Academy of pediatrics and America


Academy of Family Physician, 2004)

20

Tabel 2. Rekomendasi Antibakterial Untuk Pemberian Pertama Pasien OMA

Temperatur
39 dan
atau otalgia
berat

Terpi yang diberikan pertama kali


dengan antibiotik

Gejala tidak membaik setelah


pengobatan awal selama 48-72
jam dengan terapi simptomatik

Dianjurkan

Alternatif jika
ada alergi
penisilin

Dianjurkan

Tidak

Amoksisilin 8090 mg/kgbb/hari

Non-Tipe I:
cefdinir,
cefuroxime
Tipe I:
chlarithromicy
n

Amoksisilin
80-90
mg/kgbb/hari

Ya

Amoksisilinklavulanat,
90mg/kgbb/hari
untuk
amoksisilin dan
6,4
mg/kgbb/hari
untuk klavulanat

Ceftriaxone, 1
atau 3 hari

Amoksisilinklavulanat,
90mg/kgbb/hari
untuk
amoksisilin dan
6,4
mg/kgbb/hari
untuk
klavulanat

Alternatif
jika ada
alergi
penisilin
Non-Tipe I:
cefdinir,
cefuroxime
Tipe I:
chlarithromi
cyn

Ceftriaxone,
1 atau 3 hari

Gejala tidak membaik


setelah pengobatan awal
sela,a 48-72 jam
menggunakan antibiotik
Dianjurkan Alternatif
jika ada
alergi
Penislin
Amoksisili
Non-tipe
n1:
klavulanat,
ceftriaxon
90mg/kgbb/ e, 3 hari
hari untuk
Tipe I:
amoksisilin clindamic
dan 6,4
yn
mg/kgbb/ha
ri untuk
klavulanat
Ceftriaxone Tympan
, 3 hari
osentesis

II.1.5.10. Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:

pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,

pemberian ASI minimal selama 6 bulan,

penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,

penghindaran pajanan terhadap asap rokok.

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan

Pemberian vaksin Influenzae dan pneumokokkus (American Academy of


pediatrics and America Academy of Family Physicians and America Academy of
Family Physicians, 2004; WHO, 1996).

21

II.1.5.11. Komplikasi

Otitis media kronik ditandai dengan riwayat keluarnya cairan secara kronik dari
satu atau dua telinga.

Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, risiko infeksi menjadi
sangat umum.

Umumnya penanganan yang dilakukan adalah mencuci telinga dan


mengeringkannya selama beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.

Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah,
termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.

Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yangt idak
diobati.

Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen.

Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran
anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.

Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah
selama 3 bulan atau lebih.

Komplikasi yang serius adalah:


Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
Kelumpuhan pada wajah
Tuli
Peradangan pada selaput otak (meningitis)
Abses otak.Tanda-tanda terjadinya komplikasi:

sakit kepala

tuli yang terjadi secara mendadak

vertigo (perasaan berputar)

22

demam dan menggigil (Titisari, 2005; American Academy of pediatrics and


America Academy of Family Physicians, 2004; WHO, 1996).

II.2.

Kerangka Teori
Faktor internal
- usia
- jenis kelamin
- pendidikan
- pekerjaan
- penghasilan
- pengetahuan
- sikap
Oitis Media Akut
Faktor eksternal
- Trauma
- Status Gizi
- Riwayat ISPA

II.3.

Kerangka Konsep
1. Usia
2. Jenis kelamin
OMA

3. Riwayat ISPA

23

Você também pode gostar