Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Materi :
ARGENTO-GRAVIMETRI
Oleh :
Kelompok
: VII/Selasa Siang
NIM : 21030113130118
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I
Materi :
ARGENTO-GRAVIMETRI
Oleh :
Kelompok
: VII/Selasa Siang
NIM : 21030113130118
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Praktikum
: Argento-Gravimetri
Kelompok
NIM : 21030113140114
2. Naufal Rilanda
NIM : 21030113120004
: Jumat
Tanggal
: 20 Desember 2013
Shafrizal
NIM 21030110130115
ii
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan resmi Praktikum Dasar Teknik
Kimia I dengan lancar dan sesuai dengan harapn kami.
Laporan resmi praktikum dasar teknik kimia I ini berisi materi tentang argentogravimetri. Argento-gravimetri merupakan cara analisa kuantitatif yang berdasarkan pada
pengendapan dimana zat yang dipisahkan digunakan untuk membentuk suatu endapan
padat. Tujuan dari percobaan untuk argentometri adalah menganalisa kandungan Cldenagn metode Mohr dan Fajans, sedangkan tujuan dari percobaan untuk gravimetri
adalah menentukan kadar Ba2+ dalam sampel dengan metode gravimetri.
Laporan resmi ini merupakan laporan resmi terbaik yang saat ini bisa kami
ajukan, namun kami menyadari pasti ada kekurangan yang perlu kami perbaiki. Maka
dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Penyusun
iii
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENGESAHAN ........ii
PRAKATA .........iii
DAFTAR ISI ......iv
DAFTAR TABEL .......v
DAFTAR GAMBAR .....vi
INTISARI.......vii
SUMMARY ..................viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Tujuan Percobaan ...1
1.3. Manfaat Percobaan .1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metode Mohr.. ...2
2.2. Metode Volhard ..3
2.3. Metode Fajans ....4
2.4. Fisis dan Chemist Reagen ..6
2.5. Fungsi Reagen ....8
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan .9
3.2. Gambar Alat dan Keterangan ....9
3.3. Cara Kerja ....10
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Percobaan ...12
4.2. Pembahasan .12
BAB V PENUTUP ....................16
5.1. Kesimpulan ..16
5.2. Saran ........16
DAFTAR PUSTAKA ...................................17
INTISARI.......18
SUMMARY ...........19
BAB I PENDAHULUAN
iv
1.1. Latar Belakang ..20
1.2. Tujuan Percobaan ..20
1.3. Manfaat Percobaan ....20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori yang Menunjang .........21
2.2. Aplikasi Analisa Gravimetri 21
2.3. Keuntungan Gravimetri ...22
2.4. Teori Kopresipitasi, Peptisasi, Post Presipitasi .22
2.5. Fisis dan Chemist Reagen 23
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan ...24
3.2. Gambar Alat dan Keterangan ..........24
3.3. Cara Kerja ...25
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Percobaan ..26
4.2. Pembahasan .26
BAB V PENUTUP ............30
5.1. Kesimpulan ..30
5.2. Saran 30
DAFTAR PUSTAKA ...........31
LAMPIRAN
Lembar Perhitungan Argentometri ...A-1
Lembar Perhitungan Gravimetri ...A-2
Laporan Sementara ...B-1
Referensi ...C-1
Lembar Asistensi .D-1
DAFTAR TABEL
A. ARGENTOMETRI
Tabel 4.1. Hasil standarisasi AgNO3 .........12
Tabel 4.1. Hasil percobaan analisa Argentometri ......12
B. GRAVIMETRI
Tabel 4.1. Hasil percobaan analisa Gravimetri .......27
vi
DAFTAR GAMBAR
A.
ARGENTOMETRI
B.
GRAVIMETRI
vii
INTISARI
Pengendapan merupakan metode yang sangat berharga dalam analisa kimia dan
analisisnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu argentometri dan gravimetri. Argentometri
banyak digunakan dalam analisa kadar halogenida, misalnya Cl- yang berguna untuk
oseanografi, pangan, dan industri. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
menganalisa kadar Cl- dalam suatu sampel dengan menggunakan metode Mohr dan
Fajans.
Argentometri merupakan analisa kuantitatif volumetric dengan larutan standar
AgNO3 berdasarkan pengendapan. Argentometri digunakan untuk menentukan kadar Clyang melibatkan garam perak dengan indicator sesuai-. Metode pertama yang digunakan
adalah metode Mohr yang memiliki dasar pengendapan bertingkat dari AgCl dan setelah
semua mengendap kemudian terjadi endapan Ag2CrO4 (endapn merah cokelat). Metode
selanjutnya adalah metode Volhard yang menggunakan prinsip back to titration, dimana
pada sampel halogenida ditambah suatu larutan standar AgNO3 berlebih, kemudian sisa
AgNO3 dititrasi kembali dengan NH4CNS membentuk AgCNS hingga terbentuk endapan
merah darah saat bereaksi dengan ion Fe3+. Metode selanjutnya yang dikenal adalah
Fajans. Dimana metode ini menggunakan prinsip adsorbsi dengan Fluoressein dan
Fluoressein tersubtitusi sebagai indikator perak.
Analisa argentometri dimulai dengan menstandarisasi larutan AgNO3 kemudian
menganalisa sampel dengan metode Mohr dan Fajans. Standarisasi tersebut dilakukan
dengan cara mentitrasi larutan standar NaCl 0,05 N ditambah 0,4 N K2CrO4 dengan
AgCl. Perbedaan kedua analisa ini terletak pada indikator yang digunakan. Selain itu
terdapat langkah pemanasan pada metode Fajans. Setelah semua terpenuhi, sampel
akhirnya dapat dianalisa.
Pada sampel pertama, kami menggunakan metode Mohr dengan indikator
K2CrO4. Pada metode ini, kami menemukan kadar Cl- sebesar 155,75 ppm dengan
persentase error sebesar 31,15 %. Sedangkan pada sampel kedua, kami menggunakan
metode Fajans dan menemukan kadar Cl- sebesar 967,659 ppm dengan persentase error
sebesar 44,24 %.
Akhirnya kadar yang kami temukan dalam praktikum tidak memiliki ketepatan
yang cukup signifikan dengan sampel, dimana kadar yang kami temukan pada sampel
pertama adalah lebih kecil sementara pada sampel kedua adalah lebih besar dari kadar
yang sebenarnya. Sebagai saran, praktikan sebaiknya memeriksa alat terlebih dahulu,
apakah alat yang digunakan masih baik atau tidak. Begitu pula dengan pemakaian
indikator. Bersihkanlah semua alat-alat setelah menyelesaikan praktikum. Selain itu,
hindari faktor-faktor kesalahan eksternal seperti perusakan alat.
viii
SUMMARY
ix
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Pengendapan merupakan metode yang sangat berharga dalam memisahkan
suatu sampel menjadi komponen-komponennya. Proses yang dilibatkan adalah
proses dimana zat yang akan dipisahkan digunakan untuk membentuk suatu
endapan padat.
Reaksi pengendapan telah digunakan secara meluas dalam kimia analitis,
khususnya dalam metode argentometri dan gravimetri. Argentometri merupakan
analisa kuantitatif volumetrik dengan larutan standar AgNO3 berdasarkan
pengendapan. Argentometri digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur
dalam titrasi yang melibatkan garam perak dengan indikator yang sesuai.
Kegunaan analisa argentometri ini adalah menentukan kadar halogenida,
misalnya Cl-, yang terkandung dalam sampel sehingga berguna untuk
oseanografi, pangan, dan industri.
I.2.
Tujuan Percobaan
A. Menganalisa kadar Cl- dengan metode Mohr
B. Menganalisa kadar Cl- dengan metode Fajans
C. Menganalisa kadar Cl- dengan metode Volhard
I.3.
Manfaat Percobaan
A. Mahasiswa dapat menganalisis kadar Cl- dalam sampel murni dengan metode
titrimetrik
B. Mahasiswa
dapat
menerapkan
metode
argentometri
untuk
sampel
praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Metode Mohr
Digunakan untuk menetapkan kadar ion halogen yang dilakukan dalam
suasana netral dengan indikator K2CrO4 dan larutan standar AgNO3. Ion kromat
akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan merah coklat dari perak
kromat.
Reaksi: Ag+ + Cl- AgCl(s) (endapan putih)
2Ag+ + CrO42- Ag2CrO4(s) (endapan merah coklat)
Dasar titrasi dengan metode ini adalah suatu pengendapan bertingkat dari
AgCl dan setelah semua mengendap baru terjadi endapan Ag2CrO4. Untuk lebih
jelasnya kita dapat melihat contoh berikut.
Misal dalam larutan NaCl 0,1 M terdapat adanya indikator K2CrO4 yang
mempunyai konsentrasi 0,01 M, maka konsentrasi Ag+ untuk mengendapkan ion
Cl- dan CrO42- dapat dihitung.
A.
Untuk mengendapkan ion ClPada saat ini terjadi titik kesetaraan. Baik ion klorida maupun ion perak
tak ada yang berlebih, dan masing-masing konsentrasi adalah kuadrat (dari)
Ksp. Pada kurva titrasi titik ini disebut titik ekivalen (TE), yaitu titik pada
kurva yang menunjukkan jumlah gram ekivalen titran sama dengan jumlah
gram ekivalen zat yang dititrasi.
Ksp AgCl = 1,0 x 10-10
[Ag+] = [Cl-]
[Ag+]2 = 1,0 x 10-10
[Ag+] = 1,0 x 10-5
[Ag+]2 [CrO42-] = 2 x 10-12
[Ag+]2 [10-2] = 2 x 10-12
[Ag+]2 = 2 x 10-10
[Ag+] = 1,4 x 10-5
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa banyaknya ion perak yang
dibutuhkan untuk mengendapkan ion kromat lebih besar dari yang
dibutuhkan untuk mengendapkan ion klorida. Jadi pada saat TAT terjadi, ion
klorida praktis telah mengendap semua, sehingga perak kromat baru
mengendap setelah semua ion klorida mengendap membentuk perak klorida.
Hal-hal yang diperhatikan dalam penggunaan metode Mohr:
1
Baik untuk menentukan ion klorida dan bromida tetapi tidak cocok untuk ion
iodida dan tiosianida.
2.
3.
Tidak cocok untuk titrasi larutan yang berwarna, seperti CuCl 2 (biru),
CaCl2 (perak), NiCl (hijau) karena akan menyulitkan pengamatan saat TAT.
4.
5.
Larutan tidak boleh mengandung CO3 2-, SO4 2-, PO43- , C2O42- karena akan
mengendap dengan Mg.
6.
dan Ba2+
karena akan
Metode Volhard
Metode ini menggunakan prinsip back to titration, yaitu pada sampel
halogenida ditambah suatu larutan standar AgNO3 secara berlebih, kemudian sisa
AgNO3 dititrasi kembali dengan larutan standar NH4CNS. Indikator yang dipakai
adalah Ferri Amonium Sulfat. Dalam prosesnya larutan harus bersifat asam
dengan tujuan untuk mencegah hidrolisa garam ferri menjadi ferri hidroksida
yang warnanya mengganggu pengamatan TAT. Suasana asam dapat dibuat
dengan menambahkan HNO3 pekat. Tetapi penggunaan HNO3 jangan terlalu
pekat karena akan menyebabkan NH4CNS akan teroksidasi menjadi NO dan CO2.
3NH4CNS + 13HNO3 16NO + 3CO2 + NH4HSO4 + 5H2O
3
Pada metode ini dalam mekanisme reaksinya akan terbentuk perak klorida
dan perak tiosianat.
Cl- + AgNO3 encer AgCl(s)
AgNO3 sisa + NH4CNS AgCNS(s)
CNS- sisa + Fe3+ Fe(CNS)3 merah darah (saat TAT)
Perak klorida lebih mudah larut daripada perak tiosianat, dan klorida itu
cenderung melarut kembali menurut reaksi.
AgCl(s) + SCN- AgSCN(s) + ClTetapan kesetimbangan reaksi ini ditentukan oleh angka banding tetapan
hasil kali kelarutan perak klorida terhadap perak tiosianat. Karena tetapan yang
pertama lebih besar daripada yang kedua, maka reaksi tersebut di atas sangat
cenderung untuk berjalan dari kiri ke kanan. Jadi tiosianat dapat dihabiskan tidak
hanya oleh ion perak yang berlebih, tetapi juga oleh endapan perak klorida itu
sendiri. Jika ini terjadi, akan diperoleh hasil yang terlalu rendah dalam analisis
klorida. Tetapi reaksi ini dapat dicegah dengan menyaring perak kloridanya.
Untuk penetapan kadar Br- tidak perlu penyaringan karena tetapan hasil kali
kelarutan AgBr lebih kecil daripada AgCNS, sedangkan untuk I- penambahan
indikator setelah mendekati TAT karena bila I- bertemu indikator Fe3+ terjadi I2
yang sering menyebabkan kesalahan titrasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode Volhard:
1.
2.
HNO3 yang digunakan untuk memberikan suasana asam jangan terlalu pekat
sebab akan mengoksidasi NH4CNS menjadi NO dan CO2. Dimana CO2 yang
terbentuk dapat bereaksi dengan H2O membentuk H2CO3 yang
bereaksi dengan Ag
dapat
sehingga menyulitkan pengamatan saat TAT. Selain itu kadar Fe3+ akan
berkurang, sehingga kemungkinan TAT akan terjadi jauh.
3.
Endapan AgCl yang terbentuk harus disaring dulu, dicuci dengan air dan air
cucian dijadikan satu dengan filtrat baru dititrasi dengan NH4CNS.
II.3.
Metode Fajans
Dalam metode ini digunakan indikator adsorpsi. Bila suatu senyawa
organik yang berwarna diadsorpsi pada permukaan suatu endapan, dapat terjadi
modifikasi struktur organiknya, dan warna itu dapat sangat diubah dan dapat
menjadi lebih tua. Gejala ini dapat digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi
pengendapan garam perak.
Mekanisme bekerjanya indikator semacam itu berbeda dari mekanisme
apapun yang telah dibahas sejauh ini. Fajans menemukan fakta bahwa fluoresein
dan beberapa fluoresein tersubstitusi dapat bertindak sebagai indikator untuk
titrasi perak. Bila perak nitrat ditambahkan ke dalam suatu larutan natrium
klorida, partikel perak klorida yang sangat halus itu cenderung memegangi pada
permukaannya (mengadsorpsi) sejumlah ion klorida berlebihan yang ada dalam
larutan itu. Ion-ion klorida ini dikatakan membentuk lapisan teradsorpsi primer
dan dengan demikian menyebabkan partikel koloidal perak klorida itu bermuatan
negatif. Partikel negatif ini kemudian cenderung menarik ion-ion positif dari
dalam larutan untuk membentuk lapisan adsorpsi sekunder yang terikat lebih
longgar.
(AgCl) . Cl-
M+
Lapisan Primer
Lapisan Sekunder
Klorida Berlebih
X-
Lapisan Primer
Lapisan Sekunder
Perak Berlebih
FI-
Agregat yang dihasilkan akan berwarna merah muda, dan warna itu cukup
kuat untuk digunakan sebagai indikator visual.
Macam-macam indikator yang biasa digunakan antara lain:
1. Fluoresein untuk ion klorida, pH 7-8 / diklorofluoresein dengan pH 4
2. Eosin untuk ion bromida, iodida, dan tiosianida, pH 2
3. Hijau bromkresol untuk ion tiosianida, pH 4-5
Hal-hal yang diperhatikan dalam penggunaan metode Fajans:
1. Larutan jangan terlalu encer agar perubahan warna dapat diamati dengan jelas.
2. Ion indikator harus bermuatan berlawanan terhadap ion penitran.
3. Endapan yang terjadi sebaiknya berupa koloid sehingga luas permukaan
penyerap besar. Boleh ditambahkan zat pencegah koagulasi seperti dextrin
yang membuat endapan tetap terdispersi.
4. Indikator tidak boleh teradsorpsi sebelum ion utama mengendap sempurna
(sebelum TE) tapi harus segera teradsorpsi setelah TE terjadi.
5. Indikator yang terserap oleh endapan ikatannya tidak boleh terlalu kuat karena
ion indikator akan teradsorpsi oleh endapan sebelum TE tercapai.
6. Pemanasan hingga suhu 80C baru dititrasi sehingga menunjang hasil
pengamatan.
II.4.
Fisis
Chemist
Dengan AgNO3 terbentuk endapan yang tidak larut dalam air. Reaksi:
AgNO3 + NaCl NaNO3 + AgCl(s)
2. AgNO3
a.
Fisis
BJ= 4,35 g/cc; BM= 168,8; n= 1,744; TL= 213C; TD= 244C
Larutan tidak berwarna
Kelarutan dalam 100 bagian air panas= 95,2
Kelarutan dalam 100 bagian air dingin= 22,2
b.
Chemist
Dengan H2SO4 bereaksi membentuk cincin coklat. Reaksi: AgNO3 +
H2SO4(p) AgHSO4 + HNO3
Dengan H2S dalam suasana asam / netral membentuk endapan Ag2S
Reaksi: 2AgNO3 + H2S Ag2S + HNO3
Dengan Na2CO3 membentuk endapan Ag2CO3 putih kekuningan.
Reaksi: 2AgNO3 + Na2CO3 Ag2CO3 + 2NaNO3
3. NH4CNS
a.
Fisis
Chemist
Fisis
Chemist
Fisis
Chemist
Dengan BaCl2 bereaksi membentuk endapan kuning muda yang tidak
larut dalam air tetapi larut dalam asam mineral encer.
Reaksi: CrO42- + Ba2+ BaCrO4(s)
Dengan AgNO3 membentuk endapan merah coklat yang larut
dalam asam nitrat.
Reaksi: CrO42- + 2Ag+ Ag2CrO4(s)
Dengan Pb asetat membentuk endapan kuning yang tidak larut
dalam asam asetat, tapi larut dalam HNO3.
Reaksi: Pb2+ + CrO42- PbCrO4(s)
B. AgNO3
: untuk
memberikan
suasana asam
pada
larutan
: sebagai indikator
F. Dextrin
BAB III
METODOLOGI PERCCOBAAN
III.1. Bahan :
1. Larutan NaCl 0,05 N
2. Larutan AgNO3
3. Larutan NH4CNS
4. Larutan HNO3 6 N
5. Larutan Ferri amonium sulfat
6. Indikator K2CrO4 5%
7. Indikator Fluoresein
8. Dekstrin
III.2. Alat :
1. Buret, Statif, dan Klem
6. Kertas Saring
2. Corong
7. Labu Takar
3. Erlenmeyer
8. Pipet Volume
4. Beaker Glass
9. Pipet Ukur
5. Gelas Ukur
10.Pipet Tetes
1.
2.
Corong
3.
Erlenmeyer
4.
Beaker Glass
5.
Gelas Ukur
6.
Kertas Saring
7.
Labu Takar
8.
Pipet Volume
9.
Pipet Ukur
V.N NaCl
V.N Ag NO 3
V.N NaCl
V.N NH 4 CNS
10
c. Titrasi dengan AgNO3 sampai timbul warna merah pertama yang tak
hilang pada pengocokan. Catat kebutuhan titran AgNO3.
Perhitungan : Cl (ppm) =
V.N Ag NO 3 . BM Cl 1000
v yang dititrasi
fp
fp = faktor pengenceran
4. Menetapkan kadar Cl- dengan metode Fajans
a. Ambil 10 ml sampel dan masukkan dalam erlenmeyer.
b. Tambahkan 10 tetes indikator fluoresein, atur pH 7-8, panaskan
sampai 80C. (atau tambahkan dekstrin)
c. Titrasi dengan AgNO3 sampai timbul warna merah muda pertama yang
tak hilang pada pengocokan. Catat kebutuhan titran.
Perhitungan : Cl (ppm) =
fp
fp = faktor pengenceran
11
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil Percobaan
Tabel 4.1.1 Tabel Hasil Standarisasi AgNO3
Sampel
Volume TAT
Kadar
AgNO3
11,7 ml
0,0462 N
Volume TAT
Sampel
Hasil
% Error
Sampel 1
2,3 ml
500 ppm
360,822 ppm
31,15 %
Sampel 2
5,9 ml
500 ppm
967,659 ppm
44,24 %
Sampel
IV.2
Pembahasan
IV.2.1. Kadar yang Ditemukan pada Sampel 1 Metode Mohr
Adapun kadar normalitas dari AgNO3 yang kami peroleh
berdasarkan perhitungan adalah sebesar 0,0462 N.
Kadar yang kami peroleh menjadi lebih kecil dibandingkan
kadar sampel sebenarnya disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satunya ialah pemilihan indikator tidak didasarkan pada perubahan
derajat keasaman (pH), tetapi didasarkan atas terbentuknya endapan.
Agar terjadi endapan, syaratnya hasil kali ion-ionnya melampaui
harga Ksp-nya. Sedangkan didalam praktiknya, konsentrasi
indikator
yang
diperoleh
adalah
terlalu
pekat
sehingga
12
13
yang
digunakan
adalah
inidikator
absorbsi,
14
15
BAB V
PENUTUP
V.I. KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
V.II. SARAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
INTISARI
18
SUMMARY
19
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Pengendapan merupakan metode yang sangat berharga dalam
memisahkan suatu sampel menjadi komponen-komponennya. Proses yang
dilibatkan adalah proses dimana zat yang akan dipisahkan digunakan untuk
membentuk suatu endapan padat. Reaksi pengendapan telah digunakan secara
meluas dalam kimia analitis, khususnya dalam metode argentometri dan
gravimetri. Gravimetri juga merupakan bagian dari analisa kuantitatif yang
berhubungan dengan pengukuran berat dengan memisahkan analis dari semua
komponen lainnya sehingga dapat ditentukan kadar suatu zat. Di samping zatzat anorganik, senyawa organik juga telah dianalisis dengan teknik
gravimetri, sebagai contohnya penetapan kadar kolesterol dalam sereal dan
laktosa dalam produk susu.
I.2
Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Ba2+ dalam sampel
I.3
Manfaat Percobaan
Dapat mengetahui kadar Ba2+ dalam suatu sampel dengan prosedur gravimetri.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
II.2
II.3
Keuntungan Gravimetri
21
II.4
22
II.5
23
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1
Bahan :
1. H2SO4 0,1 N
2. H2SO4 sangat encer
3. Aquadest
III.2
Alat :
1. Kertas saring Whatman
2. Pengaduk
3. Corong
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Pipet tetes
III.3
Gambar Alat :
24
III.4
III.5
Keterangan Alat :
1. Kertas saring Whatman
2. Pengaduk
3. Corong
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Pipet tetes
Cara Kerja :
1. Menimbang kertas saring Whatman
2. Ambil 10 ml sampel yang mengandung Ba2+ (volume sampel yang
diambil untuk diendapkan tergantung konsentrasi sampel).
3. Tambahkan H2SO4 0,1 N dan diaduk.
4. Endapan BaSO4 putih yang terbentuk disaring dengan kertas saring
Whatman yang diletakkan dalam corong. Tampung filtrat dalam beaker
glass.
5. Cuci endapan dengan H2SO4 sangat encer dan air cucian dijadikan satu
dengan filtrat untuk kemudian ditambahkan H2SO4 0,1 N lagi
6. Ulangi seperti langkah 4 dan 5 sampai penambahan H2SO4 tidak
menimbulkan endapan lagi.
7. Keringkan endapan dalam oven 100-110C tapi jangan sampai kertas
saring hangus.
8. Ditimbang berat kertas saring bersama endapan yang telah kering.
(W 2 W1).BMBa .1000
diambil
25
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil Percobaan
Tabel 4.1.2 Tabel Hasil Percobaan Analisa Gravimetri
Berat kertas saring mula-mula (W1)
0,94 gram
0,97 gram
IV.2
3841,6 ppm
5600 ppm
68,6 %
Pembahasan
Dengan menggunakan metode gravimetri untuk menentukan kadar
Barium dalam sampel, kami mendapatkan kadar sampel lebih kecil dari kadar
aslinya.
Hal ini disebabkan oleh :
a. Pembentukan Endapan
Partikel hasil proses pengendapan ditentukan oleh proses nukleasi dan
pembentukan nucleus. Dalam analisa gravimetri harus selalu diupayakan
agar didapat endapan yang murni dan partikel-partikelnya cukup besar
sehingga mudah disaring dan dicuci. Pembentukan partikel endapan
terjadi dalam larutan lewat jenuh. Kation dan anion dalam larutan akan
bertambah dengan nucleus-nukleus itu dan melekat dengan ikatan kimia.
Namun, di dalam praktek tidak ditambahkan pereaksi sehingga tidak
menimbulkan nukleasi atau inti-inti hablur sehingga partikel-partikelnya
menjadi sangat kecil dan lolos dari saringan bersama dengan filtratnya.
b. Kemurnian Endapan
Setelah proses pengendapan, masalah berikut adalah bagaimana cara
mendapatkan endapan semurni mungkin untuk mendapatkan hasil analisis
seteliti mungkin. Ikut sertanya zat pengotor sangat mengganggu analisa
gravimetri yang dilakukan. Pada proses pemurnian, dengan melakukan
pencucian bukan hanya zat pengotor saja yang larut tetapi juga zat yang
26
dianalisis juga ikut larut, meskipun kelarutannya jauh lebih kecil. Dengan
demikian, penggunaan penggunaan pencuci harus sedemikian kecil
supaya kehilangan zat yang dianalisis masih dapat diabaikan, artinya
masih lebih kecil daripada sensitivitas timbangan yang digunakan.
c. Proses Pemijaran
Pada proses pemijaran kadang terjadi pemanasan berlebih serta sifat
zat yang diendapkan mudah menguap (volatile). Hal yang penting juga
adalah adanya beberapa endapan yang mudah tereduksi oleh karbon bila
disaring dengan kertas saring seperti perak klorida, sehingga harus
disaring dengan cawan penyaring (berpori). Selain itu, dapat juga
kelebihan pemijaran sehingga terjadi dekomposisi dan komposisi zat
menjadi tidak menentu. Kesalah juga terjadi dari suatu endapan yang
telah dipijarkan karena menimbang kertas dalam bentuk panas yang
berlebih sehingga banyak massa yang terkikis walaupun telah
menghindari penyerapan air dan karbondioksida selama pendinginan.
(http://tinagkung.blogspot.com)
27
analit
yang
dihasilkan
diketahui
dengan
tepat
(Atomic
Adsorbtion
Spectrophotometry).
Direct
28
mahal
dan
spektrofotometri
massa
kurang
bukanlah
tersedianya
metode
yang
sampel,
sering
29
BAB V
PENUTUP
V.I.
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
V.II.
SARAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
Perhitungan : N AgNO3 =
. 3
10 .0,05
10,8
= 0,0462 N
Cl- (ppm) =
=
. 3. .1000
2,2 0,0462 35,5 .1000
10
= 360,822 ppm
Cl- (ppm) =
=
. 3. .1000
5,9 0,0462 35,5 .1000
10
= 967,659 ppm
A1
21 .1000
4.
0,970,94 .137,34.1000
233,4.10
= 3841,6 ppm
A2
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I
Materi :
Argento Gravimetri
NAMA
GROUP
NIM : 21030113130118
B1
MATERI
: ARGENTOMETRI
MATERI
: GRAVIMETRI
A. VARIABEL
Tidak ada
A.
VARIABEL
Tidak Ada
B.
C.
ALAT
1. Kertas saring
Whatman
2. Pengaduk
3. Corong
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Pipet tetes
CARA KERJA
ARGENTOMETRI
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl 0,05 N
1. Ambil 10 ml larutan standar NaCl 0,05 N, masukkan dalam labu takar
erlenmeyer.
2. Tambahkan 0,4 ml K2CrO4.
3. Titrasi dengan AgNO3 sampai timbul warna merah pertama yang tak
hilang pada pengocokan. Catat kebutuhan titran AgNO3
Perhitungan
N AgNO3 =
B1
N NH4CNS =
3
4
Cl- (ppm) =
3 1000
fp = faktor pengenceran
d. Menetapkan kadar Cl- dengan metode Fajans
1. Ambil 10 ml sampel dan masukkan dalam erlenmeyer.
2. Tambahkan 10 tetes indikator fluoressein, atur pH 7-8, panaskan
sampai 80 oC (atau tambahkan dekstrin).
3. Titrasi dengan AgNO3 sampai timbul warna merah muda yang
pertama yang tak hilang pada pengocokan. Catat kebutuhan titran.
Perhitungan
Cl- (ppm) =
3 1000
fp = faktor pengenceran
GRAVIMETRI
1. Menimbang kertas saring Whatman
2. Ambil 10 ml sampel yang mengandung Ba2+ (volume sampel yang
diambil untuk diendapkan bergantung pada konsentrasi sampel).
3. Tambahkan H2SO4 0,1 N dan diaduk.
4. Endapan BaSO4 putih yang terbentuk disaring dengan kertas saring
Whatman yang diletakkan dalam corong. Tampung filtrat dalam
beaker glass.
5. Cuci endapan dengan H2SO4 sangat encer dan air cucian dijadikan
satu dengan filtrat untuk kemudian ditambahkan H2SO4 0,1 N lagi
6. Ulangi seperti langkah 4 dan 5 sampai penambahan H2SO4 tidak
menimbulkan endapan lagi.
7. Keringkan endapan dalam oven 100-110C tapi jangan sampai kertas
saring hangus.
8. Ditimbang berat kertas saring bersama endapan yang telah kering.
Perhitungan
21 1000
Ba2+ (ppm) = 4
B2
D.
HASIL PERCOBAAN
ARGENTOMETRI
1. Volume TAT AgNO3 = 11,7 ml
Perhitungan
N AgNO3 =
=
3
10 .0,05
11,7
= 0,0427 N
2. Kadar Cl- dengan metode Mohr
Perhitungan
3 1000
Cl- (ppm) =
2,3 0,0462 35,5 1000
10
= 377,223 ppm
3. Kadar Cl- dengan metode Fajans
Perhitungan
3 1000
Cl- (ppm) =
5,9 0,0462 35,5 1000
10
= 967,659 ppm
4. % Error
a. Kadar Cl- dengan metode Mohr
% error =
=
500377,223
500
100 %
100 %
= 31,15 %
b. Kadar Cl- dengan metode Fajans
% error =
=
967,659 500
500
100 %
100 %
= 44,24 %
GRAVIMETRI
Perhitungan
21 1000
Ba2+ (ppm) = 4
=
= 1762,2 ppm
I.
% Error
% error =
100 %
B3
5600 17652 ,2
5600
100 %
= 68,6 %
Praktikan,
Mengetahui
Asisten,
( Udin Mabruro)
B4
REFERENSI
MAKALAH REVIEW
KONSENTRASI INDIKATOR TERKONTROL PADA ARGENTOMETRI MOHR
CONTROLLED INDICATOR CONCENTRATION ON ARGENTOMETRY MOHR
1
C1
mungkin dengan titik ekivalen. Namun pada kenyataannya titik akhir titrasi selalu
bergeser dari titik ekivalen atau terjadi kesalahan titrasi. Kesalahan titrasi dapat
disebabkan oleh kesalahan pada pemilihan indikator, konsentrasi indikator yang tidak
sesuai dan karena kurang teliti dalam pengamatan (Day dan Underwood: 1994).
Menurut Khopkar (1990), kesulitan yang terjadi pada titrasi pengendapan adalah
sulitnya memilih indikator yang sesuai, sehingga kesalahan titrasi bisa diperkecil.
Pada tahun 1885 Mohr menemukan salah satu titrasi pengendapan yang
selanjutnya disebut sebagai metoda Mohr. Pada titrasi tersebut larutan standar yang
digunakan adalah perak nitrat. Larutan analit pada umumnya adalah halogen.
Indikator yang digunakan adalah kalium kromat. Prinsip dari titrasinya adalah, mulamula penambahan larutan standar akan menyebabkan terjadinya endapan perak
dengan halogen. Setelah semua halogen mengendap maka, sedikit kelebihan larutan
standar akan menyebabkan terjadinya reaksi terhadap indikator sehingga terbentuk
endapan merah bata dari perak kromat (Vogel, 1958). Karena terbentuknya endapan
mendasarkan pada harga konstanta hasil kali kelarutan (KSP), biasanya kesulitan
terjadi pada pemilihan konsentrasi dari indikator. Konsentrasi indikator harus diatur
sehingga perkalian konsentrasi dari ion kromat dengan konsentrasi kuadarat kation
perak saat titik ikivalen sedikit lebih besar dari harga KSPnya. Bila konsentrasi
indikator terlalu besar maka titik akhir titrasi terjadi sebelum titik ekivalen. Sebaliknya
bila indikator terlalu encer titik akhir titrasi terjadi setelah titik ekivalen. Oleh karena
itu harus diusahakan agar titik akhir titrasi terjadi bersamaan atau sedekat mungkin
dengan titik ekivalen dengan cara mengatur konsentrasi dari indikatornya.
Pada makalah ini akan dikaji berapakah konsentrasi indikator yang terbaik
supaya kesalahan titrasi menjadi yang terkecil (konsentrasi indikator terkontrol).
Makalah ini perlu disampaikan untuk memberikan beberapa teknik yang harus
dilakukan agar kesalahan analisis secara volumetri dapat diperkecil, sehingga tiada
keraguan lagi tentang keabsahannya.
STUDI PUSTAKA
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam sukar larut (Khopkar, 1990). Pengendapan yang terjadi harus
cepat mencapai kestimbangan pada setiap penambahan titran, dan tidak terjadi
pengotoran endapan. Titrasi pengendapan banyak digunakan pada penentuan Cl , Br ,
dan I . Ion-ion tersebut bereaksi dengan perak nitrat membentuk endapan garam.
Karena standar yang dipakai adalah perak nitrat (argentum nitrat) maka titrasinya
disebut titrasi argentometri. Beberapa ahli kimia sudah jarang menggunakan metoda
tersebut, alasan utamanya adalah sulitmya memperoleh indikator yang sesuai untuk
mengetahui titik akhir pengendapan (Khopkar, 1990). Titik akhir pengendapan dapat
diketahui dengan menambahkan indikator kalium kromat (pembentukan endapan
berwarna), besi (III) nitrat (pembentukan senyawa kompleks berwarna), atau
penambahan indikator fluoresein (indikator adsorbsi).
a. Titrasi Pengendapan Mohr.
Pada tahun 1885 Mohr menemukan salah satu bentuk titrasi pengendapan. Titrasi
tersebut pada umumnya digunakan untuk menentukan konsentrasi dari klorida dan
bromida (halogen). Proses titrasinya menggunakan larutan standar perak nitrat, dan
C2
Ag2CrO4 (s)
Endapan perak klorida dan endapan perak kromat akan terjadi bila harga KSP nya
terlampaui.
Pada saat terjadi titik ekivalen, maka konsentrasi ion perak akan sama dengan
konsentrasi ion klorida. Menurut Vogel (1958) konsentrasi ion perak pada saat ekivalen
-5
adalah 1,1 X 10 M. Pada konsentrasi tersebut, maka secara teoritis konsentrasi kalium
kromat untuk membentuk endapan dapat dihitung. Pada prakteknya konsentrai indikator
yang digunakan cenderung lebih encer. Kelemahan penggunaan indikator yang encer
tersebut adalah terjadinya kesalahan titrasi, dalam hal ini akan terjadi titik akhir titrasi
terjadi setelah titik ekivalen, artinya dalam melakukan titrasi tersebut telah terjadi
kelebihan titran, yang menyebabkan konsentrasi analit yang diteliti menjadi lebih besar
dari yang sebenarnya.
b. Syarat-Syarat Titrasi Mohr.
Proses titrasi pengendapan secara Mohr harus dilakukan pada larutan yang netral. Bila
dilakukan pada larutan yang bersifat asam, maka akan terjadi penguraian ion kromat
menjadi ion dikromat. Penguraian tersebut dapat mengurangi konsentrasi indikator
kalium kromat dan menyebabkan larutan menjadi berwarna jingga. Bila larutan bersifat
basa, maka akan terjadi pengendapan perak hidroksida. Dua reaksi samping tersebut
tidak dikehendaki, oleh karena itu sebelum titrasi berlangsung harus dilakukan
pengecekan terhadap keasaman larutan. Bila larutan asam maka dapat ditambahkan
natrium karbonat bertetes-tetes hingga netral. Sebaliknya bila larutan basa ditambahkan
asam nitrat bertetes-tetes hingga netral. Penambahan kalsium karbonat juga disarankan
karena beberapa garam klorida dapat terhidrolisa pada larutan yang bersifat asam.
ULASAN
Tidak ada satupun metode analisis yang bebas dari kesalahan, bahkan untuk
analisis yang menggunakan alat-alat modern sekalipun kesalahan tetap terjadi. Pada
analisis secara intrumental, kesalahan dapat terjadi pada pembuatan larutan standar.
Karena larutan standar yang dibuat sangat encer (dalam bagian perjuta), bahkan lebih
encer lagi maka biasanya dilakukan dengan pengenceran berulang-ulang atau
pengenceran dengan jumlah volume pengambilan yang sangat kecil. Kedua-duanya
memberikan andil kesalahan yang sulit dihindari oleh peneliti. Sebagai contoh pada
pengguanaan alat FTIR, sampel yang sama dilakukan analisis oleh orang yang sama
ternyata spektrum yang dihasilkan jauh berbeda. Demikian pula penggunaan HPLC,
sampel yang diinjeksikan oleh orang yang sama hasilnya berbeda. Kejadian semacam
ini dapat terjadi pada alat-alat yang lain. Harus diakui bahwa dalam analisis volumetri
juga selalu terjadi kesalahan-kesalahan, misalnya betapa sulitnya menentukan warna
C3
merah akhir titrasi netralisasi (merahnya seperti apa?), tidak ada indikator yang memiliki
trayek pH yang sesuai dengan yang diinginkan (biasanya yang digunakan yang trayek
pH nya mendekati) dan kesalahan yang lain. Tapi ini tidak berarti bahwa analisis
volumetri harus ditinggalkan, apalagi jika alasannya hanya karena alatnya tidak modern.
Jika diamati dalam buku standar analisis bahan pangan dan minyak (AOAC), masih
banyak ditemukan analisis secara volumetri (misalnya peroksida, protein dll). Salah satu
pertimbangannya adalah karena penggunaan alat modern, kesalahan yang tedadi justru
semakin besar.
1. Cara memperkecil kesalahan
Tantangan yang dihadapi bagi pengguna analisis volumetri adalah meminimalkan
kesalahan titrasi. Beberapa diantaranya adalah memilih indikator yang benar-benar
memiliki trayek pH yang terdekat, meskipun kadang- kadang harganya mahal dan sulit
dicari. Teliti dalam pembuatan larutan standar, yang dapat dilakukan adalah membuat
larutan dalam jumlah besar (liter) sehingga bahan yang ditimbang banyak (menghindari
kesalahan penimbangan) dan menghindari pengenceran bertingkat. Gunakan ukuran
buret yang sesuai dengan keperluan, bila uji pendahuluan menunjukkan volume titrasi
yang kecil, lebih baik digunakan buret mikro. Pada kondisi tertentu, penggunaan larutan
blanko sangat disarankan untuk mengurangi kesalahan oleh zat pengotor.
2. Indikator pada Analisis Argentometri
Pada analisis secara argentometri pemilihan indikator tidak didasarkan oleh perubahan
derajat keasaman( pH), tetapi didasarkan atas terbentuknya endapan. Supaya terjadi
endapan syaratnya adalah hasil kali ion-ionnya melampaui harga KSP nya. Oleh karena
itu dalam analisis argentometri, pemilihan konsentrasi indikator sangat penting (dalam
asidi alkalimetri konsentrasi indikator tidak penting). Konsentrasi indikator yang terlalu
pekat menyebabkan titik akhir titrasi mendahului titik ekivalen, karena endapan perak
kromat terjadi sebelum semua halogen (sampel) habis. Demikian sebaliknya bila
konsentrasi indikator terlalu encer. Permasalahannya adalah berapa konsentrasi yang
-2
terbaik? Dari hasil perhitungan konsentrasi yang sesuai adalah 1,4 x 10 M. Hasil ini
diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :
Pada saat ekivalen, maka konsentrasi ion perak sama dengan konsentrasi ion klorida,
yaitu :
+
-10
[ Ag ] X
[Cl ]
= KSP AgCI = 1,2 10
+
Bila dihitung, maka konsentrasi [Ag ] = 1,1 x 1M
+2
[A g ] X
3)
4)
-12
Konsentrasi ion kromat yang diperlukan supaya perak nitrat mengendap saat ekivalen
adalah:
KSP Ag2CrO4 ..................... 5)
-2
[CrO4 ]
=
+2
[Ag ]
Bila hasil ion Ag dari pers 4), dimasukkan pada pers. 5) maka akan diperoleh
-2
konsentrasi kalium kromat sebesar 1,4 x 10 M.
Pada konsentrasi indikator (kalium kromat) tersebut masih akan terjadi kesalahan
karena saat indikator ditambahakan akan terjadi pengenceran oleh volume sampel,
sehingga konsentrasinya menjadi lebih encer. Akibatnya titik akhir terjadi setelah titik
ekivalen atau terjadi kelebihan titran. Supaya kesalahan ini dapat diperkecil maka
diperlukan modifikasi konsentrasi indikator (konsentrasi indikator terkontrol). Caranya
C4
-1
C5
dapat disebabkan oleh kesalahan pada pemilihan indikator, konsentrasi indikator yang
tidak sesuai dan karena kurang teliti dalam pengamatan (Day dan Underwood: 1994).
Menurut Khopkar (1990), kesulitan yang terjadi pada titrasi pengendapan adalah
sulitnya memilih indikator yang sesuai, sehingga kesalahan titrasi bisa diperkecil.
Pada tahun 1885 Mohr menemukan salah satu titrasi pengendapan yang
selanjutnya disebut sebagai metoda Mohr. Pada titrasi tersebut larutan standar yang
digunakan adalah perak nitrat. Larutan analit pada umumnya adalah halogen.
Indikator yang digunakan adalah kalium kromat. Prinsip dari titrasinya adalah, mulamula penambahan larutan standar akan menyebabkan terjadinya endapan perak
dengan halogen. Setelah semua halogen mengendap maka, sedikit kelebihan larutan
standar akan menyebabkan terjadinya reaksi terhadap indikator sehingga terbentuk
endapan merah bata dari perak kromat (Vogel, 1958). Karena terbentuknya endapan
mendasarkan pada harga konstanta hasil kali kelarutan (KSP), biasanya kesulitan
terjadi pada pemilihan konsentrasi dari indikator. Konsentrasi indikator harus diatur
sehingga perkalian konsentrasi dari ion kromat dengan konsentrasi kuadarat kation
perak saat titik ikivalen sedikit lebih besar dari harga KSPnya. Bila konsentrasi
indikator terlalu besar maka titik akhir titrasi terjadi sebelum titik ekivalen. Sebaliknya
bila indikator terlalu encer titik akhir titrasi terjadi setelah titik ekivalen. Oleh karena
itu harus diusahakan agar titik akhir titrasi terjadi bersamaan atau sedekat mungkin
dengan titik ekivalen dengan cara mengatur konsentrasi dari indikatornya.
Pada makalah ini akan dikaji berapakah konsentrasi indikator yang terbaik
supaya kesalahan titrasi menjadi yang terkecil (konsentrasi indikator terkontrol).
Makalah ini perlu disampaikan untuk memberikan beberapa teknik yang harus
dilakukan agar kesalahan analisis secara volumetri dapat diperkecil, sehingga tiada
keraguan lagi tentang keabsahannya.
STUDI PUSTAKA
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam sukar larut (Khopkar, 1990). Pengendapan yang terjadi harus
cepat mencapai kestimbangan pada setiap penambahan titran, dan tidak terjadi
pengotoran endapan. Titrasi pengendapan banyak digunakan pada penentuan Cl , Br ,
dan I . Ion-ion tersebut bereaksi dengan perak nitrat membentuk endapan garam.
Karena standar yang dipakai adalah perak nitrat (argentum nitrat) maka titrasinya
disebut titrasi argentometri. Beberapa ahli kimia sudah jarang menggunakan metoda
tersebut, alasan utamanya adalah sulitmya memperoleh indikator yang sesuai untuk
mengetahui titik akhir pengendapan (Khopkar, 1990). Titik akhir pengendapan dapat
diketahui dengan menambahkan indikator kalium kromat (pembentukan endapan
berwarna), besi (III) nitrat (pembentukan senyawa kompleks berwarna), atau
penambahan indikator fluoresein (indikator adsorbsi).
a. Titrasi Pengendapan Mohr.
Pada tahun 1885 Mohr menemukan salah satu bentuk titrasi pengendapan. Titrasi
tersebut pada umumnya digunakan untuk menentukan konsentrasi dari klorida dan
bromida (halogen). Proses titrasinya menggunakan larutan standar perak nitrat, dan
indikator kalium kromat. Pada akhir titrasi akan terbentuk endapan merah bata dari
perak kromat.
C6
Ag2CrO4 (s)
Endapan perak klorida dan endapan perak kromat akan terjadi bila harga KSP nya
terlampaui.
Pada saat terjadi titik ekivalen, maka konsentrasi ion perak akan sama dengan
konsentrasi ion klorida. Menurut Vogel (1958) konsentrasi ion perak pada saat ekivalen
-5
adalah 1,1 X 10 M. Pada konsentrasi tersebut, maka secara teoritis konsentrasi kalium
kromat untuk membentuk endapan dapat dihitung. Pada prakteknya konsentrai indikator
yang digunakan cenderung lebih encer. Kelemahan penggunaan indikator yang encer
tersebut adalah terjadinya kesalahan titrasi, dalam hal ini akan terjadi titik akhir titrasi
terjadi setelah titik ekivalen, artinya dalam melakukan titrasi tersebut telah terjadi
kelebihan titran, yang menyebabkan konsentrasi analit yang diteliti menjadi lebih besar
dari yang sebenarnya.
c. Syarat-Syarat Titrasi Mohr.
Proses titrasi pengendapan secara Mohr harus dilakukan pada larutan yang netral. Bila
dilakukan pada larutan yang bersifat asam, maka akan terjadi penguraian ion kromat
menjadi ion dikromat. Penguraian tersebut dapat mengurangi konsentrasi indikator
kalium kromat dan menyebabkan larutan menjadi berwarna jingga. Bila larutan bersifat
basa, maka akan terjadi pengendapan perak hidroksida. Dua reaksi samping tersebut
tidak dikehendaki, oleh karena itu sebelum titrasi berlangsung harus dilakukan
pengecekan terhadap keasaman larutan. Bila larutan asam maka dapat ditambahkan
natrium karbonat bertetes-tetes hingga netral. Sebaliknya bila larutan basa ditambahkan
asam nitrat bertetes-tetes hingga netral. Penambahan kalsium karbonat juga disarankan
karena beberapa garam klorida dapat terhidrolisa pada larutan yang bersifat asam.
ULASAN
Tidak ada satupun metode analisis yang bebas dari kesalahan, bahkan untuk
analisis yang menggunakan alat-alat modern sekalipun kesalahan tetap terjadi. Pada
analisis secara intrumental, kesalahan dapat terjadi pada pembuatan larutan standar.
Karena larutan standar yang dibuat sangat encer (dalam bagian perjuta), bahkan lebih
encer lagi maka biasanya dilakukan dengan pengenceran berulang-ulang atau
pengenceran dengan jumlah volume pengambilan yang sangat kecil. Kedua-duanya
memberikan andil kesalahan yang sulit dihindari oleh peneliti. Sebagai contoh pada
pengguanaan alat FTIR, sampel yang sama dilakukan analisis oleh orang yang sama
ternyata spektrum yang dihasilkan jauh berbeda. Demikian pula penggunaan HPLC,
sampel yang diinjeksikan oleh orang yang sama hasilnya berbeda. Kejadian semacam
ini dapat terjadi pada alat-alat yang lain. Harus diakui bahwa dalam analisis volumetri
juga selalu terjadi kesalahan-kesalahan, misalnya betapa sulitnya menentukan warna
C7
merah akhir titrasi netralisasi (merahnya seperti apa?), tidak ada indikator yang memiliki
trayek pH yang sesuai dengan yang diinginkan (biasanya yang digunakan yang trayek
pH nya mendekati) dan kesalahan yang lain. Tapi ini tidak berarti bahwa analisis
volumetri harus ditinggalkan, apalagi jika alasannya hanya karena alatnya tidak modern.
Jika diamati dalam buku standar analisis bahan pangan dan minyak (AOAC), masih
banyak ditemukan analisis secara volumetri (misalnya peroksida, protein dll). Salah satu
pertimbangannya adalah karena penggunaan alat modern, kesalahan yang tedadi justru
semakin besar.
1. Cara memperkecil kesalahan
Tantangan yang dihadapi bagi pengguna analisis volumetri adalah meminimalkan
kesalahan titrasi. Beberapa diantaranya adalah memilih indikator yang benar-benar
memiliki trayek pH yang terdekat, meskipun kadang- kadang harganya mahal dan sulit
dicari. Teliti dalam pembuatan larutan standar, yang dapat dilakukan adalah membuat
larutan dalam jumlah besar (liter) sehingga bahan yang ditimbang banyak (menghindari
kesalahan penimbangan) dan menghindari pengenceran bertingkat. Gunakan ukuran
buret yang sesuai dengan keperluan, bila uji pendahuluan menunjukkan volume titrasi
yang kecil, lebih baik digunakan buret mikro. Pada kondisi tertentu, penggunaan larutan
blanko sangat disarankan untuk mengurangi kesalahan oleh zat pengotor.
2. Indikator pada Analisis Argentometri
Pada analisis secara argentometri pemilihan indikator tidak didasarkan oleh perubahan
derajat keasaman( pH), tetapi didasarkan atas terbentuknya endapan. Supaya terjadi
endapan syaratnya adalah hasil kali ion-ionnya melampaui harga KSP nya. Oleh karena
itu dalam analisis argentometri, pemilihan konsentrasi indikator sangat penting (dalam
asidi alkalimetri konsentrasi indikator tidak penting). Konsentrasi indikator yang terlalu
pekat menyebabkan titik akhir titrasi mendahului titik ekivalen, karena endapan perak
kromat terjadi sebelum semua halogen (sampel) habis. Demikian sebaliknya bila
konsentrasi indikator terlalu encer. Permasalahannya adalah berapa konsentrasi yang
-2
terbaik? Dari hasil perhitungan konsentrasi yang sesuai adalah 1,4 x 10 M. Hasil ini
diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :
Pada saat ekivalen, maka konsentrasi ion perak sama dengan konsentrasi ion klorida,
yaitu :
+
-10
[ Ag ] X
[Cl ]
= KSP AgCI = 1,2 10
+
Bila dihitung, maka konsentrasi [Ag ] = 1,1 x 1M
+2
[A g ] X
3)
4)
-12
Konsentrasi ion kromat yang diperlukan supaya perak nitrat mengendap saat ekivalen
adalah:
KSP Ag2CrO4 ..................... 5)
-2
[CrO4 ]
=
+2
[Ag ]
Bila hasil ion Ag dari pers 4), dimasukkan pada pers. 5) maka akan diperoleh
-2
konsentrasi kalium kromat sebesar 1,4 x 10 M.
Pada konsentrasi indikator (kalium kromat) tersebut masih akan terjadi kesalahan
karena saat indikator ditambahakan akan terjadi pengenceran oleh volume sampel,
sehingga konsentrasinya menjadi lebih encer. Akibatnya titik akhir terjadi setelah titik
ekivalen atau terjadi kelebihan titran. Supaya kesalahan ini dapat diperkecil maka
diperlukan modifikasi konsentrasi indikator (konsentrasi indikator terkontrol).
C8
DIPERIKSA
KETERANGAN
NO
P1
TANGGAL
12 Desember 2013
P2
18 Desember 2013
P3
19 Desember 2013
TANDA
TANGAN
Perbaiki cover
Perbaiki lembar pengesahan
Header Footer
Perbaiki prakata
Perbaiki daftar isi, tabel, dan
gambar
Perbaiki intisari, summary
menyesuaikan
Perbaiki Bab IV
Perbaiki daftar pustaka
Perbaiki laporan sementara
D-1