Você está na página 1de 39

MAKALAH

PERAWATAN PASIEN KRITIS KRISIS HIPERGLIKEMI


Untuk Memenuhi
Tugas kelompok Emergency Nursing

Oleh :
Agusyanti
Ni Made Belladona
Dicky Risca
Testina Sri
Wilma Nurilla
Mohammad Alfi Fahmi
Santi Rachmawati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul: Perawatan Pasien Kritis
Krisis Hiperglikemi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan
dalam mengikuti mata kuliah Emergency Nursing. Dalam penyelesaian makalah ini
banyak terdapat keterbatasan, kekurangan dan kelemahan. Namun berkat bantuan dan
bimbingan serta kerja sama dari anggota kelompok maka makalah ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian makalah ini.
Malang, November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.3.1
Tujuan Umum..........................................................................................2
1.3.2
Tujuan Khusus.........................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
1.4.1
Akademi...................................................................................................3
1.4.2
Praktek Klinik..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................4
2.1 Konsep Hiperglikemia....................................................................................4
2.1.1
Pengertian hiperglikemia.............................................................................4
2.1.2
Pengertian Hiperglikemi Hiperosmolaritas.................................................4
2.1.3
Etiologi........................................................................................................5
2.1.4
Klasifikasi....................................................................................................6
2.1.5
Patofisiologi................................................................................................7
2.1.6
Manifestasi Hiperglikemia..........................................................................8
2.1.7
Komplikasi................................................................................................10
2.1.8
Pemeriksaan Diagnostik............................................................................10
2.1.9
Penatalaksanaan........................................................................................12
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Hiperglikemia.......................18
2.2.1
Pengkajian.............................................................................................18
2.2.2
Diagnosa Keperawatan..........................................................................22
2.2.3
Intervensi...............................................................................................22
BAB III TINAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN................................................28
3.1 Kasus.............................................................................................................28
3.2 Pembahasan Kasus.......................................................................................29
3.2.1
Pengkajian :...........................................................................................29
3.2.2
Anallisa Data.........................................................................................31
3.2.3
Diagnosa Keperawatan :........................................................................32
3.2.4
Intervensi :.............................................................................................32
BAB III PENUTUP.....................................................................................................36
3.1 Kesimpulan...................................................................................................36
3.2 Saran.............................................................................................................36
Daftar Pustaka

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang

didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk


pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada klien/pasien
yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang mengancam kehidupan terjadinya
secara mendadak atau tidak dapat diperkirakan, dan tanpa atau disertai kondisi
lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang
mungkin terjadi.
Hiperglikemia dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan
komponen penting tubuh yaitu sel beta pankreas. Sel ini normalnya menghasilkan
hormon insulin. Gangguan produksi homon ini dapat menimbulkan kekacauan
metabolisme gula dan lemak. Pada artikel yang dimuat dalam Journal of Biological
Chemistry ini, Robertson juga menegaskan bahwa hiperglikemia kronis dapat
menyebabkan kerusakan pembuluh darah, retina, ginjal dan saraf.
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada
Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan
komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.
Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosisdiabetik (KAD), status
hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua
keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan

keton

yang

berlebihan,

sedangkan

SHH

ditandai

dengan

hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari
KAD murni.
Insidensi KAD berdasarkan suatu penelitian population-based adalah antara
4.6 sampai 8 kejadian per 1,000 pasien diabetes. Adapun angka kejadian SHH < 1%.
Pada penelitian retrospektif oleh Wachtel dan kawan-kawan ditemukan bahwa dari

613 pasien yang diteliti, 22% adalah pasien KAD, 45% SHH dan 33% merupakan
campuran dari kedua keadaan tersebut. Pada penelitian tersebut ternyata sepertiga
dari mereka yang presentasi kliniknya campuran KAD dan SHH, adalah mereka yang
berusia lebih dari 60 tahun.
Tingkat kematian pasien dengan ketoasidosis (KAD) adalah < 5% pada
sentrum yang berpengalaman, sedangkan tingkat kematian pasien dengan
hiperglikemia hiperosmoler (SHH) masih tinggi yaitu 15%. Prognosis keduanya lebih
buruk pada usia ekstrim yang disertai koma dan hipotensi. Bila mortalitas akibat
KAD distratifikasi berdasarkan usia maka mortalitas pada kelompok usia 60 69
tahun adalah 8%, kelompok usia 70 79 tahun 27%, dan 33% pada kelompok usia >
79 tahun. Untuk kasus SHH mortalitas berkisar antara 10% pada mereka yang berusia
< 75 tahun, 19% untuk mereka yang berusia 75 84 tahun, dan 35% pada mereka
yang berusia > 84 tahun. 40 % pasien yang tua yang mengalami krisis hiperglikemik
sebelumnya tidak didiagnosis sebagai diabetes.
Berdasarkan latar belakang di atas penyusun ingin membahas tentang konsep
asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan Kritis Krisis Hiperglikemi.
1.2

Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan

Kritis Krisis Hiperglikemi?


1.3

Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan Kritis
Krisis Hiperglikemi.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengetahui pengertian Kritis Krisis Hiperglikemi


Mengetahui etiologi Kritis Krisis Hiperglikemi
Mengetahui manifestasi klinis Kritis Krisis Hiperglikemi
Mengetahui patofisiologi Kritis Krisis Hiperglikemi
Mengetahui pemeriksaan diagnostik Kritis Krisis Hiperglikemi
Mengetahui penatalaksanaan Kritis Krisis Hiperglikemi
Mengetahui komplikasi Kritis Krisis Hiperglikemi
2

h. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada klien Kritis
Krisis Hiperglikemi
1.4

Manfaat

1.4.1 Akademi
Menambah wawasan para akademisi, khususnya mahasiswa keperawatan,
serta menambah literatur pembelajaran tentang asuhan keperawatan gawat darurat
pada klien dengan Kritis Krisis Hiperglikemi.
1.4.2 Praktek Klinik
Mengetahui serta dapat menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat pada
klien dengan Kritis Krisis Hiperglikemi dengan tepat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Hiperglikemia
2.1.1 Pengertian hiperglikemia
Hiperglikemia berasal dari bahasa yunani diantaranya, hyper yang artinya
lebih, glyc artinya manis dan emia yang berarti darah, jadi hiperglikemia merupakan
keadaan dimana jumlah glukosa dalam darah melebihi batas normal (> 200 mg/dl
atau 11,1 mmol/L) (Reference ranges for blood tests). Peningkatan glukosa dalam
darah terjadi ketika pankreas memiliki sedikit insulin atau ketika sel tidak dapat
menerima respon insulin untuk menangkap glukosa dalam darah (American
Assisiation Diabetes, 2000). Hiperglikemia berbeda dengan diabetes militus,
hiperglikemia merupakan tanda dari diabetes militus. Seseorang yang memiliki
hiperglikemia belum tentu memiliki penyakit diabetes militus. Namun ketika
hiperglikemia semakin kronis, hal ini bisa memicu timbulnya diabetes dan
ketoasidosis (AIDS Info, 2005).
Hiperglikemia, atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana jumlah
yang berlebihan glukosa beredar dalam plasma darah. Hiperglikemia merupakan
keadaan peningkatan glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 90 mg
/ dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (Corwin,
2001).
2.1.2 Pengertian Hiperglikemi Hiperosmolaritas
Hyperglycaemic hyperosmolar state (HHS)

adalah

satu

keadaan

kegawatdaruratan medis. HHS berbeda dengan ketoasidosis diabetik (KAD) dan


penatalaksanaannya memerlukan pendekatan yang beerbeda. Meskipun biasanya
terjadi pada orang dewasa, HHS pernah terjadi pada orang dewasa muda dan remaja,
sering sebagai kejadian awal dari diabetes mellitus tipe 2 (DMT2). HHS
menyebabkan kematian lebih tinggi daripada KAD dan mungkin disertai oleh
komplikasi vaskular seperti infark miokard, stroke atau trombosis arteri perifer.
Kejang, edema serebral dan mielinolisis pons sentral (CPM) merupakan komplikasi
jarang tapi dijelaskan sebagai komplikasi dari HHS. Ada beberapa bukti bahwa

perubahan yang cepat dalam Osmolalitas selama pengobatan mungkin sebagai faktor
presipitasi dari CPM. Sementara DKA memiliki onset beberapa jam, HHS terjadi
dalam beberapa hari, dan akibatnya dehidrasi dan gangguan metabolisme yang lebih
ekstrim.
2.1.3 Etiologi
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan
insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting.
Penyebab yang lain akibat pengangkatan pankreas, pengrusakan secara kimiawi sel
beta pulau langerhans, Faktor predisposisi herediter, obesitas, faktor imunologi; pada
penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Respon ini merupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan
asing.
Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan
yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :
a. Infeksi : meliputi 20 55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan oleh
Infeksi. Infeksinya dapat berupa : Pneumonia, Infeksi traktus urinarius, abses,
sepsis.
b. Penyakit vaskular akut:

Penyakit serebrovaskuler, Infark miokard akut, emboli

paru, thrombosis vena mesenterika


c. Trauma, luka bakar, hematom subdural. Heat stroke
d. Kelainan gastrointestinal : Pankreatitis akut, kholesistitis akut. obstruksi intestinal
e. Obat-obatan :Diuretika, steroid, Lain-lain
Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang
bersangkutan

menghentikan

suntikan

insulin

ataupun

pengobatannya

tidak

adekuat. Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada pasien muda
dengan DM tipe 1, permasalahan psikologis yang diperumit dengan gangguan
makan berperan sebesar 20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis.
Faktor yang bisa mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda
meliputi ketakutan akan naiknya berat badan pada keadaan kontrol metabolisme

yang baik, ketakutan akan jatuh dalam hypoglikemia, pemberontakan terhadap


otoritas, dan stres akibat penyakit kronis.
Etiologi HHS:
a. Dehidrasi
b. Pneumonia
c. UTI
d. Penyakit akut: stroke, perdarahan intrakranial, miokard infark, meningkatkan
hormon (kortisol, katekolamin, stress, emboli pulmo, meningkatkan level glukosa,
glukagon)
e. Disfungsi ginjaL.
f. Gagal jantung kongestif
g. Obat yang meningkatkan level glukosa, menghambat insulin atau menyebabkan
dehidrasi: diuretik, B-Bloker, antipsikotik atipikal, alkohol, kakain, dextrose.
h. Elder abuse
i. Noncompliance terapi oral hipoglikemik/insulin
2.1.4 Klasifikasi
a. Hiperglikemia sedang
Peningkatan kadar gula dalam darah pada fase awal dimana gula darah dalam
level >126 mg/dl untuk gula darah puasa.
b. Hiperglikemia berat
Peningkatan kadar gula dalam darah pada level 200mg/dl untuk gula darah
puasa setelah terjadi selama beberapa periodik tanpa adanya hypoglikemic
medication. Pada hiperglikemia kronis sudah harus dilakukan tindakan dengan
segera, karena dapat meningkatkan resiko komplikasi pada kerusakan ginjal,
kerusakan neurologi, jantung, retina, ekstremitas dan diabetic neuropathy
merupakan hasil dari hiperglikemi jangka panjang. (Frier, BM et al,.2004).
2.1.5 Patofisiologi
Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi
insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.
Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang
6

normal dan untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya


dapat melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi
insulin sehingga membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah
berat dan produksi insulin makin kurang.
Pada KAD dan SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam
darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon,
katekholamin, kortisol,

dan

hormon

pertumbuhan.

Hormon - hormon

ini

menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan
utilisasi

glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia dan perubahan

osmolaritas extracellular. Kombinasi


meningkatnya

kekurangan

hormon kontrainsulin

pada

hormon

KAD

juga

insulin

dan

mengakibatkan

penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam


aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton ( hydroxybutyrate

[ -OHB]

dan

acetoacetate)

tak

terkendali,

sehingga

mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. Pada sisi lain, SHH mungkin di
sebabkan oleh konsentrasi hormon insulin plasma yang tidak cukup untuk
membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi
masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide) untuk mencegah terjadinya
lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori ini masih lemah. KAD
dan SHH berkaitan

dengan glikosuria,

yang

menyebabkan diuresis osmotik,

sehingga air, natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar.


Patofisiologi HHS:
Hiperosmolar Hiperglikemik State (HHS) terjadi sebagai akibat dari kombinasi
penurunan fungsi insulin dan peningkatan kontra-regulatori hormon, seperti
glukagon, katecholamin, kortisol, dan growth hormon yang ditandai dengan sindrom
HHS yaitu dehidrasi, hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Hal
ini menyebabkan peningkatan glukoneogenesis di hati dan produksi insulin di ginjal
serta gangguan penggunaan insulin pada jaringan perifer, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan hiperglikemi dan hiperosmolar pada ruang ekstraseluler tanpa ketosis
karena pada HHS insulin plasma tidak adekuat untuk memfasilitasi penggunaan
glukosa oleh jaringan akan tetapi sangat adekuat untuk mencegah lipolisis dan
7

ketogenesis lewat mekanisme yang belum diketahui. HHS biasanya terjadi pada
orang tua dengan DM, penyakit penyerta, infeksi, efek pengobatan, penyalahgunaan
obat, dan noncompliance.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti
turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang
dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Temuan laboratorium awal pada pasien
dengan HHS adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi ( >600 mg per dL) dan
osmolaritas serum yang tinggi ( >320 mOsm per kg air [normal = 290 5]) dengan
Ph lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan. HHS menyebabkan tubuh
banyak kehilangan berbagai macam elektrolit. Kadar natrium harus dikoreksi jika
kadar glukosa darah pasien sangat meningkat. Penatalaksanaan HHS meliputi lima
pendekatan yaitu 1). Rehidrasi intravena agresif; 2). Penggantian elektrolit; 3.) Baru
kemudian dilakukan pemberian insulin intravena untuk menghindari cairan akan
berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi serta kolaps
vaskular, 4.) Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta dan 5).
Pencegahan.
2.1.6 Manifestasi Hiperglikemia
a. Hiperglikemia Sedang
Pada hiperglikemia akut belum terlihat tanda dan gejala yang bermakna,
namun seseorang yang memiliki hiperglikemia akut biasanya mengalami osmotik
dieresis. Keadaan ini biasanya terjadi karena kontrol gula darah yang rendah.
b. Hiperglikemia Berat
-

Weight loss (Kehilangan berat badan tanpa alasan)


Poor wound healing (Proses penyembuhan luka lama)
Dry mouth (Mulut kering)
Dry or itchy skin (Kulit kering atau gatal)
Tingling in feet or heels (Kesemutan pada ekstremitas)
Erectile dysfunction (Disfungsi ereksi)
Recurrent infections, external ear infections (swimmer's ear) (Rentan terjhadap

infeksi)
- Cardiac arrhythmia (Peningkatan irama jantung)
- Stupor (Kejang)
8

- Coma (Koma)
- Seizures (Pingsan) (Jauch Chara K, et al,. 2007).
Manifestasi HHS:
a. Hiperglikemia : glukosa serum 600 mg/dl atau lebih
b. Hiperosmolaritas : osmolalitas 320 mOsm/kg atau lebih
c. Dehidrasi berat
d. pH >7,3
e. Konsentrasi bikarbonat >15 mEq/L
f. Tanpa ketoasidosis bermakna, ketonuria sedikit, ketonemia rendah/tidak ada
g. Pada pasien DM tipe 2
h. Poliuri, polidipsi, polifagi
i. BB turun drastis
j. Mual, muntah
k. Nyeri perut tidak tipikal
l. Dehidrasi
m. Badan lemas
n. Deficit neurology fokal/global: kejang, hemiparesis, deficit sensoris, pandangan
kabur
o. Gangguan kesadaran (apatis-koma)
2.1.7 Komplikasi
Hiperglikemia akan menjadi masalah yang serius jika tidak ditangani dengan
tepat. Ketoasidosis (KAD) merupakan salah satu komplikasi dari hiperglikemia
jangka panjang dimana tanda gejalanya antara lain: nafas pendek, nafas bau buah,
mual muntah dan mulut kering. Selain ketoasidosis, hiperglikemia juga dapat
meningkatkan komplikasi pada gagal jantung dan ginjal. Jika hiperglikemia terjadi
lama hal ini dapat menyebabkan penurunan aliran darah terutama pada kaki dan
terjadi kerusakan saraf, sehingga kaki mudah mendapat luka dan sulit sembuh
(Gangren

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis dapat dibuat dengan gejala-gejala diatas + GDS > 200 mg% (Plasma
vena). Bila GDS 100-200 mg% perlu pemeriksaan test toleransi glukosa oral.
Kriteria baru penentuan diagnostik DM menurut ADA menggunakan GDP > 126
mg/dl. Pemeriksaan lain yang perlu diperhatikan:
a. Glukosa darah
b. Hb
c. Gas darah arteri
d. Insulin darah
e. Elektrolit darah
f. Urinalisis
g. Ultrasonografi
Evaluasi Laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau SHH
meliputi penentuan kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreat inin serum, keton,
elektrolit (dengan anion gap), osmolaritas, analisa urine, benda keton urin
dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan sel darah lengkap dengan hitung
jenis,

dan

tenggorokan

elektrokardiogram. Kultur
dan

lain-lain

bakteri

dari

air

seni,

darah,

dan

harus dilakukan dan antibiotik yang sesuai harus

diberikan jika dicurigai ada infeksi. A1c mungkin bermanfaat untuk menentukan
apakah episode akut ini adalah akumulasi dari suatu proses evolusiner yang
tidak di diagnosis atau DM yang tidak terkontrol ,atau suatu episodeakut pada
pasien yangterkendali dengan baik. Foto thorax harus dikerjakan jika ada indikasi.
Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena
perubahan osmotik yang terjadi terus menerus dari intr asellular ke extracellular
dalam keadaan hiperglikemia. Konsentrasi kalium serum mungkin meningkat
oleh karena pergeseran k alium extracellular yang disebabkan oleh kekurang an
hormon insulin, hypertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi kalium
serum rendah atau lownormal

pada saat masuk, mungkin akan kekurangan

kalium yang berat pada saat perawatan sehingga perlu diberi kalium dan perlu

10

monitoring jantung

yang

ketat,

sebab terapi krisis

hiperglikemia

akan

menurunkan kalium lebih lanjut dan dapat menimbulkan disritmia jantung.


Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan osmolalitas
efektif ( > 320 mOsm/kg) perlu pertimbangan kemungkinan lain penyebab
perubahan status mental. Pada mayoritas pasien DKA kadar amilase meningkat,
tetapi

ini mungkin

bermanfaat

berkaitan

dengan

sumber

nonpankreatik.

Serum lipase

untuk menentukan diagnosa banding dengan pankreatitis. Nyeri

abdominal dan peningkatan kadar amilase dan enzim hati lebih sering terjadi pada
DKA dibandingkan dengan SHH.
Kriteria diagnostik dan klasifikasi
Glukosa plasma(dalam mg/dL)
pH arteri
Bikarbonat serum(dalam mEq/L)
Keton urin
Keton serum
Osmolalitas serum (dalam
mOsm/kg)*
Anion Gap

HHS
> 600
> 7,3
> 15
+ ringan/+ ringan/> 320
<>

Hasil laboratorium yang perlu dipantau pada SHH:


a.

Natrium : Efek osmotik dari keadaan hiperglikemia membuat cairan


berpindah dari ekstravaskular ke intravaskular. Untuk setiap 100 mg/dL glukosa
(jika kadar glukosa > 100 mg/dL), kadar natrium serum dapat menurun hingga 1,6
mEq/L. Ketika kadar glukosa turun, maka natrium serum dapat meningkat.

b.

Kalium : Kadar kalium dapat bervariasi. Kondisi asidosis pada pasien dapat
menyebabkan perpindahan kalium dari intraseluler ke ekstraseluler sehingga akan
terjadi hiperkalemia.1 Keadaan defisiensi insulin yang lama pada pasien DM
membuat pasien mengalami hiperkalemia ringan yang kronik. Pada keadaan akut,
pasien dapat mengalami ekskresi kalium yang berlebih melalui ginjal ataupun
gastrointestinal karena kondisi diuresis osmotik, sehingga terjadi masking effect
yang dapat membuat kadar kalium dalam kisaran normal. Oleh karena itu, pada
penatalaksanaan keadaan akut pasien DM, baik pada pemberian kalium maupun
terapi insulin, kadar kalium harus selalu dievaluasi dengan ketat agar tidak terjadi

11

aritmia jantung. Elektrokardiogram dapat digunakan sebagai sarana evaluasi


keadaan jantung.
c.

Peningkatan kadar BUN, sebagai pengaruh dari keadaan dehidrasi pasien.


Kadarnya harus dipantau untuk melihat ada tidaknya insufusiensi renal.

d.

Urinalisis : Digunakan untuk menilai adanya glukosuria atau ketosis urin.


Selain itu, urinalisis juga dapat digunakan jika dicurigai terjadi infeksi pada traktus
urinarius.

2.1.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia :
a. Olahraga (namun jika gula darah diatas 240 mg/dl dan ketika diperiksa terdapat
keton dalam urin maka olahraga harus dihentikan)
b. Diet rendah gula
c. Terapi insulin
d. Hypoglicemic medication
Penanganan

komplikasi

Hiperglkemia

yaitu

ketoasidosis

(KAD)

membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia dan gangguan keseimbangan


elektrolit; identifikasi komorbid yang merupakan faktor presipitasi; dan yang sangat
penting adalahperlu dilakukan monitoring pasien yang ketat. Faktor presipitasi
diobati, serta langkah-langkah pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan denganbaik.
a. Terapi cairan:
1. Pasien Orang dewasa
Terapi cairan pada awalnya dit ujukan untuk memperbaiki volume
intravascular dan extravascular dan mempertahankan perfusi ginjal. Terapi
cairan juga akan menurunkan kadar glukosa darah tanpa bergantung pada
insulin, dan kadar hormon kontra insulin (dengan demikian memperbaiki
sensitivitas terhadap insulin).

12

Pada keadaan tanpa kelainan ja ntung, NaCl 0.9% diberikan seb


anyak 1520 ml/kg berat badan/jam atau lebih besar pad a jam pertama
( 1 1.5 l untuk rata-rata orang dewasa).
Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan tergantung pada status
hidrasi, kadar elektrolit darah, dan banyaknya urin. Secara umum, NaCl 0.45%
diberikan sebanyak 414 ml/kg/jam jika sodium serum meningkat atau normal;
NaCl 0.9% diberikan dengan jumlah yang sama jika Na serum rendah. Selama
fungsi ginjal diyakinkini baik, maka perlu ditambahkan 2030 mEq/l kalium
( 2/3 KCl dan 1/3KPO4) sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara oral.
Keberhasilan

penggantian

cairan

dapat

dilihat

dengan

pemantauan

hemodinamik (perbaikan dalam tekanan darah), pengukuran input/output


cairan, dan pemeriksaan fisik. Penggantian cairan diharapkan dapat
mengkoreksi defisit dalam 24 jam pertama. Perbaikan osmolaritas serum
mestinya tidak melebihi 3 mOsm kg -1 H2O h-1 (1420,22). Pada pasien
dengan gangguan ginjal atau jantung, pemantauan osmolaritas serum dan
penilaian jantung, ginjal, dan status mental harus sering dilakukan selama
pemberian cairan untuk menghindari overload yang iatrogenic (1-5).
2. Pasien berusia < 20 tahun
Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume
intravascular dan extravascular, dan mempertahankan perfusi ginjal. Kebutuhan
untuk mempertahankan volume vaskuler harus disesuaikan untuk menghindari
risiko edema cerebral karena pemberian cairan yang terlalu cepat. Dalam 1 jam
pertama cairan yang bersifat isotonik (NaCl 0.9%) sebanyak 1020
ml/kgbb/jam. Pada pasien dengan dehidrasi berat, pemberian ini perlu diulang,
tetapi awal pemberian kembali mestinya tidak melebihi 50 ml/kg pada 4 jam
pertama therapy. Terapi Cairan selanjutnya untuk menggantikan defisit cairan
dilakukan dalam 48 jam. Secara umum NaCl, 0.450.9% (tergantung pada
kadar sodium serum) diberikan dengan kecepatan 1.5 kali dari kebutuhan
pemeliharaan selama 24 -h (5 ml/kg/jam) akan mencukupi kebutuhan rehidrasi,
dengan penurunan osmolaritas tidak melebihi 3 mOsm kg-1 H2O h-1. Sekali
lagi jika fungsi ginjal diyakini baik dan kalium serum diketahui, ma ka perlu
13

diberikan 20 40 mEq/l kalium ( 2 /3 KCl atau potassium-acetate dan 1/3


KPO4). Jika gl ukosa serum mencapai 250 mg/dl, cairan harus diubah
menjadi dextrose 5% dan NaCl 0.45 0.75%, dengan kalium seperti d
iuraikan di atas.
Pengelolaan juga meliputi pemantauan status mental agar dapat
dengan cepat mengidentifikasi perubahan apa bila terjadi overload yang
iatrogenik, yang dapat mengakibatkan edema cerebral.
Terapi cairan pada HHS
Jika kadar gula darah mencapai 300 mg/dL pada HHS, penggantian cairan
harus mengandung glukosa 5-10% untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
karena pemberian insulin juga akan dilakukan untuk koreksi keadaan
ketonemia. Tujuan dari terapi ini adalah untuk mengganti setengah defisit
cairan selama 12 24 jam. Kegagalan koreksi keadaan dehidrasi dapat
mengakibatkan penundaan pada koreksi elektrolit.
b. Terapi Insulin
Pada keadaan KAD ringan, insulin reguler diberikan dengan infus intravena
secara kontinu adalah terapi pilihan. Pada pasien dewasa, jika tidak ada
hipokalemia (K+< 3.3 mEq/l, maka pemberian insulin intravena secara bolus
dengan dosis 0.15 unit /kg bb, diikuti pemberian insulin reguler secara infus
intra vena yang kontinu dengan dosis 0.1 unit kg -1 h-1 ( 57 unit/jam
pada orang dewasa). Pemberian insulin secara bolus tidak dianjurkan pada
pasien pediatrik; pemberian insulin reguler dengan infus intravena secara kontinu
dengan dosis 0.1 unit kg -1 h-1 dapat diberikan pada pasien pasien tersebut.
Dosis insulin rendah ini pada umumnya dapat menurunkan konsentrasi
glukosa plasma sebanyak 5075 mg dl-1 h-1, sebanding dengan pemberian
insulin dosis tinggi (1 -5) . Jika plasma glukosa tidak turun sebanyak 50
mg/dl dari awal pada jam pertama, periksa dulu status hidrasi; jika baik,
infus insulin dapat digandakan tiap jam sampai tercapai penurunan glukosa
yang stabil antara 50 dan 75 mg/jam dicapai.
Ketika glukosa plasma mencapai 250 mg/dl untuk KAD atau 300 mg/dl
untuk SHH, mungkin dosis insulin perlu diturunkan menjadi 0.050.1 unit kg-1

14

h-1 ( 36 units/jam), dan dextrose ( 510%) ditambahkan pada cairan


intravena.

Sesudah

itu, dosis

insulin

atau

konsentrasi dextrose

perlu

disesuaikan untuk memelihara rata-rata kadar glukosa sampai asidosis pada


KAD atau status mental dan hyperosmolaritas pada SHH membaik. Ketonemia
biasanya lebih lama hilang dibandingkan dengan hiperglikemia. Pengukuran OHB dalam darah secara langsung adalah metoda yang lebih disukai untuk
pemantauan KAD. Metoda Nitroprusside hanya mengukur aseton dan asam
acetoacetic. Bagaimanapun, -OHB, asam yang paling banyak dan paling kuat
pada KAD, tidaklah terukur dengan metoda nitroprusside. Selama therapy, OHB dikonversi ke asam asetoacetik, yang membuat para klinisi percaya bahwa
ketosis memperburuk keadaan.
Oleh karena itu, penilaian benda keton dari urin atau serum dengan
metoda nitroprusside tidak digunakan sebagai suatu indikator terapi . Selama
terapi untuk KAD atau SHH, darah harus diperiksa tiap 2 4 jam untuk
memeriksa elektrolit serum, glukosa, urea -N, creatinine, osmolaritas, da n
pH vena

(untuk

DKA).

Biasanya, analisa gas darah tidak perlu dilakukan

berulang-ulang; pH vena (pada umumnya 0.03 unit lebih rendah dari pH arteri)
dan gap anion dapat diikuti, untuk memonitor resolusi asidosis.
Pada KAD yang ringan, insulin reguler baik secara subkutan maupun
intramuskular tiap jam adalah sama efektif seperti pemberian intravena dalam
menurunkan glukosa darah dan benda keton. Pertama-tama diberikan dosis dasar
sebanyak 0.40.6 units/kg bb, separuh sebagai suntikan bolus intravena, dan
setengah secara subkutan atau intramuskular. Sesudah itu, 0.1 unit kg-1 h-1
insulin reguler diberi secara subkutan atau intramuscular. Kriteria untuk resolusi
KAD meliputi kadar glukosa < 200 mg/dl, bikarbonat serum > 18 mEq/l, dan pH
vena > 7.3. Bila KAD membaik, dan pasien masih NPO (Nothing Per Oral),
insulin intravena yang kontinyu dan penggantian cairan dilanjutkan dan ditambah
dengan suplemen insulin subcutan sesuai kebutuhan tiap 4 jam. Ketika pasien
sudah

bisa

makan,

jadwal

multiple-dose harus

dimulai menggunakan

kombinasi insulin kerja pendek/singkat dengan insulin kerja menengah atau


lama untuk mengendalikan glukosa plasma. Pemberian insulin intravena tetap
15

diberikan untuk 12 jam setelah regimen campuran insulin dimulai untuk


memastikan hormon insulin plasma cukup. Suatu penghentian mendadak insulin
intravena dengan penundaan insulin subcutan akan memperburuk keadaan; oleh
karena itu, perlu diberikan insulin intravena dan inisiasi subkutan secara
bersamaan.
Pasien yang telah diketahui menderita diabetes dapat diberikan insulin
dengan dosis seperti sebelum mereka terkena serangan KAD atau SHH dan jika
dibutuhkan dilakukan penyesuaian. Pada pasien diabetes yang baru, total insulin
awal mungkin berkisar antara 0.5 1.0 unit kg - 1 day -1, dibagi menjadi
sedikitnya dua dosis dalam bentuk campuran insulin kerja pendek dan panjang
sampai mencapai suatu dosis optimal yang diinginkan. Akan tetapi perlu diingat
bahwa dosis insulin ini sangat individual. Pada akhirnya, ada penderita-penderita
DM tipe 2 yang bisa diberi obat antihiperglikemia oral dan pengaturan diit.
Terapi insulin pada HHS
Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL pada
SHH, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kgBB/jam (3-5
U/jam) dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa 5-10% secara intravena.
Pemberian insulin tetap diberikan untuk mempertahankan glukosa darah pada nilai
tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan hiperosmolalitas teratasi.
c. Kalium
Untuk mencegah hipokalemia, penambahan kalium diindikasikan pada
saat kadar dalam darah di bawah 5.5 mEq/l, dengan catatan output urin
cukup. Biasanya, 2030 mEq kalium ( 2/3 KCl dan 1/ 3 KPO4) pada setiap
liter cairan infus cukup untuk mempertahankan konsentrasi kalium serum antara
45 mEq/l. Penderita dengan KAD jarang menunjukkan keadaan hipokalemia
yang

berat.

Pada kasus-kasus demikian, kalium penggantian harus dimulai

bersamaan dengan cairan infus, danterapi insulin harus ditunda sampai konsentrasi
kalium > 3. 3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau cardiac arrest dan kelemahan
otot pernapasan.
Di samping kekurangan kalium dalam tubuh, hiperkalemia ringan
sampai sedang sering terjadi pada penderita dengan krisis hiperglikemia.

16

Terapi

insulin, koreksi

asidosis,

dan

penambahan

volume

cairan

akan

menurunkan konsentrasi kalium serum.


d. Bikarbonat
Penggunaan larutan bikarbonat pada KAD masih merupakan kontroversi.
Pada pH > 7.0, aktifitas insulin memblok lipolysis dan ketoacidosis dapat hilang
tanpa penambahan bikarbonat. Beberapa penelitian prospektif gagal membuktikan
adanya keuntungan atau perbaikan pada angka morbiditas dan mortalitas dengan
pemberian bikarbonat pada penderita KAD dengan pH antara 6.9 dan 7.1. Tidak
ada laporan randomized study mengenai penggunaan bikarbonat pada KAD
dengan pH < 6.9. Asidosis yang berat menyebabkan efek vaskuler yang kurang
baik, jadi sangat bijaksana pada pasien dewasa dengan pH < 6.9, diberikan sodium
bikarbonat. Tidak perlu tambahan bikarbonat jika pH > 7.0.
Pemberian insulin, seperti halnya bikarbonat, menurunkan kalium serum;
oleh karena itu supplemen Kalium harus diberikan dalam cairan infus seperti
diuraikan di atas dan harus di monitor dengan ketat. Sesudah itu, pH aliran
darah vena harus diukur tiap 2 jam sampai pH mencapai 7.0, dan terapi
bikarbonat harus diulangi tiap 2 jam jika perlu.
e. Fosfat
Pada KAD serum fosfat biasanyanormal atau meningkat. Konsentrasi fosfat
berkurang dengan pemberian terapi insulin. Beberapa penelitian prospektif gagal
membuktikan adanya keuntungan dengan penggantian fosfat pada KAD, dan
pemberian fosfat yang berlebihan dapat menyebabkan hypocalcemia yang berat
tanpa adanya gejala tetani. Bagaimanapun, untuk menghindari kelainan jantung
dan kelemahan otot dan depresi pernapasan oleh karena hipofosfatemia,
penggantian fosfat kadang-kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan
jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan konsentrasi
fosfat serum < 1.0 mg/dl. Bila diperlukan, 2030 mEq/l kalium fosfat dapat
ditambahkan ke larutan pengganti. Tidak ada studi mengenai penggunaan fosfat
dalam HHS.
2.2

Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Hiperglikemia

2.2.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
17

Nama, alamat, usia, pekerjan,jenis kelamin, agama,dll.


b. Data subjektif
1. Keluhan Utama
a) Keluhan utama saat masuk rumah sakit, Keluhan yang paling utama di
keluhkan oleh pasien sehingga masuk rumah sakit.
Pada HHS: Pasien datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi,
Polifagi; lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran
dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati
atau retinophati, serta penyakit pembuluh darah.
b) Keluhan saat pengkajian, Keluhan yang dikeluhkan pasien saat dilakukan
pengkajian
2. Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit Terdahulu, Catatan tentang penyakit yang pernah dialami
pasien sebelum masuk rumah sakit.
Pada HHS: Penyakit DM yang tertanggulangi maupun tidak terdiagnosis.
Penyakit hipertensi dan pankreatitis kronik
b) Riwayat Penyakit Sekarang, Catatan tentang penyakit yang dialami pasien
saat ini (saat pengkajian)
c) Riwayat Penyakit Keluarga: DM dan penyakit jantung pada anggota
keluarga.
c. Data objektif
1. Primary Survey
a) Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda
asing yang menghalangi jalan nafas
b) Breathing: hiperventilasi, napas bau aseton
c) Circulation: lemah, tampak pucat ( disebabkan karena glukosa Intra Sel
Menurun sehingga Proses Pembentukan ATP/Energi Terganggu)
d) Disability: perubahan kesadaran (jika sudah terjadi ketoasidosis metabolik)
2. Secondary Survey
a) Exposure: b) Five Intervension:
a. Glukosa Darah : meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih,
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok,
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat,
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l,
e. Elektrolit :
Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun
18

Fosfor : lebih sering menurun.


f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan
DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan
dengan insiden.
c) Pemeriksaan mikroalbumin, Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan
kardiovaskular
d) Nefropati Diabetik, Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit
diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat menyebabkan gagal
ginjal terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau
hemodialisis. Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus
ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring. Gangguan pada glomerulus
ginjal dapat menyebabkan lolosnya protein albumin ke dalam urine. Adanya
albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi terjadinya nefropati
diabetic.
e) Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C, Dapat Memperkirakan Risiko
Komplikasi Akibat DM HbA1c atau A1C Merupakan senyawa yang
terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan hemoglobin (glycohemoglobin).
Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah. Ikatan
A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel darah
merah) Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam
jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan.
Give Comfort : Nyeri di bagian abdomen karena ketoasidosis diabetik
d. Pengkajian pola fungsional
1. Aktivitas / istirahat
a) Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istrahat/tidur
b) Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas,
letargi /disorientasi, koma
2. Sirkulasi

19

a) Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan


kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama,
takikardia.
b) Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas/ Ego
a) Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
b) Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
a) Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
b) Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
a) Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari
beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid), nyeri abdomen.
b) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
a) Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesi, gangguan penglihatan
b) Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam
menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7. Nyeri/kenyamanan
a) Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
b) Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8. Pernapasan

20

a) Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen


(tergantung adanya infeksi/tidak), nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau
aseton, vesikuler pada lapang paru.
b) Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik (dari hiperglikemia).
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan
insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glokosa oleh jaringan mengakibatkan
peningkatan metabolisme protein/lemak)
c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan energy metabolic.
d. Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit diabetes mellitus
2.2.3 Intervensi
a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik (dari hiperglikemia).
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Defisit Volume Cairan
Berhubungan dengan:
- Kehilangan volume
cairan secara aktif
- Kegagalan
mekanisme
pengaturan
DS :
- Haus
DO:
- Penurunan
turgor
kulit/lidah
- Membran
mukosa/kulit kering
- Peningkatan denyut
nadi,
penurunan
tekanan
darah,
penurunan
volume/tekanan nadi
- Pengisian
vena
menurun

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
NOC:
NIC :
Fluid balance
Pertahankan
catatan
intake dan output yang
Hydration
akurat
Nutritional Status :

Monitor status hidrasi


Food and Fluid
( kelembaban membran
Intake
mukosa, nadi adekuat,
Setelah
dilakukan
tekanan darah ortostatik ),
tindakan keperawatan
jika diperlukan
selama..
defisit
volume cairan teratasi Monitor hasil lab yang
sesuai dengan retensi
dengan kriteria hasil:
cairan (BUN , Hmt ,
Mempertahankan
osmolalitas urin, albumin,
urine output sesuai
total protein )
dengan usia dan BB,

Monitor vital sign setiap


BJ urine normal,
15menit 1 jam
Tekanan
darah,

Kolaborasi
pemberian
nadi, suhu tubuh
cairan IV
dalam batas normal

Monitor status nutrisi


Tidak ada tanda
tanda
dehidrasi, Berikan cairan oral
penggantian
Elastisitas
turgor Berikan

21

- Perubahan
status
kulit baik, membran
mental
mukosa
lembab,
- Konsentrasi
urine
tidak ada rasa haus
meningkat
yang berlebihan
- Temperatur
tubuh Orientasi terhadap
meningkat
waktu dan tempat
- Kehilangan
berat
baik
badan secara tiba-tiba Jumlah dan irama
- Penurunan
urine
pernapasan dalam
output
batas normal
- HMT meningkat
Elektrolit, Hb, Hmt
- Kelemahan
dalam batas normal
pH urin dalam batas
normal
Intake oral dan
intravena adekuat

nasogatrik sesuai output


(50 100cc/jam)
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur
kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Pasang kateter jika perlu
Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan


insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glokosa oleh jaringan mengakibatkan
peningkatan metabolisme protein/lemak)
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk
memasukkan
atau
mencerna nutrisi oleh
karena faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
DS:
- Nyeri abdomen
- Muntah
- Kejang perut
- Rasa penuh tiba-tiba
setelah makan
DO:
- Diare
- Rontok rambut yang

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
NOC:
a. Nutritional
status:
Adequacy
of
nutrient
b. Nutritional Status :
food
and
Fluid
Intake
c. Weight Control
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama.nutrisi kurang
teratasi
dengan
indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding

22

Intervensi
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan

berlebih
Kurang nafsu makan
Bising usus berlebih
Konjungtiva pucat
Denyut nadi lemah

capacity
Jumlah limfosit

Monitor turgor kulit


Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola
pemberan
anti
emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat
adanya
edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval

c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan energy metabolic


Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil

23

Intervensi

Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
Tirah Baring atau
imobilisasi
Kelemahan
menyeluruh
Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
Gaya
hidup
yang
dipertahankan.
DS:
Melaporkan
secara
verbal
adanya
kelelahan
atau
kelemahan.
Adanya dyspneu atau
ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
DO :

Respon abnormal dari


tekanan darah atau
nadi
terhadap
aktifitas
Perubahan ECG :
aritmia, iskemia

NOC :
NIC :
Self Care : ADLs
Observasi
adanya
Toleransi aktivitas
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
Konservasi eneergi
Setelah
dilakukan Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
tindakan
keperawatan
dan
selama
.
Pasien Monitor nutrisi
bertoleransi
terhadap
sumber
energi
yang
aktivitas dengan Kriteria
adekuat
Hasil :
Monitor pasien akan
Berpartisipasi dalam
adanya kelelahan fisik
aktivitas fisik tanpa
dan
emosi
secara
disertai peningkatan
berlebihan
tekanan darah, nadi Monitor
respon
dan RR
kardivaskuler
terhadap
Mampu
melakukan
aktivitas
(takikardi,
aktivitas sehari hari
disritmia, sesak nafas,
(ADLs)
secara
diaporesis,
pucat,
mandiri
perubahan hemodinamik)
Keseimbangan
Monitor pola tidur dan
aktivitas dan istirahat
lamanya
tidur/istirahat
pasien
Kolaborasikan
dengan
Tenaga
Rehabilitasi
Medik
dalam
merencanakan
progran
terapi yang tepat.
Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai
dengan
kemampuan
fisik,
psikologi dan sosial
Bantu
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan
sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek

24

Bantu
untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu
klien
untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
Sediakan
penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu
pasien
untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
d. Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit diabetes melitus
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Kecemasan
berhubungan dengan
Faktor keturunan, Krisis
situasional,
Stress,
perubahan
status
kesehatan,
ancaman
kematian,
perubahan
konsep diri, kurang
pengetahuan
dan
hospitalisasi
DO/DS:
- Insomnia
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
- Berfokus pada diri
sendiri
- Iritabilitas
- Takut
- Nyeri perut

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
NOC :
NIC :
- Kontrol kecemasan Anxiety
Reduction
- Koping
(penurunan kecemasan)
Setelah
dilakukan Gunakan
pendekatan
asuhan
selama
yang menenangkan
klien
Nyatakan dengan jelas
kecemasan teratasi dgn
harapan terhadap pelaku
kriteria hasil:
pasien
Klien
mampu Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi
dan apa yang dirasakan
dan
selama prosedur
mengungkapkan
Temani pasien untuk
gejala cemas
memberikan keamanan
Mengidentifikasi,
dan mengurangi takut
mengungkapkan
Berikan informasi faktual
dan menunjukkan
mengenai
diagnosis,
tehnik
untuk
tindakan prognosis
mengontol cemas
Vital sign dalam Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
25

- Penurunan TD dan
batas normal
denyut nadi
Postur
tubuh,
- Diare, mual, kelelahan
ekspresi
wajah,
- Gangguan tidur
bahasa tubuh dan
- Gemetar
tingkat
aktivitas
- Anoreksia,
mulut
menunjukkan
kering
berkurangnya
- Peningkatan
TD,
kecemasan
denyut nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking
dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

26

Instruksikan pada pasien


untuk
menggunakan
tehnik relaksasi
Dengarkan dengan penuh
perhatian
Identifikasi
tingkat
kecemasan
Bantu pasien mengenal
situasi
yang
menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
Kelola pemberian obat
anti cemas:

BAB III
TINAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1

Kasus
Ny.R berusia 56 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan nyeri ulu hati mual

sejak kemarin, keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh nyeri ulu hati, nyeri
dirasakan perih dan panas, muntah (-). Buang air besar (+) setiap 3 hari, konsistensi
padat, warna kuning. Buang air kecil cukup sering, nyeri saat BAK (+). Pasien juga
mengeluh demam sejak kemarin, demam terus menerus dan disertai mengigil. Nafsu
makan pasien juga menurun. Riwayat penyakit dahulu, sebelumnya pasien belum
pernah mengalami gejala yang sama. Riwayat penyakit DM tidak tahu karena belum
pernah memeriksakannya ke dokter atau puskesmas. Riwayat penyakit keluarga,
dalam keluarga tidak ada yang mengalami gejala yang sama. Keluarga sering
menanyakan keadaan pasien dan keluarga mengatakan khawatir dengan keadaan
pasien sekarang. Keluarga tampak cemas. Pemeriksaan Fisik : Nadi : 106 kali/menit,
RR : 26 kali/menit, reguler, Suhu : 38,6C, TD : 82/32 mmHg, GDS : > 600 mg/dl,
asidosis (PH: 8, bicarbonate: 17 mEql/L), osmolaritas 335 mosmol/kg, Kesadaran:
GCS : 3-4-5, Kepala dan wajah : wajah simetris, pucat, tidak ada pernafasan cuping
hidung, mukosa bibir kering. Leher : tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening. Dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan, perkusi : sonor, Cor : bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, reguler. Abdomen
dan pinggang : tidak tampak adanya massa, bising usus : 8 kali/menit, perkusi
timpany, nyeri tekan ulu hati, turgor tidak elastis. Pelvis dan perineum : terpasang
kateter urin, produksi urin : 600 cc dalam 2 jam. Ekstremitas : simetris, kekuatan
otot : 4 pd semua ekstremitas, terpasang IV line dengan cairan NaCl 0,9 %. Hasil
Pemeriksaan Laborat : Darah lengkap : HB : 12 mg/dl, leukosit : 11.000, hematokrit :
45 %, trombosit : 120.000. BGA : pH : 7,3; pCO 2 :40; HCO3 : 20. GDS : 820 mg/Cl.
Serum creatinin : 220 mol/L. Na : 150 mmol/L, Ca : 3,3 mmol/L, osmolaritas 335
mosmol/kg. Urine Lengkap : Glukosa Urin : ++, Keton : trace.

27

3.2

Pembahasan Kasus

3.2.1 Pengkajian :
a. Identitas
Nama

: Ny.R

Usia

: 56 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

b. Data subjektif:
-

Keluhan utama : Nyeri ulu hati dan mual (+) sejak kemarin dan sering BAK
disertai nyeri.

Riwayat penyakit sekarang: Nyeri ulu hati dan mual (+) sejak kemarin. Nyeri
dirasakan perih dan panas, muntah (-). Buang air besar (+) setiap 3 hari,
konsistensi padat, warna kuning, lendir (-), darah (-). Buang air kecil cukup
sering, nyeri saat BAK (+). Pasien mengeluh juga demam sejak kemarin,
demam terus menerus dan disertai mengigil. Nafsu makan pasien juga
menurun.

Riwayat penyakit dahulu : sebelumnya pasien belum pernah mengalami gejala


yang sama. Riwayat penyakit DM tidak tahu karena belum pernah
memeriksakannya ke dokter atau puskesmas.

Riwayat penyakit keluarga: dalam keluarga tidak ada yang mengalami gejala
yang sama.

c. Data objektif:
1. Primary Survey
a) Airway :
Vokalisasi baik, nafas paten tidak ada sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan nafas.
b) Breathing:
Napas spontan, gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan, warna kulit pucat
c) Circulation : lemah, tampak pucat, suhu 38,60 C, nadi 106x/menit, CRT
28

d) Disability : GCS : 3-4-5, pupil isokor.


2. Secondary Survey
a) Exposure : Pasien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
b) Five Intervension:
- Pemeriksaan Fisik
Nadi

: 106 kali/menit

RR

: 26 kali/menit

Suhu

: 38,6C

TD

: 82/32 mmHg

- Lima intervensi
terpasang monitor jantung, saturasi oksigen : 92 %
terpasang kateter urine, produksi : 600 cc dalam 2 jam
tidak terpasang NGT
Glukosa darah: > 600 mg/dl
Aseton plasma (keton) : Trac
osmolaritas 335 mosmol/kg
d. Give Comfort : pasien berbaring dalam posisi supine
e. Head do Toe :
1.

Kepala dan wajah : wajah simetris, pucat, tidak ada


pernafasan cuping hidung, mukosa bibir kering.

2.

Leher : tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada


pembesaran kelenjar getah bening

3.

Dada : dada simetris, RR : 26 kali/menit, reguler, tidak


ada penggunaan otot bantu pernafasan, perkusi : sonor, Cor : bunyi jantung 1
dan 2 tunggal, reguler

4.

Abdomen dan pinggang : tidak tampak adanya massa,


bising usus : 8 kali/menit, perkusi timpany, nyeri tekan ulu hati, turgor tidak
elastis

5.

Pelvis dan perineum : terpasang kateter urin, produksi


urin : 600 cc dalam 2 jam
29

6.

Ekstremitas : simetris, kekuatan otot : 4 pd semua


ekstremitas, terpasang IV line dengan cairan NaCl 0,9 %

f. Hasil Pemeriksaan Laborat :


1. Darah lengkap : HB : 12 mg/dl, leukosit : 11.000, hematokrit : 45 %, trombosit :
120.000
2. BGA : pH : 7,3; pCO2 :40; HCO3 : 20
3. GDS : 820 mg/dl
4. Serum creatinin : 220 mol/L
5. Na : 150 mmol/L, Ca : 3,3 mmol/L, osmolaritas 335 mosmol/kg
6. Urine Lengkap : Glukosa Urin : ++, Keton : trace
g. Terapi
- IVFD NaCl 0,9 % 1500 cc / 24 jam
3.2.2 Anallisa Data
NO
1.

Data

Etiologi

Masalah
keperawatan

diuresis osmotik Kurang


Buang air kecil cukup sering,
(dari
cairan
nyeri saat BAK (+).
Pasien mengeluh demam sejak hiperglikemia)
kemarin
demam terus menerus dan
disertai mengigil.
TTV : ND: 106 x/mnt, RR :
26 x/mnt, S : 38,6C, TD :
82/32 mmHg
Mukosa bibir kering, turgor
kulit tidak elastis
Hasil Lab :
- GDS : 820 mg/dl
- Serum creatinin : 220
mol/L
- Na : 150 mmol/L, Ca : 3,3
mmol/L
- UL : Glukosa Urin : ++,
Keton : trace

30

volume

2.

3.

Nyeri ulu hati


Nyeri dirasakan perih dan
panas

Nyeri saat BAK


TTV : ND: 106 x/mnt, RR :
26 x/mnt, S : 38,6C, TD :
82/32 mmHg
Keluarga
sering
menanyakan
keadaan
pasien
keluarga
mengatakan
khawatir dengan keadaan
pasien sekarang.
Keluarga tampak cemas

Proses patologis Nyeri


penyakit

Kurang
pengetahuan
Hospitalisasi

Cemas
dan

3.2.3 Diagnosa Keperawatan :


a.

Defisit volume cairan b/d diuresis osmotik (dari


hiperglikemia).

b.

Nyeri b/d proses patologis penyakit

c.

Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit


diabetes melitus

3.2.4 Intervensi :
a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik (dari hiperglikemia).
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria


Intervensi
Hasil
Defisit Volume Cairan NOC:
NIC :
Berhubungan dengan:
Fluid balance
mempertahankan catatan
- Kehilangan volume Hydration
intake dan output yang
cairan secara aktif
akurat
Nutritional Status :
- Kegagalan
Food and Fluid Monitor status hidrasi
mekanisme
( kelembaban membran
Intake
pengaturan
mukosa, nadi adekuat,
Setelah
dilakukan
tekanan
darah
tindakan keperawatan
DS :
ortostatik
),
jika
selama..
defisit
Buang air kecil
diperlukan
volume cairan teratasi
Monitor hasil lab yang
cukup sering, nyeri dengan kriteria hasil:
31

saat BAK (+).


Mempertahankan
Pasien mengeluh
urine output sesuai
dengan usia dan
demam sejak
BB,
BJ
urine
kemarin
normal,
demam terus

Tekanan
darah,
menerus dan disertai
nadi, suhu tubuh
mengigil.
dalam batas normal
DO:
Tidak ada tanda
TTV : ND: 106
tanda
dehidrasi,
x/mnt, RR : 26
Elastisitas
turgor
x/mnt, S : 38,6C,
kulit baik, membran
TD : 82/32 mmHg
mukosa
lembab,
Mukosa bibir
tidak
ada
rasa
haus
kering, turgor kulit
yang berlebihan
tidak elastis

Orientasi terhadap
Hasil Lab :
waktu dan tempat
- GDS : 820 mg/dl
baik
- Serum creatinin :

Jumlah dan irama


220 mol/L
pernapasan dalam
- Na
:
150
batas normal
mmol/L, Ca : 3,3
Elektrolit, Hb, Hmt
mmol/L
dalam batas normal
- UL : Glukosa
Urin
:
++, pH urin dalam batas
normal
Keton : trace
Intake oral dan
intravena adekuat

sesuai dengan retensi


cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas
urin,
albumin, total protein )
Monitor vital sign setiap
15menit 1 jam
Kolaborasi
pemberian
cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan
penggantian
nasogatrik sesuai output
(50 100cc/jam)
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur
kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Pasang kateter jika perlu
Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

b. Nyeri b/d proses patologis penyakit


Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria


Hasil
Nyeri
berhubungan NOC :
dengan proses patologis - Kontrol nyeri
penyakit
Setelah
dilakukan
DS:
asuhan
b. Nyeri ulu hati
selama
c. Nyeri dirasakan
nyeri
teratasi dgn
perih dan panas
kriteria hasil:
d. Nyeri saat BAK Mampu mengontrol
DO :
nyeri
(tahu
TTV : ND: 106
penyebab
nyeri,
mampu
x/mnt, RR : 26
32

Intervensi
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri
secara
komprehensif
menentukan intervensi
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan informasi tentang

x/mnt, S : 38,6C,
TD : 82/32 mmHg

menggunakan
nyeri seperti penyebab nyeri,
tehnik
berapa lama nyeri akan
nonfarmakologi
berkurang dan antisipasi
untuk mengurangi ketidaknyamanan
dari
nyeri,
mencari prosedur
bantuan)
Monitor vital sign sebelum
Melaporkan bahwa dan sesudah pemberian
nyeri
berkurang analgesik pertama kali
dengan
Kolaborasi
pemberian
menggunakan
analgetik
manajemen nyeri
Mampu mengenali
nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
Tanda vital dalam
rentang normal
Wajah rileks

c. Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit diabetes melitus


Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Kecemasan
berhubungan
dengan
kurang pengetahuan dan
hospitalisasi
DS:
Keluarga
sering
menanyakan
keadaan pasien
keluarga
mengatakan
khawatir
dengan
keadaan
pasien
sekarang.
DO :
Keluarga
tampak
cemas

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
NOC :
NIC :
- Kontrol kecemasan Anxiety
Reduction
- Koping
(penurunan kecemasan)
Setelah
dilakukan Gunakan
pendekatan
asuhan
yang menenangkan
selama
Nyatakan dengan jelas
kecemasan teratasi dgn
harapan terhadap pelaku
kriteria hasil:
pasien
Keluarga mampu Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi
dan apa yang dirasakan
dan
selama prosedur
mengungkapkan
Temani pasien untuk
gejala cemas
memberikan keamanan
Mengidentifikasi,
dan mengurangi takut
mengungkapkan
Berikan informasi faktual
dan menunjukkan
mengenai
diagnosis,
tehnik
untuk
tindakan prognosis
mengontol cemas
Vital sign dalam Libatkan keluarga untuk

33

batas normal
Postur
tubuh,
ekspresi
wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

34

mendampingi klien
Dengarkan dengan penuh
perhatian
Identifikasi
tingkat
kecemasan
Bantu keluarga mengenal
situasi
yang
menimbulkan kecemasan
Dorong keluarga untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Kasus krisis hiperglikemi dapat memicu berbagai macam komplikasi salah satu
komplikasi yang paling sering terjadi pada hiperglikemi krisis adalah KAD dan
HHS.
b. Tujuan utama penanganan Hiperglikemia adalah dengan menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia
1. Olahraga (namun jika gula darah diatas 240 mg/dl dan ketika diperiksa terdapat
keton dalam urin maka olahraga harus dihentikan)
2. Diet rendah gula
3. Terapi insulin
4. Hypoglicemic medication
c. Dalam penaganan kegawatdaruratan hiperglikemia krisis ketoasidosis Diabetik
berfokus pada ABCD dengan 4 komponen utama intervensi :
1. Penggantian cairan tubuh dan garam yang hilang.
2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
3. Mengatasi stres sebagai pencetus KAD.
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
3.2

Saran
Kasus hiperglikemi dapat memicu berbagai macam komplikasi, maka perawat

harus berperan aktif dalam memberikan edukasi pada pasien diabetes mellitus dan
keluarga sebagai support sistem untuk mencegah terjadinya hiperglikemik dan
perawat juga hendaknya meningkatkan pengetahuan dalam penanganan pasien
dengan hiperglikemik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada pasien

35

Daftar Pustaka
Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus. American Diabetes
Association. Diabetes Carevol27 supplement1 2004, S94-S102.
Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ. Acute hyperglycemic crisis in elderly. Med
Cli N Am 88: 1063-1084, 2004. 16
Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB, Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslins Diabetes Mellitus.
13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p.738
770
Marshall SM, Walker M, Alberti KGMM : Diabetic ketoacidosis and hyperglycaemic
nonketotic coma. In International Textbook of Diabetes Mellitus. 2nd ed.
Alberti KGMM, Zimmet P, DeFronzo RA, Eds. New York, John Wiley, 1997, p.
12151229.
Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes Mellitus :
Theory and practice. 5th ed.Porte D Jr, Sherwin RS, Ed. Amsterdam,
Elsevier,1997, 827-844.
Rosenbloom AL : Intracerebral crises during treatment of diabetic ketoacidosis.
Diabetes Care 13: 22-23, 1990.
Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic
hyperosmolar syndrome. 2002. Diunduh dari:
http://spectrum.diabetesjournals.org/cgi/content/full/15/1/28
Sergot PB. Hyperosmolar hyperglycemic states. Emedicine. 2008. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/766804-overview.

36

Você também pode gostar