Você está na página 1de 16

UJI DIFUSI IN VITRO

I.

Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Mengetahui prinsip dan cara pengujian difusi suatu zat dari sediaan
transdermal
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi difusi obat melalui kulit

II.

Teori Dasar
a. Anatomi dan fisiologis kulit
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap
pengaruh luar baik fisik ataupun kimia. Kulit berfungsi sebagai sistem epitel
pada tubuh untuk menjaga keluarnya subtansi-subtansi penting dari dalam
tubuh dan untuk mencegah masuknya subtansi-subtansi asing yang berasal
dari luar tubuh untuk masuk ke dalam tubuh. Meskipun kulit relatif permeabel
terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat
ditembus oleh senyawa-senyawa obat atau bahan-bahan yang diaplikasikan ke
permukaanya. Secara mikroskopik kulit tersusun dari berbagai lapisan yang
berbeda-beda, berturut-turut dari luar kedalam yaitu lapisan epidermis, lapisan
dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan
lapisan jaringan di bawah kulit berlemak atau yang disebut lapisan hipodermis
(Aiache, 1993 dan Chein, 1987).

Gambar 1.1: anatomi lapisan kulit


b. Absorpsi perkutan
Penggunaam obat dengan mengaplikasikannya pada kulit disebut dengan
pemberian obat secara perkutan. Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul
obat dari kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk kedalam
sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Mengacu pada Rothaman,
penyerapan perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan senyawa
dari lingkungan luar ke bagian dalam kulit dalam peredaran darah dan kelenjar
getah bening. Istilah perkutan menunjukan bahwa penembusan terjadi pada
lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang
berbeda. Absorbsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh
penetrasi obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40%
protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa
trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak.
Stratum korneum adalah lapisan terluar dari kulit yang terpapar ke
permukaan yang masuk ke dalam bagian epidermis kulit. Stratum komeum
sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi
permeabel, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif, jadi
jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada
konsentrasi obat.

c. Aspek teori perlintasan membran


Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase
padat setengah padat, atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak
tercampurkan dengan lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dan lainnya,
umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi, membran padat digunakan
sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat aktif dan
bahan tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan. Perlintasan dalam
membran sintesis pada umumnya berlangsung dalam dua tahap (Aiache, 1993)
:
Tahap awal adalah proses difusi zat aktif menuju permukaan yang kontak
dengan membran
Tahap kedua adalah pengangkutan
Proses masuknya obat ke dalam kulit secara umum terjadi melalui proses
difusi pasif. Difusi tersebut secara umum terjadi melalui stratum korneum
(jalur transepidermal), tetapi dapat juga terjadi melalui kelenjar keringat,
minyak atau folikel rambut (jalur transpendagel/transfolikular) penetrasi
traspendagel ini sangat sedikit digunakan untuk transport molekul obat, karena
hanya mempunyai daerah yang kecil (< 0,1% dari total permukaan kulit), akan
tetapi, penetrasi ini berperan penting pada beberapa senyawa polar dan
molekul ion yang hampir tidak berpenetrasi melalui stratum korneum
(Moghimi, et al, 1999 dan Swarbrick, 1995).
Difusi pasif yaitu proses di mana suatu substansi bergerak dari daerah
suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien diikuti
bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses
trans-membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini
adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut
hukum difusi Fick, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat
tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah.

Keterangan :
dQ/dt = laju difusi

= Luas permukaan membran

= Tebal membran

Cs

= Konsentrasi obat dalam

= Koefisien difusi

obat
K

= Koefisien partisi

obat dalam membran dan


pembawa

pembawa
C

= Konsentrasi obat dalam


medium reseptor

Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi,


viskositas dan ketebalan membran. Di samping itu difusi pasif dipengaruhi
oleh koefisien partisi, yaitu semakin besar koefisien partisi maka semakin
cepat difusi obat. Kemampuan berdifusi suatu zat melalui kulit dipengaruhi
oleh sifat fisikokimia dari zat aktif (bobot molekul, kelarutan, koefisien
partisi) ataupun juga dipengaruhi oleh karakteristik sediaan, basis dan zat-zat
tambahan dalam sediaan.
d. Peningkat Penetrasi Perkutan (Penetration Enhancers)
Bahan tambahan yang dapat berfungsi untuk meningkatkan penembusan
zat aktif (penetrant enhancer) terkadang perlu ditambahkan. zat yang dapat
meningkatkan permeabilitas obat menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi
atau kerusakan permanen struktur permukaan kulit. Bahan-bahan yang dapat
digunakan sebagai peningkat penetrasi antara lain air, sulfoksida, senyawasenyawa azone, pyrollidones, asam-asam lemak, alkohol danglikol, surfaktan,
urea, minyak atsiri, terpen dan fosfolipid.
Air dapat berfungsi sebagai peningkat penetrasi karena air akan
meningkatkan hidrasi pada jaringan kulit sehingga akan meningkatkan
penghantaran obat baik untuk obat-obat yang bersifat hidrofilik maupun
lipofilik. Adanya air juga akan mempengaruhi kelarutan obat dalam

stratum korneum dan mempengaruhi partisi pembawa ke dalam membran


(Williams dan Barry, 2004).
Pada asam lemak, semakin panjangnya rantai pada asam lemak maka
akan meningkatan penetrasi perkutan. Asam lemak yang biasa digunakan
adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam laurat. Asam laurat dapat
meningkatkan penetrasi senyawa yang bersifat hidrofilik maupun
lipofilik. Mekanismenya dengan cara berinteraksi dengan lipid pada
stratum korneum menggunakan konfigurasi cis (Swarbrick dan Boylan,
1995; Williams dan Barry, 2004).
Etanol dapat meningkatkan penetrasi dari levonorgestrel, estradiol, dan
hidrokortison. Efek peningkatan penetrasi etanol tergantung dari
konsentrasi yang digunakan. Fatty alcohol seperti propilen glikol dapat
digunakan sebagai

peningkat

penetrasi

pada konsentrasi

1-10%

(Swarbrick dan Boylan, 1995; Williams dan Barry, 2004).


Persyaratan bahan yang digunakan sebagai peningkat penetrasi antara lain
(Williams dan Barry, 2004) :
Tidak toksis, tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan alergi
Inert, tidak memiliki sifat farmakologi
Dapat mencegah hilangnya substansi endogen dari dalam tubuh
Dapat bercampur dengan bahan aktif dan bahan pembawa dalam sediaan
Dapat diterima oleh tubuh dan dengan segera dapat mengembalikan fungsi
kulit ketika dihilangkan dari sediaan
Tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan relatif murah

e. Uji difusi in-vitro


Suatu uji perlu dilakukan untuk memperkirakan jumlah obat yang mampu
berdifusi menembus kulit. Uji tersebut dilakukan secara in-vitro menggunakan
bahan dan alat yang mewakili proses difusi obat melewati stratum korneum.
Salah satu metode yang digunakan dalam uji difusi adalah metode flow
through. Adapun prinsip kerjanya yaitu pompa peristaltik menghisap cairan
reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi melewati penghilang

gelembung sehingga aliran terjadi secara hidrodinamis, kemudian cairan


dialirkan kembali ke reseptor. Cuplikan diambil dari cairan reseptor dalam
gelas kimia dengan rentang waktu tertentu dan diencerkan dengan pelarut
campur. Kemudian diukur absorbannya dan konsentrasinya pada panjang
gelombang maksimum, sehingga laju difusi dapat dihitung berdasarkan
hukum Fick di atas. Membrane difusi dapat menggunakan membran sintesis
yang menyerupai stuktur stratum korneum ataupun bisa menggunakan bagian
kulit dari hewan uji (membran stratum korneum ular) (Gummer, 1989).
f. Piroksikam
Piroksikam digunakan sebagai model dalam penelitian ini merupakan
salah satu obat Antiinflamasi Non Steroid (NSAID) yang memiliki 2 nilai pKa
(1.8 dan 5.2) tergantung dari gugus pyridil dan enol yang menyusunnya. Pada
kondisi pH tertentu piroksikam dapat berbentuk kationik, netral, dan anionik,
pada kondisi pH psikologis piroksikam berbentuk anionik, sehingga
piroksikam cocok dengan metoda katoda iontoforesis yaitu menghantarkan
anionnya mengalir dari katoda ke anoda (Doliwa, 2001).
Piroksikam menyebabkan efek samping di saluran cerna, dan ulkus peptic
bila diberikan per oral. Sediaan piroksikam transdermal dibuat untuk
menghindari efek samping di saluran cerna. piroksikam berpotensi untuk
dikembangkan menjadi sediaan transdermal karena merupakan senyawa yang
poten dengan dosis 20 mg sehari dan mempunyai berat molekul 353.

III.

Alat dan Bahan


Alat

Bahan

Satu set sel difusi

Membran (kulit ular)

Alat-alat gelas.

Larutan piroksikam

pH meter

Dapar fosfat pH 7,4

Spektrofotometer
UV

IV.

Prosedur

Buat larutan piroksikam dengan konsetrasi 5 ppm dalam dapar fosfat pH


7,4. Kemudian tentukan panjang gelombang maksimum

Buatlah kurva kalibrasi piroksikam dengan larutan konsentrasi 2-14 ppm

Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan

Pasang semua komponen alat uji difusi

0,5 gram gel piroksikam dioleskan secara merata pada membran difusi uji
(kulit ular) Letakkan pada lubang alat uji, kemudian dilakukan pengujian
selama 2 jam

Cuplikan diambil dengan menggunakan spuit 2 ml, setiap pengambilan


selalu diganti dengan dapar fosfat pH 7,4 dengan selang waktu 15, 30, 60,
90, dan 120 menit

Sampel diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang


gelombang 254nm

Tentukan kadar zat terdifusi setiap interval waktu pengujian

Lakukan perhitungan faktor koreksi

Buat grafik difusi piroksikam gel yang menghubungkan antara


berat piroksikam terdifusi perluas membran dengan waktu

V.

Hasil Pengamatan

VI.

Berat gel Piroksikam

: 0,6 gr

Panjang Gelombang

: 354 nm

Waktu

Absorbansi

15

0,076

30

0,074

60

0,066

90

0,062

120

0,066

Perhitungan dan Grafik

PERHITUNGAN PEMBUATAN DAPAR POSFAT pH = 7,4


M=
KH2PO4

= 0,2

Mr

= 136,08 50 ml

NaOH

= 0,2 N

Mr

= 40

KH2PO4

= 1000 ml

NaOH

= 0,2

0,2

= 8 gr ad 1L

PERSAMAAN REGRESI LINEAR DARI KURVA BAKU


y
R

= 0,0494x + 0,0438
2

= 0,9935

PENENTUAN KADAR

T15 0,076 = 0,0494x + 0,0438


=
=
= 0,651 g/ml

10 ml

= 6,52 g

T30 0,074 = 0,0494x + 0,0438


=
=
= 0,611 /ml

10 ml

= 6,11 g

T60 0,066 = 0,0494x + 0,0438


=
=
= 0,449 g/ml

10 ml

= 4,49 g

T90 0,062 = 0,0494x + 0,0438


=
=
= 0,368 g/ml
= 3,68 g

10 ml

T120 0,066 = 0,0494x + 0,0438


=
=
= 0,449 g/ml

10 ml

= 4,49 g
FAKTOR KOREKSI

X15 6,52 g

X30 6,11 g + (

X60 4,49 g + (

X90 3,68 g + (

X120 4,49 g +(

7,02 g
)

GRAFIK SUMBU Y

Y15

Y30

Y60

Y90

Y120

/cm

Grafik Difusi Gel Piroksikam


0.003
0.0025
0.002
0.0015

Grafik Difusi Gel


Piroksikam

0.001
0.0005
0
0

VII.

50

100

150

Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai uji difusi in


vitro, prinsipnya berdasarkan proses difusi pasif yang bertujuan melihat
obat dapat menembus ke dalam stratum korneum atau tidak dan
mengetahui seberapa banyak kadar obat yang masuk dalam selang waktu
yang telah ditentukan. Uji in vitro adalah prosedur yang menggunakan
peralatan dan perlengkapan uji tanpa melibatkan binatang laboratorium
atau manusia (Shargel, L., et al., 2012:2). Alat yang digunakan yaitu alat
uji difusi dan bahan yang digunakan yaitu dtrstum korneum ular serta gel
piroksikam dengan formula 1 yang memiliki indikasi nyeri pasca trauma
atau ganggan otot rangka akut meliputi tendinitis, tenosinovitis,
periartritis, keseleo, otot tertarik atau nyeri pinggang (Medidata Indonesia,
2011:145), yang digunakan adalah bahan aktif piroksikam karena
memiliki BM lebih kecil dan sifatnya yang lebih nonpolar daripada

turunan oksikam lainnya, sehingga piroksikam memiliki kemampuan


membus kulit ular lebih besar dibandingkan turunan okskam lainya
(Soebagio, Boesro dkk, 2011), selain itu tingkat difusi piroksikam ke
dalam membran absorbsinya lebih besar jika dalam bentuk gel (mudah
berpenetrasi kedalam membran atau sel target) (FI IV, 1995). Mula-mula
ditentukan dahulu panjang gelombang maksimal dari piroksikam dengan
konsentrasi 5 ppm dalam dapar fosfat pH 7,4 sebagai medium reseptornya
dan diperoleh panjang gelombang maksimumnya sebesar 354 nm untuk
memperoleh hasil nilai absorbansi yang baik dan sesuai. Setelah itu dibuat
kurva baku kalibrasi piroksikam untuk mendapatkan nilai konsentrasi obat
pada tiap selang waktu yang telah ditentukan, diperoleh persamaan regresi
liniernya y= 0,0494x + 0,0438 dan R2= 0,9935.
Alat uji difusi dipasang dan diatur pada suhu 37 C yang sesuai
dengan kondisi suhu tubuh pada manusia. Selagi menunggu suhu
mencapai 37 C, stratum korneum ular yang sudah mengelupas dipotong
secukupnya sesuai diameter alat uji difusi lalu direndam dalam dapar
fosfat. Ular merupakan hewan spesies reptil dari ordo squamata, memiliki
tubuh yang ditutupi sisik epidermis bertanduk yang secara periodik
mengelupas sebagian atau keseluruhan (Webb, J.E., et al., 1981). Stratum
korneum ular digunakan sebagai membran difusi agar dapat mengetahui
bagaimana proses difusi obat melalui stratum korneum. Membran
merupakan struktur utama dalam sel, mengelilingi keseluruhan sel
(membran plasma) dan bertindak sebagai pembatas antara sel dan cairan
interstisial (Shargel, L., et al., 2012:373).

Gambar. Pengujian Difusi Membran Stratum Korneum Ular


Pengujian difusi in vitro hanya dilakukan selama 2 jam karena
waktu yang kurang memadai. Sediaan obat diberikan dengan rute
pemberian secara perkutan (transdermal), yang dioleskan pada stratum
korneum ular yang sudah terpasang pada alat uji difusi. Karakterisitik dari
pemberian perkutan adalah memiliki bioavailabilitas dengan absorpsi
lambat, laju dapat beda, serta absorpsi obat meningkat pada balutan
oklusif. Keuntungan pemberian ini adalah sistem pelepasan transdermal
(patch), mudah digunakan, dapat digunakan untuk obat larut lemak dengan
dosis dan BM rendah. Sedangkan kerugiannya beberapa iritasi oleh patch
atau obat, penembusan kulit beda sesuai kondisi, site anatomi, usia &
gender,tipe dasar krim atau salap mempengaruhi pelepasan dan absorpsi
obat (Shargel, L., 2012:372). Cuplikan diambil 2 ml dan setiap
pengambilan selalu diganti dengan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak jumlah
yang sama juga yang ekivalen dengan cairan fisiologis tubuh manusia,
agar kadar obat di dalam cairan tetap sama. Setelah itu dilakukan
perhitungan kadar zat terdifusi setiap interval waktu dan diperoleh kadar
sebesar t15= 6,52 g, t30= 6,11 g, t60= 4,49 g, t90= 3,68 g, dan t120=
4,49g. Perhitungan faktor koreksi dilakukan

agar memiliki nilai

konsentrasi sebenarnya, karena pada saat pengambilan sample sebanyak 2


ml di setiap selang waktu dapat saja terjadi kesalahan. Berdasarkan data
pengamatan

yang

diperoleh

dari

grafik

menunjukkan

adanya

ketidakstabilan garis yang menunjukkan kadar obat yang berpenetrasi dari


membran kulit ular, seharusnya data yang baik akan menunjukkan
semakin besar kadar obat yang dapat menembus selama selang waktu yang
lama. Akan tetapi, hasil tidak diperoleh dengan cukup baik dikarenakan
terdapat kesalahan-kesalahan dalam pengambilan sampel, bentuk sediaan
gel karena obat larut lemak cenderung untuk penetrasi ke membran sel
lebih mudah daripada molekul polar dan gel mengandung banyak molekul
yang polar karena gel piroksikam mengandung komposisi asam oleat
dimana asam oleat kurang mampu untuk berpenetrasi ke dalam membran
difusi (stratum corneum) atau pun dari faktor-faktor lainnya. Absorpsi
sistemik suatu obat bergantung pada 3 hal, yaitu sifat fisiko-kimia obat,
sifat produk obat, serta anatomi dan fisiologi site absorpsi obat.
Pergerakan transmembran obat dipengaruhi oleh kompisisi dan struktur
membran plasma (Shargel, L., 2012:371, 373).
Pada umumnya membran sel tipis, tebal kira-kira 70-100 A,
membran sel terutama tersusun dari fosfolipid dalam bentuk dua lapis
yang terpisahkan dengan gugus karbohidrat dan protein (Shargel, L.,
2012:373). Dalam hal ini stratum korneum ular yang dipakai memiliki
ketebalan berbeda dengan ketebalan stratum korneum manusia dan setiap
bagian-bagian pada tubuh ular memiliki ketebalan stratum korneum yang
berbeda-beda sehingga dapat mempengaruhi proses penembusan obat.

VIII.

Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil percobaan yang telah diakukan didapat :
1. Piroksikam adalah obat yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi
sediaan transdermal,walaupun pada penelitian ini diperoleh bahwa
permeabilitas piroksikam adalah kecil dan proses permeasinya perlu
dibantu dengan enhancer agar berlangsung lebih cepat.
2. Berat piroksikam gel yang terdifusi perluas membran yang didapat dari
hasil uji difusi tidak berbanding lurus dengan waktu.
3. Ketebalan stratum korneum ular yang digunakan telah menghambat
difusi piroksikam.

DAFTAR PUSTAKA

Junqueira, L.C., and J. Cameiro. 1981. Basic Histology, 3rd edition. Lange
Medical Publication, Drawer Los Altos, California.
Medidata Indonesia. 2011. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11
2011/2012. Penerbit BIP Kelompok Gramedia, Jakarta.
Said, M.I. 2000. Isolasi dan Identifikasi Kapang serta Pengaruhnya
terhadap Sifat Fisik dan Struktur Jaringan Kulit Kambing Pickle
serta Wet Blue dengan Perlakuan Fungisida Selama Penyimpanan

[Tesis], Progam Studi Ilmu Peternakan, Universitas Gadjah Mada,


Yogyakarta.
Shargel, L.,Wu, S., dan Yu, Andrew B.C. 2012. Biofarmasetika &
Farmakokinetika Terapan, Edisi kelima. Airlangga University
Press, Surabaya.
Webb, J.E., J.A Walwork and J.H. Elgord. 1981. Guide to Living
Reptilians, The Mc Millan Press Ltd., New Delhi.

Você também pode gostar