Você está na página 1de 19

Mutia Mandallassari

31101200266
Manajemen Pencabutan
I.
Penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi perdarahan pasca pencabutan
1. Penyakit kardiovaskuler
Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik
menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdarahan.
2. Hipertensi
Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan
menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah,
sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak
mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan
pasca ekstraksi. Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obatobat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obatobatan lain
karena juga dapat menyebabkan perdarahan.
3. Hemofilli
Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada hemofilli B
(penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada von Willebrands
disease terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan.
4. Diabetes Mellitus
Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer, sehingga penyembuhan
luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu, PMN akan menurun, diapedesis dan
kemotaksis juga terganggu karena hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan
terjadinya perdarahan
5. Malfungsi Adrenal
Ditandai dengan pembentukan glukokortikoid berlebihan (Sindroma Cushing) sehingga
menyebabkan diabetes dan hipertensi.
6. Pemakaian obat antikoagulan
Pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan (heparin dan walfarin) menyebabkan PT
dan APTT memanjang. Perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan internist untuk
mengatur penghentian obat-obatan sebelum pencabutan gigi.
II.
Teknik pencabutan gigi sederhana :
Posisi
Untuk mendapatkan tekanan terrkontrol pasien dan operator harus enempati posisi
tertentu yang etrkadang harus merelakan posisi kenyamanan pasien.
Pencabutan gigi atas sebaiknya dilakukan pada posisi pasien relative lebih tinggi (di
atas dataran siku) dan duduk pada kursi setengah menyandar.
Pada pencabutan gigi rahang bawah posisi pasien sebaiknya relative lebih rendah
dari pasien (di bawah adataran siku) dan posisi tegak. Untuk mencabut gigi gigi rahang
bawah anterior, rahang bawah kiri, posisi operator ada di kanan depan pasien. Rahang
bawah kanan, dibelakang kanan pasien.

Penggunaan Tang
1. Posisi telapak tangan
Tang dipegang dengan posisi telapak tangan menghadap kebawah untuk
pencabutan gigi bawah dan menghadap ketas utntuk gigi pada rahang atas. Tindakan ini
memungkinkan terjadinya posisi pergelangan lurus dan dan siku mendekati badan.
2. Pinch Grasp
Teknik penggunaan elevator atau tang yang efektif tergantung pula pada retraksi
pipi atau bibir dan stabilitas prosesus alveolaris. Pinch grasp dugunakan saat
pencabutan gigi rahang atas. Pinch drasp dilakukan dengan cara memegang prosesus
alveolaris di antara ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang bebas. Ini akan
memebantu retraksi pipi, stabilitas kepala, mendukung prosesus alveolaris dan meraba
tulang bukal. Perluasa dataran bukal alveolar (labial) mudah teraba, sehingga dapat
dinilai apakah tekanan perlu ditambah atau dikurangi.
3. Sling grasp
Sling grasp mandibula memungkinkan retraksi pipi/lidah, memberikan dukungan
mandibula. Dukungan diperoleh dari memegang mandibula diantara ibu jari dan jari
telunjuk.
4. Pegangan dua tangan
Diindikasikan untuk pencabutan yang mempunyai tingkat kesulitan tertentu
sehingga memerlukan control tekanan yang besar atau memang untuk operator dengan
kekuatan fisik yang kurang. Memegang dengan kedua tangan sesuai hadap telapak
tangan.

Gigi rahang atas


1. Gigi incisivus Rahang Atas
Gigi incisivue RA diekstraksi menggunakan upper universal forceps (no. 150) walau
pun forceps lain bisa diunakan. Gerakan awal pada ekstraksi ini harus pelan, konstan dan
tegas pada arah labial yang akan memperluas crestal buccal bone. Setelah itu dilakukan
gerakan memutar yang lebih pelan. Gerakan memutar tersebut harus diminimalisasi pada
ekstraksi gigi insisif lateral terutama jika ada lekukan pada gigi.

2. Gigi kaninus rahang atas


Untuk ekstraksi gigi caninus rahang atas, dianjurkan untuk menggunakan upper
universal forceps (no. 150). Gerakan awal ekstraksi gigi caninus dilakukan pada aspek
buccal dengan tekanan ke arah palatal. Sedikit gaya berputar pada forceps mungkin
berguna untuk memperluas socket gigi,terutama jika gigi sebelahnya tidak atau telah di
ekstraksi. Setelah gigi terluksasi dengan baik, gigi bisa di cabut dari socket ke arah labialincisal dengan labial tractional forceps

3. Gigi premolar 1 Rahang Atas


Ekstraksi gigi ini dilakukan dengan upper universal forceps (no. 150). Sebagai
alternatif, bisa juga digunakan forceps no. 150A. gigi harus diluksasi sebanyak mungkin
dengan menggunakan elevator lurus. Gaya berputar harus dihindari pada gigi ini agar tidak
terjadi fraktur akar.

4. Gigi premolar 2 Rahang Atas


Forceps yang direkomendasikan untuk ekstraksi gigi ini adalah forceps no. 150 atau
150 A. gigi ini memiliki akar yang kuat, sehingga pergerakan yang kuat bisa diberikan pada
ekstraksi gigi ini.

5. Gigi molar Rahang Atas


Forceps no. 53 R dan 53 L biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi molar rahang
atas. Paruh pada forceps ini memiliki bentuk yang pas pada bifurkasi buccal. Beberapa
dokter gigi memilih untuk menggunakan forceps no. 89 dan 90 atau yang biasa disebut
upper cowhorn forceps. Kedua forceps tersebit biasa digunakan untuk gigi molar yang
memiliki karies yang besar atau restorasi yang besar. Untuk mengekstraksi gigi molar
ketiga yang sudah erupsi, biasanya menggunakan forceps 210 S yang bisa dgunakan untuk
sebelah kiri atau kanan. Pergerakan dasar ekstraksi gigi molar biasanya menggunakan
tekanan yang kuat buccal dan palatal, akan tetapi gaya yang diberikan pada buccal lebih
besar dibandingkan yang ke arah palatal. Gaya rotational tidak digunakan pada ekstraksi
gigi ini karena gigi molar rahang atas memiliki 3 akar.

Teknik ekstraksi gigi Rahang Bawah


ekstraksi Rahang bawah dianjurkan untuk menggunakan bite block. Selain itu,
tangan operator juga harus selalu menyokong rahang bawah
1. Gigi anterior rahang bawah
Lower universal forceps (no. 151) biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi
rahang bawah anterior. Pergerakan ekstraksi biasanya dilakukan ke arah labial dan
lingual, dengan menggunakan tekanan yang sama besar. Gigi dicabut menggunakan
tractional forceps pada arah labial-incisal.

2. Gigi premolar rahang bawah


Pada ekstraksi gigi premolar rahang bawah, biasanya digunakan juga
forceps no. 151. Akan tetapi forceps no. 151A bisa dijadikan alternatif. Pergerakan
awal diarahkan ke aspek buccal lalu kembali ke aspek lingual dan akhirmya
berotasi. Pergerakan rotasi sangat diperlukan pada ekstraksi gigi ini.
3. Gigi molar Rahang Bawah
Forceps no. 17 biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi ini. Pergerakan kuat
pada arah buccolingual digunakan unutuk memperluas socket gigi dan memberikan
kemudahan gigi untuk di ekstraksi pada arah buccoocclusal. Untuk mengekstraksi
gigi molar ketiga yang telah erupsi, biasanya digunakan forceps no. 222

Gerakan Pencabutan
- Luxasi
Gerakan arah lingual-labial atau lingo-bucal atau palato-labial atau palato bucal
- Rotasi
Gerakan memutar yang diputar sejajar sumbu gigi yang bersangkutan
- Gerakan kombinasi
Gerakan yang digabung antara luxasi dan rotasi
- Gerakan extraksi

Gerakan mencabut sejajar sumbu gigi


(source: Pedersen, Gordon W. 1996. Alih Bahasa Purwanto, Basoeseno. Buku Ajar Praktis
Bedah Mulut. Penerbit Buku EGC : Jakarta.
Peterson, LJ. 2004. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd ed St. Louis.
Livingstone.)
III.
Indikasi dan kontraidikasi pencabutan gigi
Indikasi
Menurut Starshak (1984) dan Kruger (1974) indikasi pencabutan adalah sebagai berikut:
1. Gigi dengan patologis pulpa baik akut maupun kronis yang tidak dapat dilakukan
perawatan endodontic sehingga harus dilakukan pencabutan.
2. Gigi dengna karies yang esay mau dengan maupun tidak penyakit pulpa maupun
penyakit periodontal yang jika dilakukan perawatan atu restorasi boayanya
memberatkan pasien maupun keluarganya.
3. Penyakit periodontal yang terlalu parah jika dilakukan perawatan merupan indikasi
pencabutan. Pertimbangan ini juga meliputi keinginian pasien untuk kooperatif dalam
melaksanakn perawatan total meliputi peningkatan oral hygine pasien sehingga
perawatan dapat behasil dan bermanfaat.
4. Gigi malposisi dan overeruption
5. Gigi impaksi dengan denture bearing area harus dicabut sebelum dilakukan pencabutan
sebelum dilakukan pembuatan protesa.
6. Gigi yang mengalami trauma harus dilakukan pencabutan agar tidak mengalami
kehilangan tulang yang lebih besar lagi.
7. Gigi yang berada pada garis fraktur harus dilakukan pencabutan agar tidak mengalami
infeksi dan menghalangi proses penyembuhan atau penyatuan tulang.
8. Dalam kebutuhan untuk pembuatan protesa
9. Ekstraksi profilaksis
10. Persistensi gigi sulung dan supernumerary teeth/crowding teeth

Kontraindikasi
Menurut Laskin (1985)
1. Pada penderita NUG atau herpetic gingivostimatitis
2. Gigi pada area radiasi karena ditakutkan akan mengalami osteonecrosis
3. Pasien dengan penyakit sistemik tidak terkontrol atau blood dyscrasis
Starshak (1980) mebagi kontraindikasi pencabutan menjadi kontraindikasi pencabutan
local dan sistemik:
Kontraindikasi local:
1. Infeksoi dental akut harus dievaluasi sesuai kondisi pasien. Pasien dengan infeksi dental
yang desartai demam berbeda penanganannya pada pasien yang tidak disertai demam.
2. Perawatan infeksi perikoronal berbeda dengan perawatan abses apical. Pada kasus
abses apical drainase fapat dilakukan melalui pencabutan gigi. Berbeda dengan kasus
infeksi perikoronal, pencabutan pada fase akut dapat menyebabkan penyebaran infeksi

yang menyebar.untuk kasus ini lebih sering dilakukan insisi abses kemudian diirigasi,
diberi antibiotuk selama 24-72 jam sebelum dilakukan ekstraksi gigi.
Kontraindikasi sitemik:
1. Penyakit medis yang tidak terkontrol seperti hipertensi, coronary artery diseases,
kelainan jantung, anemia, leukemia, blood dyscriasis seperti hemophilia membutuhkan
menejemen medis sebelum dilakukan pencabutan.
2. Pasien yang terlalu muda maupun terlalu tua. Pasien yang terlalu muda biasanya
memiliki masalah dalam pemberian sedasi sedangkan pada pasien yang terlalu tua
memiliki masalah dalam nitrisi dan penyembuhan.
3. Neurosis dan pshycoses merupaka kontraindikasi yang cenderung menyulitkan
perawatan dental.
4. Kehamilan merupakan kontra indikasi fisologis.
5. Kelainan darah. Pasien yang mengidap kelainan darah seperti leukemia, haemoragic
purpura, hemophilia dan anemia
6. Diabetes melitus tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
7. Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis) pada kasus ini bila dilakukan ekstraksi gigi
akan menyebabkan keadaan akut
8. Penyakit hepar (hepatitis).
9. Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu daya tahan terutama tubuh sangat
rendah sehingga mudah terjadi infeksi dan penyembuhan akan memakan waktu yang
lama.
10. Alergi pada anastesi lokal
(source: UI, USU)
IV.

Komplikasi pencabutan dan pasca pencabutan


Pederson (1996) komplikasi adalah suatu respon pasien tertentu yang di anggap seagai
kelanjutan normal suatu tindakan pembedahan, yaitu rasa sakit, edema dan
perdarahan. Namun apabila terjadi secara berlebih patut dicurigai apakah hal itu
merupakan morbiditas (kedaaan terkena sakit, atau penyakit yang merubah kulaitas
hidup) atau kompliasi penyakit. Sedangkan menurut KBBI kompliakasi adalah sutu
penyakit yang terjadi setelah setelah terkena suatu penyakit.
Komplikasi saat pencabutan:
1. Gagalnya anastesi
2. Fraktur mahkota gigi yang dicabut
3. Fraktur akar gigi yang dicabut
4. Rusaknya gigi tetangganya atau gigi antagonisnya
5. Fraktur tulang alveolar
6. Fraktur tuberositas maksila
7. Dislokasi sendi temporomandibular
8. Perpindahan akar ke jaringan lunak
9. Perpundahan akar ke sinus maksilaris
10. Kerusakan bibir, gusi

11. Kerusakan pada nervus alveolaris, lingualis dan mentalis


Pederson mebagi suatu komplikasi pasca pencabutan menjadi tiga :
1. Komplikasi intraoperatif fraktur, pergeseran tu;ang, cedera jaringan keras
maupun jaringan lunak.
2. Komplikasi pasca bedah perdarahan, rasa sakit, edema, reaksi erhadap obat
3. Komplikasi beberapa saat setelah operasi dry socket, infeksi

(source: UI)
V.

Kondisi Penyulit Pencabutan


1. Adanya gigi yang secara abnormal menghambat pencabutan gigi dengan tang
2. Adanya gigi atau akar gigi yang berdekatan dengan antrum maksilaris , saraf
alveolaris inferior , dan saraf mentalis
3. Semua gigi molar ketiga bawah, gigi premolar dan kaninus yang malposisi. Bentuk
akar gigi tersebut biasanya abnormal.
4. Gigi dengan restorasi besar atau tidak berpulpa lagi. Gigi ini secara normal sangat
rapuh.
5. Gigi yang terkena penyakit periodontal disertai sklerosis tulang pendukung. Gigi
seperti ini terkadang mengalami hipersementosis dan rapuh.
6. Gigi dengan riwayat trauma
7. Gigi dengan erupsi sebagian atau gigi tidak erupsi atau akar gigi yang tersisa.
8. Gigi dengan mahkota abnormal atau erupsi terlambat, mungkin menunjukkan
adanya geminasi atau odontoma yang besar.
9. Setiap keadaan yang memicu abnormalitas gigi atau tulang alveolar seperti osteitis,
disostosis kleido-kranial, yang sedang menerima terapi radiasi, dan osteoporosi
(source: Teknik dan Trik Pencabutan Gigi dengan Penyulit. UNPAD)
1. Kelainan jumlah akar gigi

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
VI.

Kelainan bentuk akar gigi


Pola akar yang tidakk menguntungkan
Karies yang luas ke akar
Fraktur dan resorpso akar
Kipersementosis akar gigi
Ankilosis
Gigi impaksi
Sklerosis tulang dan lesi patologis
Germinasi

Teknik Ekstrasi dengan Komplikasi


PENCABUTAN GIGI DENGAN TEKNIK OPEN METHOD EXTRACTION Pencabutan gigi
teknik open method extraction adalah teknik mengeluarkan gigi dengan cara
pembedahan dengan melakukan pemotongan gigi atau tulang . Prinsip pada teknik ini
adalah pembuatan flap, membuang sebagian tulang, pemotongan gigi, pengangkatan
gigi, penghalusan tulang, kuretase, dan penjahitan (Dimitroulis, 1997). Pencabutan gigi
dengan teknik open method extraction diindikasikan untuk kasus sebagai berikut
(Howe, 1993 Peterson, 2003):
1. Adanya gigi yang menahan usaha pencabutan intra-alveolar bila diaplikasikan
tekanan yang sedang besarnya.
2. Sisa akar yang tidak bisa dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan elevator,
khususnya yang berdekatan dengan sinus maksilaris.
3. Adanya riwayat kesulitan atau kegagalan pencabutan gigi sebelumnya
4. Gigi dengan restorasi yang luas, khususnya bila saluran akar telah dirawat atau
pulpa telah nonvital.
5. Gigi hipersementosis dan ankilosis
6. Gigi dilaserasi atau geminasi.
7. Gigi dengan gambaran radiografi bentuk akar yang rumit, atau akar yang kurang
menguntungkan atau berlawanan dengan arah pencabutan.
8. Bila ingin dipasangkan geligi tiruan imediat atau beberapa saat setelah pencabutan.
Metode ini memungkinkan dilakukannya penghalusan tulang alveolar agar protesa
dapat dipasang
Flap Mukoperiostal
Untuk memperoleh akses yang jelas terhadap gigi yang akan dicabut atau daerah
pembedahan maka dibuat flap mukoperiostal. Flap yang dibuat harus cukup suplai darah,
memberikan lapang pandang / jalan masuk yang cukup, dan tepian flap harus berada diatas
tulang.. Dasar flap harus lebih lebar dibanding bagian yang bebas. Sebagian besar flap yang
dibuat untuk tujuan bedah mulut adalah dibagian bukal, karena rute ini merupakan rute
yang paling langsung dan tidak rumit untuk mencapai gigi yang terpendam atau fragmen
ujung akar. Desain flap yang biasa digunakan untuk mencabut gigi adalah flap envelope
dengan atau tanpa perluasan ke bukal/ labial (Dym, 2001, Howe, 1993, Pedersen, 1996,
Pedlar,2001).

Teknik Pencabutan Gigi Akar Tunggal (Dym, 2001, Gans, 1972 ,Peterson, 2003)
Teknik pencabutan open method extraction dilakukan pada gigi akar tunggal jika
pencabutan secara intra alveolar/ pencabutan tertutup mengalami kegagalan, atau fraktur
akar dibawah garis servikal. Tahap pertama teknik ini adalah membuat flap mukoperiostal
dengan desain flap envelope yang diperluas ke dua gigi anterior dan satu gigi posterior atau
dengan perluasan ke bukal/labial.
Setelah flap mukoperiostal terbuka secara bebas selanjutnya dilakukan
pengambilan tulang pada daerah bukal/labial dari gigi yang akan dicabut, atau bisa juga
diperluas kebagian posterior dari gigi yang akan dicabut. Jika tang akar/ elevator
memungkinkan masuk ke ruang ligamen periodontal, maka pengambilan dapat digunakan
tang sisa akar atau bisa juga menggunakan elevator dari bagian mesial atau bukal gigi yang
akan dicabut. Jika akar gigi terletak di bawah tulang alveolar dan tang akar/ elevator tidak
dapat masuk ke ruang ligamen periodontal maka diperlukan pengambilan sebagian tulang
alveolar. Pengambilan tulang diusahakan seminimal mungkin untuk menghindari luka
bedah yang besar.

Gambar 2: Pencabutan gigi teknik open method extraction tanpa


pengambilan tulang dan pemotongan tulang dengan tang (Peterson, 2003)
Pengambilan tulang alveolar dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama,
pengambilan tulang dilakukan dengan ujung tang akar bagian bukal menjepit tulang
alveolar. Kedua, pembuangan tulang bagian bukal dengan bur atau chisel selebar ukuran
mesio-distal akar dan panjangnya setengah sampai dua pertiga panjang akar. Pengambilan
akar gigi bisa dilakukan dengan elevator atau tang akar. Jika dengan cara ini tidak berhasil
maka pembuangan tulang bagian bukal diperdalam mendekati ujung akar dan dibuat
takikan dengan bur untuk penempatan elevator. Setelah akar gigi terangkat, selanjutnya
menghaluskan tepian tulang, kuretase debris atau soket gigi, mengirigasi dan melakukan
penjahitan tepian flap pada tempatnya.

Gambar 3 : Pencabutan gigi teknik open method extraction dengan


pengambilan sebagian tulang bukal (Peterson, 2003)

Teknik Pencabutan Gigi Akar Multipel Atau Akar Divergen (Dym, 2001, Gans, 1972
,Peterson, 2003)
Pencabutan gigi akar multipel dan akar divergen perlu pengambilan satu persatu
setelah dilakukan pemisahan pada bifurkasinya. Pertama pembuatan flap mukoperiostal
dengan desain flap envelop yang diperluas. Selanjutnya melakukan pemotongan mahkota
arah linguo-bukal dengan bur sampai akar terpisahkan. Pengangkatan akar gigi beserta
potongan mahkotanya satu-persatu dengan tang.

Gambar 4 : Teknik open method extraction dengan pemotongan mahkota


gigi arah linguo-bukal ( Peterson, 2003)
Cara lain adalah dengan pengambilan sebagian tulang alveolar sebelah bukal sampai
dibawah servikal gigi. Bagian mahkota dipotong dengan bur arah horizontal dibawah
servikal. Kemudian akar gigi dipisahkan dengan bur atau elevator, dan satu persatu akar
gigi diangkat. Tepian tulang atau septum interdental yang tajam dihaluskan. Selanjutnya
socket atau debris dikuret dan diirigasi serta penjahitan tepian flap pada tempatnya.

Gambar 5 : Pencabutan gigi molar bawah dengan teknik open method


extraction, dimana dilakukan pemotongan mahkota dan akar gigi (Peterson,
2003)

Gambar 6 : Pencabutan gigi molar atas dengan pemotongan mahkota dan


pengambilan akar satu persatu ( Peterson, 2003)

Teknik Pencabutan Gigi Hipersementosis


Teknik pencabutan gigi ini pada prinsipnya sama dengan cara pencabutan yang
telah dijelaskan diatas. Gigi dengan akar hipersementosis biasanya ujung akar membulat
dan diameter lebih besar pada ujungnya sehingga menyulitkan pada saat diangkat dan
sering terjadi fraktur. Pengambilan tulang sebelah bukal perlu dilakukan sampai ujung akar

mengikuti bentuk akar gigi. Pengangkatan akar bisa dengan tang akar atau elevator. Flap
mukoperiostal yang dibuat berbentuk flap envelope yang diperluas ke arah bukal/ labial
(Gans, 1972)

Gambar 7 : Teknik pencabutan gigi hipersementosis (Gans, 1972)


VII.

Obat yang diberikan kepada penderita hipertensi dan DM pasca pencabutan gigi
Obat Antihipertensi Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang
digunakan untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta
adrenergik (-blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor),
penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis
kalsium.19
1. Diuretik Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan

menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu :
(1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang menyebabkan
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah jantung kembali ke
ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang. Contoh antihipertensi
dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide, Hydrochlorothiazide, Triamterene,
Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion.
2. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (-Blocker) Berbagai mekanisme penurunan
tekanan darah akibat pemberian -blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor 1,
antara lain : (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal
dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas
saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik
perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin. Contoh antihipertensi dari golongan ini
adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol,
Penbutolol, Labetalol.
3. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) Kaptopril merupakan
ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan
gagal jantung.19 Mekanisme kerja : secara langsung menghambat pembentukan
Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya
berupa vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan retensi air, dan
meningkatkan vasodilatasi (melalui bradikinin).20 Contoh antihipertensi dari golongan ini
adalah Kaptopril, Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.
4. Penghambat Reseptor Angiotensin Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor
Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau
sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. 20 Contoh antihipertensi

dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan,


Eprosartan, Zolosartan.
5. Antagonis Kalsium Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influks kalsium
pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium
terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan
resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila
menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil
tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung.19
Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil,
Nifedipine.

Obat Antidiabetes
Sulfonilurea
Obat ini merangsang sel beta pankreas untuk memproduksi insulin. terbagi menjadi berapa
golongan, antara lain :
1. Kelas A: hipoglikemik kuat glibenklamid, nama merk dagangnya euglukon,
daonil dengan sediaan 5mg pertablet. diberikan maksimal 3tablet diberikan pagi dan
siang klorpropamid, nama merk dagangnya diabinase dengan sediaan 100 dan 250 mg
per tablet, dosis maksimal 2 tablet diberikan pagi hari
2. Kelas B: untuk diabetes melitus disertai kelainan ginjal dan hepar.glikuidon, nama merk
dagangnya glerenorm, glidiab, lodem, fordab,

dengan sediaan 30 mg

per

tablet. maksimal 4 tablet/hari diberikan pagi dan siang.


3. Kelas C: anti angiopati gliklazid, digunakan untuk komplikasidiabetesmelitus
mikroangiopati. nama merk dagangnya diamicron, glukolos,glucodex,glidiabet, sediaan
80 mg per tablet maksimal 4tablet/hari diberikan pagi dan siang. glimipirid, digunakan
untuk

komplikasi diabetes

melitus

makroangiopati.

nama

merk

dagangnya amaryl,amadiab,metrix,solosa. sediaannya 1 mg, 2 mg dan 4 mg. diberikan


pagi dan siang dengan maksimal dosis 8 mg/hari
4. Kelas D: hipoglikemik lemah tapi bekerja pada gangguan post reseptor insulin
glipizid dosis rendah misalnya minidiab dosis 2,5-20 mg diberikan pagi dan siang.

Biguanid

obat

ini

berefek

pada reseptor

insulin

(uptake

glukosa

di

perifer),

menurunkan fibrinogen plasma, tidak punya efek sentral pada pancreas, antara
lain metformin, nama merk dagangnya glucophage, buformin, diabex, neodipar. sediaannya
500 mg per tablet. dosis 500-3000 mg perhari. obat ini dapat menyebabkan perut tidak
nyaman. sehingga pemberiannya sebaiknya sesudah makan. hati-hati pada pasien dengan
kelainan hepar dan ginjal.

Golongan spesifik

Acarbose (alfa-glukosidase inhibitor), obat ini menghambat absorbsi glukosa di usus. nama
merk dagangnya glucobay, eclid sediaannya 50 mg dan 100 mg. diberikan setelah suapan
pertama saat makan. efek samping yang sering : perut terasa kembung dan sering buang
angin (flatus) sitagliptin (suatu DPP-4 inhibitor), obat ini bekerja meningkatkan dan
memperpanjang hormon incretin, dengan mengnonaktifkan enzim DPP-4. hormon incretin
meningkatkan sintesis dan sekresi insulin pada sel beta pankreas dan menurunkan sekresi
glukagon pada sel alfa pankreas. nama merk dagangnya januvia. sediaan 25 mg, 50 mg dan
100 mg. dosis yang diberikan maksimal 400 mg/hari. dosis disesuaikan juga terdapat
gangguan ginjal.

Repaglinide, obat ini bekerja meningkatkan sekresi insulin dengan menghambat ATPpotassium-channel pada sel beta pankreas sehingga meningkatkan kalsium intrasel dan
merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas. nama merk dagangnya prandin,
sediaan 0,5 mg, 1 mg dan 2 mg. dosis awal 0,5 mg diberikan 15 menit sebelum makan.
dititrasi maksimal 4 mg. dosis maksimal tidak melebihi 16 mg /hari.

Obat pasca pencabutan gigi

1. Anastesi local :
-

2.
-

3.
-

4.
-

Lidocain spray
Etil clorid spray
Hemostatik:
Asam traneksamad diberi sesudah operasi
Analgetik
Asam mefenamat (drug of choice)
Paracetamol
Antalgin
Ponstan
Antibiotic
Amoksisilin
Clyndamicyin
Sefalosporin
Erytromicyin

5.
-

6.
-

7.
-

Tetrasiklin
Chloramfenicol
Antiinflamasi
Nonflamin kataflam
Antihistamin
CTM
Kortikosteroid
Dexamethasone

(source: USU)

Você também pode gostar