Você está na página 1de 11

TUGAS ANALISIS KASUS HUKUM PIDANA

TEMA: KEJAHATAN TERHADAP KESUSILAAN


DOSEN PENGAMPU : ARI WIBOWO, SH, SHI, MH

DISUSUN OLEH :
NGESTU DWI S.P

(13410490)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014/2015

A. Judul Kasus: Wanita Asal Tiongkok Diduga Diperkosa 2 Petugas Bandara


Cengkareng
B. Kronologi Kasus:
Jakarta, 20 Desember 2014. Seorang wanita berkebangsaan Tiongkok yang
baru tiba di bandara Soekarno-Hatta menjadi korban pemerkosaan oleh 2 orang
petugas Aviation Security (AvSec) yang dilakukan secara bergiliran setelah korban
terlebih dahulu dicekoki dengan minuman yang telah dicampur dengan obat
penenang. Peristiwa itu bermula ketika korban hendak meminta tolong kepada
petugas untuk mencarikan penginapan dan korban baru dikembalikan oleh pelaku ke
bandara pada hari Selasa 23 Desember 2014. Setibanya di bandara, korban menangis
hingga menarik perhatian petugas bandara. Sambil menggunakan bahasa tubuh,
korban menjelaskan bahwa dirinya telah diperkosa oleh petugas Avsec Bandara
Soekarno-Hatta sambil menunjuk seragam petugas yang saat itu digunakan oleh
kedua pelaku.

C. Delik Terkait Perkosaan:


Dengan kualifikasi verkrachting, dalam pasal 285 KUHP dirumuskan suatu
tindak pidana berupa: Barangsiapa dengan kekerasan memaksa seorang perempuan
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan maka diancam karena melakukan
perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Terjemahan dalam
bahasa Indonesia dari kata verkrachting adalah perkosaan. Tetapi terjemahan ini
meskipun hanya mengenai nama suatu tindak pidana dinilai tidak tepak karena di
antara orang orang Belanda kata verkrachting sudah merasa berarti perkosaan untuk
bersetubuh. Sedangkan, dalam bahasa Indonesia kata perkosaan sama sekali belum
menunjuk pada pengertian perkosaan untuk bersetubuh. Maka dengan ini sebaiknya
kualifikasi tindak pidana dari pasal 285 KUHP ini harus perkosaan untuk tubuh.1
Sehubungan dengan pasal ini, Sianturi mengatakan tentang arti kata bersetubuh, ialah
sebagai berikut: Yang dimaksud dengan bersetubuh untuk penerapan pasal ini ialah
memasukkan kemaluan pria ke kemaluan wanita yang normaliter atau yang dapat
menyebabkan kehamilan. Jika kemaluan hanya menempel di atas kemaluan wanita
tidak dipandang sebagai persetubuhan melainkan pencabulan dalam arti sempit.

Wirjono prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Eresco, Jakarta, 1980, hlm. 118

Persetubuhan tersebut harus dilakukan oleh orang yang memaksa tersebut. Jika ada
orang lain yang turut memaksa maka mereka ini adalah peserta petindak.2
Inti atau makna delik pada Pasal 285 terkait perkosaan ialah: 3
1. Perbuatan dilakukan harus dengan kekerasan atau ancaman kekerasan .
2. Perbuatan dilakukan harus dengan paksa sehingga perempuan yang
dipaksa itu tidak dapat melawan dan terpaksa melakukan persetubuhan.
3. Perempuan yang disetubuhi tersebut bukan istrinya.
4. Melakukan persetubuhan.
Sedangkan, unsur-unsur yang terkandung di dalam Pasal 285 KUHP tersebut
adalah:
1. Unsur Barangsiapa. Unsur ini di dalam KUHP memang tidak ada
penjelasan yang expressis verbis. Namun, bila dicermati dalam beberpa
pasal seperti pasal 2, 44,45,46,48,49,50, dan 51 KUHP dapatlah
disimpulkan bahwa yang dimaksud Barangsiapa adalah orang atau
manusia.
2. Unsur Kekerasan. Makna yang terkandung dari unsur ini ialah
kekuatan atau perbuatan fisik yang mengakibatkan orang lain secara fisik
tidak berdaya atau tidak mampu melakukan perlawanan dan pembelaan.
Bila di dalam tindak pidana perkosaan kekerasan itu seperti perbuatan
mendekap, mengikat, membius, menindih, memegang, melukai, dan lain
sebagainya.
3. Unsur Ancaman Kekerasan. Makna dari unsure ini ialah serangan
psikis yang menyebabkan orang menjadi ketakutan, sehingga tidak
mampu melakukan pembelaan atau perlawanan.4
4. Unsur Memaksa. Makna daari unsur ini bahwa dalam perkosaan
menunjukkan adanya pertentangan kehendak antara pelaku dengan korban
(pelaku ingin bersetubuh sedangkan korban tidak).
5. Unsur wanita diluar perkawinan. Makna dari unsur ini dapat diartikan
atau disimpulkan sebagai berikut:
a. Perkosaan hanya terjadi oleh laki-laki pada wanita.
2

Djoko Prakoso, Perkembangan Delik-Delik Khusus Di Indonesia, Aksara Persada Indonesia, 1988,
hlm.51
3
Andi Hamzah, Delik-delik tertentu di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2009,hlm. 15
4
Abdul wahid, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Refika Aditama, Bandung, 2001,
hlm. 111

b. Tidak ada perkosaan untuk bersetubuh oleh wanita terhadap laki-laki,


laki-laki terhadap sesame jenis, ataupun wanita dengan wanita.
c. Tidak ada perkosaan untuk bersetubuh bila dilakukan oleh laki-laki
yang terikat perkawinan dengan wanita yang menjadi korban.
6. Unsur terjadi Persetubuhan . makna dari unsur ini bahwa untuk
terjadinya perkosaan itu bila telah terjadi persetubuhan antara pelaku
dengan korban dengan dimasukkannya penis ke dalam kemaluan
perempuan yang menjadi korban.5
Dalam rangka pembahasan pasal 285 ini dapat dipertanyakan, mungkinkah
seorang wanita justru memperkosa seorang pria?. Menurut Sianturi, pada zaman
emansipasi wanita dewasa ini tidak mustahil seorang wanita membanting pria.
Namun kiranya hal seperti itu belum perlu dipertimbangkan untuk dijadikan delik
dengan alasan sebagai berikut:
a. Pada umumnya seorang pria yang terancam apabila dipukul, tidak
membuat bergairah yang oleh karenanya tidak mungkin untuk
memasukkan/dimasukkannya kemalaluannya.
b. Jika terjadi persetubuhan seperti ini pada umumnya justru wanita itu yang
akan lebih rugi karena kemungkinan ia hamil akan mengundang kehinaan
baginya.
Kemudian, di dalam Pasal 286 KUHP juga mengatur tentang persetubuhan
dengan orang yang sedang pingsan atau tak berdaya. Bunyi pasal tersebut ialah:
Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam
dengan pidana penjara maksimum selama sembilan tahun. Delik ini merupakan delik
dolus yang tersirat pada perbuatannya yaitu bersetubuh. Dengan demikian pelaku
menyadari perbuatannya itu dan menyadari bahwa yang disetubuhi adalah seorang
wanita yang tidak terikat perkawinan dengannya. Penempatan kata Padahal
diketahui pada pasal 286 merupakan pegangan tentang kesadaran pelaku tentang
keadaan si wanita.
Dalam rangka penerapan pasal 286 ini, Pingsan atau tidak berdaya itu pada
dasarnya bukanlah merupakan suatu alternative. Menurut Sianturi: Seseorang yang
dalam keadaan pingsan pasti tidak berdaya. Jika seseorang dalam keadaan tidak
berdaya, berarti secara badaniah ia tidak dapat melakukan penolakan atau
5

Ibid, hlm.112

perlawanan, tetapi secara rohaniah ia bisa menolak dengan perkataan, gerakan dan
lain sebagainya. Jika penolakan dari wanita tidak dihiraukan , maka yang lebih tepat
diterapkan adalah pasal 285. Apabila keadaan tidak berdaya oleh si penindak jelas ia
telah melakukan kekerasan. 6
D. Analisa Kasus:
Berdasarkan delik yang telah dijelaskan dan diuraikan diatas terkait
perkosaan, maka penulis akan mencoba mengkaitkannya dengan kasus perkosaan
yang dilakukan oleh 2 orang petugas Bandara Soekarno Hatta terhadap seorang
wanita asal Tiongkok. Pada kasus ini penulis menggunakan beberapa pasal terkait
perkosaan dalam hukum pidana sebagai pisau analisis, diantaranya adalah pasal 285 dan
286.
Di dalam pasal 285 telah dijelaskan bahwa Barangsiapa dengan kekerasan

memaksa seorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan maka


diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. Dari sini penulis akan coba menkaitkan unsure-unsur yang terdapat pada
pasal dengan kasus yang terjadi, diantaranya:
a. Unsur barangsiapa, yang berarti orang atau manusia telah terpenuhi dalam
kasus yaitu 2 petugas Bandara yang melakukan perkosaan.
b. Unsur kekerasan, di dalam kasus tersebut dapat diketahui bahwa pelaku yaitu 2
petugas bandara memberikan obat penenang yang membuat wanita asal
Tiongkok tidak berdaya atau tidak dapat melakukan perlawanan.
c. Unsur ancaman kekerasan, bila dicermati dalam kasus memang tidak
dijelaskan. Namun, secara logika bahwa di dalam perkosaan yang mana
merupakan perbuatan paksaan tentu tidak mungkin dilakukan tanpa adanya
ancaman yang dapat menimbulkan ketakukan pada korban. Pada kasus ini
terbukti bahwa korban tidak dapat melakukan perlawanan kepada pelaku
sehingga dapat dikatakan korban mendapat ancaman yang membuatnya takut dan
tidak mampu melakukan apa-apa.
d. Unsur memaksa, di dalam setiap kasus perkosaan tentu persetubuhan
dilakukan dengan paksaan atau tidak didasari suka sama suka antara laki-laki
dengan wanita. Sehingga, pada kasus perkosaan oleh petugas bandara ini si
korban tidak menghendaki terjadinya persetubuhan yang dilakukan terhadap
dirinya yang kemudian ia melaporkan kepada petugas berwenang. Bilamana

Djoko Prakoso, Op.Cit, hlm. 51-53

persetubuhan dilakukan tanpa paksaan tentunya akan berakhir tanpa ada pihak
yang merasa dirugikan.
e. Unsur wanita diluar kawin, pada kasus ini dapat diketahui bahwa tidak ada
hubungan perkawinan antara 2 petugas bandara dengan wanita asal Tiongkok
dan terjadinya perkosaan ini dilakukan oleh petugas yang berjenis kelamin lakilaki kepada seorang wanita, sehingga sesuai dengan penjelasan pada sub bab
sebelumnya bahwa perkosaan itu hanya dapat dilakukan oleh seorang laki-laki
terhadap wanita.
f. Unsur yang terakhir yaitu terjadi persetubuhan, pada kasus diatas sudah
terpenuhi bahwa antara korban (wanita Tiongkok) dengan pelaku (2 petugas
AvSec) telah bersetubuh atau ditandai dengan dimasukkannya penis pria ke
dalam kemaluan wanita sebagaimana dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
Selanjutnya, penulis ingin mengkaitkan kasus perkosaan diatas dengan Pasal 286
yang mana pada pasal ini mengatur tentang persetubuhan dengan orang yang sedang

pingsan atau tak berdaya. Bunyi pasal tersebut ialah: Barangsiapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara maksimum
selama sembilan tahun. Dari kasus diatas terlihat bahwa korban (wanita Tiongkok)
sebelum diperkosa diberikan minuman yang telah dicampur dengan obat penenang.
Hal ini membuat korban lemah dan tidak berdaya mendapatkan perlakuan dari
pelaku. Namun, maksud pasal ini berbeda dengan fakta kasus yang terjadi. Dalam
kasus wanita asal Tiongkok itu sebelumnya dalam keadaan normal yang kemudian
oleh pelaku dibuat tak berdaya dengan diberikan minum yang telah dicampur dengan
obat penenang.

KESIMPULAN
Dari hasil penjelasan delik terkait perkosaan dan juga analisa yang
menghubungkan delik tersebut dengan kasus nyata yang terjadi yaitu perkosaan yang
dilakukan 2 petugas Bandara Soekarno Hatta kepada WNA asal Tiongkok dapat
penulis simpulkan bahwa tindakan tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang
terdapat dalam Pasal 285 KUHP sebagaimana yang telah diuraiakan diatas. Dengan
ini, maka bagi pelaku dapat dikenakan hukuman penjara paling lama dua belas tahun
bila nantinya pelaku benar-benar telah terbukti melakukan kejahatan terhadap
kesusilaan.
Selanjutnya, terkait Pasal 286 mengenai persetubuhan yang dilakukan pada
wanita yang sedang pingsan atau tak berdaya. Menurut penulis pasal ini tidak dapat
diberlakukan pada pelaku karena posisi korban yang memang sebelumnya dalam
keadaan normal sebelum akhirnya tak berdaya setelah ia diberi minum oleh pelaku
yang telah dicampur dengan obat penenang.

LAMPIRAN
1. Screenshoot berita

2. Isi berita:
Kamis, 25/12/2014 20:26 WIB

Wanita Asal Tiongkok Diduga


Diperkosa 2 Petugas Bandara
Cengkareng
Mei Amelia R - detikNews

Halaman 1 dari 2

Jakarta - Seorang wanita asal Tiongkok diduga menjadi korban


perkosaan oleh dua orang petugas Aviation Security (Avsec) Bandara
Soekarno-Hatta. Korban diperkosa secara bergiliran oleh kedua pelaku
setelah dicekoki minuman.
Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta AKP Aszhari
Kurniawan, saat dikonfirmasi, membenarkan adanya peristiwa tersebut.
"Kedua pelaku berdalih hendak menolong korban untuk mencarikan
hotel," ungkap Aszhari kepada detikcom, Kamis (25/12/2014).
Korban kemudian dibawa ke sebuah hotel yang terletak di sekitar kawasan
Bandara Soekarno-Hatta. Di situlah, kedua pelaku menyetubuhi korban
secara bergiliran.
"Keduanya melakukan perbuatannya (memperkosa) secara bersama-sama
di hotel tersebut," imbuhnya.
Aszhari menambahkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kedutaan
Besar Tiongkok atas kejadian yang menimpa korban ini. Polisi saat ini
masih mendalami kasus tersebut.
Informasi yang dihimpun, korban tiba di Bandara Seokarno-Hatta pada
Sabtu (20/12) malam. Karena tidak bisa berbicara Bahasa Inggris atau pun
Bahasa Indonesia, korban kemudian meminta kepada dua petugas Avsec
tersebut untuk mencarikan hotel sambil menempelkan kedua tangan di
pipinya sembari mengucapkan kata 'sleep. Oleh kedua pelaku, korban
selanjutnya dibawa ke hotel tersebut. Setibanya di hotel tersebut, salah
satu pelaku memesankan kamar untuk korban.
Sesampainya di kamar, korban diberi minuman yang diduga telah
dicampur obat penenang hingga korban tidak sadarkan diri. Korban baru

dikembalikan ke bandara oleh kedua pelaku pada Selasa (23/12).


Setibanya di bandara, korban menangis hingga menarik perhatian petugas
bandara. Sambil menggunakan bahasa tubuh, korban menjelaskan bahwa
dirinya telah diperkosa oleh petugas Avsec Bandara Soekarno-Hatta
sambil menunjuk seragam petugas yang saat itu digunakan oleh kedua
pelaku.
Sumber Berita:
http://news.detik.com/read/2014/12/25/202638/2787421/10/1/wanita-asaltiongkok-diduga-diperkosa-2-petugas-bandara-cengkareng

DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Delik-delik tertentu di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta,
2009
Abdul wahid, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Refika
Aditama, Bandung, 2001
Djoko Prakoso, Perkembangan Delik-Delik Khusus Di Indonesia, Aksara
Persada Indonesia, 1988
Wirjono prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Eresco,
Jakarta, 1980

Você também pode gostar