Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DISUSUN OLEH :
NGESTU DWI S.P
(13410490)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014/2015
Wirjono prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Eresco, Jakarta, 1980, hlm. 118
Persetubuhan tersebut harus dilakukan oleh orang yang memaksa tersebut. Jika ada
orang lain yang turut memaksa maka mereka ini adalah peserta petindak.2
Inti atau makna delik pada Pasal 285 terkait perkosaan ialah: 3
1. Perbuatan dilakukan harus dengan kekerasan atau ancaman kekerasan .
2. Perbuatan dilakukan harus dengan paksa sehingga perempuan yang
dipaksa itu tidak dapat melawan dan terpaksa melakukan persetubuhan.
3. Perempuan yang disetubuhi tersebut bukan istrinya.
4. Melakukan persetubuhan.
Sedangkan, unsur-unsur yang terkandung di dalam Pasal 285 KUHP tersebut
adalah:
1. Unsur Barangsiapa. Unsur ini di dalam KUHP memang tidak ada
penjelasan yang expressis verbis. Namun, bila dicermati dalam beberpa
pasal seperti pasal 2, 44,45,46,48,49,50, dan 51 KUHP dapatlah
disimpulkan bahwa yang dimaksud Barangsiapa adalah orang atau
manusia.
2. Unsur Kekerasan. Makna yang terkandung dari unsur ini ialah
kekuatan atau perbuatan fisik yang mengakibatkan orang lain secara fisik
tidak berdaya atau tidak mampu melakukan perlawanan dan pembelaan.
Bila di dalam tindak pidana perkosaan kekerasan itu seperti perbuatan
mendekap, mengikat, membius, menindih, memegang, melukai, dan lain
sebagainya.
3. Unsur Ancaman Kekerasan. Makna dari unsure ini ialah serangan
psikis yang menyebabkan orang menjadi ketakutan, sehingga tidak
mampu melakukan pembelaan atau perlawanan.4
4. Unsur Memaksa. Makna daari unsur ini bahwa dalam perkosaan
menunjukkan adanya pertentangan kehendak antara pelaku dengan korban
(pelaku ingin bersetubuh sedangkan korban tidak).
5. Unsur wanita diluar perkawinan. Makna dari unsur ini dapat diartikan
atau disimpulkan sebagai berikut:
a. Perkosaan hanya terjadi oleh laki-laki pada wanita.
2
Djoko Prakoso, Perkembangan Delik-Delik Khusus Di Indonesia, Aksara Persada Indonesia, 1988,
hlm.51
3
Andi Hamzah, Delik-delik tertentu di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2009,hlm. 15
4
Abdul wahid, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Refika Aditama, Bandung, 2001,
hlm. 111
Ibid, hlm.112
perlawanan, tetapi secara rohaniah ia bisa menolak dengan perkataan, gerakan dan
lain sebagainya. Jika penolakan dari wanita tidak dihiraukan , maka yang lebih tepat
diterapkan adalah pasal 285. Apabila keadaan tidak berdaya oleh si penindak jelas ia
telah melakukan kekerasan. 6
D. Analisa Kasus:
Berdasarkan delik yang telah dijelaskan dan diuraikan diatas terkait
perkosaan, maka penulis akan mencoba mengkaitkannya dengan kasus perkosaan
yang dilakukan oleh 2 orang petugas Bandara Soekarno Hatta terhadap seorang
wanita asal Tiongkok. Pada kasus ini penulis menggunakan beberapa pasal terkait
perkosaan dalam hukum pidana sebagai pisau analisis, diantaranya adalah pasal 285 dan
286.
Di dalam pasal 285 telah dijelaskan bahwa Barangsiapa dengan kekerasan
persetubuhan dilakukan tanpa paksaan tentunya akan berakhir tanpa ada pihak
yang merasa dirugikan.
e. Unsur wanita diluar kawin, pada kasus ini dapat diketahui bahwa tidak ada
hubungan perkawinan antara 2 petugas bandara dengan wanita asal Tiongkok
dan terjadinya perkosaan ini dilakukan oleh petugas yang berjenis kelamin lakilaki kepada seorang wanita, sehingga sesuai dengan penjelasan pada sub bab
sebelumnya bahwa perkosaan itu hanya dapat dilakukan oleh seorang laki-laki
terhadap wanita.
f. Unsur yang terakhir yaitu terjadi persetubuhan, pada kasus diatas sudah
terpenuhi bahwa antara korban (wanita Tiongkok) dengan pelaku (2 petugas
AvSec) telah bersetubuh atau ditandai dengan dimasukkannya penis pria ke
dalam kemaluan wanita sebagaimana dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
Selanjutnya, penulis ingin mengkaitkan kasus perkosaan diatas dengan Pasal 286
yang mana pada pasal ini mengatur tentang persetubuhan dengan orang yang sedang
pingsan atau tak berdaya. Bunyi pasal tersebut ialah: Barangsiapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara maksimum
selama sembilan tahun. Dari kasus diatas terlihat bahwa korban (wanita Tiongkok)
sebelum diperkosa diberikan minuman yang telah dicampur dengan obat penenang.
Hal ini membuat korban lemah dan tidak berdaya mendapatkan perlakuan dari
pelaku. Namun, maksud pasal ini berbeda dengan fakta kasus yang terjadi. Dalam
kasus wanita asal Tiongkok itu sebelumnya dalam keadaan normal yang kemudian
oleh pelaku dibuat tak berdaya dengan diberikan minum yang telah dicampur dengan
obat penenang.
KESIMPULAN
Dari hasil penjelasan delik terkait perkosaan dan juga analisa yang
menghubungkan delik tersebut dengan kasus nyata yang terjadi yaitu perkosaan yang
dilakukan 2 petugas Bandara Soekarno Hatta kepada WNA asal Tiongkok dapat
penulis simpulkan bahwa tindakan tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang
terdapat dalam Pasal 285 KUHP sebagaimana yang telah diuraiakan diatas. Dengan
ini, maka bagi pelaku dapat dikenakan hukuman penjara paling lama dua belas tahun
bila nantinya pelaku benar-benar telah terbukti melakukan kejahatan terhadap
kesusilaan.
Selanjutnya, terkait Pasal 286 mengenai persetubuhan yang dilakukan pada
wanita yang sedang pingsan atau tak berdaya. Menurut penulis pasal ini tidak dapat
diberlakukan pada pelaku karena posisi korban yang memang sebelumnya dalam
keadaan normal sebelum akhirnya tak berdaya setelah ia diberi minum oleh pelaku
yang telah dicampur dengan obat penenang.
LAMPIRAN
1. Screenshoot berita
2. Isi berita:
Kamis, 25/12/2014 20:26 WIB
Halaman 1 dari 2
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Delik-delik tertentu di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta,
2009
Abdul wahid, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Refika
Aditama, Bandung, 2001
Djoko Prakoso, Perkembangan Delik-Delik Khusus Di Indonesia, Aksara
Persada Indonesia, 1988
Wirjono prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Eresco,
Jakarta, 1980