Você está na página 1de 8

Askep Infeksi puerperalis

A.Konsep Dasar Penyakit


1.Pengertian
Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke
dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam
masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi puerperalisa adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia
yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38C atau lebih selama 2
hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.
2.Etiologi
Penyebab dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob patogen
yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang
terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen
sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
puerperalis antara lain :
o Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain ,
alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
o Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah
sakit
o Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
o Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus
yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
3.Faktor predisposisi
Faktor predisposisi dari infeksi puerperalis yaitu :
a.Semua tindakan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu seperti perdarahan, anemia,
nutrisi buruk, status sosial ekonomi rendah, dan imunosupresi.
b.Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
c.Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d.Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.
4.Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira
4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol benjol karena banyak vena yang ditutupi trombus.
Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-uman dan masuknya jenisjenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan,
demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kumankuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka
asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut:

a.Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau
operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain
adalah bahwa sarung tangan atau alat alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak
sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b.Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari
hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di ruangan tersebut. Oleh
karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus ditutup dengan masker dan penderita
infeksi saluran nafas dilarang memasuki kamar bersalin.
c.Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita dengan
berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain
ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk merawat wanita dalam
persalinan atau pada waktu nifas.
d.Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika menyebabkan
pecahnya ketuban.
e.Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya
persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban
sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan
suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat
pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman
memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion dapat
menimbulkan infeksi pula pada janin.
5.Klasifikasi
Infeksi puerperalis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1)Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan endometrium .
a.Infeksi perineum, vulva, dan serviks
Tanda dan gejalanya :
Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan atau tanpadistensi urine.
Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.
Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar 38C, dan nadi kurang
dari 100x/menit.
Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa meningkat
hingga 39-40 C, kadang-kadang disertai menggigil.
b.Endometritis
Kadang kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan selaput ketuban yang
disebut lokiametra.
Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang berbau/tidak, lokhea berwarna
merah atau coklat.
Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi biasanya sesuai dengan kurva
suhu tubuh.
Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan biasanya sangat
mengganggu.
Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm.

2)Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan permukaan dan endometrium.
a.Septikemia dan piemia
Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai 3 hari postpartum suhu
meningkat dengan cepat. Biasanya disertai menggigil dengan suhu 39-40C. Keadaan umum
cepat memburuk, nadi sekitar 140-160x/menit atau lebih. Klien juga dapat meninggal dalam 6-7
hari postpartum.
Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigl yang terjadi berulang-ulang.
Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu turun dan lambat laun timbul gejala abses paru,
pneumonia, dan pleuritis.
b.Peritonotis
Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri,serta
ada defensif muskuler. Wajah klien mula-mula kemrahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung,
kulit wajah dingin, serta terdapat facishipocratica.
Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat peritonis umum klien
demam, perut bawah nyeri,tetapi keadaan umum tetap baik.
c.Selulitis pelvis
Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri
pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvic.
Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.
Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula mula tinggi
menetap , menjadi naik turun disertai menggigil.
Klien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.
6.Gejala klinis
Tanda dan gejala umum dari infeksi puerperalis ini yaitu :
a.Peningkatan suhu
b.Takikardi
c.Nyeri pada pelvis
d.Demam tinggi
e.Nyeri tekan pada uterus
f.Lokhea berbau busuk/ menyengat
g.Penurunan uterus yang lambat
h.Nyeri dan bengkak pada luka episiotomi
7.Pemeriksaan fisik
a.Keadaan Umum : Baik, CM, Tidak Anemis
b.Vital Sign
c.Status Generalis
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar tiroid.
Dada : Pernafasan kanan dan kiri tidak simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ronki
Abdomen : Tenang, supel, NT (-), tidak teraba masa dan tidak nyeri tekan
Ekstremitas : Tidak ada gangguan gerak dan edema
d.Status Obstetri

Inspeksi :
Mata : Konjungtiva tidak anemis
Dada : Hiperpikmentasi papila dan aerola mamae terlihat
Abdomen : Tenang, Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, dan tidak nyeri tekan
Ekstremitas : Tidak ada edema
8.Pemeriksaan diagnostik
Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke kiri.
Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat dengan adanya
infeksi.
Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.
Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase luka atau
perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan melokalisasi abses
perineum.
Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau pembentukan abses,
serta adanya vena-vena dengan trombosis.
9.Prognosis
Prognosis baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya, septikemia
merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi diikuti peritonitis umum.
10.Penatalaksanaan
a.Pencegahan
Selama kehamilan, bila ibu anemia diperbaiki. Berikan diet yang baik.
Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan agar tidak berlarutlarut. Selesai persalinan dengan trauma sedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan
penularan penyakit dan petugasdalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan
lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi tepat.
Selama nifas rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat ibu dengan tanda-tanda
infeksi nifas bersama dengan wanita dalam nifas yang sehat.
b.Penanganan medis
Suhu diukur dari mulut sedikitnya empat kali sehari.
Berikan terapi antibiotik prokain penisilil 1,2-2,4 juta unit 1M penisilin G 500.000 satuan setiap
6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam 1 M ditambah dengan ampisilin kapsul 4 x 250 mg per
oral.
Perhatikan diet ibu : diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).
Lakukan transfusi darah bila perlu.
Hati-hati bila ada abses , jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga peritoneum.
B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
a.Aktivitas / istirahat

Malaise, letargi. Kelelahan dan/ atau keletihan yang terus menerus (persalinan lama, stresor
pascapartum multipel).
b.Sirkulasi
Takikardia dari dengan berat bervariasi.
c.Eliminasi
Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
d.Integritas ego
Ansietas jelas (peritonitis).
e.Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah. Haus, membran mukosa kering. Distensi abdomen, kekauan, nyeri
lepas (peritonitis).
f.Neurosensori
Sakit kepala.
g.Nyeri/ ketidaknyaman
Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen
bawah atau uterus serta nyeri tekan guarding (endometritis). Nyeri/kekakuan abdomen unilateral/
bilateral (salpingitis/ooferitis, parametritis)
h.Pernafasan
Pernafasan cepat/dangkal (berat/proses sistemik)
i.Keamanan
Suhu: 100,4 F (38,0 C) atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus menerus, diluar 24 jam
pasca partum adalah tanda infeksi. Namun suhu lebih tinggi dari 101 F (38,9 C) pada24jam
pertama menandakan berlanjutnya infeksi.
Demam ringan kurang dari 101 F menunjukkan infeksi insisi, demam lebih tinggi dari 102 F
(38,9 C) adalah petunjuk atau infeksi lebih berat (misalnya salpingitis, parametritis, peritonitis).
Dapat terjadi menggigil, menggigil berat atau berulang(seringberakhir 30-40 menit), dengan
suhu memuncak sampai 104F, menunjukkan infeksi pelvis, tromboflebitis atau peritonitis.
Melaporkan pemantauan internal, pemeriksaan vagina intra partum sering, kecerobohan pada
teknik aseptik.
j.Seksualitas
Pecah ketuban dini atau lama, persalinan lama (24 jam / lebih). Retensi produk konsepsi,
eksplorasi uterus atau pengangkatan plasenta secara manual, atau hemoragi pasca partum.
Tepi insisi mungkin kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, atau memisah dengan drainase
purulen atau cairan sanguinosa. Subinvolusi uterus mungkin ada.
Lokea mungkin bau busuk, tidak ada bau (bila infeksi oleh streptokokal beta hemolitik), banyak
atau berlebihan.
k.Interaksi sosial
Status sosio ekonomi rendah dengan stresor bersamaan.
2.Diagnosa keperawatan
a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nosokomial.
b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,
anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
c.Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi pada proses
persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.

3.Rencana keperawatan
a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
Tujuan 1:mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi:
Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang baik), catat
warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan kemungkinan perdarahan /
nyeri.
Kaji tinggi fundus dan sifat.
Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting). Hubungkan
dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah klien menyusui dengan
ASI.
Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat
kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post partum.
Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien dan
perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.
Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.
Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas dalam
setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan. Bantu
dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara sering dan teratur.
Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.
Tujuan 2: identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.
Intervensi:
Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test sensitivitas
antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin, chloramfenicol atau
metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler gonovine.
Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara intravena,
jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah
Pemberian analgetika dan antibiotika.
b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,
anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil: Nafsu
makan meningkat, mual muntah tidak terjadi.
Intervensi :
Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi, dan vitamin C, bila masukkan oral dibatasi.
Tingkatkan masukan sedikitnya 2000ml/hari jus, sup, dan cairan lain.
Anjurkan istirahat/ tidur secukupnya

Berikan cairan atau nutrisi parenteral, sesuai indikasi


Berikan preparat zat besi dan/atau vitamin sesuai indikasi.
c.Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.
Tujuan : Setelah diberikan askep, diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil
:pasien tampak rileks, skala nyeri 0-3.
Intervensi :
Kaji lokasi dan ketidaknyamanan atau nyeri
Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi
-Berikan analgetik atau antipiretik.
Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas atau rendam duduk sesuai
indikasi.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi pada proses
persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan klien menunjukkan perilaku kedekatan terus
menerus selama interaksi orangtua-bayi.
Intervensi :
Berikan kesempatan untuk kontak ibu-bayi kapan saja memungkinkan.
Pantau respons emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi, seperti depresi dan
marah.
Anjurkan klien menyusui bayi bila memungkinkan dan meningkatkan partisipasinya dalam
perawatan bayi saat infeksi teratasi.
Observasi interaksi bayi-ibu
Buat rencana untuk tindak lanjut evaluasi yang tepat trehadap interaksi/respons ibu-bayi
4.Evaluasi
Dx 1 :
Tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Klien mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara individual.
-Klien dapat melakukan prilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat, menurunkan
resiko komplikasi.
Klien dapat sembuh tepat waktu, bebas dari komplikasi tambahan.
Dx 2 :
Nutrisi klien terpenuhi.
Nafsu makan meningkat.
Tidak terjadi mual muntah.
Pemasukan oral yang adekuat.
Dx 3 :
Nyeri hilang atau berkurang.
Skala nyeri 0-3
Wajah tidak meringis.
Dx 4 :

Klien menunjukkan perilaku kedekatan terus-menerus selama interaksi dengan bayinya.


Klien mempertahankan/melakukan tanggungjawab untuk perawatan fisik dan emosi terhadap
bayi baru lahir sesuai kemampuan.
Klien dapat mengekspresikan kenyamanan dengan peran menjadi orangtua.
Daftar Pustaka
Doenges, E. Marilynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan
dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta : EGC.
Sastrawinata, Sulaiman, et. al. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Mansjoer, arif, et.al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Cetakan Kedua. Jakarta :
Media Aesculapius.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Varney, Helen, et.al. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC.

Você também pode gostar