Você está na página 1de 14

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN CAMPAK dan DIFTERI


Dosen pengampu : Wahyudi, S.Kep MH

Disusun Oleh :
Bientar Tirta P Y

P17420213088

Dian Kurnia R

P17420213089

Dicky Nanda P

P17420213090

Dwi Yuli Astuti

P17420213092

Erik Febri R

P17420213093
Kelas 2C

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2015
LAPORAN PENDAHULUAN DIFTERI

A. Pengertian
Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang
diserang terutama saluran pernafasaan bagian atas dengan tanda khas
timbulnya pseudo membran (Ngastiyah, 2005).
Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular,sangat
berbahaya pada anak anak terutama menyerang saluran pernafasan
bagian atas,penularannya melalui percikan ludah dari orang yang
membawa kuman ke orang lain yang sehat (Sulianti Suroso. 2004).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif
(Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah suatu infeksiakut yang disebabkan oleh bakteri
penghasil racun Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Dapat penulis simpulkan bahwa difteri adalah infeksi akut pada
anak-anak yang menyerang saluran pernapasan atas dan disebabkan oleh
Corynebacteium diphtheria.

B. Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini
ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau
benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya
bakteri ini berkembang biak pada atau disekitar selaput lender mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung

dapat dilakuakan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat
ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.
Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu
kesehatan anak, sifat bakteri Corynebacterium diphteriae :
1.
2.
3.
4.
5.

Gram positif
Aerob
Polimorf
Tidak bergerak
Tidak berspora

Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60 C selama


10 menit, tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah
mengering.Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan
intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar darah
yang mengandung kalium telurit. Basil Difteria mempunyai sifat:
1. Mambentuk

psedomembran

yang

sukar

dianggkat,

mudah

berdarah, dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi daerah


yang terkena.terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan
kuman.
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni
jaringan setelah beberapa jam diserap dan memberikan gambaran
perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal
dan jaringan saraf.
C. Klasifikasi

Menurut tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI


membagi penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu :
1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa
hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai faring
(dinding

belakang

rongga

mulut),

sampai

menimbulkan

pembengkakan pada laring.


3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejala komplikasi

seperti miokarditis (radang otot jantung),

paralysis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).


Menurut bagian ilmu kesehatan anak FKUI, penyakit ini juga
dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :
1. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mulamula tampak pilek, kemudian secret yang keluar tercampur
darah

sedikit

yang

berasal

dari

pseudomembran.

Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan


laring.
2. Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat
karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal
nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin
ringan tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh
sendiri dan memberikan imunitas pada penderita.Pada

kondisi

yang

lebih

berat

diawali

dengan

radang

tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak


terlalu tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa
bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring
atau ke laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan
regional leher tampak seperti leher sapi (bulls neck). Dapat
terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring.
3. Difteri laring dan trakea
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring
dan tonsil, daripada yang primer. Gejala gangguan nafas
berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih
berat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak
retraksi suprasternal serta epigastrium. Ada bulls neck,
laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret, dan
permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat
sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai
pertolongan pertama.
4. Difteri kutaneus dan vaginal
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada
kulit dan vagina dengan pembentukan membrane diatasnya.
Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada
difteri, luka yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri
dapat pula timbul pada daerah konjungtiva dan umbilikus.
D. Komplikasi
a. Alur pernafasan

Obstruksi jalan nafas dengan segala bronkopnemonia atelaktasio


b. kardiovaskuler
miokarditis akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit
c. urogenital
dapat terjadi nefritis
d. susunan darah
kira-kiran 10% penderita difteria akan mengalami komplikasi
mengenai system susunan saraf terutama system motoric.
Paralisis/parase dapat berupa :
1. paralisis/paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia,
kesukaran menelan sifatnya reversible dan terjadi pada minggu ke
satu dan dua
2. paralisis/paresis otot-otot mutu, sehingga dapat mengakibatkan
strabisinus gangguan akomodasi dilatasi pupil atau ptosis yang
setelah mingga ke tiga
3. parakisis umum yang dapat timbul setelah minggu ke 4 kelainan
dapat mengenai otot muka, leher anggota dan yang paling penting
dan berbahaya bila mengenai otot pernafasan
E. Patofisiologi
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana
basil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadangkadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa
inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mulamula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi
dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan
suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide
(NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk
memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai

polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis


jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat,
produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas
akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran
yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang
tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka
akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut
dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas sehingga
menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita
tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
F. Manifestasi Klinis
Gejala mulai timbul dalam waktu 1-4 hari setelah terinfeksi.
Sacara umum gejala yang timbul berupa (FKUI, 1999) :
1.
Demam yang tidak terlalu tinggi
2.

Denyut jantung cepat

3.

Lesu dan lemah

4.

Menggigil

5.

Mual muntah

6.

Nyeri saat menelan dan anoreksia

7.

Pucat

8.

Pembengkakan kelenjar limfa dileher

9.

Sakit kepala

10.

Pembengkakan kelenjar limfa dileher

11.

Sesak nafas

12.

Serak

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman
Corynebakterium difteri (Buku kuliah ilmu kesehatan anak, 1999).
b.

Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin


dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan
kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan (Ngastiyah,
1997).

c. Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau


bahnan di bawah membrane, dibiak dalam Loffler, Tellurite dan
media blood ( Rampengan, 1993 ).
d. Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita,
suatu pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah
mengandung antitoksin.

H. Pathway
Corynebacterium diphteriae
Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
atau barang-barang yang terkontaminasi
Masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan atau pernafasan

Aliran sistemik

Masa inkubasi 2-5 hari

Mengeluarkan toksin (eksotoksin)


Nasal

Laring
Tonsil/faringeal

Peradangan mukosa hidung (flu,


sekret hidung serosa)

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Tenggorokan sakit, demam, anoreksia, lemah


membran berwarna putih atau abu-abu,
linfadenitis (bulls neck), toxemia, syok septik

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Demam, suara serak, batuk, obstruksi


saluran nafas, sesak nafas, sianosis

Pola nafas tidak efektif

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIFTERI


A.

Pengkajian
Menurut Doenges (1994), pengkajian pada pasien difteri meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
a.
Tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b.
Kurang tidur, penurunan kemampuan beraktivitas, pusing.
c.
Fatigue.
d.
Insomnia.
e.
Berat badan menurun.
f.
Sirkulasi
Nadi meningkat, takikardi.

Aritmia.
Nutrisi
-Anoreksia
-Sulit menelan / sakit.
-Turgor kulit menurun
-Edema laring, faring
-Berat badan menurun.
Pernafasan
-Sulit bernafas
-Produksi sputum meningkat.
-Dypsneu.
- Pada tenggorok ada luka.
- Edema mukosa laring, faring.
-Pembesaran kelenjar getah bening leher.
-Pernafasan cepat dan dangkal.
-Dada : penggunaan otot bantu pernafasan.
-Auskultasi : terdengar wheezing.
2. Interaksi sosial
a. Merasa tergantung.
b. Pembatasan mobilitas fisik
c. Data Penunjang
Laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman
Corynebacterium difteri.
EKG : Low voltage, depresi segment ST, gelombang T
terbalik.

B.

Diagnosa
1.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret


berlebih.

2.

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan


anoreksia

3.

Pola nafas napas tidak efektif berhubungan dengan edema laring.

C. Intervensi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang manajemen jalan
nafas selama 1 x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas pasien efektif
ditunjukkan dengan Airway patency berskala 4.
NOC : Airway patency
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih
2. Menunjukakan jalan nafas yang paten
3. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas.
Skala
Skala 1 = Tidak pernah menunjukan
Skala 2 = Jarang menunjukan
Skala 3 = Kadang menunjukan
Skala 4 = Sering menunjukan
Skala 5 = Selalu menunjukan
NIC : Air way management
1.

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

2.

Auskultasi suara nafas

3.

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

4.

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

5.

Moniror respirasi dan starus O2

6.

Lakukan fisioterapi dada untuk mengeluarkan sekret

Dx 2 : Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan


anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang terapi nutrisi selama

1 X 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi yang ditunjukan dengan


status nutrisi berskala 4.
NOC : Status nutrisi
1. Laporkan nutrisi adekuat
2. Masukan makanan dan cairan adekuat
3. Energi adekuat
4. Massa tubuh normal
5. Ukuran biokimia normal
Skala
Skala 1 = Sangat berbahaya
Skala 2 = Berbahaya
Skala 3 = Sedang / tidak terlalu berbahaya
Skala 4 =Sedikit berbahaya
Skala 5 = Tidak berahaya
NIC : Terapi Nutrisi
1. Monitor makanan/cairan yang dicerna dan hitung masukan kalori tiap
hari
2. Tentukan makanan kesukaan dengan mempertimbangkan budaya dan
keyakinannya
3. Tentukan kebutuhan pemberian makan melalui NGT
4. Dorong pasien untuk memilih makanan yang lunak
5. Dorong masukan makanan tinggi kalsium
Dx 3 : Pola nafas napas tidak efektif berhubungan dengan edema laring.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang Oxygen theraphy
selama 1 X 24 jam diharapkan pola nafas pasien kembali normal yang
ditunjukan dengan Respiratory status : Airway patency dengan skala 4.
NOC : Respiratory status : Airway patency
1. Frekuensi pernafasan dbn
2. Irama nafas sesuai dengan yang diharapkan
3. Pengeluaran sputum pada jalan nafas.

4. Tidak ada suara nafas tambahan


5. Bernafas mudah
6. Tidak ada dyspnea
Skala
Skala 1 = Tidak pernah menunjukan
Skala 2 = Jarang menunjukan
Skala 3 = Kadang menunjukan
Skala 4 = Sering menunjukan
Skala 5 = Selalu menunjukan
NIC : Oxygen theraphy
1. Bersihkan mulut hidung dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Monitor aliran oksigen
4. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
5. Monitor adanya suara nafas tambahan

DAFTAR PUSTAKA

Fuadi, Hasan. 2008. Asuhan keperawatan difteri. www.detikhealth.com. 7 juni


2008. www.medicastrore.com
Iwansain. 2008. Difteria. www.iwansain.wordpress.com. 7 juni 2008
Jauhari,nurudin. 2008. Imunisasi
Difteri.www.who.lat/immunization/tipics/diphteria/en. 7 juni 2008
Kemala, Rita Wahidi. 1996. Nursing Care in Emergency. Jakarta: Fakultas Ilmu
Keperawatan UI
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media

Aesculapius.
Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta: EGC

Você também pode gostar