Você está na página 1de 98

1

I. STROKE
A. Definisi
Disfungsi neurologik akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh
darah otak dan timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai degan daerah
fokal otak yang teganggu.
B. Faktor Risiko
Saat ini dimungkinkan untuk prediksi bahwa 10% dari populasi dengan
risiko tinggi, akan terkena stroke, yang meliputi 50% dari penderita stroke
seluruhnya.
Non Modifikasi
1.
2.
3.
4.

Usia
Ras
Jenis Kelamin
Genetik

Modifikasi
1. Hipertensi
2. Diabetes Melitus
3. Dislipidemia
4. Kelainan Jantung
5. Obesitas
6. Fibrinogen Meningkat
7. Kadar Hemosistein Meningkat
8. Perokok
9. Obat Kontrasepsi Oral
10. Konsumsi Alkohol
11. Aktifitas Fisik Kurang

C. Pembagian Stroke
1. Stroke non hemmoragik (SNH) 85%
a. Trombosis : akibat aterosklerosis
b. Emboli

: akibat embolus dari jantung dan pembuluh besar lainnya

c. Arteritis

: akibat radang pada otak yang luas

2. Stroke hemmoragik (SH) 15%


a. Perdarahan intra serebral (PIS)

: oleh karena hipertensi berat

b. Perdarahan sub arachnoid (PSA) : oleh karena AVM dan aneurisma

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Klinis
Transient Iskemik Attack (TIA)

Gambaran khas
Gangguan neurologis dalam 24
jam

Reversible

Iskemik

Neurological

Deficit (RIND)

Sembuh tanpa gejala sis


Gangguan
neurologis

yang

timbul hilang dalam > 24 jam


tapi tidak lebih dari 1 minggu

Progresive stroke

Sembuh sempurna < 3 minggu


Gangguan
neurologis
yang
timbul makin lama makin berat

Completed stroke

Sembuh tidak sempurna dalam >

3 minggu
Gangguan neurologis yang gejala
klinisnya sudah menetap

Sembuh tidak sempurna > 3


minggu

D. Patofisiologi
1. Stroke trombosis
Stroke ini disebabkan oleh aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan
atau stenosis di arteri karotis interna atau yang ebih jarang di pangkal arteri serebri
media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Kalau trombotik arteri koronaria,
oklusi pembuluh darahnya cenderung mendadak dan total, sedangkan trombotik
pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap bahkan berkembang
dalam beberapa hari. Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami
thrombosis parsial adalah deficit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi
mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.
2. Stroke embolus
Stroke jenis ini insidennya sebanyak 30%. Sumber tersering adalah akibat
infark miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan dan
kardiomiopati iskemik. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan
deficit neurologic mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Embolus ini sering tersangkut

13 PENYAKIT NEUROLOGI

di bagian pembuluh yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik didiagnosis


apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien
baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan
mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang
terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah
bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak
melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang
ditimbulkannya bergantung dari bagian sirkulasi otak yang tersumbat.
3. Stroke PIS
Stroke Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang terjadi didalam
parenkim otak sendiri. Penyebab utama stroke perdarahan intraserebral adalah
pecahnya arteri dalam otak karena hipertensi yang kronis. Pembagian stroke PIS
dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

P I S Primer

- Hipertensi Kronis 50 %
-Arteriopati

P I S Sekunder :

- Tekanan Darah Normal


- Anomali Vascular Congenital (20%)
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)
- Post Stroke Iskemia
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
4. Stroke PSA
Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid
primer dan perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer
adalah dimana tampak kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur
dari arteri atau vena. Sedangkan perdarahan subarachnoid sekunder adalah

13 PENYAKIT NEUROLOGI

perdarahan intracerebral melalui parenkim otak ke permukaan otak kemudian


masuk ke dalam ventrikel.
PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma
kepala. Karena perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang
subarachnoid berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50%
pada bulan pertama setelah perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
-

A.serebeli inferior posterior

A.basilaris

A.komunikans posterior

A.karotis interna

A.komunikans anterior

Bifurkasio a.serebri media

Gambar Patofisiologi Stroke PSA


E. Kriteria Diagnosis Stroke
Kriteria

Trombotik

Emboli

PIS

PSA

Umur

50-70 tahun

Semua umur

>40 tahun

20-30 tahun

Onset

Bangun tidur

Tak tentu

Saat aktivitas

Saat aktivitas

Perjalanan

Bertahap

Cepat

Cepat

Cepat

Gejala :

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Sakit kepala

++

++++

Muntah

++

++++

Vertigo

+/-

+/-

Kesadaran

Normal /

Normal /

/ Koma

Pelan

Kaku kuduk

+/-

++++

Kelumpuhan

Hemiparese

Hemiparese

Hemiplegi

Hemiparese

Tangan Kaki

Tangan Kaki

Tangan = kaki

Stlh 3-5 hari

++ / -

++ / -

Darah Lumbal
Pungsi (LP)

+/-

++++

Arteriografi

oklusi

Shift midline

Aneurysma

Afasia

Oklusi/stenosis

Normal/
CT scan

Hipodens

Hipodens

Hiperdens

Stlh 4-7 hari

Stlh 4-7 hari

Intraserebral

Hiperdens
Ekstraserebral

F. Penatalaksanaan Stroke
1. Penatalaksanaan umum (5B : Breath, Blood, Brain, Blader dan Bowel
serta 5 NO)

Breath

Bebaskan & bersihkan airway, sedot lendir dlm mulut

Bila mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar


dengan gangguan pernafasan ventilasi

Hipoksia O2; non hipoksia tidak perlu O2

Bila gagal napas psg ETT atau LMA (laryngeal Mask


Airway) pasien hipoksia (pO2 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg),
atau syok, atau pada pasien yang beresiko aspirasi

Thorax foto apabila perlu

Monitor pernapasan: ritme, frekuensi, gerak napas

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Blood

Berikan cairan kristaloid (RL/NaCl) atau koloid intravena

Dianjurkan pemasangan CVC (central Venous Cateter)


dengan tujuan disamping dapat memantau kecukupan cairan, juga
dapat sebagai sarana untuk memasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan
CVC 5 12 mmHG
Bila TD < 120mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat

dberikan obat obat vasopresor secara titrasi seperti dopamin dosis


sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah
sistolik berkisar 140 mmHg
Ambil darah vena untuk lab, indikasi pemeriksaan gula

darah, elektrolit, drh rutin

Pertahankan & monitor tensi

EKG cito bila diperlukan, pemantauan jantung harus


dilakukan selama 24 jam setelah awitan serangan stroke iskemik
Bila ada penyakit jantung kongestif segera atasi konsul

kardiologi

Brain
Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap penderita resiko edema perhatikan


perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari hari pertama

setelah serangan stroke


Monitor tekanan intrakranial haris dipasang dengan GCS <9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena >>TIK
Penatalaksanaan >> TIK:
Tinggikan posisi kepala 200 300
hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi:
Manitol 0,25 0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L
Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB iv

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 40 mmHg)


Kortikosteroid tidak direkomendasikan, dapat diberikan kalau

diyakini tidak ada kontraindikasi


Hidrosefalus akut drainage ventrikular
Tindakan bedah dekompresif oada keadaan iskemik serebelar yang
menimbulkan efek massa tindakan penyelamat nyawa, hasil
baik
Pengendalian kejang

Kejang diazepam bolus lambat iv 5 20 mg, diikuti phenitoin


loading dose 15 20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum

50 mg/menit
Antikonvulsan profilaktik tidak dianjurkan
Bladder

Pasang kateter tetap & urine tampung 24 jam

Ambil contoh urine untuk lab

Perhatikan balans cairan dan elektrolit

Bowel
Nutrisi enteral paling lambat 48 jam, oral kalau

yankin fungsi menelan baik

NGT ggg menelan, kesadaran menurun

Keadaan akut kebutuhan kalori 25 30 kkal/kg/hari,


komposisi:
-

Karbohidrat 30 40% dari total kalori


Lemak 20-35 % (pada ggg nafas 35 55%)
Protein 20-30% (stress > 1.4-2.0 g/kgBB/hari; ggg fx ginjal <0.8
g/kgBB/hari)

NGT > 6 mgg pertimbangkan gastrotomi

- Tirah baring
5 NO dalam penantalaksanaan Stroke :
No Glukosa
No Antihipertensi
No Kortikosteroid
No Diuretik
No Antikoagulan

13 PENYAKIT NEUROLOGI

2. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan stroke non hemmoragik
a. Rapid Revascularisation

Trombolitik
- rtPa (Recombinant Tissue Plasminogen Activator)
0,9 mg/kgBB IV dengan dosis maksismal 90 mg, diberikan selang 3
jam setelah serangan akut. Syarat penggunaan rtPa yaitu CT scan tidak
ada perdarahan, trauma tidak ada, stroke 3 bulan terakhir tidak ada,
TDS < 185 mmHg dan TDD <110 mmHg.

Antiplatetlet
- Asetosal 100-300 mg/tab/hari,diberikan selang waktu < 48 jam
- Aspirin 160-325 mg/tab/hari
- Ticlopidin 250 mg/tab/hari
- Clopidogrel 75 mg/tab/hari
- Cilostazol 50-100 mg/tab 2x/hari
- Depyridamol 50 mg/tab 2x/hari

b. Memperbaiki sistem kolateral


Pentosifilin 16 mg/kgBB/hari, 2x15 cc/IV drip dalam 3 jam selama 7 hari
dan 2x400 mg/per oral. Pemberian pentoksifilin dilakukan dalam waktu 6-12 jam
setelah serangan.
c. Neuroprotektif
Fungsi neuroprotektif yaitu menghambat influks Ca, menetralisir radikal
bebas, mencegah pergerakan mediator inflamatorik dan melindungi daerah
oenumbra adar tidak mengalami kematian sel.

Citicolin (nicholin)
Piracetam (nootrophil)
Nimodipine (nimotop)

: 2-3x250 mg/hari
: 3-4 gr/IV/hari dan 12 gr/IV/20 menit
: 3-4x1 tab/hari (30mg/tab) dan 10 mg/50cc

larutan
infus (1-2 mg/jam)
d. Faktor sistemik

Tensi diatur, tinggi CBF (cerebral blood flow) ditingkatkan, kecuali TDS >

220 mmHg dan TDD > 120 mmHg


Tidak boleh diturunkan melibih 20% TDAR (tekanan darah arteri ratarata) TDAR : S+2D/3

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Tensi dikontrol sesudag 7-10 hari dengan target TDS 160-170 mmHg dan

TDD 90-100 mmHg


Atur kadar gula darah kira-kira 100-200 gr% dengan optimal 150 mg%
Atur hiperlipidemia dengan menggunakan obat golongan simvastatin
Hindari hipoksemia
Hindari edema otak

Penatalaksanaan stroke hemoragik


Stroke PIS
Cegah komplikasi dan atur tensi hati-hati

Atur Tensi
-

Tensi diturunkan bila TDS >180 TDD>100

Tidak lebih dari 25% Tekanan Darah Arteri

Kontrol Kenaikan Tekanan IntraKranial (TIK)


-

Gelisah: CPZ

Naikkan Kepala 300

Hiperventilasi sampai PCO2 29-35mg/Hg

Manitol 20% Bolus 1 gr/KgBB/ 20 menit


(0,25 gr-0,5 gr/KgBB/ 4-6 jam)

Furosemide 1 mg/KgBB/ I.V ( + Albumin)

Dexamethasone 10 mg/ I.V / awal 1 mg/ IV / 6 jam

Kalau Kejang: Anti Konvulsi


Cegah Infeksi
Neuroprotektan: Nimodipine 4 x 1 tab
Nutrisi yang Cukup
Cegah Stress Ulcer: H2 Blocker
Cegah Obstipasi: Laxant
Cegah Decubitus: Phisio Terapi dini

Operasi setelah 12 24 jam, bila:

Besar Hematoma 10-30 cc (non dominant subcortical frontal/temporal)

30 cc (Subkortikal, Putaminal, Cerebellar, tanpa herniasi)

Komplikasi Hidrocephalus

Perdarahan fossa posterior/perdarahan sereberal

Syarat dilakukan operasi :

13 PENYAKIT NEUROLOGI

10

Derajat kesadaran (GCS) > 4


TDS < 200 mmHg
Kadar GDS < 250 mg%
Faal hemostasis normal
Lokasi terjangkau
Terdapat penyakit lain yang memperparah keadaan
Terdapat tenaga medis dan fasilitas

Stroke PSA
Secara umum tata laksana stroke PSA sama dengan stroke PIS, namun ada
beberapa terapi tambahan pada stroke PSA

Anti fibrinolitik
- Epsilon aminoacropic acid (Amicar) 30-36 gr/hr/IV
- Asam tranexamat 4-6 gr/hr/IV

Antivasospasme
- Nimodipin 30 mg/tab, 6x1-2 tab/per oral selama 3 minggu dan 5-10
cc/ja, dengan perfusion pump
Operasi pada PSA dapat dilakukan 1-2 hari setelah onset untuk

menghindari vasopspasme, rebleeding dan hidrosephalus.

Aneurisma
- Clipping leher aneurisma
- Baloon oclusion
- Embilisasi
AVM
- Blocked resection
- Embolisasi
- Radio surgery
Terjadi komplikasi hidrocephalus VP shunt

13 PENYAKIT NEUROLOGI

11

II. INFEKSI SUSUNAN SARAF PUSAT


A. Pendahuluan
Infeksi pada susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh beberapa cara,
yaitu :

Hematogen, terjadi setelah adanya suatu bakteremia oleh karena infeksi


ditempat lain.

Percontinuitatum, yang disebabkan infeksi dari sinus paranasalis, mastoid,


abses otak, sinus cavernosus.

Implantasi langsung pada trauma kepala terbuka (fraktur basis kranii,


tindakan bedah otak, lumbal pungsi).

Faktor predisposis terjadinya infeksi pada SSP

13 PENYAKIT NEUROLOGI

12

B. Klasifikasi

Infeksi selaput otak (meningitis)


- Bakterial akut/purulenta
- Bakterial subakut/kronis/serosa
- Aseptik
Infeksi parenkim otak (enchepalitis)
- Bakterial
- Viral
Infeksi myelum
- Poliomyelitis
Meningitis

Definisi
Infeksi pada CSS disertai radang pada piamater dan arachnoid, ruang
subarachnoid, jaringan superfisialis otak dan medula spinalis.
Etiologi
M. akut

M. subakut

13 PENYAKIT NEUROLOGI

M. Aseptik

13

Pada Neonatal:

E. Coli

M. tuberculosa (plgVirus:

sering)

Enterovirus

Streptococcus

Treponema pallidum

polio

Stafilococcus

Jamur

Coxsackie A, B

Pneumococcus
Pada

Bayi

(Coccidiodes

ECHO

atau Candida)

dan

Herpesvirus

anak:

Herpes simpleks

H. Influenza

CMV

Meningokokus

Mixovirus

Pneumokokus

Campak

E. Coli

Parotitis

Streptococcus

influenza

Dewasa:
Pneumococcus
Meningokokus
Streptokokus
Stafilokokus
H. Influenza

Meningitis Bakterial Akut


Definisi
Meningitis ini disebabkan oleh bakteri pembuat nanah, sehingga disebut
juga meningitis purulenta.
Gejala klinis
Kelompok Umur

Gejala

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Tanda

14

Anak

Panas

Kaku kuduk

Letargi / kesadaran

Purpura / Ptekhie

Nyeri kepala

Kejang

Intabilitas

Ataxia

Mual dan muntah

Defisit Neurologis

Fokal

Gejala pernafasan
Fotofobia
Dewasa

Panas

Kaku kuduk

Nyeri kepala

Kesadaran menurun

Letargi, bingung sp koma

Defisit Neurologis Fokal

Mual dan muntah


Fotofobia
Gejala pernafasan

Tua

Panas

Kaku kuduk

Kebingungan sp koma

Kesadaran menurun

Nyeri kepala

Gejala pernafasan

Epileptikus

Kejang

Diagnosis

Diagnosis pasti : ditemukan mikroorganisme pada kultur kuman CSS


Secara klinis, diagnosis dapat dibuat berdasar :
- Sakit kepala
- Febris
- Meningeal sign (+)
Pada pemeriksaan CSS didapatkan :
- Cairan likuor keruh dan xanthochrom.
- Jumlah leukosit, predominan polimorfonuklear 1.000 10.000/mm3.
- Kadar gula menurun, kurang dari 45 mg/100 cc.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Status

15

- Kadar protein meningkat di atas 7080 mg/dl.


- Kadar klorida dibawah 700 mg%
Pemeriksaan penunjang
- X-foto sinus paranasalis, thorax
- CT-Scan

Penatalaksanaan
Konservatif

Breath
Bebaskan & bersihkan airway, sedot lendir dlm mulut
Posisi lateral dekubitus, kepala 300
Bila gagal napas psg ET dan napas buatan
Thorax foto
Monitor pernapasan: ritme, frekuensi, gerak napas
Blood
- Pasang infus RL/NaCl
- Ambil darah vena untuk lab, indikasi pemeriksaan gula darah,
-

elektrolit, drh rutin


Pertahankan dan monitor tensi bila rendah/shock: IV Dopamin 3

mikrogram/kgBB atau drip dopamin 50-200 mikrogram/500cc cairan


Bladder
- Pasang kateter tetap & urine tampung 24 jam
- Ambil contoh urine untuk lab
- Perhatikan balans cairan dan elektrolit
Bowel
- Nutrisi/kalori permukaan dapat diberikan IV, sesudah >3 hari NGT
- Rubah posisi penderita tiap 2 jam
Tirah baring
Pengobatan simptomatis :
- Anti kejang, antipiretik, analgetik, anti edema otak

Spesifik

Antibiotika secepat mungkin


Pemberian antibiotika broadspektrum intravena
Pemilihan
antibiotika
berdasar:
pemeriksaan
mikroorganisme, hasil pengecatan Gram
Meningitis Bakterial Subakut

Definisi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

klinis,

dugaan

16

Meningitis yang onset klinis penyakitnya > 4 minggu, biasanya karena M.


tuberkulosa, onsetnya terselubung, bertahap dan progresif.
Patofisiologi

Terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak.

Fokus primer biasanya di paru-paru, bisa juga di KGB, tulang, sinus


nasalis, GIT, ginjal, dsb.

Terdapat tuberkel2 kecil berwarna putih di permukaan otak, selaput otak,


sumsum tulang belakang, tulang. Tuberkel kemudian melunak, pecah, dan
masuk ke ruang subarachnoid

Penyebaran perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan sekitar


eksudat kental, serofibrinosa yang berpredisposisi di dasar otak.

Dapat mengakibatkan pembuntuan aliran likuor pada akuaduktus sylvii


dan ruang subaraknoid sekitar batang otak, akibatnya :
-

hidrosefafus

papil edema

peningkatan tekanan intrakranial

Gejala klinis

Fase pertama.
-

Onset penyakitnya terselubung, bertahap serta progresif. Gejala


berupa kelesuan, iritabilitas, menurunnya selera makan, mual serta
sakit kepala ringan.

Fase kedua.
-

Tanda rangsangan meningen, kelainan saraf otak (n. Vi, n. Vii) dan
terkadang hemiparesis.

Hemiparesis dapat terjadi oleh karena : arteritis, eksudat yang


menekan pedunkulus serebri, maupun oleh karena hidrosefalus.

Fase ketiga.
-

Tanda rangsangan meningen, tanda neurologik fokal, konvulsi dan


kesadaran menurun.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

17

Fase keempat.
-

Tanda-tanda fase ketiga disertai dengan koma dan shock.

Fase-fase tersebut menentukan prognosa. Fase III dan IV bila sembuh akan
menimbulkan kecacatan.
Diagnosis

Dapat ditegakkan melalui:


-

Gejala klinis

Sakit kepala

Panas yang tidak tinggi

Kaku kuduk (+)

Pemeriksaan CSS

Likuor yang jernih

Pleositosis limfositer yang berjumlah 10-350 per mm3

Kadar glukosa < 40 mg%

Jumlah protein > 40 mg% dan terus melonjak pada


pemeriksaan berikutnya

Kadar Cl < 680 mg%

Jika CSF dibiakkan maka akan terbentuk pelikel seperti laba-laba dan bila
dicat dengan Ziehl-Niehlsen kemungkinan akan ditemukan M. tuberculosa.

Pemeriksaan Foto Thorax

CT-Scan

MRI

Kontak dengan penderita TB aktif

Penatalaksanaan

Konservatif
-

Sama dengan pengobatan meningitis akut.

Pengobatan spesifik :
INH, 400 ml/hari
Pyrazinamid, 15 30 mg/kgBB/hari

13 PENYAKIT NEUROLOGI

18

Streptomycin, 1 gr/hari IM
Rifampisin 15 mg/kg per hari

Indikasi pemberian kortikosteroid :


-

Penderita dalam keadaan shock

Ada tanda-tanda kenaikan tik

Ada tanda-tanda araknoiditis.

Timbul tanda-tanda neurologis fokal yang progresif.


Meningitis Aseptik

Definisi

Penyakit yang self-limited karena disebabkan oleh virus, tapi sering


berkembang menjadi meningoensefalitis yang lebih berat.

Invasi dan penetrasi dapat melalui usus, serta lintasan oral fekal atau
melalui percikan droplet.

Gejala klinis

Onset penyakit mendadak dengan gejala:


- Sakit kepala hebat, subfebril dan muntah
- Kaku kuduk yang sangat ringan
Jika infeksi menyebar ke parenkim akan terlihat kejang fokal, defisit
neurologis, serta peningkatan TIK

Diagnosis

Meningitis virus dapat ditegakkan berdasarkan :


Gejala-gejala klinis sakit kepala, kaku kuduk, febris.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis didapatkan :
- Likuor jernih atau opalescent.
- Pleositosis antara 50 500 dengan predominan limfosit.
- Kadar glukosa dan klorida normal.
- Kadar protein meningkat ringan.
- Diagnosis pasti meningitis virus adalah dengan menemukan virus pada
cairan serebrospinalis.

Penatalaksanaan

Konservatif sama dengan pengobatan meningitis akut.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

19

Pengobatan spesifik
- Acyclovir, 10 mg/kg bb tiap 8 jam selama 10 hari.
- ARA-A (Vidarabine), 15 mg/kgBB/hari intravena 12 jam, selama 10
hari.
Ensefalitis

Definisi
Ensefalitis adalah peradangan parenkim otak, yang menyebabkan
disfungsi neurofisiologi yang difus dan atau hanya fokal.
Etiologi

Agen Virus,
- HSV 1 dan 2 (banyak dijumpai pada neonatus), VZV, EBV, virus
campak (PIE dan SSPE), gondok, dan rubella, Arbovirus, rabies
Parasit
Jamur

Patofisiologi

Portal pintu masuk virus spesifik tergantung dari jenis virusnya.

Herpes Simpleks Encepalitis dianggap reaktivasi virus herpes simpleks


(HSV) tertidur di ganglia trigeminal.

Arbovirus ditularkan dari gigitan Nyamuk atau kutu

Virus rabies ditransfer melalui gigitan hewan.

Virus varicella-zoster (VZV) dan sitomegalovirus (CMV) kekebalan host


merupakan faktor risiko utama.

Secara umum, virus bereplikasi di luar SSP

Penyebaran hematogen atau penjalaran sepanjang saraf (rabies, HSV,


VZV,HSV)

Setelah melintasi penghalang darah-otak, virus memasuki sel-sel saraf, dan


menimbulkan:
-

Gangguan fungsi sel,

Pelebaran perivascular

13 PENYAKIT NEUROLOGI

20

Perdarahan

Respon inflamasi difus

Focal HSV kecenderungan untuk pada temporal inferior dan medial.

Rabies adanya Negri bodies di hippocampus dan otak kecil

Gejala klinis

Tanda-tanda ensefalitis dapat terjadi difus atau fokal.

Perubahan status mental dan / atau perubahan kepribadian (paling umum)

Gejala Focal, seperti hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi otonom

Gejala Cacat saraf cranial

Disfagia (Rabies)

Unilateral sensorimotor dysfunction (PIE)

Differential diagnosis

Brain Abscess

Hypoglycemia

Leptospirosis in Humans

Meningitis

Status Epilepticus

Subarachnoid Hemorrhage

Systemic Lupus Erythematosus

Toxoplasmosis

Tuberculosis

Pemeriksaan

DL

Serum electrolytes

Serum glucose level.

BUN/creatinine and liver function tests (LFTs)

13 PENYAKIT NEUROLOGI

21

Platelet test and a coagulation profile

CT scan / MRI

CSF analysis.

Biopsi otak

Electroencephalography (EEG)

Penatalaksanaan

Mengevaluasi dan mengobati untuk shock atau hipotensi


Pertimbangkan perlindungan jalan napas pada pasien dengan penurunan

kesadaran
Antivirals : Acyclovir
Dexamethasone
Poliomielitis

Definisi
Penyakit dengan kelumpuhan oleh karena kerusakan

kornu anterior sum-

sum tulang belakang akibat infeksi virus.


Etiologi

Virus RNA kelompok Enterovirus dan famili Picorna virus.


Ada 3 tipe yaitu:
Tipe 1 (Brunhilde)
Tipe 2 (Lansing)
Tipe 3 (Leon)

Patofisiologi
Virus tubuh melalui saluran orofaring, setelah ditularkan melalui cara oralfekal. Masa inkubasi antara 4 17 hari.
Virus yang tertelan akan menginfektir orofaring tonsil, kelenjar limfe leher
& usus kecil virus akan menempel dan berkembang biak secara local pada sel

13 PENYAKIT NEUROLOGI

22

M usus, Payers patch ileum menyebar pada monosit dan kelenjar limfosit
Viremia
biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya sakit ringan saja.
Pada kasus yang menimbulkan paralysis, diduga virus mencapai system
saraf secara langsung atau retrograde melalui saraf tepi atau saraf simpatik atau
ganglion sensorik pada tempat bermultiplikasi.
Gejala klinis
Bila seseorang terinfeksi virus polio, kemungkinan akan mengalami respons
sebaga berikut :
-

Infeksi asimtomatik ; biasany dgn daya tahan tubuh yang kuat. ( 90


95 % )

Poliomielitis abortif ; timbul gejala infeksi sistemik ringan : demam,


lesu, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, tenggorokan/gangguan
gastro intestinal, berlangsung selam 24 -48 jam. ( 4 % ).

Poliomielitis non paralitik ( meningitis aseptic ) : dapat terjadi 2 5


hari setelah penyembuhan Poliomielitis abortif, dengan gejala mirip
tetapi lebih berat intensitasnya. Ditandai dengan nyeri dan kaku pada
otot-otot belakang leher ( tanda rangsang meningen positif ), batang
tubuh dan anggota gerak.

Poliomielitis paralitik : manifestasinya sama dengan polio non


paralitik ditambah dengan kelainan sekelompok otot atau lebih.

Sebelum terjadi paralysis, diawali dengan periode pre paralysis 1 2 hari


dengan keluhan
-

Panas

sakit kepala

Muntah

Diare

Nyeri tenggorokan dan otot.

Awitan kelumpuhan dpt terjadi sangat mendadak, berlangsung beberapa

jam hingga terjadi kelumpuhan total pada satu atau lebih anggota gerak.
4 bentuk Poliomielitis tipe paralitik :

13 PENYAKIT NEUROLOGI

23

Tipe Spinal : kelumpuhan beberapa otot leher, abdomen, batang tubuh,

diafragma, toraks dan ekstremitas.


Tipe Bulber : dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan medulla
spinalis dan dapat mengancam jiwa. Terjadi kelumpuhan saraf kranial (
IX,X, ggn menelan, disfoni ) dengan atau tanpa gangguan pusat

pernafasan, otonom dan gangguan sirkulasi.


Tipe Bulbospinal : campuran gejala bentuk spinal dan bulbar
Tipe Ensefalitik : penderita irritable, disorientasi, mengantuk sampai
koma. Hal ini terjadi karena terserangnya bagian atas batang otak dan
hipotalamus.

Diagnosis
Adanya kelemahan otot.
Otot-otot tuuh terserang palig akhir.
Reflek tendon dalam biasanya menurun/tdk ada sama sekali
Atrofi otot mulai terlihat 3-5 mgg stlh paralisis dan mjd lengkap dlm wkt
12-15 mgg dan bersifat permanen.
Gagguan fungsi otonom sesaat, iasanya ditandai dgn retensi urin.
Gangguan saraf kranial (poliomielitis bulbar). Dapat mengenai saraf
kranial IX dan X atau III.
Pemeriksaan laboratorium
LCS leukositosis dengan jumlah sel 10 200 sel / mm3, mulanya
dominant PMN, setelah 72 jam dominant limfosit; protein sedikit
meninggi, glukosa dan elektrolit normal, tekanan tidak meningkat.
Isolasi dan kultur virus polio dari tinja dapat digunakan untuk konfirmasi
diagnosis.
Pemeriksan IgM spesifik polio virus di serum dan LCS
Indirect immunofluorescence microscopy dari kultur sel tinja
Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan khusus yang dapat menyembuhkan penyakit ini.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

24

Rehat baring total harus segera dilakukan pada penderita yang di duga
mengidap poliomyelitis betapapun ringannya gejala, sebab aktivitas fisik
pada stadium preparalitik akan meningkatkan resiko terjadinya paralysis
yang berat.
Penderita poliomyelitis paralitik bentuk spinal posisi ekstremitas harus
diperhatikan untuk menghindari terjadinya kontraktur, lengan dan tangan
dapat diberi split, sedang untuk menghindari kulai kaki dapat diberi papan
pengganjal pada telapak kaki agar selalu dalam posisi dorsofleksi.

Fisioterapi segera dikerjakan setelah 2 hari bebas demam.

Bila kegagalan pernafasan, maka perlu respirator, sedang pd paralysis


bulbaris diperhatikan kebutuhan cairan, adanya aspirasi, disfagi akan
membutuhkan pemasangan sonde lambung.

Imunitas aktif didapat sesudah mangalami infeksi asimtomatik atau


pemberian vaksin polio.

Kekebalan pasif diperoleh dari ibu secara transplasental atau dengan


pemberian gamaglobulin.

Antibiotik utk mencegah komplikasi adanya infeksi traktus urinarius.

Komplikasi

Kelumpuhan, Kelemasan & Atrofi pada otot yang diserang

Kontraktur yang mengakibatkan terjadi talipes quino varus atau skoliosis

Subluxatio disebab kelumpuah seluruh otot sekitar sendi

Prognosis
Tergantung berat ringannya kelumpuhan.
Penderita dengan kelumpuhan ringan, pulih dengan sempurna.
Penderita polio spinal 50% akan semuh sempurna, 25% mengalami
disabilitas ringan, 25% mengalami disabilitas serius dan permanen.
Preventif

Mengisolasi, penderita memperbaiki lingkungan dan imunisasi polio

13 PENYAKIT NEUROLOGI

25

III. EPILEPSI
A. Definisi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

26

Manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala


khas yakni serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuronneuron otak secara berlebihan dan paroksimal.
B. Etiologi
1.

Epilepsi primer
Tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga bahwa terdapat

kelainan keseimbangan zat kimia dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang
abnormal.
2.

Epilepsi sekunder
Akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak.
Penyebab spesifik dari epilepsi :

Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu

Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran bayi, seperti hipoksia,


kerusakan karena tindakan.

Penyumbatan pembuluh darah otak

Radang atau infeksi

C. Patofisiologi
Epilepsi terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat akibat suatu
keadaan patologik. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena, antara lain sebagai berikut :

Instabilitas membran sel saraf, sehingga lebih mudah mengalami


pengaktifan.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan


muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara
berlebihan.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

27

Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin


atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA)

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa


atau elektrolit, yang menganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmiter eksitatorik atau
deplesi neurotransmiter inhiborik.

D. Manifestasi klinis
Klasifikasi
Parsial

Karakteristik
Kesadaran utuh walaupun mungkin
berubah, fokus di satu bagian tetapi

a. Parsial Sederhana

dapt memnyebar ke bagian lain.

Dapat bersifat motorik ( gerakan


abnormal unilateral)

Sensorik ( merasakan, membaui,


mendengar sesuatu yang abnormal)

Autonomik
bradikardi,

takikardi,

trakipnu,kemerahan,

rasa tidak enak di epigastrium)

Psikis ( disfagia, gangguan daya


ingat )

Biasanya berlangsung kurang


dari 1 menit
Dimulai dari

b. Parsial Kompleks

kejang

parsial

sederhana, berkembang, menjadi


perubahan kesadaran yang disertai
oleh :

Gejala motorik, gejala sensorik,


otomatisme

(mengecapkan

bibir,

mengunyah, menarik-narik baju)

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Biasanya berlangsung 1-3 menit

28

Generalisata

Hilangnya

kesadaran,

tidak

ada

awitan fokal, bilateral dan simetrik,


tidak ada aura.
Spasme tonik

a. Tonik klonik
b. Absence

klonik

otot,

inkontinensia urin, menggigit lidah


Sering
salah
didiagnostik
melemun

Menatap kosong, kepala sedikit


lunglai, kelopak mata bergetar atau
berkedip secara cepat

c. Mioklonik

Tonus postural tidak hilang


Berlangsung beberapa detik
Kontraksi mirip syok mendadak yang
terbatas di beberapa otot atau tungkai,
cenderung singkat
Hilangnya secara mendadak tonus

d. Atonik

otot disertai lenyapnya postur tubuh


e. Klonik

(drop attacs)

Gerakan menyentak

Repetitif,
tunggal

f. Tonik

tajam,

atau

lambat

dan

multipel

di

lengan,tungkai atau torso

Peningkatan mendadak tonus otot


(menjadi kaku, kontraksi) wajah dan
tubuh bagian atas, fleksi lengan dan
ekstensi tungkai

Mata

dan

kepala

mungkin

berputar ke satu sisi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Dapat menyebabkan henti napas

29

Efek Fisiologis Kejang


Awal (kurang dari 15 menit)
Meningkatnya

denyut

Lanjut

menit)

Menurunnya

jantung
tekanan

darah
kadar

glukosa

Disritmia

Edema
nonjantung

Meningkatnya sel darah

darah serebrum shg


terjadi

hipotensi

serebrum
paru

Gangguan sawar
darah

otak

serebrum

putih
E. Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium

aliran

yang

menyebabkan edema

tubuh

berkurangnya

Menurunnya

Meningkatnya suhu pusat

jam)

Hipotensi disertai

gula darah

Meningkatnya

Berkepanjangan (>1

tekanan darah

Meningkatnya

(15-30

pemeriksaan gula darah

pemeriksaan kadar kalsium

pemeriksaan ureum

Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan foto rontgen

F. Terapi
Penatalaksanana primer untuk pasien kejang adalah terapi obat untuk
mencegah timbulnya kejang atau untuk mengurangi frekuensinya sehingga pasien
dapat hidupnormal. Sekitar 70% - 80% pasien memperoleh manfaat dari

13 PENYAKIT NEUROLOGI

30

pemberian obat antikejang. Obat yang dipilih ditentukan oleh jenis kejang dan
profilefek samping.
Tipe

Obat yang efektif

Parsial
a.

Parsial sederhana

FB, DFH, Kz

b.

Parsial kompleks

FB, DFH, Kz

a.

Lena

ETS, AVP

b.

Mioklonik

ETS, AVP

c.

Tonik klonik

AVS, FB, DFH, Kz

d.

Atonik

ETS, AVP

Umum

Keterangan :
FB

: Fenobarbital

DFH

: Defenilhidantoin

Kz

: Karbamazepine

ETS

: Etosuksimid

AVP

: Asam valproat

Efek samping OAE (obat anti epilespi) :

13 PENYAKIT NEUROLOGI

31

Dosis obat anti epilepsi


Obat
Anti Epilepsi:

Dosis
Dewasa:

Anak:

Fenobarbital

1,5-3 mg/kg BB

1-5 mg/kg BB

Difenilhidantoin

4 mg/kg BB

4-8 mg/kg BB

Asam Valproat

4 mg/kg BB

10-70 mg/kg BB

Karbamazepin

1,5-8 mg/kg BB

15-25 mg/kg BB

Etosuksimid

1,5-8 mg/kg BB

10-70 mg/kg BB

13 PENYAKIT NEUROLOGI

32

Prinsip terapi pada epiliepsi :

OAE mulai diberikan bila:

Diagnosis epilepsi telah dipastikan (confirmed)

Setelah pasien dan atau keluarganya menerima penjelasan tentang


tujuan pengobatan

Pasien

dan

atau

keluarganya

telah

diberitahu

tentang

kemungkinan efek samping OAE yang akan timbul.

Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai


dengan jenis bangkitan (tabel 1)

13 PENYAKIT NEUROLOGI

33

Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping (kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif)

Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat


mengontrol bangkitan, maka perlu di tambahkan OAE kedua. Bila OAE
telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama di turunkan bertahap
(tapering off), perlahan lahan

G. Prognosis
Pada umumnya prognosis epilepsi cukup baik. Pada 50% - 70% penderita
epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obatan, sedangakan sekitar 50 %
pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Epilepsi yang serangan
pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik atau
retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek.
H. Status Epileptikus

Keadaan konvulsi umum yang berlangsung terus-menerus atau timbul secara


berturut-turut dengan interval yang sejenak saja.

Dapat timbul karena berbagai sebab.

Diagnosis menyelidiki penyakit yang mendasari:


a.

Penderita dapat dikenal sebagai penderita grand mal/epilepsi fokal.


Ini menunjukkan bahwa keadaannya memburuk dan menandakan
progresifitas penyakit yang mendasarinya. Pemakaian obat antikonvulsan
harus diselidiki. Penggantian jenis antikonvulsan / kombinasinya dapat
menimbulkan efek withdrawal yang dapat berupa status konvulsikus.

b.

Jika penderita belum pernah mengalami konvulsi umum (bukan


epileptikus), maka kemungkinan trauma kapitis, diabetes, penggunaan
insulin, dan obat-obatan harus diselidiki.

Perawatan:
a. Tindakan terapetik pada status epileptikus penderita non-epileptikus

13 PENYAKIT NEUROLOGI

34

Bila penderita status konvulsikus tersebut didapati tanda-tanda hipoksia


dan asidosis, pemberantasan konvulsi harus dilakukan dengan segera
(tindakan nomer D/E). Adapun tindakan yang harus dilakukan:
1) Lidah harus berada di antara lantai mulut dan guide airway, sehingga
lintasan jalan pernafasan sudah terjamin.
2) Penderita posisi tengkurap dengan kepala lebih rendah daripada badan
untuk mencegah aspirasi
3) Tempat tidur harus didindingi kasur tipis agar penderita tidak melukai
dirinya karena konvulsi tonik klonik
4) Pemeriksaan elektrolit, BUN, calsium, magnesium, glukosa, dan
pemerikasaan darah rutin. Kemudian dengan terapi medisinal:

Tindakan

Obat

A.

Glukosa

Dosis
Dewasa
25-50 mg

Cara
Anak-anak
1-2 mg/kg/BB

i.v. cepat

Dextrose 50%
Thiamin

100 mg

i.v. cepat

B.

Phenobarbital

100-120 mg

5-10mg/kg/BB

i.m.

C.

Phenobarbital

30-60 mg

5-10mg/kg/BB

i.m. setiap 15

menit
Jika dosis phenobarbital total sebesar 500 mg untuk orang dewasa dan 20
mg/kg/BB untuk anak sudah diberikan dan masih saja dalam status konvulsikus,
maka tindakan berikut harus dilakukan.
D.
Diazepam
2,5-10 mg

5-10 mg

i.v. lambat 2

menit
Jika konvulsi masih belum hilang dalam waktu 15 menit, maka tindakan E harus
dikerjakan
E.

Chloral hydrat 20 cc

10 cc

intrarektal

10%
Jika pemberian Chloral hydrat masih belum menolong, maka harus dilakukan:
F.
Narkosis
b. Tindakan terapetik pada status konvulsikus penderita epileptik

13 PENYAKIT NEUROLOGI

35

Dapat disebabkan oleh penghentian obat antikonvulsan secara mendadak


atau sudah lama tidak minum obat. Pada umumnya, suntikan intravena 5 mg
diazepam cukup untuk menghentikan konvulsi umum. Bila belum diberikan
lagi suntikan intravena 5 mg diazepam dan bila perlu diberi 30-60 mg
phenobarbital (untuk orang dewasa) atau 5-10 mg/kg/BB mg phenobarbital (untuk
anak-anak) setiap 15 menit sampai dosis maksimal tercapai (untuk dewasa 500 mg
dan untuk anak 20 mg/kg/BB). Jika konvulsi umum belum hilang, maka tindakan
E dan F tersebut di atas harus dilakukan.

IV. TETANUS

13 PENYAKIT NEUROLOGI

36

A. Definisi
Tetanus adalah suatu keadaan intoksikasi susunan saraf pusat oleh
endotoksin bakteri Clostridium Tetani, dengan gejala karakteristik rigiditas otot
yang berkembang progresif disertai eksaserbasi paroksismal.
B. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif: Clostridium tetani. Bakteri
ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia
dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini
bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Spora dalam keadaan anaerob
membentuk

eksotoksin

Tetanolisin

dan

Tetanospasmin.

Tetanospasmin

mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran neurotransmitter Glisin dan GABA,


sehingga pelepasan neurotransmitter inhibisi dihambat. Sedangkan tetanolisin
mempunyai sifat sitotoksik, dan dalam konsentrasi tinggi

bersifat

kardiogenik.

C. Patofisiologi
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada
beberapa level dari susunan saraf pusat dengan cara:
a. Toksin

menghalangi

neuromuscular

transmission

dengan

cara

menghambat pelepasan asetilkolin dari terminal nerve di otot


b. Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi
dari reflex sinaptik di spinal cord
c. Kejang pada tetanus mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari system saraf otonom dengan
gejala berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikardi, aritmia
jantung, peninggian katekolamin dalam urine
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal menyebabkan
meningkatnya aktivitas dari neuron yang mempersarafi otot masetter sehingga
terjadi trismus. Oleh karena itu otot masetter adalah otot yang paling sensitive
terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap aferen tidak hanya

13 PENYAKIT NEUROLOGI

37

menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis


dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas.
Ada 2 hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik melalui sumbu silindrik ke
kornu anterior susunan saraf pusat.
2. Toksin diabsorpsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah
arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending
bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mencapai CNS. Penjalaran
terjadi di dalam axis silinder dari sarung perineural. Toksin juga dapat menyebar
melalui darah dan jaringan/system limfatik.
D. Gejala klinis
Masa inkubasi antara terjadinya luka sampai timbul gejala antara 5 8
hari, biasanya tidak lebih dari 15 hari, dan periode onset adalah masa timbulnya
gejala ( trismus ) sampai terjadi spasme otot biasanya 2-3 hari.
Karakteristik dari tetanus:

Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama dan menetap selama 5-7

hari
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang
Biasanya didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)

karena spasme otot masetter


Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opisottonus, nuchal rigidity)
Risus sardonikus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik

ke atas, sudut mulut tertarik keluar dank e bawah, bibir tertekan kuat
Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan ekstensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya

kesadaran tetap baik


Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urine, bahkan dapat terjadi fraktur columna vertebralis (pada anak)

13 PENYAKIT NEUROLOGI

38

E. Klasifikasi
1. Tetanus Lokal (localited tetanus)
Pada local tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis dan fixator). Kontraksi otot
tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan
biasanya menghilang secara bertahap.
Local tetanus bisa menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang
ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga local tetanus ini dijumpai
sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini
terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi
berkisar 1-2 hari yang berasal dari otitis media kronik, luka pada daerah muka dan
kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized tetanus
Bentuk ini paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang
tidak dikenal beberapa tetanus local oleh karena gejala timbul secara diam-diam.
Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai yang disebabkan oleh
kekakuan otot masetter bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan
terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa risus sardonicus
yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang
dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan
obstruksi saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,
kompresi fraktur dan perdarahan di dalam otot. Kenaikan temperature biasanya
hanya sedikit, tetapi bisa juga mencapai 400C. Bila dijumpai hipertermi, tekanan
darah tidak stabil dan dijumpai takikardia penderita biasanya meninggal.
Diagnose ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
4. Neonatal tetanus

13 PENYAKIT NEUROLOGI

39

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani yang masuk melalui tali pusat


sewaktu proses pemotongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik karena penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora C. tetani maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat
yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional
yang tidak steril merupakan factor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
5. Klasifikasi tetanus menurut gejala klinis :

Tingkat Ringan ( I ) :
Trismus ringan dan sedang, kekakuan umum tidak disertai kejang,

gangguan respirasi dengan sedikit / tanpa gangguan menelan.

Tingkat Sedang ( II ) :
Trismus sedang, kaku disertai spasme kejang ringan sampai sedang yang

berlangsung singkat, disertai disfagi ringan dan takipnoe lebih dari 30 35 kali /
menit.

Tingkat Berat ( III ) :


Trismus berat, kekakuan umum, spasme dan kejang spontan yang

berlangsung lama.Gangguan pernafasan dengan takipnoe lebih 40 kali / mnt,


kadang apnoe, disfagia berat dan takhikardi lebih 120 kali / mnt. Terdapat
peningkatan aktifitas saraf otonom yang moderat dan menetap.

Tingkat Sangat Berat :


Gambaran tingkat III disertai gangguan otonom yang hebat, dijumpai

hipertensi berat dengan takhikardi atau hipertensi diastolic yang berat dan
menetap ( D > 110 mm Hg) atau hipotensi sistolik yang menetap ( S < 90 mm
Hg ), dikenal dengan autonomic storm.
F. Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat,
berupa:
1. Gjala klinik: kejang tetanik, trismus, disfagia, risus sardonicus
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka ada kalanya sudah dilupakan.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

40

3. Kultur C. tetani (+)


4. Lab: SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinemia
G. Komplikasi
a. Kegagalan respirasi / hipoksia
Penderita tetanus sedang, mengalami hipoksia dan hipokapnia akibat kerusakan
ventilasi-perfusi paru, walaupun secara klinis dan radiologist normal. Sedang
tetanus berat dengan spasme otot yang berat dan lama yang tidak terkontrol
dengan relaksan dan sedative dapat mengarah ke henti jantung dan kematian
atau kerusakan otak dengan akibat koma. Komplikasi lain thd paru adalah
atelektasi, bronkopneumoni, aspirasi pneumoni.
b. Kardiovaskuler dan otonom
Terutama dimediasi oleh system otonom. Pada hampir semua tetanus berat
terjadi peningkatan yang menetap dan berlangsung terus dari aktifitas simpatis
dan parasimpatis.
Komplikasi otonom ditandai oleh episode sinus takhikardi dengan hipertensi
berat yang segera diikuti dengan bradikardi dan penurunan tekanan

darah.

Ketidakstabilan ini merupakan awal dari henti jantung dan kematian.

Sering

juga ditemukan aritmia dan gangguan hantar jantung.


c. Sepsis yangg berakhir dengan multi organ failure ( MOF )
d. Komplikasi ginjal: berupa kegagalan fungsi ginjal akibat sepsis dan kelainan
pre renal
e. Komplikasi hematology: berhubungan dengan anemia karena infeksi .
f. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena hiperhidrasi, hipokalemi,
g.
h.
i.
j.

hiponatremi.
Komplikasi metabolic: asidosis respiratori dan alkalosis respiratorik.
Pada kulit: dekubitus dan thromboplebitis
Dapat terjadi: fraktur tulang vertebra torakal karena kejang
Komplikasi neurologist: berupa neuropati perifer, optalmoplegi serta gangguan
memori dan penurunan kesadaran.

H. Terapi
1. UMUM (5B, Breath, Blood, Brain, Bladder dan Bowel).
2. KHUSUS

13 PENYAKIT NEUROLOGI

41

Pasien tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang khusus dengan peralatan
intensif dan memadai, dan bila perlu dilakukan trakheotomi. Stimulasi cahaya,
taktil dan auditori sedapat mungkin dikurangi.

ATS 10.000 U im satu kali @ Tetagam 12 amp / hr ( 5 hr ) Deltoid ka&


ki, Paha ka & ki, Bokong ka & ki.

Pen.Proc 2 jt U tiap 6 jam atau Tetrasiklin 2 gram / hari

Metronidazol 3 X 5000 mg

Sedativa : Diazepam 10 mg iv sesuai kebutuhan, sampai 500 mg / hari

ICU atas indikasi

Trakheotomi ; mutlak pd tetanus tingkat III dan IV.

I. Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian:

Masa inkubasi dan waktu onset, semakin pendek prognosa makin buruk

Beratnya gejala klinik, ( spasme dan dis otonomi ) makin berat makin
buruk

Usia, neonatus dan usia tua prognosa makin buruk

Gizi buruk, prognosa buruk

Penanganan komplikasi, bila ditangani secara optimal maka prognosa


baik.

V. PARKINSON
A. Definisi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

42

Penyakit Parkinson (Parkinson desease) adalah bagian dari Parkinsonism,


yang secara patologis ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama di
substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik
eosinofilik (Lewy Bodies).
Parkinsonis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu
istirahat, rigiditasi, bradikinesia dan hilangnya refleks postural, akibat penurunan
kadar dopamin dengan berbagai macam sebab.
B. Etiologi

Idiopatik

Usia lanjut

Genetik
Faktor limgkungan

Faktor resiko:
-

Usia, meningkat pada usia lanjut, jarang pada usia diatas 30 tahun

Rasial, kulit putih lebih sering dari pada orang Asia dan Afrika

Genetik

Toksin

Penggunaan herbisida dan pestisida

Infeksi

Cedera Cranio Serebral

Stress Emosional

C. Patofisiologi
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat
kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 50 % yang
disertai

adanya

inklusi

multifaktorial.
D. Klasifikasi
1. Idiopatik (Primer)

Penyakit parkinson

13 PENYAKIT NEUROLOGI

sitoplasmik

eosinofilik

(Lewy

bodies)

akibat

43

Juvenile Parkinsonism

2. Simptomatik (Sekunder)

Infeksi dan pasca infeksi

Pasca Encefalitis (Ensefalitis letargika), slow virus

Toksin:
-

1-Methyl-4Phennnyl-1,2,3,6-Trihydroxypyridine (MPTP) ; Co ;
Mn ; Mg ; CS2 ; Metanol, Etanol; Sianid

Obat:
-

Neuroleptik (antipsikotik); anti emetik; reserfin; tetrabenazine;


Alfa-Metil-Dopa; Lithium; Flunarisin; sinarisin

Vaskuler: multi infark serebral

Trauma kranio serebral (Pugilistic Encephalopathy)

Lain-lain:
-

Hipoparatiroidia

Degenerasi Hepato Serebral

Tumor Otak

3. Parkinsonism Plus (Multiple system degeneration)

Progresif Supranuclear Palsi

Atrofi Multisystem:
Degenerasi

striatogrial;

syndroma

shy-drager;

degenerasi

olivo

pontosereberel; sindroma parkinsonism-amiotrofi

Degenerasi ganglionik kortikobasal

Sindroma Demensia:
Kompleks parkinsonism-demensials (GUAM; penyakit lewy bodies difus;

penyakit Jacob creut zfeldt; penyakit alzheimer

Hidrosefalus tekanan normal

Kelainan Herediter

13 PENYAKIT NEUROLOGI

44

Penyakit Wilson; penyakit Hallervorden-Spatz; penyakit hutington; neuro


akantositosis;

kalsifikasi

ganglia

basal

familial;

parkinsonism familia dengan neuropati perifer


4. Penyakit Heredodegeneratif

Seroid Lipofusinosis

Penyakit Gerstmann-strausler-scheinker

Kelainan Herediter

penyakit Hallervorden-Spatz

Penyakit hatingtong

Lubag (Filipo X linked dystonia-parkinson)

Penyakit Machado joseph

Nekrosis striatal dan sitopati mitokhondria

Neuroakantosis

Atrofi famialial olivopontoserebeler

Syndrom Talamik demensia

Penyakit Wilson

13 PENYAKIT NEUROLOGI

parkinsonism

familial;

45

E. Gejala

F. Diagnosis
1. Kriteria Diagnostik (Kriteria Hughes)

Possible : terdapat salah satu dari gejala utama


-

Tremor istirahat

Rigiditas

Bradikinesia

Kegagalan refleks postural

Probable
Terdapat kombinasi dua gejala utama atau satu gejala dari tiga gejala

pertama yang tidak simetris

Definite

13 PENYAKIT NEUROLOGI

46

Terdapat tiga kombinasi dari empat gejala atau dua gejala dengan satu
gejala lain yang tidak simetris. Bila semua tanda-tanda tidak jelas periksa ulang
beberapa bulan kemudian.
2. Tanda Khusus:
Meyerson Sign = tidak dapat mencegah kedip mata bila daerah glabela
diketuk berulang-ulang 2X/detik.
3. Pemeriksaan Penunjang

Neuroimaging
CT- Scan
MRI
PET
Laboratorium (penyakit parkinson sekunder)
Patologi Anatomi
Pemeriksaan kadar Cu (Wilsonis Disease) prion (Bovine spongiform
encephalopathy)

G. Penatalaksanaan
1. Umum (Suportive)

Pendidikan (education)
Penunjang (support)
- Penilaian kebutuhan emosional
- Rekreasi dan kegiatan kelompok
- Konsultasi profesional
- Konseling hukum
- Konseling pekerjaan

Latihan fisik
Nutrisi

2. Medikamentosa
a. Antagonis NMDA Amantadin 100 n 200 mg per hari
b. Anti kholinergik

Benztropin mesylate 1 n 8 mg perhari

13 PENYAKIT NEUROLOGI

47

Biperiden 3 6 mg perhari

Chorphenoksamine 150-400 mg perhari

Cycrimine 5 20 mg per hari

Orphenadrine 150 400 mg perhari

Procyclidine 7.5 30 mg perhari

Trihexyphenidyl 3 15 mg perhari

Ethoproprazine 30 60 mg perhari

c. Dopaminergik

carbidopa + levodopa 10/100 mg, 25/100 mg, 25/250 mg perhari

Benserazide + levodopa 50/100 mg perhari

d. Dopamin agonis

Bromocriptine mesylate 5 40 mg perhari

Pergolide mesylate 0.75 5 mg perhari

Cabergoline 0.5 5 mg perhari

Pramipexole 1.5 4.5 mg perhari

Ropinirole 0.75 2.4 mg perhari

Apomorphine 10 80 mg perhari

e. COMT (Catechal-O-Methyl Transferase) inhibitors

Entacapone 200 mg perhari bersamaan dengan setiap dosis levodopa,


maksimal 1600 mg entacapone perhari

Tolcapone 300 600 mg perhari

f. MAO-B (Mono Amine Oxidase B) inhibitor


Selegiline 10 mg perhari (pagi dan siang) ] 5 mg bid perhari
g. Antioksidan

Asam askorbat (vit.C) 500-1000 mg perhari

Betacaroten (pro vit. A) 4000 IU perhari

h. Betablocker : Propanolol 10 30 mg perhari


3. Pembedahan

13 PENYAKIT NEUROLOGI

48

a.
b.
c.
d.

Talamotomi ventrolateral : bila tremor menonjol


Palidotomi : bila akinesia dan tremor
Transplantasi substansia nigra
Stimulasi otak dalam

4. Rehabilitasi Medik
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah-masalah sebagai berikut
a.
b.
c.
d.
e.

Abnormalitas gerakan
Kecenderungan postur tubuh yang salah
Gejala otonom
Gangguan perawatan diri (activity of daily living-ADL)
Perubahan psikologik

H. Komplikasi

Hipokinesia
-

Atrofi / kelemahan otot skunder, Kontraktur sendi

Deformitas: kifosis; skoliosis

Osteoporosis

Gangguan fungsi luhur


-

Afasia

Agnosia

Apraksia

Gangguan postural
-

Perubahan kardio-pulmonal

Ulkus dekubitus

Jatuh

Gangguan Metal
-

Ganggua pola tidur

Emosional

Gangguan seksual

Depresi

Bradifrenia

13 PENYAKIT NEUROLOGI

49

Psikosis

Demensia

Gangguan Vegetatif
-

Hipotensi postural

Inkontinensia urine

Gangguan keringat

IV. BELLS PALSY


A. Definisi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

50

Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer yang mendadak


timbul pada orang sehat tanpa sebab yang jelas.
B. Etiologi
1. Masih belum pasti.
2. Beberapa pendapat antara lain :
-

Faktor herediter

Infeksi virus

Alergi

Autoimun

Vaskuler

Hawa dingin, keradangan

Penyakit sistemik

C. Perjalanan N.VII
Inti motorik nervus VII di pons mengitari inti nervus VI keluar di bagian
lateral pons diantara nervus VII dan VII keluar nervus intermedius nervus
VII, VII dan intermedius masuk ke meatus akustikus internus nervus VII dan
intermedius berjalan bersama masuk ke kanalis fasialis masuk ke dalam os
mastoid foramen stilomastoid otot wajah
D. Gejala klinis

Biasanya akut; hampir selalu unilateral, sering diketahui setelah bangun


tidur.
Kelumpuhan semua otot mimik.
Waktu diam :
- kerutan dahi hilang
- alis lebih rendah
- celahmata lebihbh besar
- lipatan nasolabial hilang
- bentuk lubang hidung tidak simetris
Waktu gerak :
- Tidak dapat mengangkat alis

13 PENYAKIT NEUROLOGI

51

tidak dapat mengerutkan dahi


tidak dapat menutup mata
tidak dapat meringis
tidak dapat menggembungkan pipi
tidak dapat bersiul
tidak dapat menegangkan otot platisma
bila mencucu terjadi deviasi ke arah yang sehat

Perbedaan paralisis nervus VII tipe sentral dan tipe perifer :

Tipe sentral : kontralateral, bagian bawah wajah saja yang lumpuh


(dibawah mata dan alis tidak lumpuh karena bagian atas mendapat

inervasi hemisfer.
Tipe perifer : ipsilateral, semua bagian wajah lumouh mulai dari dahi
sampai mulut.

E. Diagnosis

Anamnesis
Pemeriksaan klinis
- Test Lakrimasi
- Fungsi sensorik (test rasa pada lidah)
- Test refleks stapedius
- Pemeriksaan fungsi motorik

F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa

Kortikosteroid dalam 4 hari prednison 0,1 -0,5 mg/kgBB (karena masih


mungkin terjadi proses ke arah paralisis total dan menghilangkan rasa
nyeri).

2. Pembedahan (dekompresi)

Letak foramen stylomastoideus


Indikasi :
- Bila nyeri hebat di belakang telinga yang homolateral sejak saat onset
- Tidak sembuh fungsional dalam 2 bulan
- Kesembuhan tidak sempurna
- Serangan berulang
Semakin dini dilakukan, tindakan pembedahan ini memberikan hasil yang
optimal (akhir minggu ke-3)

4. Fisioterapi dini

13 PENYAKIT NEUROLOGI

52

Masase otot wajah


Diatermia
Fonodisasi

G. Komplikasi
1. Fenomena air mata buaya ; waktu makan keluar air mata. (akibat regenerasi
serabut saraf otonom yang salah arah)
2. Kontraktur otot wajah
3. Sinkinesis ; gerakan sadar menutup mata, terjadi pengangkatan sudut mulut,
kontraksi otot platisma, atau pengerutan dahi ( regenerasi serabut saraf mencapai
otot yang salah)
4. Spasme otot wajah
5. Ptosis alis
6. Bells palsy rekuren
F. Prognosis

80 90 % MENGALAMI PERBAIKAN PADA OTOT-OTOT


EKSPRESI MUKA. BILA TERDAPAT TANDA KESEMBUHAN OTOT
WAJAH SEBELUM HARI KE 18; MK KESEMBUHAN SEMPURNA

ATAU HAMPIR SEMPURNA DAPAT TERJADI.


PERBAIKAN KOMPLIT DIMULAI SETELAH 8 MINGGU DAN
MAKSIMAL 9 BULAN 1 TAHUN.
FAKTOR-FAKTOR PROGNOSIS YANG BAIK :
- KELAINAN INKOMPLIT,
- UMUR MUDA (< 60 TAHUN),
- INTERVAL YANG PENDEK ANTARA ONSET DAN PERBAIKAN
PERTAMA (2 MINGGU)

13 PENYAKIT NEUROLOGI

53

VII. MYASTENIA GRAVIS


A. Definisi
Suatu penyakit autoimun yang menyerang reseptor asetilkolin pada motor
neuron junction otot skeletal oleh suatu antibodi.
B. Klasifikasi
1. Myastenia gravis dewasa
2. Myastenia gravis anak :

Myastenia gravis neonatal sementara


Myastenia gravis kongenital

13 PENYAKIT NEUROLOGI

54

Myastenia gravis juvenil


Myastenia gravis familial

C. Etiologi
Tidak diketahui, namun dipercaya berkaitan degan timoma.
D. Patofisologi
Kegagalan transmisi impuls saraf pada hubungan neuromuskuler dimana
asteilkolin tidak sampai pada membran post sinaptik dalam jumlah yang cukup.
Gangguan ini timbul karena adanya reaksi autoimunologik pada tempat tersebut.
E. Gejala klinis
Gejala klinis muncuk terutama pada saat aktivitas dimana akan timbul
kelainan mata seakan-akan mata akan menutup, gangguan menelan dan gangguan
berbicara.

Fase 1 terutama mengganggu mata seperti ptosis, otot penggerak bola

mata cepat lelah dan terjadi diplopia.


Kelainan bulbar dapat dilihat dari pasien sulit untuk menelan dan mudah

lelah jika berbicara lama.


Gangguan pada otot-otot lengan proksimal yaitu pasien tidak mampu

mengangkat kedua lengan lebih dari 3 menit.


Gangguan pada otot-otot tungkai proksimal yaitu pasien tidak dapat
berdiri-jongkok lebih dari 10 kali.

F. Diagnosis

Anamnesa
Pemeriksaan
- Test westernberg, yaitu pasien menatap tanpa kedip pada benda yang
terletak diatas bidang ke dua mata beberapa waktu lamanya pada
-

myastenia gravis mata akan ptosis.


Tensilon test, yaitu tensilon 2 mg IV tidak ada efek samping
tensilon 5-8 mg IV terdapat perbaikan dari kelemahan otot
(myastenia positif)

13 PENYAKIT NEUROLOGI

55

Prostigmin test, yaitu neostigmin dengan pemberian 1,25 mg


neostigmin secara IM, dapat dikombinasi dengan atropin 0,6 mg untuk
mencegah efek samping. Gejalanya akan membaik dalam waktu 30

detik dan akan berakhir dalam 2 atau 3 jam.


Test Quinine & Curare, memperberat myastenia gravis.

G. Penatalaksanaan

Antikholin esterase
Obat-obat ini menghambat kolinesterase yang kerjanya menghancurkan

asetilkolin

Piridostigmin bromide (Mestinon ,60 mg ) 30 120 mg / 3 jam.


Neostigmin bromide (Prostigmin ,15 mg) 15 45 mg.
Bila diperlukan dapat diberi subkutan atau i.m, didahului dengan

pemberian atropin 0,5 1 mg.


Kortikosteroid
Prednisolon paling sesuai untuk MG, diberikan secara selang-seling untuk

menghindari efek samping. Dosis awal harus kecil ( 10 mg ) dan dinaikkan secara
bertahap 5 15 mg / mgg.Indikasi :

setelah timektomi dari timoma invasif


penderita yang tidak dapat dikontrol secara memuaskan
kelompok usia lanjut > 50 th
tipe okular murni

Azatrioprin
- Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg / kg BB selama 8 mgg
- Dianjurkan pemberian bersama-sama dengan prednisolon
Timektomi
Indikasi :
-

timoma yang ganas


MG (generalized ) yang tak dapat dikontrol dg antikolinesterase
penderita < 50 th
6 12 bl setelah MG tidak ada remisi spontan

H. Krisis myastenia
Keadaan penderita yang cepat memburuk, terjadi karena ;

pekerjaan fisik berlebihan

13 PENYAKIT NEUROLOGI

56

emosional
infeksi
melahirkan
obat-obat yang menyebabkan neuromuscular blok (Strepto, Neomicyn,
curare, quinine)

Tindakan terhadap kasus ini adalah sebagai berikut :

bebaskan jalan nafas

pemberian antikholin esterase

obat imunosupresan dan plasmaferesis.

G. Kholinergik krisis

Karena overdosis / mendekati dosis bahaya dari obat antikholin esterase.


Gejala-gejala : muntah-muntah, berkeringat, hipersalivasi, lakrimasi,
miosis, pucat, hipotensi

Tindakan :
-

Penghentian antikholin esterase sementara,

dengan dosis yang lebih rendah.


Atropin sulfat ( 0,3 0,6 mg i.v )

13 PENYAKIT NEUROLOGI

kemudian diberi lagi

57

VIII. CEPHALGIA
A. Definisi
Nyeri kepala adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di
belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Nyeri
kepala adalah semua perasaan tidak menyenangkan di daerah kepala.
B. Etiologi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

58

C. Patofisiologi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

59

Struktur peka nyeri

D. Diagnosa
1. Anamnesa lama nyeri, frekuensi, lama serangan, lokasi, pemicu, sifat, gejala
yang menyertai, pengobatan, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit
keluarga.
2. Pemeriksaan GCS, nervus cranialis, palpasi tengkorak dan otot, nyeri tekan
tengkuk, perabaan arteri temporalis, EEG dan Ct scan.

Nyeri Kepala Tegang Otot (Tension Headache)


Definisi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

60

Nyeri kepala tipe tegang adalah suatu keadaan yang melibatkan sensasi
nyeri atau rasa tidak nyaman di daerah kepala, kulit kepala, atau leher yang
biasanya berhubungan dengan ketegangan otot di daerah ini.
Patofisiologi
NKTO dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme.

Sebagian besar otot tengkuk berpaut pada periosteum bagian oksiput


kepala Pautan ini tidak melalui tendon, tapi melalui jaringan miofasial yang
melekat langsung pada periosteum Periosteum merupakan bangunan peka
nyeri sehingga tarikan oleh otot yang berkontraksi terus menerus menyebabkan
rasa nyeri.
Gejala klinis

Tidak ada gejala prodormal atau aura


Nyeri kepala dirasakan bilateral di atas kepala seperti ada beban berat, rasa

diikat atau kencang


Leher terasa kaku
Intensitas nyeri sedang sampai berat, tetapi tidak mengganggu pekerjaan
sehari-hari

13 PENYAKIT NEUROLOGI

61

Nyeri kepala dapat berlangsung episodik (< 15 hari / bulan, nyeri hilang
dalam 30 menit - 7 hari) atau secara kronik ( >15 hari / bulan, selama 6

bulan)
Memburuk atau dicetuskan oleh stress

Klasifikasi
-

NKTO Episodik
:
- Serangan nyeri kepala yang terjadi < 15 x/ bulan
- Setidak-tidaknya 2 dari kriteria berikut
- Terasa seperti ditekan atau diikat namun tidak berdenyut
- Tidak ada gejala prodormal atau aura
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Lokasi bilateral
- Fotofobia dan fonofobia tidak ada atau hanya salah satu
- Tidak ada nyeri kepala akibat sebab lain
NKTO kronik
Serangan nyeri kepala yang timbul lebih dari 15 x/ bulan dan berlangsung

lebih dari 6 bulan, sesuai tipe serangan diatas


-

NKTO tak terklasifikasi


Semua bentuk nyeri kepala yang mirip dengan gejala diatas, tetapi tidak

memenuhi syarat untuk diagnosis salah satu NKTO dan juga tidak memenuhi
kriteria untuk nyeri kepala migren tanpa aura
Penatalaksanaan
-

Pencegahan
- Hindari faktor pencetus (stress, kelelahan, kecemasan, rasa lapar, rasa
marah,dan posisi tubuh yang tidak sehat)
- Pola hidup sehat
Istirahat yang cukup
Olahraga teratur
Berekreasi
Non-Farmakologi Kompres hangat atau dingin pada dahi,

Mandi air

panas, Tidur dan istirahat


Farmakologi
Terapi abortif
Analgesik Asetaminofen 1000-1500 mg/hari
NSAID Asam mefenamat 1000-1500 mg/hari, Naproxen
sodium 275-550 mg/hari atau Kombinasinya

13 PENYAKIT NEUROLOGI

62

Terapi preventif Amitriptilin 10-50 mg sebelum tidur, Nortriptilin


10-75 mg sebelum tidur, Doxepin 10-75 mg sebelum tidur
Migrain
Definisi
Nyeri kepala berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam

Nyeri biasanya sesisi (unilateral)


Sifatnya berdenyut
Intensitas nyerinya sedang sampai berat
Nyeri diperhebat dengan aktivitas
Disertai mual dan/ atau muntah
Fonofobia dan fotofobia

Faktor pemicu

Faktor psikologis (79,7%) Stress, depresi


Faktor hormonal (65,1%) Menstruasi, Hamil, menopause
Faktor lingkungan (53,2%) Perubahan cuaca, musim
Rangsangan sensorik, Bau menyegat (43,7%), Sinar yang terang (38,1%)
Alkohol (37,8%)
Rokok(35,7%)
Faktor makanan (26,9%)

Patofisiologi
Sebelum Decade of the Brainmigren adalah suatu prnyakit vaskular yang
dipicu oleh proses-proses yang menyebabkan vasokonstriksi diikuti vasodilatasi,
peradangan dan nyeri kepala.
Saat ini, perubahan beurokimiawi (dopamin dan serotonin) hilang
pengendalian neuron sentral aktivasi sistem trigeminovaskular pembebasan
neuropeptida peradangan steril di sekitar pemb.darah
Nyeri saat serangan disfungsi SSP hilangnya pengendalian neural
sentral keseimbangan pembuluh darah kranial terganggu dan melebar
plasma keluar ruang perivaskular aktivasi sistem trigeminovaskular untuk
neuropeptida respon peradangan di sekitar pembuluh darah.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

63

Klasifikasi
Klasifikasi migrain menurut ICD-10

G43 Migraine : Use additional external cause code (Chapter XX), if

desired, to identify drug, if drug-induced.


Excludes: headache NOS ( R51 )
G43.0 Migraine without aura [common migraine]
G43.1 Migraine with aura [classical migraine]
G43.2 Status migrainosus
G43.3 Complicated migraine
G43.8 Other migraine Ophthalmoplegic migraine dan Retinal migraine
G43.9 Migraine, unspecified

Gejala klinis

Empat fase penting migrain :

13 PENYAKIT NEUROLOGI

64

Prodromal : suatu rangkaian peringatan sebelum terjadi serangan, meliputi


perubahan mood, perubahan perasaan/sensasi (bau atau rasa),lelah atau

ketegangan otot
Aura : berlangsung 5-20 menit, biasanya berakhir kurang dari 1 jam
- tanpa aura klasik migraine
- dengan aura common migraine
Sakit kepala : umumnya satu sisi, berdenyut-denyut, disertai mual dan

muntah, sensitif terhadap cahaya dan suara. Terjadi antara 4 -72 jam
Postdromal : tanda-tanda lain migrain seperti tidak bisa makan,

tidak konsentrasi, kelelahan.


Diagnosa
Kriteria diagnosa berdasarkan IHS :
1. Serangan nyeri kepala > 5x, dengan gambaran klinis yang sama selama 472 jam
2. Terdapat 2 atau lebih kriteria gambaran nyeri kepala
a. Nyeri unilateral
b. Nyeri sedang-berat
c. Nyeri berdenyut
d. Nyeri yang diperberat oleh aktivitas sehari-hari
3. Terdapat 1 atau lebih dari kriteria berikut
a. Gejala aura
b. Mual selama nyeri kepala
c. Fotofobia atau fonofobia selam nyeri kepala
4. Menyingkirkan nyeri kepala sekunder dari anamnesa dan pemeriksaan
fisik
Penatalaksanaan
Akut

Analgetika (parasetamol, asam mefenamat, aspirin) yang diberikan


bersama dengan obat yang dapat mengurangi stasis lambung seperti
metoklorpramid.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

65

Bila belum menolong, maka diberikan ergotamin atau dehidroergotamin.


Efek samping obat ini adalah obat tersebut juga menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah koroner dan pembuluh darah perifer lain.
Dosis 1 mg (2-3 tab), jika tidak membaik 1 tab (400 tiap setengah jam,
maksimal 6 tab/ hari atau 10 tab/ minggu).

Sebaiknya diberi sumatripan secara suntikan maupun per oral. Sumatripan


hanya bekerja pada reseptor serotonin 1 D secara spesifik, oleh karena itu
efek sampingnya sangat minimal. Dosis 1 tab = 100 mg, jika gejala masih
muncul dosis diulang tiap maksimal 3 tab/ 24 jam dengan interval 2 jam.

Profilaksis

Propanolol (beta bloker), dosis : 40-120 mg/ hari


Kontraindikasi : penderita asma, penderita yang sering melakukan

kegiatan olahraga.

Pizotifen (antihistamin)
Efek samping : nafsu makan meningkat

Methysergide (antagonis serotonin, dosis : 8-16 mg tab/ hari


Efek samping : fibrosis retroperitoneal

Flunarizin (calcium blocker), dosis 5-10 mg tab/hari


Efek samping : mengantuk,parkinson.
Trigeminal Neuralgia

Definisi
Nyeri paroksismal pada daerah distribusi nervus trigeminal yang
melibatkan satu atau lebih cabang nervus trigeminus.
Nyeri saraf trigeminal yang ditandai oleh serangan nyeri mendadak,
paroksismal, tajam, dan hebat seperti tikaman pada daerah percabngan nervus
trigeminal disertai gangguan vasomotor, sekretorik, berlangsung beberapa detik
sampai menit dipicu oleh sikat gigi, mengunyah, mencuci muka, mencukur,
terkena air dingin atau menelan.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

66

Klasifikasi

Idiopatik trigeminal neuralgia (Tic Douloureux) tidak diketahui

penyebabnya.
Simptomatik trigeminal neuralgia penyebabnya diketahui misalnya oleh
multiple sklerosis, tumor sekitar ganglion trigeminal atau karena herpes
zooster.

Patofisiologi

Degenerasi ganglia trigeminal Gaserri (sering pada usia > 70 tahun)


Penekanan akar saraf trigeminus oleh karena aterosklerosis arteri carotis
interna, aneurisma carotis, penekanan oleh karena tumor dan pergeseran

batang otak
Angulasi berlebihan pada akar saraf trigeminus akibat demineralisasi os
petrossum atau karena adanya iritasi ganglia Gasseri oleh os petrosum

(sering pada wanita menepouse)


Demielinisasi bagian proksimal akar saraf trigeminus
Cetusan paroksismal neuron nukleus trigeminus di batang otak

Gejala klinis

Usia > 10 tahun


Intensitas nyeri tinggi terutama di daerah Trigger Point yaitu di cuping

hidung dan mulut


Nyeri berlangsung antara 20-30 detik, hilang beberapa menit kemudian

muncul lagi
Nyeri dapat berminggu-minggu atau berbulan-bula, mereda kemudian

timbul lagi
Cabang nervus trigeminus ke-2 dan ke-3 lebih sering terkena dan

unilateral
Pemeriksaan neurologis hampir selalu normal
Bilateral apabila oleh karena multiple sklerosis
Dapat disertai spasme wajah sesisi

Penatalaksanaan

13 PENYAKIT NEUROLOGI

67

Medikamentosa : Carbamazepin (400-1200 mg/hari), difenilhindatoin

(200-400 mg/hari) dan Baclofen (60-80 mg/hari).


Pembedahan : Rhizotomy dan decompresi craniovascular
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)

Cluster Headache
Definisi
Nyeri yang sangat berat yang mengenai separuh dari kepala, daerah sekitar
mata kemudian meluas ke rahang dan pelipis.
Patofisiologi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

68

Gejala klinis

Nyeri unilateral orbital dan dapat menyebar ke sekitar temporal, rahang,


hidung, dagu dan gigi

Berlangsung 15-180 menit

Sering disertai dengan lakrimasi pada sisi yang sama dengan nyeri kepala,
konjuntival injection, nasal kongesti, ptosis, perubahan pupil, berkeringat
yang unilateral atau bilateral dan fasial flushing

Tidak adanya aura

Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali perhari 1 3 serangan


perhari, sering berakhir antara 3 16 minggu. Dengan interval antara 6
bulan dan 5 tahun

Penatalaksanaan
Sumatriptan, untuk mencegah vasodilatasi, injeksi SC 6 mg dapat diulang setelah
24 jam.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

69

Arteritis Temporalis
Definisi
Nyeri temporal yang hebat di pelipis, kemudian nyeri ini menjadi hebat
dan seluruh kepala terasa nyeri
Patofisiologi

Gejala klinis

Terutama pada penderita diatas 50 tahun

Gejala : nyeri kepala unilateral, nyeri tekan, bengkak, pulsasi seakan-akan


tidak ada, didaerah arteria temporalis

Terdapat pula kelainan polimialgia reumatika

Laboratorium didapatkan : LED meningkat, anemia, dan gejala lain seperti


pada rheuma

Penatalaksanaan

Cortison acetat 2x 100 mg (im) /hari dapat memberikan perbaikan yang


jelas dan menghindarkan gejala sisa, Dilakukan tappering off, untuk
penghentian cortison

LED > 45 mm/jam pertama memastikan diagnosa

13 PENYAKIT NEUROLOGI

70

IX. GUILLAIN BARRE SYNDROME (GBS)


A. Definisi

GBS adalah penyakit akut/subakut yang lambat laun menjadi paralitik


dengan

etiologi yang belum jelas namun cenderung ke arah proses

immunologik

Ciri-ciri patologik yang khas adalah infiltrasi limfosit dan infiltrasi sel
makrofag dari serat saraf perifer dengan destruksi mielin

13 PENYAKIT NEUROLOGI

71

Terdapat 3 tipe GBS :


-

Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculopathy (AIDP)


Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)

B. Patofisiologi

Adanya kesamaan molekuler antara epitop mielin dan glikolipid pada

Camphylobacter, Mycoplasma yang mendahului serangan GBS


Antibodi terhadap antigen infeksi mengadakan reaksi silang dengan

antigen spesifik sel Schwan saraf perifer, sehigga terjadi blok konduksi.
Pada AIDP terjadi demielinisasi, pada AMAN dan AMSAN terjadi
degenerasi aksonal.

C. Gejala klinik

Permulaan sub akut sering mulai 1 3 mgg setelah infeksi saluran nafas

bagian atas
Keluhan utama adalah kelemahan , mulai dari ataksia ringan sampai

paralisis total
Kelumpuhan biasanya mulai dari ekstremitas bagian bawah dan menjalar

ke atas (ascending)
Otot-otot leher, tubuh dan interkostal terkena lebih lambat
Pola kelumpuhan simetris
Refleks fisiologis menghilang
Gangguan rasa raba, berupa gloves-stocking hipestesi
Paralisis N VII, IX,X
Gangguan rasa raba, berupa glove-stocking hipestesi
Gangguan rasa posisi dan getar terutama terganggu
Inkontinensi / retensio urin
Hipotensi ortostatik
Sinus takhikardi
Nyeri otot yang terkena

D. Periode perjalanan penyakit


Dibagi dalam 3 periode :

Periode Progresif, pada periode ini terdapat progresivitas dari gejalagejalanya.,lamanya rata-rata 9 hari atau bervariasi antara 2 21 hari.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

72

Periode Stabil, lamanya kira-kira 6 hari

Periode Penyembuhan, lamanya 3-4 miggu dan kadang-kadang berbualnbulan atau tahun

E. Gambaran khas
Disosiasi sito albumin : jumlah protein meningkat (> 0, 55 gr/L) tanpa diikuti
peningkatan limfosit.
F. Penatalaksanaan

Plasmaferesis : banyak penyelidikan mengatakan berguna untuk GBS yang


baru dan yang diberikan dalam 7 hari setelah permulaan penyakit. Seperti
diketahui Plasmaferesis hanya mengeluarkan antibodi yang beredar,
kompleks imun dan limfokin.
Plasmaferesis / Plasma Exchange
Darah dikeluarkan dari tubuh sel darah dipisahkan dari plasma sel

darah di resuspended dalam larutan koloid dimasukkan ke dalam tubuh


Intravenous Immunoglobulin (IVIg)
Mekanisme kerja: penekanan produksi otoantibodi yang bersifat patogen
Immunoglobulin IV: 0,4 gr/kgBB/hari selama 5 hari Diberikan secepatnya
7 hari pertama

G. Prognosis

85% pasien sembuh sempurna


6-8% pasien mengalami kematian

13 PENYAKIT NEUROLOGI

73

X. HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)


A. Definisi
Yaitu

keadaan

patologis

yang

disebabkan

oleh

herniasi

diskus

intervertebralis di daerah lumbosakral.


B. Patofisiologi

Herniasi diskus lumbal dapat disebabkan oleh trauma atau perubahan

degeneratif pada diskus.


Sebagai akibat peregangan pada ligamentum longitudinalis posterior, timbul

rasa nyeri pinggang bawah.


Sedangkan penekanannya pada akar saraf menimbulkan rasa nyeri radikuler,
gangguan sensorik atau motorik, yang sesuai dengan distribusi segmen saraf
yang terkena

13 PENYAKIT NEUROLOGI

74

13 PENYAKIT NEUROLOGI

75

C. Gejala klinis

Nyeri pinggang bawah, dapat timbul mendadak dan hebat, didahului atau

tanpa trauma sebelumnya.


Nyeri dapat semakin bertambah pada saat melakukan gerakan seperti
membungkuk, batuk atau bersin. Dan biasanya nyeri tersebut berkurang
dengan berbaring pada sisi yang sehat serta posisi fleksi pada tungkai

yang sakit.
Nyeri radikuler, gangguan motorik atau sensorik, yang sesuai dengan

distribusi segmen saraf yang terkena.


Paraparese dan gangguan miksi/defekasi sebagai akibat

kompresi

kauda ekuina dapat dijumpai, seperti pada midline disc protrusion.

D. Cara pemeriksaan

13 PENYAKIT NEUROLOGI

76

Anamnesa
Pemeriksaan neurologis
- Test Lasegue, pemeriksaan sensorik, motorik, refleks
Pemeriksaan tambahan
- darah lengkap (terutama LED, Ca, P, Fosfatase alkali/asam, BSN)
- X-foto lumbo-sakral AP / LAT
- EMG
- LP, myelografi / kaudografi
- CT scan

E. Penatalaksanaan
Konervatif

Penderita dengan gejala klinis ringan :


- Mencegah gerakan-gerakan yang menimbulkan keluhan dan tirahbaring pada saat timbul keluhan
- Analgesik, bila perlu
- Fisioterapi, seperti terapi panas, latihan, korset lumbal.
Penderita dengan gejala nyeri pinggang hebat :
- Tirah-baring (alas keras, pada posisi yang dirasakan enak)
- Analgesik, antispasmodik (diasepam), anti-inflamasi (aspirin, NSAID)
- Fisioterapi, seperti traksi pinggul

Pembedahan

Pembedahan dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :


- Dengan cara-cara konservatif ( 3-4 mgg) tidak berhasil
- Midline disk protrusion yang menimbulkan gejala kompresi cauda
-

equina
Kompresi akar saraf yang menimbulkan kelumpuhan otot, seperti foot
drop.

XI. MIOPATI
A. Definisi
Kelainan yang ditandai dengan adanya fungsi abnormal otot (serabut
otot/jaringan intertistiel) tanpa adanya bukti denervasi.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

77

B. Klasifikasi
Herditer

: ditrofi muskuler, miotonia dan distrofik miotonika

Acquired

: polimiositis dan paralisis periodik

C. Tanda dan gejala


Lemah, lelah, kecil dan lembeknya otot, kram otot, nyeri dan pegal otot,
lumpuh, flaksid, atrofi, proksimal lebih sering daripada distal, refleks fisiologis
menurun, reflek patologis tidak ada.
Otot yang terganggu
Gangguan sensibilitas
Fasiculasi

Penyakit otot
Otot proksimal
(-)

Neurogen
Otot distal, kecuali genu
(+) kecuali kelainan

(-)

kornu anterior
(+) kecuali
kornu anterior
kecuali Akut/sub akut

kelainan

Perjalanan penyakit

Kronik,

kecuali

EMG

polimiosistis
ALS
Fasuculasi dan fibrilasi (-) Fasiculasi dan fibrilasi
(+)

Umur
Perjalanan penyakit
Insiden
Gejala
Keadaan umum
CPK
Klasifikasi

Herediter
< 30 tahun
Pelan (tahunan)
Pria >>
Tenaga berkurang

Acquired
>30 tahun
Minggu-bulan
Wanita >>
Nyeri bertambah, LED

Baik
Meningkat
Distrofi muskular,

meningkat
Terganggu, febris
Meningkat
Polimiositis, paralisis

miotonia, distrofi

periodik

miotonia
Ditrofi Muskulorum Progresive (DMP) / Distrofi Duchcnee
Definisi
Miopati genetik yang ditandai dengan adanya kelemahan otot progresive
dan degenerasi serabut otot.
Patofisiologi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

78

Tidak adanya protein, distrofi pada serabut otot gangguan membran sel
otot kebocoran membran sel otak enzim CPK (creatinin phospokinase)
merembes ke otot CPK serum meningkat.
Gejala klinis

Muncul pada usia 5-10 tahun atau lebih muda


Sering pada perempuan (resesif)
Anak mulai berajalan lebih lambat dari anak lain
Pada umur 5 tahun : tidak pandai berlari dan sering jatuh sulit bangun
seakan memanfaatkan diri sendiri, awalnya jongkok kemudian kedua

tangan berpegangan pada tungkai bawah merambat ke atas lutut

paha berdiri (Gower sign).


Anak berjalan seperti bebek (Wadding gait)
Hiperhidrosis
Atrofi otot pinggang, tidak dapat menyisir rambut
Pada umur 10-15 tahun : perlu kursi roda dan terjadi kontraktur oleh

karena skoliosis, lama-lama terjadi pembesaran betis (pseudo hypertrophy)


Pada umur 20-30 tahun : meninggal karena gangguan otot jantung

Pemeriksaan laboratorium

Kreatinin serum meningkat


Aldolase serum meningkat
CPK sangat meningkat
Penunjang lain : EKG, EMG dan biopsi otot

Differential diagnosis

Anak terlambat berjalan


Dsitrofi lain
Polimiosis
Poli neuropathy

Penatalaksanaan

Pengobatan bersifat paliatif, mencegah komplikasi


Terapi fisik, mencegah kontraktur

13 PENYAKIT NEUROLOGI

79

Kontraktur sendi, prosedur pelepasan tendon


Skoliosis berat, bedah orthopedi
Kortikosteroid, dapat menurunkan tingkat kehilangan otot, prednisolon

0,75 mg/kgBB/hari selama 6 bulan


Terapi Gendong dengan transplantasi mioblas
Miotonia Kongenital (Thomsen Disease)

Gejala

Muncul pada usia 10 tahun


Tangan terasa kaku tapi tenaga masih baik
Otot tidak atrofi
Setelah kontraksi otot tidak bisa relaksasi, bila berjabat tangan tidak bisa
melepas tangannya

Terapi
Prinsip terapi mengurangi kekakuan otot dengan pemberian kinin dan
dilantin.
Distrofi Miotonika (Steidert)
Gejala

Lebih banyak pada laki-laki


Selain miotoni juga didapatkan atrofi otot
Atrofi otot leher, ptosis, mulut terbuka (atrofi otot orbicularis oris)
Gangguan suara dan menelan
Pada wanita dapat terjadi aritmia
Terapinya dapat diberikan kinin untuk miotonia
Polimiositis

Gejala

PERADANGAN OTOT AKIBAT PROSES IMUNOLOGIK


KELEMAHAN OTOT PROKSIMAL, SIMETRIS, DIMULAI OTOT

PANGGUL, KEMUDIAN OTOT GELANG BAHU


KESULITAN NAIK TANGGA, BANGKIT
MENAIKKAN LENGAN KE ATAS

13 PENYAKIT NEUROLOGI

DARI

DUDUK,

80

Diagnosis

KELEMAHAN OTOT PROKSIMAL, SIMETRIS, PROGRESIF


KENAIKAN ENZIM KINASE KREATIN DAN ALDOLASE

Terapi

KORTIKOSTEROID
IMUNOSUPRESIF / SITOSTATIKA
Paralisis Periodik

Gejala

SEBAGIAN BESAR KARENA KEKURANGAN KALIUM


TERJADI AKUT, BANGUN TIDUR TAK DPT
MENGGERAKKAN

LENGAN DAN
TUNGKAI
TONUS OTOT MENURUN, TAK ADA GANGGUAN SENSIBILITAS
TIDAK MENYERANG OTOT MUKA DAN PERNAFASAN

Terapi

Pemberian KCl drip


Terapi pada penyebab penurunan kalium

13 PENYAKIT NEUROLOGI

81

XII. KOMA
A. Definisi
Koma ialah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat yang
terendah. Koma akan menjadi kenyataan jika korteks serebri kedua sisi tidak lagi
menerima impuls aferen aspesifik yang disampaikan melalui lintasan aspesifik
difus substansia retikularis. Koma juga dapat dibangkitkan jika lapisan substansia
grisea kedua hemisferium dibuang (dekortikasi) atau jika inti intralaminar talamik
semuanya dirusak atau jika substansia grisea di sekitar akuaduktus Sylvii
dihancurkan. Akibatnya menimbulkan keadaan dimana penyaluran impuls
asendens aspesifik tersumbat pada nuclei intralaminar atau di substansia grisea di
sekitar akuaduktus Sylvii.
B. Klasifikasi
Koma dapat dibagi dalam:
1. Koma supratentorial diensefalik
2. Koma infratentorial diensefalik
3. Koma bihemisferik difus
Koma Supratentorial Diensefalik

13 PENYAKIT NEUROLOGI

82

Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan


kompresi pada substansia retikularis diensefalon (nuclei intralaminar) akan
menimbulkan koma. Destruksi dalam arti destruksi morfologi, dapat terjadi akibat
perdarahan atau infiltrasi dan metastasis tumor ganas. Destruksi dalam arti
destruksi biokomia, dijumpai pada meningitis.
Kompresi dapat disebabkan oleh proses desak ruang, baik yang berupa
hematoma atau neoplasma. Proses desak ruang mendesak secara radial kemudian
akan mendesak ke bawah secara progresif, mengingat adanya foramen magnum
sebagai satu-satunya pintu dari suatu ruang yang tertutup. Akibat kompresi rostrokaudal itu, secara berturut-turut mesensefalon, pons atau medulla oblongata akan
mengalami desakan. Sehingga sindrom lesi transversal setinggi mesensefalon,
pons dan medulla oblongata akan timbul secara bergiliran.
Proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma supratentorial
dapat dibagi dalam 3 golongan:
1) proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang intracranial
supretentorial secara akut
2) lesi yang menimbulkan sindrom unkus
3) lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostro-kaudal
terhadap batang otak
Tekanan intrakranial supratentorial yang mendadak menjadi tinggi
Keadaan di atas dapat dijumpai jika terdapat hemoragia serebri yang masif
atau perdarahan epdural. Kompresi supratentorial yang tiba-tiba itu, langsung
mendesak bangunan yang terletak infratentorial. Oleh karena itu secara tiba-tiba
tekanan darah melonjak, nadi menjadi lambat dan kesadaran menurun secara
progresif. Trias ini dikenal sebagai sindrom Kocher-Cushing. Pada umumnya trias
tersebut merupakan ciri-ciri koma akibat proses infratentorial.
Sindrom Unkus
Sindrom unkus dikenal juga sebagai sindrom kompresi diensefalon ke
lateral. Proses desak ruang di bagian lateral dari fosa cranii media biasanya

13 PENYAKIT NEUROLOGI

83

mendesak tepi medial unkus dan girus hipokampalis dan kolong tepi bebas daun
tentorium. Karena desakan itu, bukannya diensefalon yang pertama-tama
mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus occulomotorius. Maka
dari itu gejala yang pertama akan dijumpai bukannya gangguan kesadaran akan
tetapi dilatasi pupil kontralateral. Pupil yang melebar itu mecerminkan penekanan
terhadap nervus occulomotorius dari bawah oleh arteria serebeli. Tahap yang
segera menyusul ialah tahap kelumpuhan nervus occulomotorius totalis. Progresi
bisa cepat sekali, dan juga pedunkulus serebri kontralateral mengalami iskemia
pada tahap ini. Sehingga hemiparesis timbula pada sisi proses desak ruang
supratentorial yang bersangkutan. Pada tahap perkembangan ini juga diikuti
progresifitas penurunan kesadaran.
Sindrom kompresi rostrkaudal terhadap batang otak.
Proses desak ruang supratentorial secara berangsur-angsur dapat
menimbulkan kompresi terhadap bagian rostral batang otak. Prose tersebut
meliputi:
a. herniasi girus singuli di kolong falks serebri
b. herniasi lobus temporalis di kolong tentorium
c. penjiratan diensefalon dan bagian rostral mesensefalon oleh tepi bebas
daun tentorium secara bilateral
Pada tahap dini dari kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan
kita dapati (1) respirasi yang kurang teratur, yang sering mendahului respirasi
jenis Cheyne-Stokes; (2) pupil kedua sisi sempit sekali; (3) kedua bola mata
bergerak perlahan-lahan secara konjugat ke samping kiri dan kanan bahkan dapat
bergerak secara divergen; (4) gejala-gejala UMN pada kedua sisi. Ini merupakan
gejala tahap diensefalon.
Pada tahap kompresi rostro-kaudal berikutnya (1) kesadaran menurun
sampai derajat yang paling rendah; (2) suhu badan mulai meningkat dan
cenderung untuk melonjak terus; (3) respirasi menjadi cepat dan mendengkur; (4)
pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur menjadi lebar dan tidak bereaksi lagi
terhadap sinar cahaya. Itulah manifestasi tahap mesensefalon.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

84

Tahap selanjutnya ialah tahap pontin, dimana hiperventilasi berselingan


dengan apnoe dan rigiditas deserebrasi akan dijumpai.
Tahap terminalnya dinamakan tahap medula oblongata. Pernafasan
menjadi lambat namun tidak teratur. Nadi menjadi lambat pula atau justru cepat
lagi dan tekanan darah menurun secara progresif.
Koma Infratentorial Diensefalik
Lesi vaskular di batang otak dan lesi desak ruang di fosa serebri posterior
merupakan kausa koma ini. Lesi vaskular terjadi karena penyumbatan arteria
basilaris dan lesi non-vaskular dapat berupa neoplasma primer maupun sekunder,
granuloma, dan abses.
Sindroma lesi infratentorial yang dapat membangkitkan terjadinya koma
dapat dibedakan dalam:
1. Sindroma lesi infratentorial dengan kompresi difusse ascending reticular
system.
Lesi fosa posterior serebri yang terletak di luar batang otak dapat
menimbulkan koma melalui 3 jalan:
a. Penekanan langsung pada tegmentum pons
b. Herniasi ke atas, dimana serebellum mendesak medio-rostral, sehingga
mesesefalon tertekan.
c. Herniasi ke bawah,

sehingga

medulla

oblongata

mengalami

penekanan.
Untuk manifes ketiganya biasanya berbaruan, oleh karena manifestasinya
berjalan serempak. Gamabaran manifesnya antara lain:
- Muntah-muntah
- Kelumpuhan beberapa saraf otak
- Deviation conjugee
- Pupil sempit dan tak bereaksi terhadap cahaya
- Proptosis dapat timbul jika vena galeni tersembut
- Kesadaran menurun yang menjurus ke koma
- Hiperventilasi
2. Sindroma lesi infratentorial dengan destruksi difusse ascending reticular
system

13 PENYAKIT NEUROLOGI

85

Terjadi destruksi difusse ascending reticular system langsung dapat


menimbulkan koma. Koma yang terjadi diiringi tanda-tanda pola respirasi,
pupil, dan gerakan yang khas. Tanda-tanda yang sering dijumpai:
- Paralisis N.III, yang gejalanya antara lain:
Paralisis salah satu atau kedua otot rekstus internus
Gerakan konvergensi masih dapat dilakukan
Nistagmus telihat pada mata yang berdeviasi ke samping
Kedudukan bola mata tidak sama tingginya
- Hemiparesis alternans atau tetraplegia
- Hiperventilasi (tingkat pons-medula oblongata)
- Pernapasan tak teratur (tahap medula oblongata)
Koma Bihemisferik Difus
Koma ini terjadi karena metabolism neuronal kedua belah hemisferium
terganggu secar difus. Jika otak tidak mendapat bahan enersi dari luar, maka
metabolism oksidatif serebral akan berjalan dengan enersi intirksik. Jika bahan
enersi diri sendiri tidak lagi mencukupi kebutuhan, maka otak akan tetap memakai
enersi yang terkandung oleh neuron-neuronnya untuk masih bisa berfungsi
sebagaimana mestinya. Jika keadaan ini berlangsung cukup lama, neuron-neuron
akan menghancurkan diri sendiri.
Bahan yang diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral adalah
glokose dan zat asam. Yang mengangkut glukosa dan oksigen ke otak ialah aliran
darah serebral. Semua proses yang menghalang-halangi transprtasi itu dapat
mengganggu dan akhirnya memusnahkan neuron-neuron otak. Jika neuron-neuron
hemisferium tidak lagi berfungsi, maka akan terjadilah koma. Koma akibat proses
patologik itu disebabkan oleh 2 golongan penyakit, yaitu:
1) Ensefalopati metabolic primer
2) Ensefalopati sekunder
1) Ensefalopati metabolic primer
Yang tergolong dalam ensefalopati metabolic primer adalah :
a) Degenarasi di substansia grisea otak, yaitu penyakit Jacob-cruetzfeldt,
penyakit pick, penyakit Alzheimer. Korea Huntington.
b) Degenerasi di substansia alba otak, yaitu penyakit schilder, dan berbagai
jenis leukodistrofia.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

86

2) Ensefalopati Sekunder
Sebab-sebab terjadinya ensefalopati sekunder adalah :
Kekurangan zat asam, glukosa dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan
untuk metabolism sel.
a. Hipoksia, yang bisa timbul karena: penyakit paru-paru, anemia,
intoksikasi karbon mono-oksida
b. Iskemia, yang bisa berkembang karena: CBF yang menurun akibat
penurunan cardiac output, seperti pada sindrom stokes-adams,
aritmia, dan infark jantung. CBF menurun akibat resistensi
vascular yang meningkat, seperti pada ensefalopati hipertensif,
sindrom hiperventilasi dan sindrom hiperviskositas.
c. Hipoglikemia, yang bisa timbul karena: pemberian insulin atau
pembuatan insulin endogenik meningkat.
d. Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxine, dan vitamin B1
Penyakit-penyakit organic diluar susunan saraf
a. Penyakit non-endokrinologik seperti: penyakit hepar, ginjal,
jantung dan paru.
b. Penyakit endrokrinologik : M. Addison, M. Cushing, tumor
pancreas miksedema, feokromositoma dan tirotosikosis.
Intoksikasi eksogenik
a. Sedativa, seperti barbiturate, opiate, obat antikolinergik, ethanol
dan penenang.
b. Racun yang menghasilkan

banyak

katabolit

acid,

seperti

paraldehyde, methyalkohol, dan ethylene.


c. Inhibitor enzim, seperti cyanide, salicylat dan logam-logam berat.
Gangguan balans air dan elektrolit:
a. Hipo dan hipernatremia.
b. Asidosis respiratorik dan metabolic.
c. Alkalosis respiratorik dan metabolic.
d. Hipo dan hiperkalema.
Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzimenzim

serebral,

seperti

meningitis,

ensefalitis

dan

perdarahan

subaraknoidal.
Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan
morfologik, seperti pada komosio.

Gejala-Gejala Koma Bihemisferik Difus :

13 PENYAKIT NEUROLOGI

87

Prodroma koma bihemisferik difus terdiri dari gejala-gejala organic brain


syndrome yang tidak disertai gejala-gejala deficit neurologic apapun. Gejala
release dan iritatif masih bisa menyertai organic brain syndrome yang
mendahului timbulnya koma bihemisferik difus, misalnya: tremor, muscular
twitching dan ataksia.
C. Pemeriksaan koma
Anamnesis
1. wawancara dengan orang sekitarnya
2. latar belakang social, riwayat medis, lingkungan sekitarnya
3. jika tidak sadar setelah operasi: emboli lemak, krisis addison, koma
hipotiroid
4. keluhan sebelum koma
a. sakit kepala SAH
b. Nyeri dada MI, disksi aorta
c. Nafas pendek hipoksia
d. Kaku leher meningoensephalitis
e. Vertigo CVA batang otak
f. Mual, muntah keracunan
5. Riwayat trauma kepala, penyalahgunaan obat, kejang, hemipharesis
6. Perjalanan penyakit
a. Progresif cepat toksik metabolik
b. Cepat vaskular, infeksi
7. Identifikasi faktor psikiatri
a. Stessor
b. Ketidakbiasaan pasien
c. Respon idiosinkrosi terhadap stress

Interna
1. Vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, respirasi)
2. bau pernapasan (amoniak alkohol, aseton)

13 PENYAKIT NEUROLOGI

88

3. kulit (turgor, warna, bekas injeksi)


4. selaput mukosa mulut(darah atau bekas minum racun)
5. kepala (kedudukan kepala, cairan telinga, hidung)
6. leher (fractur vertebre cervicalis, kaku kuduk)
7. torak (jantung, paru)
8. abdomen (hepar, ginjal, retensi urin)
9. Ekstremitas (perfusi, akral, sianosis, oedem)

Neurologik
1. Kesadaran, berdasar GCS
2. Menetapkan letak/topis urutan pemeriksaan:
a. Observasi umum
b. Pola pernapasan
c. Kelainan pupil
d. Refleks sefalik
e. Reaksi terhadap rangsang nyeri
f. Fungsi traktus piramidalis
g. Pemeriksaan laboratorium
h. Pemeriksaan dengan alat

Observasi umum non neurologik


1. Perhatikan apa penderita masih bisa menelan, mengunyah, membasahi
bibir, menguap BO masih bagus
2. Perhatikan apa ada gerakan multifokal yangg berulang (mioklonik jerk)
gangguan metabolik
3. perhatikan letak tungkai dan lengan
a. fleksi (dekortikasi) gangguan hemisfer, BO baik
b. Ekstensi (deserebrate) gangguan BO

13 PENYAKIT NEUROLOGI

89

Pola pernapasan
1. CHEYNE-STOKES pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah
besar amplitudonyagangguan hemisfer & / BO bag atas
2. KUSSMAUL / BIOT pernapasan cepat & dalam gangguan di
tegmentum (antara mesensephalon & pons)
3. APNEUSTIK inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama
waktu yang lama gangguan d pons
4. ATAKSIK pernapasan dangkal, cepat, tak teratur gangguan d
fomartio retikularis bag. dorsomedial & med. Oblongata

Kelainan pupil
1. Lesi di hemisfer kedua mata melihat ke samping ke arah hemisfer yang
terganggu. Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal
2. lesi di talamus kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil
kecil, refleks cahaya negatif.
3. lesi di pons kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil
kecil, refleks cahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.
4. lesi di serebellum kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal,
refleks cahaya positif normal
5. gangguan N oculomotorius pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada
pupil yang lebar, ptosis

Refleks sefalik
1. refleks pupil refles cahaya , refleks konsensual, refleks konvergensi
bila terganggu topisnya di mesencephalon
2. doll's eye phenomenon = refleks okulosefalik bila kepala penderita
digerakkan ke samping maka bola mata akan bergerak ke arah berlawanan
3. refleks okuloauditorik bila dirangsang suara keras penderita akan
menutup mata gangguan d pons

13 PENYAKIT NEUROLOGI

90

4. refleks okulovestibular bila meatus autikus eksteernus dirangsang air


hangat akan timbul nistagmus ke arah rangsangan gangguan di pons
5. refleks kornea gangguan di pons
6. refleks muntah gangguan d MO

Reaksi terhadap rangsang nyeri


1. penekanan pada supraorbita, jaringan di bawah kuku jari tangan atau
sternum
2. refleks yang timbul:
a. abduksi fungsi hemisfer masih baik
b. menghindar (fleksi & aduksi)fungsi tingkat bawah
c. fleksi gangguan hemisfer
d. ekstensi ekstremitas gangguan BO

Tes fungsi traktus piramidalis


1. paralisis
2. refleks tendinei jika gangguan, sisi kolateral refleks tendon menurun
3. refleks patologi bila terganggu, sisi kolaeral refleks patologis positif
4. tonus fase akut tonus otot menurun, bila kronis maka tonus meningkat

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisa gas arteri : membedakan hipoksia dengan gangguan CNS
b. LFT mungkin normal
c. Periksa elektolit, glukosa, creatinin, hematokrit, platelet, protrombin
2. EKG untuk mendapatkan gambaran hipokalsemia/hiperkalsemia, gambaran
hipotiroid/hipertiroid
3. EEG untuk konfirmasi kerusakan structural korteks
4. CT-Scan

13 PENYAKIT NEUROLOGI

91

D. Terapi koma
Secara umum:
1. Breath : bebaskan dan bersihkan jalan nafas, posisi lateral dekubitus,
terdelenberg. k/p intubasi dan nafas buatan, oksigenasi dan ventilasi.
2. Blood : infuse ns, k/p dopamine 3 g/kg atau drp dopamine 50-200
g/500cc
3. Brain :
Bila hipoglikemia: D40 % 50 cc iv atau tiamin 100mg iv
Bila keracunan antidotum, diuretic
Bila kejang : diazepam 10 mg iv atau phenitoin 10-18 mg/kgBB iv

pelan-pelan minimal 50 mg/menit


Bila herniasi otak : Deksametason 10 mg iv furosemid 0,5-1mg/KgBB

iv, manitol 20 % 1g/kgBB perdrip


Kontusio cerebri deksmetason atau metilprednison, piracetam.
Suhu tinggi : piramidon 2cc im dan kompres
Bila gelsah : diazepam 10 mg iv atau chlorpromazine 25 mg im
4. Bladder : pasang Dower Cateter (DC)
5. Bowel : pasang NGT, laksan, lavase.
Secara Etiologis
1. Circulation :
a. Antiedema otak : deksametason, manitol
b. Menaikkan metabolism otak : mesilate, cdp cholin
c. Antiplatelet : dipyridamole, pantoxifilin, aspirin.
2. Encepalomeningitis :
a. Purulent : ampicilin, chloramphenicol, cephalosporin.
b. Serosa/ tbc : triple drug anti tbc
3. Metabolisme : obati penyakit primer
4. Elektrolit dan endokrin
5. Neoplasma : dexametason, manitol, furosemid, operasi
6. Trauma kapitis (komusio, kontusio, edh, sdh) :
a. Contusio/ basis : dexametason, pirecelam/ cdpcholin
b. Edh/ sdh cito bedah saraf.
7. Epilepsi : diazepam 10 mg iv perlahan dilanjutkan dengan pemberian
difenihidantoin iv
8. Drugs : anti dotum
Jika koma disertai dengan peningkatan tekanan intra kranial, penanganan pertama:

13 PENYAKIT NEUROLOGI

92

1.
2.
3.
4.

5.

Elevasi kepala 300


Intubasi dan hiperventilasi
Sedasi jika terjadi agitasi berat (midazolam 1-2 mg iv)
Diuresis osmotik dengan manitol atau furosemid (untuk furosemid hati
hati efek samping hiperkalemi)
Dexametason atau metilprednison pada kasus edema cerebri

Stage Koma
1. Status Vegetatif
Pola tidur dan terjaga relatif normal, penderita bisa bernafas dan menelan
secara spontan dan bahkan bisa memberikan reaksi yang mengejutkan
terhadap suara keras. Tetapi penderita kehilangan seluruh kemampuan
berfikir dan perilaku sadarnya, baik untuk sementara waktu maupun
selamanya. Sebagian besar penderita memiliki refleks abnormal yang
khas, seperti kekakuan atau sentakan pada lengan dan tungkainya.
2. Status Locked-in
Suatu keadaan yang jarang terjadi, dimana penderita sadar dan mampu
berfikir tetapi mengalami kelumpuhan hebat, sehingga hanya bisa
berkomunikasi dengan cara membuka atau menutup matanya. Hal ini bisa
terjadi bersamaan dengan kelumpuhan saraf tepi yang berat atau dengan
stroke akut.
3. Brain death (kematian otak)
Kehilangan kesadaran yang paling berat. Pada keadaan ini secara
permanen otak telah kehilangan seluruh fungsi vitalnya, termasuk
kesadaran dan kemampuan mempertahankan pernafasan. Tanpa bantuan
respirator dan obat-obatan, penderita akan segera meninggal. Secara
hukum seseorang dikatakan meninggal jika otaknya telah berhenti
berfungsi,

meskipun

jantungnya

masih

berdenyut.

Dokter

dapat

menyatakan kematian otak dalam waktu 12 jam setelah berusaha


memperbaiki semua kelainan medis, tetapi otak masih tidak memberikan
respon, mata tidak bereaksi terhadap cahaya dan penderita tanpa bantuan
respirator penderita tidak bernafas. EEG (elektroensefalogram) tidak
menunjukkan adanya fungsi otak. Penderita kematian otak yang
mendapatkan bantuan respirator bisa memiliki beberapa refleks jika
medula spinalisnya masih berfungsi.

13 PENYAKIT NEUROLOGI

93

E. Prognosis
Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari
dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi
obat lebih baik prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan
struktur intrakranial. Koma lebih dari 1 bulan prognosis buruk

XIII. VERTIGO
A. Definisi

PERASAAN

DISEKITARNYA BERPUTAR.
VERTIGO ADALAH SUATU GEJALA, BUKAN PENYAKIT

DIMANA

B. Etiologi

VESTIBULUM

13 PENYAKIT NEUROLOGI

PASIEN

MERASA

DIRINYA/OBYEK

94

EIGHT NERVE
RETIKULUM DR BATANG OTAK
TABES DORSALIS
IMAGINATION
GENERALIZED ILLNESS
OPTHALMIC DISEASE

C. Patofisiologi

D. Klasifikasi

Vertigo vestibuler
- Sentral
- Perifer
Vertigo non vestibuler
- Sistem visual
- Sistem somatosensori

Karakteristik

Vertigo vestibuler

Vertigo non vestibuler

waktu

episodik

konstan

13 PENYAKIT NEUROLOGI

95

Sifat vertigo

berputar

Melayang

Faktor pencetus

Gerakan kepala, perubahan

Stress, hiperventilasi

posisi

Gejala penyerta

Mual, muntah, tuli, tinnitus

Gangguan mata, gangguan


somatosensorik

Karakteristik

V. Vestibular Perifer

V. Vestibular Sentral

Onset

Tiba-tiba, onset mendadak

Perlahan, onset gradual

Durasi

Menit hingga jam

Minggu hingga bulan

Frekuensi

Biasanya hilang timbul

Biasanya konstan

Intensitas

Berat

Sedang

Diperparah perubahan

Ya

Kadang tidak berkaitan

Seringkali berkurang atau

Biasanya normal

posisi kepala
Pendengaran

dengan tinnitus
Nistagmus

Penyebab

Nistagmus horizontal dan

Nistagmus horizontal atau

rotatoar; ada nistagmus

vertical; tidak ada

fatique 5-30 detik

nistagmus fatique

Menieres disease

Massa Cerebellar / stroke

Labyrinthitis

Encephalitis/ abscess otak

Positional vertigo

Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple

13 PENYAKIT NEUROLOGI

96

E. Gejala umum

Vertigo akut, berlangsung lama dan hebat

Mual muntah

Gangguan keseimbangan

Cemas, panik

Serangan saat bangun pagi (65%)/malam hari

Faktor pencetus : gerakan kepala

Nistagmus

Rasa penuh ditelinga

Pendengaran normal

Test Kalori (-) pd sisi yang terganggu

Sembuh spontan > 24jam (1-2minggu),bisa kambuh setelah hari-minggu

Bisa timbulkan gangguan kronis

F. Pemeriksaan

ANAMNESIS
-

PASTIKAN APA YANG DMAKSUD DENGAN PUSING OLEH


PASIEN

PERJALANAN RASA PUSING

GEJALA YANG MNYERTAI

FAKTOR PENCETUSNYA

FAKTOR PREDISPOSISI

PEMERIKSAAN INTERNA
PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
-

KESADARAN,

PEMERIKSAAN

SARAF

OTAK,

SISTEM

MOTORIK, SENSORIK, REFLEK-REFLEK DAN CEREBELUM

13 PENYAKIT NEUROLOGI

97

PEMERIKSAAN KHUSUS : PEMERIKSAAN SARAF OTAK,


GANGGUAN CEREBELUM, PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
DALAM ( DEEP SENSIBILITY)

G. Penatalaksanaan

TERAPI KAUSAL
- SESUAI DGN PENYEBAB
- BIASANYA PENYEBABNYA SULIT

DITEMUKAN

Tx

SIMPTOMATIS
TERAPI SIMPTOMATIS
- TERUTAMA DITUJUKAN KEPADA 2 GEJALA UTAMA: RASA
BERPUTAR DAN GEJALA OTONOM
Antikolinergik skopolamin 0,6 mg/kg BB; ES konstipasi &
mulut kering Shg ditinggalkan
Antihistamin
-

efek kolinergik; sedatif; blokade reuptake monoamine


dimenhidrinat 3x50 mg
prometasin 3x25 mg
beta histin mesilat 3x6 mg

Fenotiazin,

memblok

dopamin;

antikolinergik;

antihistamin,

klorpromazin 3x25 mg
Butirophenon, bila antihistamin tidak membantu, 3x1 mg
Flunarizin, calsium entry blocker

TERAPI REHABILITATIF
Terapi rehabilitatif vestibuler :
-

Terapi fisik untuk menyebuhkan vertigo.

Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi pusing, meningkatkan


keseimbangan,

dan

mencegah

seseorang

jatuh

dengan

mengembalikan fungsi sistem vestibular.


-

Pasien melakukan latihan agar otak dapat menyesuaikan dan


menggantikan penyebab vertigo.

Keberhasilan terapi ini bergantung pada beberapa faktor pasien


yang meliputi

13 PENYAKIT NEUROLOGI

98

o usia, fungsi kognitif (memori, kemampuan mengikuti


pentunjuk),
o kemampuan kordinasi dan gerak, dan kesehatan pasien
secara keseluruhan (termasuk sistem saraf pusat),
o serta kekuatan fisik.
-

Dalam VRT, pasien yang datang ke dokter, akan menjalani


beberapa latihan yang akan melatih keseimbangan dalam tingkat
yang lebih tinggi, meliputi gerakan kepala, gerakan mata, dan
berjalan.

Latihan visual-vestibuler
o Untuk px yang harus berbaring
o Untuk px yang sudah bisa duduk
o Untuk px yang sudah bisa berdiri/berjalan
o Latihan berjalan (Gait Excersise)
o Menyebrang ruangan dg mata terbuka dan tertutup
o Berjalan tandem dg mata terbuka dan tertutup bergantian

13 PENYAKIT NEUROLOGI

Você também pode gostar