Você está na página 1de 28

LAPORAN KASUS TINEA KORPORIS ET KRURIS

Wahyudin
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
ABSTRAK
Dermatofitosis atau tinea adalah penyakit infeksi jamur superfisial yang menyerang
kulit, rambut dan kuku yang disebabkan oleh suatu infeksi dermatofita. Infeksi jamur
dermatofita yang terjadi pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat
paha, tangan dan kaki disebut tinea korporis, sedangkan tinea kruris adalah infeksi
jamur dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal.
Dilaporkan satu kasus tinea korporis et kruris yang kronis dan meluas pada separuh
tubuh seorang wanita, gambaran klinisnya adalah bercak kemerahan pada dada, perut,
lipatan paha dan tungkai ditemukan effloresensi makula eritema batas tegas, tepi aktif
meninggi, central healing dan ditutupi skuama halus, pada pemeriksaan KOH 20%
dari bagian aktif lesi ditemukan hifa panjang bersepta dan bercabang. Diagnosis
ditegakkan bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Terapi yang diberikan adalah Ketokonazol 2% cream (topikal) dan Ketokonazol 200
mg (peroral) selama 2 minggu dengan prognosis yang baik.
Kata Kunci : Tinea Korporis, Tinea Kruris, Ketokonazol
Case Report : TINEA CORPORIS et CRURIS
ABSTRACT
Dermatophytosis or tinea is the infection of superficial fungal disease that attacks the
skin, hair and nails caused by a dermatophyte. Dermatophyte fungal infection that
occurs in the body, legs and arms, but not including the groin, hands and feet is called
tinea corporis, tinea cruris whereas kind of dermatophytosis that infect the skin of the
groin area, pubic area, perineum and perianal. Reported one case of tinea corporis et
crusis that chronic and widespread in half of the womans body, the clinical
description is reddish spots on chest, abdomen, groin and legs taht founded
efflorescence macular erythema defined, active rising edge, central healing and
covered with fine scaling, on KOH 20% examination of the active part of the lesion
was found long boundary and branched hyphae. The diagnose is based on anamnesis,
physical examination and laboratorium examination, the therapy is ketoconazole 2%
cream (as topical) and ketoconazole 200 mg (as systemic, peroral) for 2 weeks with a
good prognosis .
Keywords : Tinea Corporis, Tinea Cruris, Ketoconazole

BAB I PENDAHULUAN

Jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah
dermatofit (dermatophyte, bahasa Yunanni, yang berarti tumbuhan kulit) dan jamur
serupa ragi Candida albicans, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur superfisial
pada kulit, rambut, kuku dan selaput lendir. Jamur lainnya dapat menembus organ
dalam dan menyebabkan infeksi pada organ tersebut. Jamur yang berhasil masuk
tersebut dapat tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik
(misalnya, histoplasmosis).1
Dermatofit hanya tumbuh dalam keratin (zat tanduk), yaitu stratum korneum
dari kulit, kuku dan rambut.1, 2
Insidens mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang
masyarakat luas, sedangkan mikosis profunda sangat jarang. 2
Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis
adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin), misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan golongan jamur
dermatofita.2
Dermatofitosis disebut juga tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes sirsinata.2
Dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin (keratofilik), taksonomis,
faali, antigenik, kebutuhan makanan untuk pertumbuhannya dan juga penyebab
penyakit. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus;
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. 2
Hingga kini dikenal sekitar 40 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies
Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan 21 spesies Trichophyton.2
Tinea korporis merupakan istilah untuk menunjukkan adanya infeksi jamur
golongan dermatofita pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat
2

paha, tangan dan kaki. Sedangkan istilah tinea kruris digunakan untuk infeksi jamur
dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal. 3
Tinea korporis dan tinea kruris dapat digolongkan menjadi tinea glabrosa
karena keduanya terdapat pada kulit yang tidak berambut. Walaupun secara klinis
terdapat murni tinea kruris atau korporis, namun bisa ditemukan tinea kruris et
korporis bersamaan. Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari
data beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase
dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari 2,93% (Semarang)
sampai 27,6% (Padang). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008
terdapat 274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58 kasus (21,16%)
diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah tinea kruris. Dari segi
usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja dan
kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita dermatomikosis
superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda atau lebih tua.
Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor
predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak berkeringat,
selain pajanan terhadap jamur lebih lama.4
Walaupun demikian tidak terdapat perbedaan secara khusus gambaran klinis
tinea korporis dan tinea kruris baik pada remaja, anak-anak maupun orang dewasa.
Secara umum gambaran klasik lesi tinea korporis dan tinea kruris berupa lesi anular
dengan central clearing/healing dan tepi eritema yang aktif. Lesi yang berdekatan
dapat bergabung membentuk pola gyrata atau polisiklik. 1,2,3
Semua dermatofita dapat menyebabkan tinea korporis, tetapi yang merupakan
penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes,
Microsporum canis dan Trichophyton tonsurans, sedangkan tinea kruris kebanyakan
disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum. Trichophyton
tonsurans merupakan jamur antropofilik dan tersebar di seluruh

dunia dengan distribusi yang luas. Spesies ini sering menimbulkan lesi yang bersifat
kronis.3 Jamur dermatofita dapat ditularkan secara langsung maupun secara tidak
langsung dan untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur dermatofita harus
memiliki kemampuan untuk melekat pada kulit host (pejamu), mampu menembus
jaringan pejamu dan selanjutnya mampu bertahan dan menyesuaikan dengan suhu dan
lingkungan biokimia pejamu. Sedangkan variabilitas host, seperti umur, jenis kelamin,
ras, budaya dan imunitas dapat mempengaruhi manifestasi klinis dan perjalanan
penyakit infeksi dermatofita ini. Ini menunjukkan bahwa penyakit ini bersifat
multifaktorial.3,5 Sebagian besar kasus tinea korporis dan tinea kruris berespon baik
dengan preparat anti jamur topikal. Preparat topikal yang dapat digunakan diantaranya
alilamin (naftitin, terbinafin), imidazol, tolnaftat, siklopiroks dan salap Whitefield,
sulfur presipitatum 4-10% dan asidum salisilikum 2-3% yang merupakan obat topikal
konvensional.3 Akan tetapi pada lesi yang luas, tidak dapat menoleransi obat topikal,
gagal dengan pengobatan topikal dan penderita dengan infeksi kronis maka diperlukan
pemberian preparat antijamur sistemik yaitu griseofulvin, terbinafin, flukonazol atau
itrakonazol.3 Tidak ada satu pustakapun yang menyebutkan batasan waktu untuk dapat
mengatagorikan tinea korporis akut maupun kronis, walaupun istilah tersebut banyak
digunakan pada beberapa kepustakaan. Secara umum, berdasarkan kamus kedokteran,
istilah kronis menunjukkan lamanya perjalanan suatu penyakit dan istilah kronisitas
umumnya digunakan pada penyakit yang telah berlangsung selama lebih dari 3 bulan. 7
Kronisitas dalam dermatofitosis merupakan hal yang sering dijumpai klinisi,
mengingat dermatofitosis merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial dan semua
faktor yang terlibat merupakan suatu keadaan yang dapat berubah. 3,5 Berikut
dilaporkan suatu kasus tinea korporis et kruris yang kronis dan meluas pada separuh
tubuh seorang wanita. Kasus ini diajukan untuk mengetahui faktor-faktor endogen dan
eksogen yang mempengaruhi manifestasi klinis dan perjalanan penyakit ini.
Pengetahuan ini penting dalam penatalaksanaan pasien dan mencegah rekurensi.

BAB II KASUS

STATUS PASIEN
KETERANGAN UMUM PENDERITA
Nama

: Ny. T N

Umur

: 30 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku

: Sunda

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Status Marital

: Menikah

Alamat

: Warungbuah, Neglasari, Banjar

No. Rekam medik

: 28-59-80

ANAMNESIS (Auto-anamnesis pada tanggal 13 Januari 2015 Pukul 10.05 WIB)


Keluhan Utama
Timbul bercak-bercak kemerahan yang terasa sangat gatal di beberapa bagian
tubuh; badan depan, punggung, lengan atas, paha, tungkai dan ketiak yang dirasakan
sejak dua bulan yang lalu.
Keluhan Tambahan
Pada bercak terasa sedikit panas dan memuncak pada saat setelah digaruk.
Sering bersin-bersin di pagi hari
Riwayat Penyakit Sekarang
Awalnya, sejak dua bulan yang lalu sebelum datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Banjar, muncul bercak merah dengan sisik putih sebesar uang logam
pada lengan. Bercak tersebut lama kelamaan bertambah lebar dan meluas ke daerah
5

pelipatan paha dan bokong. Setelah beberapa minggu bercak kemerahan tersebut
semakin melebar ke daerah badan depan, punggung, lengan atas, paha, tungkai dan
ketiak dengan pinggirnya merah. Keluhan ini disertai rasa yang sangat gatal. Rasa
gatal bertambah terutama bila berkeringat dan udara panas, bila digaruk terasa lebih
enak namun setelah digaruk akan terasa perih dan panas, pasien sering menggaruk
bercak tersebut dengan benda seadanya, seperti; pulpen, pisau, sisir dan handuk.
Riwayat peyakit yang sama pernah dialami sekitar 3 tahun yang lalu. Penderita
mengeluh timbul bercak-bercak kemerahan di lipatan paha kanan dan kiri. Penderita
berobat ke Puskesmas dan diberikan satu macam obat yaitu Ketokonazol 2% krim dan
sudah mengalami kesembuhan. Riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga
lainnya disangkal pasien. Pasien tidak memelihara anjing, kucing atau ternak lainnya
Pasien mengaku bercak ini muncul secara bersamaan. Setiap hari mengganti
pakaian dalam dan luar dua kali sehari. Pasien mengaku selama ini suka pakai celana
dalam yang ketat dan bahannya tidak menyerap keringat. Pasien mengakui bahwa
pemakaian handuk setelah mandi bersamaan dengan suaminya. Pasien menyangkal
adanya gatal di tempat bagian tubuh lainnya, seperti kepala, punggung tangan, telapak
tangan, punggung kaki, telapak kaki, sela-sela jari tangan-kaki dan juga kuku.
Kegiatan pasien sehari-hari adalah mengurus rumah tangga, pasien tinggal di
lingkungan padat penduduk, ia tinggal bersama suami dan dua anak. Pasien mengakui
di rumahnya sangat panas (karena jarang ada ventilasi). Dengan pekerjaan sehari-hari
membersihkan rumah membuat pasien sangat sering berkeringat. Dan juga pasien
mengakui memiliki kelebihan berat badan yang sering juga membuatnya berkeringat,
ditambah lagi tubuh pasien banyak terdapat lipatan, yang membuat lebih berkeringat.
Sejak satu minggu terakhir pasien mengakui bahwa badannya sering gatal,
namun pasien tidak menghiraukan keluhan tersebut. Setelah muncul bercak
kemerahan dan ada bruntus-bruntus kecil di tepinya pasien merasa semakin gatal dan
ditemukan ada seperti kulit terkelupas bila digaruk. Pasien mengaku tidak mengalami
keputihan.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Tiga tahun yang lalu pasien berpenyakit seperti ini, diobati di Puskesmas dekat
-

tempat tinggalnya, dan pasien mengaku keluhan tersebut berkurang.


Riwayat kelebihan berat badan diakui pasien, riwayat kencing manis (Diabetes

Melitus) disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Di keluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama.
- Riwayat Diabetes Melitus di keluarga disangkal.
Riwayat Pengobatan
Sudah pernah diobati dengan krim Ketokonazol 2% dari Puskesmas, menurut
pasien keluhannya berkurang.
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak pernah mengalami reaksi alergi karena obat maupun
makanan.
Riwayat Psikososial
Pasien setiap harinya memakai pakaian ketat, celana dalam yang dipakai tidak
menyerap keringat, sehari ganti pakaian dalam dan luar dua kali (pagi dan
sore). Baju yang dipakai pasien tidak menyerap keringat. Pasien sering
menggunakan handuk secara bersamaan dengan suaminya. Pasien mengatakan
ia tidak merokok dan meminum minuman beralkohol.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah

120/70 mmHg

Nadi

88 kali permenit

Respirasi

22 kali permenit

Suhu

36,5C

Berat badan : 83 kg,


Tinggi badan : 155 cm
BMI : 34,4 (Overweight)
Status Generalis:
Kepala

Rambut : alopecia (-).


Mata

: conjunctiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Hidung : sekret (-/-), perdarahan (-/-), deviasi septum (-)


Mulut

: hiperemis (-), mukosa buccal basah, erosi (-)

Gigi

: karies (+), mikrolesi (-)

Leher

THT
KGB

: tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis


: tidak teraba membesar, massa (-)

Thoraks

JVP tidak meninggi


Bentuk dan gerak simetris
Fremitus kanan=kiri, sonor, wheezing (-), rhonchi (-)

Abdomen

Bunyi Jantung murni reguler, murmur (-)


Datar, lembut, Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas

Deformitas (-), udem (-), RCT < 2 dtk

STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi

Regional

A/R

Badan depan, punggung, lengan atas, paha, tungkai dan ketiak

Karakteristik

Lesi

Lesi

permukan sebagian rata dan sebagian menimbul, berwarna

multipel

(polisiklik),

diskret,

berbentuk

lonjong,

merah, kering, dengan pinggiran lesi aktif, bagian tengah


berskuama namun lebih tenang dari pinggir, berbatas tegas,
diameter terkecil lesi 5 cm x 3 cm (sebagian punggung dan

kaki) dan diameter terbesar 20 cm x 10 cm. (sebagian


punggung lainnya, perut bawah dan badan depan )
Efluroesensi

Makula eritematosa disertai skuama dengan tepi hiperaktif


berbatas tegas dan bagian tengah tenang.

Gambar 1. Lesi di bagian


badan depan sampai perut
bagian bawah.

Gambar 2. Lesi di bagian punggung.

10

Gambar 3. Lesi di bagian lengan atas.

11

Gambar 4. Lesi di bagian kaki (tungkai).

Gambar 5. Lesi di sebagian punggung (lesi


berdiameter terkecil)

Gambar 6. Lesi di bagian Bokong (gluteus)

12

Gambar 7. Lesi di bagian kedua paha

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 20%

Gambar 8. Hifa

panjang pada pemeriksaan mikroskopis dari bagian

tepi lesi dalam KOH 10%

RESUME
13

Seorang wanita berusia 30 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin


RSUD Banjar dengan keluhan timbul bercak-bercak merah (makula eritema) yang
terasa sangat gatal dan kadang terasa panas dengan distribusi di abdomen anterior,
punggung, supra pubis, gluteus, kedua paha, aksila dan tungkai yang dirasakan sejak 2
bulan yang lalu, gatal semakin berat bila pasien berkeringat dan udara panas. Sejak 2
minggu terakhir pasien merasa timbul bercak merah dan ada bruntus-bruntus di bagian
tepi lesi dan berskuama bila digaruk. 1 minggu sebelum datang ke RS, bercak di
badan, kedua paha dan punggung semakin melebar dan bagian tepinya merah. Pasien
setiap harinya memakai pakaian ketat, celana dalam yang dipakai tidak menyerap
keringat, sehari ganti pakaian dalam dua kali (pagi dan sore). Baju yang dipakai
pasien tidak menyerap keringat. Pasien menyangkal adanya gatal di tempat bagian
tubuh lainnya. (seperti; kepala, wajah, kuku, telapak dan punggung tangan dan telapak
dan punggung kaki). Keluhan ini sudah pernah diobati dengan krim ketokonazol 2%,
sembuh dan pasien tidak ada alergi obat maupun makanan. Tidak ada keputihan. Hasil
pemeriksaan kerokan kulit ditemukan adanya hifa dan spora.
Status generalisata tidak ditemukan adanya kelainan. Status dermatologikus
ditemukan:
Distribusi

Regional

A/R

abdomen anterior, punggung, supra pubis, gluteus, kedua


paha, aksila dan tungkai

Karakteristik

Lesi

multipel

(polisiklik),

diskret,

berbentuk

lonjong,

Lesi

permukan sebagian rata dan sebagian menimbul, berwarna


merah, kering, dengan pinggiran lesi aktif, bagian tengah
tenang, berbatas tegas, diameter terkecil lesi 5 cm x 3 cm dan
diameter terbesar 20 cm x 10 cm.

Efluroesensi

Makula eritematosa disertai skuama dengan tepi aktif berbatas


tegas, central healing.

14

DIAGNOSIS BANDING
-

Tinea Korporis
Tinea Kruris
Psoriasis
Pitiriasis rosea
Candidosis

DIAGNOSIS KERJA
Tinea Korporis et Kruris
PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa
Menjaga kulit tetap kering dengan cara menyediakan kain (lap) serap
keringat bberbahan katun
Mengurangi kegiatan yang banyak menimbulkan keringat
Membuat ventilasi di rumah, selalu membuka pintu dan jendela agarr
aliran udara baik.
Menggunakan pakaian yang longgar.
Gunakan pakaian dalam yang mudah menyerap keringat.
Mengganti pakaian jika pakaian lembab karena keringat.
Menghindari garukan dengan benda yang tajam dan tidak steril.
Menggunakan pakaian dan handuk untuk sendiri (jangan bersamaan)
Medikamentosa
Sistemik
-

Ketokonazol tablet 1 x 200 mg selama 2-4 minggu

15

Topikal
-

Ketokonazol cream 2 %

PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

ANALISA KASUS

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


DERMATOFITOSIS
I.

Definisi

16

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk


(keratin), misalnya stratum korneum pada epidermis; kulit, rambut dan kuku, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.2
II. Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk
kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam genus Microsporum, Trichophyton dan
Epidermophyton. Selain sifat keratofilik, masih banyak sifat yang sama diantara
dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan
unutk pertumbuhannya dan penyebab penyakit. Microsporum dan Trichophyton
merupakan jamur patogen pada manusia dan hewan. Epidermophyton merupakan
jamur patogen pada manusia. Masa inkubasi pada hewan adalah 1-2 minggu. 2

III. Epidemiologi
Tinea cruris dapat ditemui di seluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis.
Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan
perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Jamur ini
sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau
lingkungan sekitar yang kotor dan lembab. 1
IV. Klasifikasi
Pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit berdasarkan
lokasi diantaranya :
-

Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.

Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.

Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitikrural, sekitar anus, bokong,


dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.

Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.

Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.


17

Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5
tinea di atas.

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu :
-

Tinea imbrakata : dermatofitosis dengan susunan skuama yang


konsentrasis dan disebabkan Trichophyton concentrium
Tinea favosa : dermatofitosis yang terutama disebabkan Trichophyton
schoenleini : secara klinis antara lain terbentuk skutula dan berbau seperti

tikus.
Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah kelainan
Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.2

V. Cara penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat
ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini
menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabangcabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan.

Pertumbuhannya

dengan

pola

radial

di

stratum

korneum

menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan. Disamping cara penularan tersebut, timbulnya kelainankelainan di kulit bergantung pada beberapa faktor, antara lain : 3
1. Faktor virulensi dari dermatofita.
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur, apakah jamur antropofilik,
zoofilik, atau geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur tersebut
18

berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun
bagian-bagian tubuh misalnya Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermofiton floccosum yang paling sering menyerang lipatan paha dalam.
Faktor terpenting dalam virulensi ini ialah kemampuan spesies jamur
menghasilkan keratinasi dan mencerna keratin di kulit.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal; tempat yang banyak keringat seperti pada lipatan paha dan
sela-sela jari paling sering terserang jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memang peranan penting pada penyakit jamur. Insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi lebih rendah lebih sering ditemukan
daripada golongan sosial ekonomi yang lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan
pada orang dewasa. Pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur diselasela jari daripada pria, dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan.
Disamping faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor
pelindung tubuh (topi, sepatu, dsb) faktor- faktor transpirasi serta penggunaan
pakaian yang serba nilon dapat memudahkan timbulnya penyakit jamur ini.3
VI. Gejala Klinis
Dermatofitosis biasanya timbul pada jaringan berkeratin seperti rambut,
kuku dan bagian terluar dari kulit. Gejala klinis pada tiap klasifikasi berbeda-beda
sesuai dengan lokasinya. Gejala tersering adalah pruritus. 3

TINEA KORPORIS

19

Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous
skin)
1.

Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat dan lonjong, berbatas
tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di
tepi. Daerah ditengahnya biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi
dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak
terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesilesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anakanak dari pada dewasa karena pada umumnya mereka mendapat infeksi baru

2.

pertama kali.
Pada tinea menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan
kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau
sebaliknya tinea cruris et corporis. Bentuk menahun yang di sebabkan oleh

3.

Trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium.


Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum
disebut tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat di berbagai daerah tertentu di
Indonesia misalnya di kalimantan, sulawesi, Irian Barat, Kepulauan Aru dan

4.

Kei serta di pulau Jawa.


Bentuk lain tinea korporis yang disertai kelainan rambut adalah tinea favosa
atau favus. Penyakit ini biasanya di mulai di kepala sebagai titik kecil dibawah
kulit yang berwarna merah kuning san berkembang menjadi krusta berbentuk
cawan dengan berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu
atau dua rambut dan bila krusta di angkat terlihat dasar yang cekung merah dan
membasah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya terlepas. Bila
tidak di obati, penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut
dan botak. Kadang penyakit ini menyerupai dermatitis seboroik.2

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

20

Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas


pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya
dibersihkan dengan alkohol 70%.
a. Pemeriksaan dengan sediaan basah
Cara melakukan pemeriksaan KOH 20% pada penderita tinea :
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas letakkan di obyek glass tetesi
KOH 10-20% 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan
lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai
dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet
(artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium. 1, 2

Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan potassium (kalium) hydroxide


(KOH), yang menunjukkan gambaran hifa dengan cigar-butt yang pendek. Penemuan
KOH tentang spora dengan miselium pendek telah dianggap serupa dengan gambaran
spaghetti and meatballs atau bacon and eggs sebagai tanda khas panu. Untuk
visualisasi yang lebih baik, gunakan pewarnaan dengan tinta biru, tinta Parker,
methylene blue stain atau Swartz-Medrik stain dapat ditambahkan pada persiapan atau
preparat KOH.4

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti
yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi

21

KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi atau penggunaan
lampu wood.3

VII. DIAGNOSIS BANDING

Candidosis intertriginosa
Eritrasma
Pitiriasis rosea
Dermatitis seboroik
Dermatitis Kontak
Psoriasis. 2, 3, 6

VIII. PENATALAKSANAAN
Pada infeksi tinea cruris biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja. Obat ini
digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm
diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi
menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi
topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya
cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring
terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu. 9
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam empat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya
seperti siklopiros, tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim
lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke
ergosterol), di mana struktur tersebut merupakan komponen penting dalam dinding sel
jamur. Golongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan
enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik
squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim22

enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak


terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan
golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole.
Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:9
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris dan korporis adalah:
1.Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
dan corporis karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya
menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel
sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi
setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak
sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion.
Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidak ada kontraindikasi obat ini,
namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas,
peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.
b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme

kerjanya

dengan

selaput

dinding

sel

jamur

yang

rusak

akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel


jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream
2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan
pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
c. Econazole (Spectazole)

23

Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit


yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan
dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan
sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d. Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad
spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Obat ini tersedia dalam bentuk cream 2 %. Tidak
dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak
dengan mata.
e. Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat
sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel
jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu.
Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak
12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien
yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f. Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia
dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun

24

penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena
selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2.Golongan alinamin
a. Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin
yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam
bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa
( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen
epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.
Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.
Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama
1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran
sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam
bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan.
Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya

25

a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi
DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 24minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4
minggu.

Obat sistemik yang digunakan untuk tinea korporis:


Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau
gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam
pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yang
berspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200 mg/hari selama 2-4
minggu. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen

26

penting pada selaput sel jamur. Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih
baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan.
Dosis dewasa 200 mg po selama 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika
tidak ada perbaikan tetapi tidak boleh melebihi 400mg/hari. Untuk anak-anak
5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang
hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena
berhubunngan dengan aritmia jantung.

c. Griseofulvin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375
mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20
mg microsize /kg/hari.9

d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg : 62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
minggu.9
Edukasi kepada pasien di rumah :

27

atau >40kg:250mg/ hari selama 2

Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering


Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan
mengganti pakaian yang lembab
Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti
katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
Menggunakan pakaian pribadi secara sendiri tanpa bersamaan

IX. KOMPLIKASI
Tinea korporis dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada
infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit. 2

X. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga dan juga pemilihan obat harus sesuai
dengan vehikulum.2

28

Você também pode gostar