Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Wahyudin
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
ABSTRAK
Dermatofitosis atau tinea adalah penyakit infeksi jamur superfisial yang menyerang
kulit, rambut dan kuku yang disebabkan oleh suatu infeksi dermatofita. Infeksi jamur
dermatofita yang terjadi pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat
paha, tangan dan kaki disebut tinea korporis, sedangkan tinea kruris adalah infeksi
jamur dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal.
Dilaporkan satu kasus tinea korporis et kruris yang kronis dan meluas pada separuh
tubuh seorang wanita, gambaran klinisnya adalah bercak kemerahan pada dada, perut,
lipatan paha dan tungkai ditemukan effloresensi makula eritema batas tegas, tepi aktif
meninggi, central healing dan ditutupi skuama halus, pada pemeriksaan KOH 20%
dari bagian aktif lesi ditemukan hifa panjang bersepta dan bercabang. Diagnosis
ditegakkan bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Terapi yang diberikan adalah Ketokonazol 2% cream (topikal) dan Ketokonazol 200
mg (peroral) selama 2 minggu dengan prognosis yang baik.
Kata Kunci : Tinea Korporis, Tinea Kruris, Ketokonazol
Case Report : TINEA CORPORIS et CRURIS
ABSTRACT
Dermatophytosis or tinea is the infection of superficial fungal disease that attacks the
skin, hair and nails caused by a dermatophyte. Dermatophyte fungal infection that
occurs in the body, legs and arms, but not including the groin, hands and feet is called
tinea corporis, tinea cruris whereas kind of dermatophytosis that infect the skin of the
groin area, pubic area, perineum and perianal. Reported one case of tinea corporis et
crusis that chronic and widespread in half of the womans body, the clinical
description is reddish spots on chest, abdomen, groin and legs taht founded
efflorescence macular erythema defined, active rising edge, central healing and
covered with fine scaling, on KOH 20% examination of the active part of the lesion
was found long boundary and branched hyphae. The diagnose is based on anamnesis,
physical examination and laboratorium examination, the therapy is ketoconazole 2%
cream (as topical) and ketoconazole 200 mg (as systemic, peroral) for 2 weeks with a
good prognosis .
Keywords : Tinea Corporis, Tinea Cruris, Ketoconazole
BAB I PENDAHULUAN
Jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah
dermatofit (dermatophyte, bahasa Yunanni, yang berarti tumbuhan kulit) dan jamur
serupa ragi Candida albicans, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur superfisial
pada kulit, rambut, kuku dan selaput lendir. Jamur lainnya dapat menembus organ
dalam dan menyebabkan infeksi pada organ tersebut. Jamur yang berhasil masuk
tersebut dapat tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik
(misalnya, histoplasmosis).1
Dermatofit hanya tumbuh dalam keratin (zat tanduk), yaitu stratum korneum
dari kulit, kuku dan rambut.1, 2
Insidens mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang
masyarakat luas, sedangkan mikosis profunda sangat jarang. 2
Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis
adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin), misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan golongan jamur
dermatofita.2
Dermatofitosis disebut juga tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes sirsinata.2
Dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin (keratofilik), taksonomis,
faali, antigenik, kebutuhan makanan untuk pertumbuhannya dan juga penyebab
penyakit. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus;
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. 2
Hingga kini dikenal sekitar 40 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies
Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan 21 spesies Trichophyton.2
Tinea korporis merupakan istilah untuk menunjukkan adanya infeksi jamur
golongan dermatofita pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat
2
paha, tangan dan kaki. Sedangkan istilah tinea kruris digunakan untuk infeksi jamur
dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal. 3
Tinea korporis dan tinea kruris dapat digolongkan menjadi tinea glabrosa
karena keduanya terdapat pada kulit yang tidak berambut. Walaupun secara klinis
terdapat murni tinea kruris atau korporis, namun bisa ditemukan tinea kruris et
korporis bersamaan. Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari
data beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase
dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari 2,93% (Semarang)
sampai 27,6% (Padang). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008
terdapat 274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58 kasus (21,16%)
diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah tinea kruris. Dari segi
usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja dan
kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita dermatomikosis
superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda atau lebih tua.
Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor
predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak berkeringat,
selain pajanan terhadap jamur lebih lama.4
Walaupun demikian tidak terdapat perbedaan secara khusus gambaran klinis
tinea korporis dan tinea kruris baik pada remaja, anak-anak maupun orang dewasa.
Secara umum gambaran klasik lesi tinea korporis dan tinea kruris berupa lesi anular
dengan central clearing/healing dan tepi eritema yang aktif. Lesi yang berdekatan
dapat bergabung membentuk pola gyrata atau polisiklik. 1,2,3
Semua dermatofita dapat menyebabkan tinea korporis, tetapi yang merupakan
penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes,
Microsporum canis dan Trichophyton tonsurans, sedangkan tinea kruris kebanyakan
disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum. Trichophyton
tonsurans merupakan jamur antropofilik dan tersebar di seluruh
dunia dengan distribusi yang luas. Spesies ini sering menimbulkan lesi yang bersifat
kronis.3 Jamur dermatofita dapat ditularkan secara langsung maupun secara tidak
langsung dan untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur dermatofita harus
memiliki kemampuan untuk melekat pada kulit host (pejamu), mampu menembus
jaringan pejamu dan selanjutnya mampu bertahan dan menyesuaikan dengan suhu dan
lingkungan biokimia pejamu. Sedangkan variabilitas host, seperti umur, jenis kelamin,
ras, budaya dan imunitas dapat mempengaruhi manifestasi klinis dan perjalanan
penyakit infeksi dermatofita ini. Ini menunjukkan bahwa penyakit ini bersifat
multifaktorial.3,5 Sebagian besar kasus tinea korporis dan tinea kruris berespon baik
dengan preparat anti jamur topikal. Preparat topikal yang dapat digunakan diantaranya
alilamin (naftitin, terbinafin), imidazol, tolnaftat, siklopiroks dan salap Whitefield,
sulfur presipitatum 4-10% dan asidum salisilikum 2-3% yang merupakan obat topikal
konvensional.3 Akan tetapi pada lesi yang luas, tidak dapat menoleransi obat topikal,
gagal dengan pengobatan topikal dan penderita dengan infeksi kronis maka diperlukan
pemberian preparat antijamur sistemik yaitu griseofulvin, terbinafin, flukonazol atau
itrakonazol.3 Tidak ada satu pustakapun yang menyebutkan batasan waktu untuk dapat
mengatagorikan tinea korporis akut maupun kronis, walaupun istilah tersebut banyak
digunakan pada beberapa kepustakaan. Secara umum, berdasarkan kamus kedokteran,
istilah kronis menunjukkan lamanya perjalanan suatu penyakit dan istilah kronisitas
umumnya digunakan pada penyakit yang telah berlangsung selama lebih dari 3 bulan. 7
Kronisitas dalam dermatofitosis merupakan hal yang sering dijumpai klinisi,
mengingat dermatofitosis merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial dan semua
faktor yang terlibat merupakan suatu keadaan yang dapat berubah. 3,5 Berikut
dilaporkan suatu kasus tinea korporis et kruris yang kronis dan meluas pada separuh
tubuh seorang wanita. Kasus ini diajukan untuk mengetahui faktor-faktor endogen dan
eksogen yang mempengaruhi manifestasi klinis dan perjalanan penyakit ini.
Pengetahuan ini penting dalam penatalaksanaan pasien dan mencegah rekurensi.
BAB II KASUS
STATUS PASIEN
KETERANGAN UMUM PENDERITA
Nama
: Ny. T N
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku
: Sunda
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Status Marital
: Menikah
Alamat
: 28-59-80
pelipatan paha dan bokong. Setelah beberapa minggu bercak kemerahan tersebut
semakin melebar ke daerah badan depan, punggung, lengan atas, paha, tungkai dan
ketiak dengan pinggirnya merah. Keluhan ini disertai rasa yang sangat gatal. Rasa
gatal bertambah terutama bila berkeringat dan udara panas, bila digaruk terasa lebih
enak namun setelah digaruk akan terasa perih dan panas, pasien sering menggaruk
bercak tersebut dengan benda seadanya, seperti; pulpen, pisau, sisir dan handuk.
Riwayat peyakit yang sama pernah dialami sekitar 3 tahun yang lalu. Penderita
mengeluh timbul bercak-bercak kemerahan di lipatan paha kanan dan kiri. Penderita
berobat ke Puskesmas dan diberikan satu macam obat yaitu Ketokonazol 2% krim dan
sudah mengalami kesembuhan. Riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga
lainnya disangkal pasien. Pasien tidak memelihara anjing, kucing atau ternak lainnya
Pasien mengaku bercak ini muncul secara bersamaan. Setiap hari mengganti
pakaian dalam dan luar dua kali sehari. Pasien mengaku selama ini suka pakai celana
dalam yang ketat dan bahannya tidak menyerap keringat. Pasien mengakui bahwa
pemakaian handuk setelah mandi bersamaan dengan suaminya. Pasien menyangkal
adanya gatal di tempat bagian tubuh lainnya, seperti kepala, punggung tangan, telapak
tangan, punggung kaki, telapak kaki, sela-sela jari tangan-kaki dan juga kuku.
Kegiatan pasien sehari-hari adalah mengurus rumah tangga, pasien tinggal di
lingkungan padat penduduk, ia tinggal bersama suami dan dua anak. Pasien mengakui
di rumahnya sangat panas (karena jarang ada ventilasi). Dengan pekerjaan sehari-hari
membersihkan rumah membuat pasien sangat sering berkeringat. Dan juga pasien
mengakui memiliki kelebihan berat badan yang sering juga membuatnya berkeringat,
ditambah lagi tubuh pasien banyak terdapat lipatan, yang membuat lebih berkeringat.
Sejak satu minggu terakhir pasien mengakui bahwa badannya sering gatal,
namun pasien tidak menghiraukan keluhan tersebut. Setelah muncul bercak
kemerahan dan ada bruntus-bruntus kecil di tepinya pasien merasa semakin gatal dan
ditemukan ada seperti kulit terkelupas bila digaruk. Pasien mengaku tidak mengalami
keputihan.
Melitus) disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Di keluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama.
- Riwayat Diabetes Melitus di keluarga disangkal.
Riwayat Pengobatan
Sudah pernah diobati dengan krim Ketokonazol 2% dari Puskesmas, menurut
pasien keluhannya berkurang.
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak pernah mengalami reaksi alergi karena obat maupun
makanan.
Riwayat Psikososial
Pasien setiap harinya memakai pakaian ketat, celana dalam yang dipakai tidak
menyerap keringat, sehari ganti pakaian dalam dan luar dua kali (pagi dan
sore). Baju yang dipakai pasien tidak menyerap keringat. Pasien sering
menggunakan handuk secara bersamaan dengan suaminya. Pasien mengatakan
ia tidak merokok dan meminum minuman beralkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
120/70 mmHg
Nadi
88 kali permenit
Respirasi
22 kali permenit
Suhu
36,5C
Gigi
Leher
THT
KGB
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi
Regional
A/R
Karakteristik
Lesi
Lesi
multipel
(polisiklik),
diskret,
berbentuk
lonjong,
10
11
12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 20%
Gambar 8. Hifa
RESUME
13
Regional
A/R
Karakteristik
Lesi
multipel
(polisiklik),
diskret,
berbentuk
lonjong,
Lesi
Efluroesensi
14
DIAGNOSIS BANDING
-
Tinea Korporis
Tinea Kruris
Psoriasis
Pitiriasis rosea
Candidosis
DIAGNOSIS KERJA
Tinea Korporis et Kruris
PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa
Menjaga kulit tetap kering dengan cara menyediakan kain (lap) serap
keringat bberbahan katun
Mengurangi kegiatan yang banyak menimbulkan keringat
Membuat ventilasi di rumah, selalu membuka pintu dan jendela agarr
aliran udara baik.
Menggunakan pakaian yang longgar.
Gunakan pakaian dalam yang mudah menyerap keringat.
Mengganti pakaian jika pakaian lembab karena keringat.
Menghindari garukan dengan benda yang tajam dan tidak steril.
Menggunakan pakaian dan handuk untuk sendiri (jangan bersamaan)
Medikamentosa
Sistemik
-
15
Topikal
-
Ketokonazol cream 2 %
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
ANALISA KASUS
Definisi
16
III. Epidemiologi
Tinea cruris dapat ditemui di seluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis.
Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan
perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Jamur ini
sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau
lingkungan sekitar yang kotor dan lembab. 1
IV. Klasifikasi
Pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit berdasarkan
lokasi diantaranya :
-
Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5
tinea di atas.
Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu :
-
tikus.
Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah kelainan
Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.2
V. Cara penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat
ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini
menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabangcabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan.
Pertumbuhannya
dengan
pola
radial
di
stratum
korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan. Disamping cara penularan tersebut, timbulnya kelainankelainan di kulit bergantung pada beberapa faktor, antara lain : 3
1. Faktor virulensi dari dermatofita.
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur, apakah jamur antropofilik,
zoofilik, atau geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur tersebut
18
berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun
bagian-bagian tubuh misalnya Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermofiton floccosum yang paling sering menyerang lipatan paha dalam.
Faktor terpenting dalam virulensi ini ialah kemampuan spesies jamur
menghasilkan keratinasi dan mencerna keratin di kulit.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal; tempat yang banyak keringat seperti pada lipatan paha dan
sela-sela jari paling sering terserang jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memang peranan penting pada penyakit jamur. Insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi lebih rendah lebih sering ditemukan
daripada golongan sosial ekonomi yang lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan
pada orang dewasa. Pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur diselasela jari daripada pria, dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan.
Disamping faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor
pelindung tubuh (topi, sepatu, dsb) faktor- faktor transpirasi serta penggunaan
pakaian yang serba nilon dapat memudahkan timbulnya penyakit jamur ini.3
VI. Gejala Klinis
Dermatofitosis biasanya timbul pada jaringan berkeratin seperti rambut,
kuku dan bagian terluar dari kulit. Gejala klinis pada tiap klasifikasi berbeda-beda
sesuai dengan lokasinya. Gejala tersering adalah pruritus. 3
TINEA KORPORIS
19
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous
skin)
1.
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat dan lonjong, berbatas
tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di
tepi. Daerah ditengahnya biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi
dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak
terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesilesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anakanak dari pada dewasa karena pada umumnya mereka mendapat infeksi baru
2.
pertama kali.
Pada tinea menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan
kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau
sebaliknya tinea cruris et corporis. Bentuk menahun yang di sebabkan oleh
3.
4.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
20
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti
yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi
21
KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi atau penggunaan
lampu wood.3
Candidosis intertriginosa
Eritrasma
Pitiriasis rosea
Dermatitis seboroik
Dermatitis Kontak
Psoriasis. 2, 3, 6
VIII. PENATALAKSANAAN
Pada infeksi tinea cruris biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja. Obat ini
digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm
diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi
menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi
topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya
cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring
terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu. 9
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam empat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya
seperti siklopiros, tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim
lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke
ergosterol), di mana struktur tersebut merupakan komponen penting dalam dinding sel
jamur. Golongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan
enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik
squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim22
kerjanya
dengan
selaput
dinding
sel
jamur
yang
rusak
23
24
penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena
selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2.Golongan alinamin
a. Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin
yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam
bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa
( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen
epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.
Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.
Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama
1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran
sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam
bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan.
Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya
25
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi
DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 24minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4
minggu.
26
penting pada selaput sel jamur. Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih
baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan.
Dosis dewasa 200 mg po selama 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika
tidak ada perbaikan tetapi tidak boleh melebihi 400mg/hari. Untuk anak-anak
5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang
hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena
berhubunngan dengan aritmia jantung.
c. Griseofulvin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375
mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20
mg microsize /kg/hari.9
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg : 62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
minggu.9
Edukasi kepada pasien di rumah :
27
IX. KOMPLIKASI
Tinea korporis dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada
infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit. 2
X. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga dan juga pemilihan obat harus sesuai
dengan vehikulum.2
28