Você está na página 1de 7

Alih Kode dan Campur Kode

pada Kolom Bahasa Jurnal Kreativa


Vol. XIV/Tahun XI/Agustus 2014
Dosen Pembimbing:
Yayuk Eny Rahayu, M.Hum.

Disusun Oleh:
Nama : Hesti Pratiwi Ambarwati
NIM

: 12210141040

Kelas : Bahasa dan Sastra Indonesia (Reguler)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

Alih Kode dan Campur Kode pada Kolom Bahasa


Jurnal Kreativa Vol. XIV/Tahun XI/Agustus 2014

1. Pendahuluan
Alih kode dan campur kode seringkali ditemui baik dalam bahasa lisan
maupun tulis. Menurut Chaer (1994: 67) alih kode adalah beralihnya penggunaan
suatu kode (bahasa ataupun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode lain (bahasa atau
ragam bahasa lain). Masih menurut Chaer, campur kode adalah pemakaian dua bahasa
atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa satu ke dalam bahasa yang
lain secara konsisten. Untuk peristiwa alih kode dan campur kode dalam bahasa tulis
pengkajiannya bisa menggunakan media cetak, makalah, jurnal, buletin, maupun
karya tulis lain.
Dalam berkomunikasi dan berinteraksi manusia dapat menggunakan berbagai
cara, salah satunya dengan memanfaatkan media. Pada era modern ini, meskipun
teknologi sudah kian berkembang media yang masih banyak diminati adalah media
cetak. Jurnal Kreativa adalah satu media cetak yang diterbitkan oleh Lembaga Pers
dan Penerbitan Mahasiswa (LPPM) Kreativa FBS UNY yang terfokus pada masalah
bahasa, sastra, dan seni. Pada tahun 2014 ini, LPPM Kreativa pun menerbitkan jurnal
yang mengangkat tema Reinkarnasi Permainan Anak.
Sebagai sebuah jurnal yang berkonsentrasi pada masalah bahasa, sastra, dan
seni tentu saja redaksi jurnal Kreativa sangat mengutamakan penggunaan pemakaian
bahasa yang tepat. Apalagi para anggota redaksi sendiri tentulah berasal dari
mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni yang memang bergelut dalam pemakaian bahasa
secara semestinya. Namun, dalam pembacaan awal ditemukan banyak adanya
peristiwa alih kode dan campur kode dalam beberapa tulisan di dalam jurnal, salah
satunya pada rubrik Kolom Bahasa.
Kolom Bahasa merupakan sebuah rubrik yang memuat tulisan mengenai
fenomena bahasa. Kolom Bahasa pada jurnal Kreativa 2014 ditulis oleh Titik
Sudartinah, dosen Program Studi Sastra Inggris, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
FBS UNY. Tulisan tersebut mengangkat tema bahasa dan gender dengan mengambil
judul Menilik Kembali Gender dan Pengaruhnya pada Komunukasi Verbal.
Pada tulisan tersebut ditemukan munculnya penggunaan bahasa asing,
khusunya bahasa Inggris. Penggunaan bahasa-bahasa tersebut pada kalimat-kalimat
di rubrik Kolom Bahasa jurnal Kreativa memunculkan campur kode yang sesuai
dengan penelitian ini. Campur kode yang dipilih dalam penelitian ini difokuskan
pada bentuk kata dan frase dalam tataran kalimat. Selain itu, penelitian ini juga
2

berusaha menemukan apa saja faktor-faktor yang menyebabkan adanya campur kode
dalam rubrik Kolom Bahasa jurnal Kreativa.
2. Alih Kode dan Campur Kode
Ada tiga jenis pilihan bahasa yang biasa dikenal dalam kajian sosiolinguistik
(Sumarsono dan Partana 2002:201). Pertama, apa yang disebut alih kode (code
switching). Alih kode adalah penggunaan lebih dari satu bahasa oleh seorang
dwibahasawan./multibahasawan yang bertutur dengan cara memilih salah satu kode
bahasa disesuaikan dengan keadaan. Kode, dalam hal ini adalah istilah netral yang
dapat mengacu pada bahasa, dialek, sosiolek atau ragam bahasa.
Jenis pilihan bahasa yang kedua adalah campur kode (code mixing).
Nababan (1993: 32) menjelaskan campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain
bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu
tindak berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu.
Campur kode merupakan konvergensi kebahasaan (linguistic convergence)
yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah
meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya.Unsur-unsur
demikian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu (a) yang bersumber dari
bahasa asli dengan segala variasi-variasinya dan (b) bersumber dari bahasa
asing.Dalam campur kode, situasi informal merupakan ciri paling menonjol karena
dalam situasi formal jarang terdapat adanya campur kode. Campur kode ada dua
macam, yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing) dan campur kode ke luar
(outer code mixing) (Suwito, 1985:75-76).
Jenis pilihan bahasa ketiga adalah variasi dalam bahasa yang sama (variation
within the same language). Jenis pilihan bahasa ini sering menjadi focus kajian
tentang sikap bahasa.
3. Alih Kode dan Campur Kode pada Kolom Bahasa Jurnal Kreativa
Alih kode adalah peristiwa peralihan kode yang dilakukan oleh penutur dari
satu kode ke kode lain dalam suatu peristiwa tutur. Dalam tuturan yang ada dalam
pada Kolom Bahasa jurnal Kreativa 2014 terdapat peristiwa alih kode. Data yang
diamati di antaranya sebagai berikut.
(1) Padahal, bila ditilik dari makna leksikalnya, jenis kelaminlaki-laki dan
perempuanberarti a biological catgorization based primarily on reproductive
potentialkategori secara biologis yang berdasarkan pada kemampuan
reproduksi (Eckert, 2003: 10).

Dalam data (1) di atas dapat dilihat adanya peristiwa alih kode dari bahasa
Indonesia (B1) ke bahasa Inggris (B2). Pada awalnya penulis menggunakan B1
Padahal, bila ditilik dari makna leksikalnya, jenis kelaminlaki-laki dan perempuan
berarti kemudian beralih menggunakan B2 a biological catgorization based primarily
on reproductive potential. Setelah itu penulis beralih lagi menggunakan B1, kategori
secara biologis yang berdasarkan pada kemampuan reproduksi. Hal tersebut dikarenakan
penulis ingin menjelaskan pengertian jenis kelamin yang ia kutip dari penulis lain yang
menggunakan bahasa Inggris. Selanjutnya penulis juga menerjemahkan apa yang ia kutip
tersebut.

(2) Lebih lanjut Eckert (2003: 15) mengemukakan bahwa gender adalah the social
elaboration of biological sex. Women are not born, they are made.

Dalam data (2) di atas juga dapat dilihat adanya peristiwa alih kode dari
bahasa Indonesia (B1) ke bahasa Inggris (B2). Berbeda dengan data sebelumnya
penulis kemudian tidak mencantumkan terjemahan dalam B1 untuk kutipan yang ia
ambil dari B2.
Selain alih kode dalam Kolom Bahasa tersebut juga ditemukan adanya
campur kode. Dalam peristiwa campur kode penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa
lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Unsur yang diselipkan bisa berupa kata.
Data yang dapat diamati antara lain sebagai berikut.
(3) Begitupula dengan pria, yang harus macho dan maskulin.
(4) Pria misalnya, akan dianggap tidak lazim dalam masyarakat, bila memakai
baju berwarna pink, karena warna tersebut identik dengan wanita.
(5) Misalnya, wanita menggunakan ungkapan seperti aduh, asyik, dan wow
lebih sering daripada pria.
(6) Kebanyakan wanita mampu membedakan warna biru muda, biru tua, biru
laut, aquamarine, dan tosca dengan lebih rinci daripada pria.
(7) Dalam menggunakan intimate style, wanita lebih ekspresif karena mereka
lebih emosional, sehingga secara umum kata sayang dan darling lebih
sering mereka ucapkan.
(8) Mereka juga mampu membedakan gradasi warna merah tua, merah
maroon, bloody red, merah muda, jingga, oranye, hingga peach.
(9) Sehingga, tidak mengherankan apabila dalam percakapan, wanita lebih
sering menggunakan kalimat dengan kata ganti orang pertama dan kedua,
I, you, dan we dibandingan pria.
(10) Hal ini bahkan berlaku pula secara umum bahwa lebih banyak pria
yang menggunakan bahasa vernacular dibandingkan wanita.

Pada data (3) dan (5) dapat dilihat adanya campur kode menggunakan ragam
bahasa gaul. Kata macho dan wow tidak ditemukan di dalam kamus namun seringkali
digunakan dalam ragam bahasa populer. Kata macho merupakan istilah yang
digunakan untuk pria yang menunjukkan maskulinitasnya. Sementara itu, kata wow
digunakan sebagai ungkapan seru menunjukkan sebuah kekaguman.
Data (4), (6), (7), dan (8) menunjukkan terjadinya campur kode yang diduga
disebabkan oleh tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai,
sehingga perlu memakai kata dari bahasa asing. Sebenarnya penggunaan kata-kata
tersebut bisa dikatakan kurang tepat karena kata masing-masing kata tersebut sudah
memiliki padanan kata dalam B1. Kata pink, misalnya, memiliki padanan kata dengan
kata merah jambu, jambon, atau merah muda. Untuk kata aquamarine berpadan kata
dengan biru laut atau hijau laut sedangkan darling memiliki kesamaan makna dengan
kata sayang. Kata merah maroon dan bloody red sebenarnya pun dapat diganti dengan
merah darah, hanya saja kata tersebut memang kurang populer dibandingkan istilah
bloody red.
Untuk data (9) dan (10) terjadi campur kode yang diduga dikarenakan penulis
ingin memamerkan keterpelajarannya atau kedudukannya. Adanya anggapan
bahwa seseorang akan kelihatan lebih tinggi kedudukan sosialnya apabila
menggunakan leksikon bahasa asing adalah salah satu alasan pemakaian campur
kode. Hal ini juga didukung oleh latar belakang penulis yang merupakna dosen
program studi Sastra Inggris yang sudah tentu menguasai bahasa Inggris. Padahal,
bisa saja pada kalimat tersebut dijelaskan dengan bahasa Indonesia. Untuk kata I, you,
dan we dapat diindonesiakan menjadi aku, kamu, dan kita. Kata vernacular pun
sebenarnya tidak menunjuk pada sebuah istilah khusus sehingga posisinya dapat
digantikan dengan bahasa daerah atau gaya bahasa sehari-hari yang tentunya lebih
dimengerti oleh pembaca awam.
Unsur-unsur yang diambil dari kode/bahasa lain tersebut berwujud kata-kata,
tetapi dapat juga berwujud frase. Data berwujud frasa yang diamati antara lain sebagai
berikut.
(11) Address terms yang digunakan untuk wanita dan pria juga berbeda
dalam bahasa mana pun, misalnya penyebutan lady, mrs, madam, dan
miss (bahasa Inggris).
(12) Identitas gender ini terlihat dalam banyak hal, bahkan banyak muncul
pernyataan definitif tentang bagaimana pria dan wanita seharusnya
5

bersikap, misalnya dalam frasa-frasa seperti speaking like a lady, nice


girl dont swear, dan boys dont cry (Speer, 2005: 21).
(13) Namun demikian, selain gaya bahasa formal, wanita juga lebih banyak
menggunakan intimate style, yang digunakan ketika bercakap-cakap
dengan teman akrab maupun pacar atau suami.
(14) Yaitu sebagai contoh adanya pandangan tentang peran dan posisi
wanita yang berada di bawah pria (the deficit framework), sebagai
contoh dominasi dan kontrol pria dalam berbahasa (the dominance
framework), serta sebagai contoh pilihan gaya bahasa yang berbeda antara
pria dan wanita (the difference framework).
Data (11) dan (13) di atas menunjukkan adanya campur kode dalam bentuk
frasa address terms dan intimate style yang merupakan sebuah istilah atau ungkapan
khusus. Alasan penulis mengggunakan istilah tersebut adalah sebagai sebuah
penekanan deskripsi agar makna yang disampaikan jelas dan tidak ambigu.
Pada data (12) karena mengutip dari sumber lain, penulis memutuskan untuk
mencantumkan contoh sesuai dengan apa yang menjadi sumber acuannya. Hal ini isa
dibenarkan karena ragam tulis memang mengharuskan model pengutipan secara
mutlak apabila penulis memang mengambil pustaka dari orang lain. Selain itu bisa
juga dikarenakan istilah-istilah tersebut memang lebih populer.
Data (14) memperlihtkan adanya campur kode untuk penjelas ditandai dengan
pemakaian kata asing dan kata dalam bahasa Indonesia secara bersamaan. Tujuannya
adalah untuk menjelaskan makna yang ingin disampaikan.

4. Kesimpulan
Pada umumnya campur kode terjadi karena penyisipan kata-kata atau frasa
bahasa Inggris. Faktor penyebab alih kode dan campur kode yang dominan pada
Kolom Bahasa jurnal Kreativa 2014 adalah adanya istilah-istilah khusus dalam
bahasa asing, yang memang berfungsi menjelaskan. Apabila kata-kata tersebut
digantikan dengan bahasa Indonesia dikhawatirkan makna yang sebenarnya ingin
dicapai oleh penulis malah tidak tersampaikan dengan benar.
Selain itu, penyisipan unsur-unsur bahasa Inggris tersebut dimaksudkan untuk
memberi kesan bahwa penulis memang menguasai tema yang sedang dibahas. Latar
belakang penulis yang merupakan dosesn program studi Sastra Inggris juga menjadi

salah satu faktor, terlihat dari literasi yang dikutip merupakan literasi asing yang ia
kutip mutlak, meskipun ada yang diberi terjemahan ada pula yang tidak. Dengan
demikian alih kode dan campur kode dalam artikel tersebut berkenaan dengan topik
atau pokok pembicaraan dalam artikel tersebut.

Daftar Pustaka
Chaer, A., Agustina, L. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Indrastuti, Novi Siti Kussuji. 1997. Alih Kode dan Campur Kode dalam Siaran
Radio: Analisis Sosioinguistik. Humaniora V. Yogyakarta. Diakses dari
http://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/download/1878/1685 pada 26
Desember 2014.
Sudartinah, Titik. 2014. Menilik Kembali Gender dan Pengaruhnya pada
Komunikasi Verbal. Kreativa Vol.XIV/Tahun XI/Agustus 2014. Yogyakarta:
LPPM Kreativa FBS UNY.
Sumarsono, Partana Paina. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Suwito. 1985. Sosiolinguistik: Pengantar Awal. Surakarta: Henary Offset.
Widyanita, Rizka. 2014. Campur Kode dalam Rubrik Feature Majalah Gogirl!.
Skripsi. Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan. Diakses dari
http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id
=71989&obyek_id=4 pada 11 November 2014.

Você também pode gostar