Você está na página 1de 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


ADENOTONSILITIS KRONIS

Disusun Oleh :

MASYKUR KHAIR

PENDIDIKAN PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014

ADENOTONSILITIS KRONIS
Konsep Medis
A. Penertian
Adenotonsilitis kronis adalah radang kronis pada tonsila
palatine dan adenoid (Gotlieb, 2005).
Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau
berulang dari tonsil dan adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang
berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih per
tahun. Cirri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari
terapi dengan antibiotic. (George, 1997)
Adenotonsilitis kronik adalah keradangan kronik pada tonsil
sebagai akibat hipertrofi folikel-folikel getah bening disertai hipertrofi
adenoid yang terjadi pada anak.
B. Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi
a. Adenoid
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfosid sepanjang dinding posterior
nasofaring di atas batas platum mole.adenoid terletak posterior-superior dinding
nasofaring di antara basis tengkorak dan dinding belakang nasofaring pada garis
media. Permukaan bebasnya di lapisi epitel pseudo kompleks kolumner bersilia,
permukaan dalamnya tidak berkapsul. Permukaan bebasnya mempunyai celahcelah (kripte) yang dangkal seperti lekukan saja.
b. Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsilaris pada kanan
kiri orofaring. Batas fosa tonsilaris adalah bagian depan plika anterior yang di
bentuk oleh otot-otot palatoglosus dan bagian belakang plika posterior yang
dibentuk oleh otot palatofaringeus terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatine dan tonsil lingual yang ketiganya membentuk
lingkaran yang di sebut cincin waldeyer.

2. Fungsi
a. Adenoid
Adenod yang dalam keadaan normal berperan membantu sistem imunitas tetapi
bila telah terjadi infeksi kronis maka akan terjadi pengikisan dan fibrosis dari
jaringan limfoid. Pada penyembuhan jaringan limfoid tersebut akan diganti oleh
jaringan perut yang tidak berguna.
b. Tonsil
Fungsi tonsil yang sesungguhnya belum jelas di ketahui, tetapi ada beberapa
teori yang dapat diterima antara lain :
1)
Membentuk zat-zat anti dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler
2)
Mengadakan limfositosis dan limfositolisis.
3)
Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikroorganisme
yang masuk ke dalam tubuh melalui tubuh dan hidung.
(Supardi dan Iskandar, 2007)
C. Etiologi
Penyebab

tersering

pada

adenotonsilitis

kronis

adalah

bakteri

streptococcus hemoliticus grup A, selain karena bakteri dapat di sebabkan oleh virus,
kadang-kadang dapat disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta

dan treponema

Vincent (Marenstein, 2001)


Faktor predisposisi :
1. Rangsangan yang menahun.(merokok, makanan)
2. Pengaruh cuaca
3. Hygiene mulut yang buruk.
(Nurbaiti dan Eliaty. 1995)
D. Patofisiologi
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang posterior dan
nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh, dalam hal ini
apabila terjadi invasi bakteri melalui ujung hidung yang menuju nasofaring, maka
sering terjadi invasi sistem pertahananya berupa sel-sel leucosit, apabila sering terjadi
invasi kuman maka adenoid semakin lama akan semakin membesar karena sebagai
kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi adenoid. Akibat dari hiperplasi
ini akan timbul sumbatan kuana dan sumbatan tuba eusthacius. Akibat sumbatan tuba
eusthacius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya
dapat terjadi otitis media superatif kronik. Akibat hyperplasia adenoid juga akan
menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental, dan pertumbuhan fisik
berkurang.

Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel
mukosa dan jaringan limfoid di ganti oleh jaringan parut yang akan mengalami
pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus.
proses ini berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi pelekatan dengan
jaringan sekitar fosa tonsilaris.(Gotlieb, 2005)
E. Tanda dan Gejala
Gejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung
tersumbat sehingga nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur
karena nafas lewat mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga
udara menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula, sleep apnea
symptoms, dan maloklusi. Facies adenoid : mulut selalu membuka,
hidung kecil tidak sesuai umur, tampak bodoh, kurang pendengaran
karena adenoid terlalu besar menutup torus tubarius sehingga dapat
terjadi peradangan menjadi otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk,
palatal phenamen negatif (Mansjoer, 2001). Pasien yang datang dengan
keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan suara yang berubah,
merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler.
F. Penatalaksanaan
Pada keadaan dimana terdapat adenotonsilitis kronis berulang lebih
dari 6 kali per tahun selama dua tahun berturut-turut, maka sangat
dianjurkan

melakukan

operasi

adenotonsilektomi

dengan

cara

kuretase.
Indikasi adenotonsilektomi :
1. Fokal infeksi
2. Keberadaan adenoid dan tonsil sudah mengganggu fungsi-fungsi
yang lain, contoh : sakit menelan.
(Gotlieb , J , 2005)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring radio adenoid,
untuk melihat adanya pembesaran pada adenotonsilitis kronis.
2. Pemeriksaan ASTO
H. Komplikasi
1. Faringitis
2. Bronchitis
3. Sinusitis kronik
4. Otitis media kronik
5. Otitis media superativ kronik
6. Komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis, nefritis,
indosiklitis, dermatitis, dan furunkulosis)
(Gotlieb , J , 2005)

I. Pathway ATK
Bakteri streptococcus hemotiticus, virus
Invasi tonsil dan adenoid
Adenotonsilitis
Epitel mukosa dan jaringan melebar
Kripte diisi oleh detritus
Hiperplasi adenoid
Sakit menelan

hidung tersumbat

Peradangan

Adenoiektomi

Ketidak efektifan jalan napas

Prosedur pembedahan

Peningkatan suhu tubuh

Anastesi
Pra operasi

post operasi

Kurang pengetahuan
luka insisi

Cemas /takut

situasi krisis
Hemoragi permukaan tonsil

Resti cedera

Kasar dan gundul

sakit menelan

Perubahan proses keluarga

ketidak nyamanan

Ganggan menelan
menolak untuk menelan

Resti
Gangguan
pemenuhan nutrisi

Nyeri

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas.
2. Keluhan utama.
Biasanya klien dengan Adenotonsilitis kronik akan mengalami
nyeri

telan,

demam,

badan

lesu,

nafsu

makan

berkurang

(anorexia), hidung buntu, tidur mendengkur.


3. Riwayat Keperawatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Pada umumnya klien adenotonsilitis mengalami nyeri telan,
peningkatan suhu tubuh, anorexia (hilangnya nafsu makan).
b. Riwayat penyakit dahulu.
Sebelumnya klien pernah sakit adenotonsilitis atau tidak,
sebelumnya klien pernah masuk rumah sakit atau tidak, nama
penyebab penyakitnya.
c. Riwayat penyakit keluarga.
Di
keluarga
ada
yang

pernah

menderita

penyakit

adenotonsilitis atau penyakit tertentu (misal : TBC, DM, HT dll).


4. Pola-Pola Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata hidup sehat.
Meliputi perawatan diri dan cara merawat kesehatan dirinya.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Peradangan yang terjadi menyebabkan klien mengalami
anorexia sehingga pola makannya terganggu.
c. Pola eliminasi.
Meliputi kebiasaan BAK dan BAB, warnanya, konsistensi,
frekuensi, dan bau baik sebelum masuk rumah sakit atau
masuk rumah sakit.
d. Pola istirahat dan tidur.
Meliputi lama tidur klien, sebelum masuk rumah sakit dan
setelah masuk rumah sakit, serta gangguan waktu tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan.
Meliputi aktivitas klien dirumah dan masyarakat serta lamanya
klien beraktivitas.
f. Pola persepsi dan konsep diri.
Dapat terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
hal itu merupakan dampak psikologi klien. Konsep diri
meliputi : body image, ideal, harga diri, peran dan identitas.
g. Pola sensori dan kognitif.

Daya pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaab dan


perasa terjadi gangguan atau tidak, pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
h. Pola hubungan dan peran.
Meliputi hubungan klien dengan teman sebaya, masyarakat,
keluarga dan peran klien dalam keluarga.
i. Pola penanggulangan stress.
Meliputi penyebab stress, koping terhadap stress, adaptasi
terhadap stress dan pemecahan masalah.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Agama dan keyakinan serta ritualitas.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum.
Biasanya klien adenotonsilitis akan mengalami peningkatan
suhu, tonsil membengkak dan adanya nyeri tekan.
b. Kepala dan leher.
Adanya pembengkakan pada tonsil, kemerahan pada tonsil,
bibir kering, kriptus melebar dan terisi detritus.
c. Tingkat kesadaran.
Klien tidak mengalami gangguan kesadaran (compos mentis).
d. Tingkat respirasi.
Klien tidak sesak (RR 20 kali/menit), tidak menggunakan alat
bantu pernafasan, suara nafas tambahan tidak ada.
e. Sistem thorak dan abdomen.
Tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris, pada nafas
teratur, pada daerah abdomen tidak ditemukan nyeri tekan.
f. Sistem integuman.
Akral hangat, turgor kulit baik, kelembaban kulit baik.
g. Sistem cardiovaskuler.
Pada pemeriksaan jantung iramnya teratur, tidak didapatkan
takikardia mapun bradikardia.
h. Sistem gastrointestinal.
Lidah kotor, nyeri telan, penurunan nafsu makan.
i. Sistem muskuluskeletal.
Tidak ada gangguan otot pada anggota gerak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
(inflamasi).
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan nyeri
tenggorokan, proses pembedahan.

3. Resti gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan nyeri telan, anorexia.
4. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan hidung buntu,
pembesaran tonsil.
C. Intervensi
1. Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
peradangan.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam suhu tubuh turun.
Kriteria Hasil :
a. Tidak Terjadi Hipertermi
b. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Moniter tanda-tanda vital
R/ peningkatkan suhu tubuh menandakan infeksi berlanjut
b. Beri kompres dingin pada lipat ketiak, dahi dan belakang
kepala
R/ perpindahan panas secara kenduksi
c. Anjurkan pada penderita untuk memakai pakaian tipis dan
menyerap

keringat

R/ mempercepat proses evaparasi


d. Atur ventilasi ruangan dengan baik
R/ memperlancar sirkulasi udara
e. Anjurkan penderita untuk minum sedikit tapi sering
R/ mempercepat evaparasi
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti pinetik
R/ anti piretik dapat membantu mempercepat menurunkan
suhu tubuh
2. Dx : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan nyeri
tenggorokan.
Tujuan : Nyeri berkurang dalam waktu 1 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak menyeringai kesakitan
b. Klien tenang
Intervensi :
a. Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan
yang efektif seperti bantu klien dengan mengontrol kepala
R/ menetralkan hiperkstensi, membantu mencegah aspirasi
dan meningkatkan kemampuan menelan
b. Letakkan klien pada posisi/tegak selama dan setelah makan
R/ menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan
dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi

c. Anjurkan klien untuk makan/minum sedikit tapi sering


R/ meningkatkan intake cairan dan makanan serta melatih
kempuan menelan
d. Bila perlu berikan cairan melalui IV dan atau makan selalui
selang
R/ memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika Klien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
3. Dx : Resti Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan nyeri telan, anorexia.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dalam waktu 1 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
a. Cukup
b. Nafsu makan meningkat
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien untuk mengunyah atau menelan.
R/ faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
sehingga klien harus terlindungi dari aspirasi.
b. Timbang BB sesuai indikasi.
R/ mengevaluasi keefektifab atau kebutuhan

mengubah

pemberian nutrisi.
c. Bersihkan mulut klien sebelum dan sesudah makan.
R/ membersihkan sisa makanan dan memberikan rasa nyaman
sehingga nafsu makan meningkat.
d. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang
sering dengan teratur.
R/ meningkat intake makanan dalam memenuhi kebutuhan
tubuh.
e. Konsultasi dengan ahli gizi.
R/ merupakan sumber efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan
kalori/nutrisi tergantung pada usia, BB, keadaan penyakit
sekarang.
4. Dx : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan hidung
buntu, pembesaran tonsil.
Tujuan : Jalan nafas menjadi efektf dalam waktu 1 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
b. Saturasi O2 dalam batas normal
Intervensi :
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

R/

posisi

yang

baik

dan

nyaman

dapat

membantu

memaksimalkan adekuatnya intake oklisegen


b. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
R/ istrahat dapat membantu untuk mengurangi penggunaan
energi berlebih sehingga kebutuhan oksigen tetap stabil
c. Monitor respirasi dan status O2
R/ untuk mengetahui kemajuan dan perkembangaan kondisi
klien
d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan bila perlu
R/ untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen klien

Daftar Pustaka
Gotlieb, J, The Future Risk Of Child Hood Sleep Disordered Breathing,
SLEEP, vol 28, No.7, 2005.
Supardi, E.A., Iskandar, N, Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, Ed. 6, Balai FKUI, Jakarta, 2007.
Adams, George L., dkk, BOEIS, Buku Ajar Penyakit THT, ed. 6, 1997,
EGC, Jakarta.
Mansjoer

Arief,dkk.,2001,

Tonsilitis

Kronis,

dalam

Kedokteran. Media Aeskulapius, FKUI, Jakarta.

Kapita

Selekta

Você também pode gostar